Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Tuhan Bisa Marah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, tentang Tuhan bisa marah, sedikit sekali orang mau membicarakannya karena biasanya yang orang-orang tahu kalau Tuhan itu Maha Kasih, Maha Penyayang. Tapi pembicaraan kita kali ini tentang Tuhan bisa marah, dan ini bagaimana Pak Paul ?
PG : Kita bisa melihat banyak orang yang senang tentang pengetahuan bahwa adanya Tuhan, tapi mereka hanya senang dengan konsep bahwa Tuhan itu baik dan kalau kita mengajarkan bahwa Tuhan juga bsa marah dan bahkan kadang menghukum manusia, tiba-tiba akan kita melihat reaksi mereka yang langsung menolak konsep Tuhan yang seperti itu.
Pertanyaannya adalah kenapa manusia hanya mau menerima gambar atau konsep bahwa Tuhan hanyalah baik dan seolah-olah Tuhan yang baik tidak akan bisa marah apalagi menghukum? Saya kira hal ini keluar dari keberdosaan kita karena kita adalah orang berdosa maka kita tidak mau dihukum. Jadi karena kita ini orang berdosa, maka kita mau mendistorsi konsep tentang Tuhan. Jadi Tuhan itu hanyalah digambarkan sebagai Allah yang selalu baik. Ada konsep-konsep bahwa Tuhan itu seperti "Santa Claus" yang memberikan hadiah-hadiah, yang tidak pernah marah, yang selalu membuka tangan menerima kita apapun dosa kita, kondisi kita. Sudah tentu Tuhan memiliki semua sifat itu, Dia adalah Tuhan yang membuka tangan, merangkul kita dan mau menerima kita kembali tapi Tuhan yang kita percayai yang dicatat di dalam Alkitab adalah Tuhan yang sanggup marah. Jadi jangan sampai keberdosaan kita mendistorsi gambar tentang siapakah sebenarnya Tuhan itu.
GS : Kadangkala marah juga dikaitkan dengan dosa Pak Paul, jadi kalau kita marah berarti kita berdosa dan kita beranggapan bahwa Tuhan tidak mungkin berdosa, kalau marah berarti Tuhan itu berdosa ?
PG : Betul. Ini merupakan konsep yang keliru tentang kemarahan, bahwa kemarahan juga dianggap sebagai dosa, itu belum tentu. Kemarahan tidak selalu berbobotkan dosa, kemarahan bisa berbobotkan osa tapi kemarahan tidak selalu berbobotkan dosa dan Tuhan di dalam kekudusanNya dia marah.
Karena Tuhan adalah Allah yang kudus, kemarahanNya tidak berbobotkan dosa sama sekali.
GS : Banyak orang menganggap bahwa Tuhan yang marah adalah Tuhan di Perjanjian Lama, dan di dalam Perjanjian Baru, Tuhan sudah tidak marah-marah lagi.
PG : Memang ada kecenderungan orang beranggapan bahwa di Perjanjian Lama Tuhan marah dan menghukum manusia, di Perjanjian Baru adalah zaman anugerah maka tidak ada lagi kemarahan dan penghukuma Tuhan.
Sekali lagi ini adalah konsep yang juga keliru. Misalkan kita tahu bahwa Ananias dan Safira berbohong kepada Roh Kudus, di detik itu juga mereka langsung jatuh dan mati, tidak ada lagi tawar-menawar, Tuhan langsung menghukum seperti itu. Memang tidak terlalu banyak dicatat seperti di Perjanjian Lama karena di Perjanjian Lama, Tuhan ingin menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang kudus, dia adalah Allah yang mempunyai standart yang sempurna, Dialah yang memberikan hukum-hukumNya kepada manusia dan sewaktu manusia gagal untuk memenuhi hukum-hukumNya maka kematianlah yang menjadi upah. Tapi di dalam Perjanjian Baru Tuhan mau memberikan suatu jaminan pasti bahwa kendati engkau tidak mau memenuhi hukum Tuhan dan Sabda Tuhan, tapi engkau telah dimaafkan asalkan engkau percaya pada Yesus sang Juru selamat yang telah mati untukmu. Maka di Perjanjian Baru yang lebih ditekankan adalah aspek dan kemurahan Tuhan.
GS : Kalau begitu konsep yang benar tentang Tuhan yang bisa marah ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa, Pak Gunawan. Yang pertama kemarahan adalah reaksi yang bermuatan tidak senang terhadap sesuatu yang terjadi. Ini yang pertama kita harus sadari tentang konsep kemarahan yang epat, jadi kemarahan itu sendiri tidak berkaitan secara langsung dengan kebaikan.
Orang seringkali berkata bahwa kalau kamu marah, kamu tidak lagi baik, karena seolah-olah marah dan baik tidak lagi bisa berdampingan. Kita mesti jelas, sebetulnya apa itu kemarahan, kemarahan adalah sebuah reaksi yang bermuatan tidak senang terhadap sesuatu yang telah terjadi. Jadi sekali lagi perasaan tidak senang itu tidak mesti berkaitan dengan kebaikan. Orang yang baik dapat marah dan kemarahannya tidak menaifkan kebaikannya. Tidak berarti orang yang marah otomatis menjadi orang yang jahat, sebab itu adalah reaksi tidak senang terhadap yang terjadi, bisa jadi bahwa pengalaman atau peristiwa atau orang yang membuat dia marah adalah orang yang memang melakukan hal-hal yang sangat salah. Jadi kita bisa simpulkan dari sini bahwa Tuhan yang baik dapat marah dan kemarahanNya tidak menghilangkan atau menaifkan kebaikanNya.
GS : Kalau begitu reaksi menyatakan perasaan tidak senang atau kemarahan itu tadi sangat berkaitan dengan sifat-sifat Allah itu sendiri, misalkan Allah itu kudus dan Dia tidak senang terhadap dosa.
PG : Betul sekali. Sewaktu Tuhan marah sesungguhnya menunjukkan suatu reaksi tidak senang terhadap perbuatan dosa. Tuhan tidak marah atas alasan-alasan yang sederhana misalkan kita bangun kesiagan, kita tidur terlalu malam atau kita lupa makan.
Tuhan marah terhadap dosa, tidak ada hal lain yang membuat Tuhan marah selain dosa, alasannya jelas yaitu dosa memisahkan manusia dari Tuhan, kita mesti mengerti bahwa Tuhan itu mengasihi kita. Itu sebabnya Ia tidak ingin sesuatu memisahkan Dia dari kita, jadi kemarahan Tuhan merupakan reaksi tidak senang terhadap perbuatan kita yang berakibat memisahkan kita dari Tuhan. Jadi apa pun yang akan memisahkan kita dari Tuhan, itu menjadi objek kemarahan Tuhan. Dan kita tahu yang berpotensi memisahkan kita dari Tuhan adalah dosa itu sendiri maka waktu manusia berbuat dosa, manusia itu sendiri yang memisahkan diri dari Tuhan dan itu yang menjadi objek kemarahan Tuhan. Apakah kita berkata bahwa Tuhan yang baik tidak seharusnya marah ? Tidak ! Justru kebalikannya Tuhan yang baik dalam hal ini seharusnya marah sebab kebaikanNya itu mau membawa kita dekat denganNya, menjadikan kita orang yang dikasihi Tuhan maka Dia akan marah terhadap apa pun yang memisahkan kita dariNya.
GS : Jadi yang membuat Tuhan marah bukan karena kita bangun kesiangan itu tadi Pak Paul, tapi mengapa kita bisa bangun kesiangan ? Kalau itu karena dosa yang kita lakukan, itu yang membuat Tuhan marah, karena dosa yang kita lakukan itu, Pak Paul ?
PG : Tepat sekali. Jadi ada alasan yang sangat spesifik kenapa Tuhan marah.
GS : Dalam hal ini Tuhan memarahi kita dengan satu tujuan supaya kita bertobat, supaya kita sadar akan dosa kita dan bagaimana wujudnya, Pak Paul ?
PG : Jadi betul sekali, Pak Gunawan. Waktu kita menerima kemarahan Tuhan dan akhirnya menerima hukuman Tuhan, sebetulnya kita mesti menyadari bahwa lebih dari sekadar menghukum, lebih dari sekaar marah, sebetulnya Ia tengah memperingati kita supaya kita sadar dan bertobat.
Dengan kata lain sebenarnya kemarahan Tuhan merupakan suatu teriakan untuk menyadarkan kita setelah berulang kali Ia memperingati kita dengan suara yang lembut, karena tidak didengar, tidak berubah dan bertobat, akhirnya Tuhan marah dan mengiringi kemarahannya dengan tindakan-tindakan yang menyakiti kita dengan tujuan untuk menyadarkan kita. Sebab sekali lagi kita adalah manusia berdosa, kadang kita peka dan cepat berubah dan bertobat, tapi kadang kita tidak peka dan tidak mau peka karena kita mau melakukan dosa yang tidak diperkenankan Tuhan. Oleh karena Dia sayang kepada kita dan Dia tidak mau kita makin terpisah dariNya, maka kalau boleh saya katakan Tuhan "terpaksa" berteriak memarahi kita, menghukum kita tapi dengan tujuan yang sangat jelas. Ini adalah peringatan supaya kita tidak terus berjalan ke jurang di mana akhirnya kita terpisah selamanya dari Tuhan.
GS : Jadi sebelum Tuhan marah Pak Paul, sebenarnya sudah ada peringatan-peringatan yang diberikan kepada kita, hanya saja kita tidak peka dengan peringatan-peringatan itu, Pak Paul ?
PG : Seseorang yang bernama Thomas Merton berkata bahwa dengan setiap kali kita menolak maka hati akan mengeras dan ini benar sekali. Bahwa orang yang tidak menghiraukan teguran Tuhan akhirnya akin mengeraskan hati, dan hati yang mengeras menjadi hati yang tidak lagi tanggap terhadap bisikan dan suara Tuhan.
Itu sebabnya seolah-olah Tuhan harus membedah hati tersebut, karena sudah tidak bisa lagi disentuh supaya sadar. Jadi Tuhan harus membedah hati yang keras itu. Artinya membedah adalah melukai, menyakiti hati atau diri orang tersebut supaya dia benar-benar dibangunkan dari dosa yang telah mengurungnya dan dia sadar, pada saat itu Tuhan memberinya kesempatan untuk bertobat, kembali lagi kepada Tuhan.
GS : Memang konsep ini sulit diterima bahwa Tuhan marah demi kebaikan kita karena kita seringkali menyamakan Tuhan dengan orang tua kita yang kadang-kadang marahnya itu bukan untuk kebaikan kita, tapi hanya sebagai pelampiasan perasaan saja, Pak Paul.
PG : Itu tepat sekali dan memang bukan saja orang tua dan hal itulah yang dilakukan oleh orang di sekeliling kita. Pokoknya kalau kepentingannya terganggu maka orang itu marah, dan kepentinganna itu berasal dari kepentingan sendiri yaitu egois, tidak memikirkan orang dan itulah yang dilakukan orang yang memang tercemar dosa.
Maka kemarahan Tuhan muncul dari satu penyebab saja yaitu kepentinganNya terganggu, kita akhirnya harus mengubah konsep kita bahwa Tuhan tidak seperti itu, Tuhan berbeda.
GS : Mungkin ada bentuk lain Pak Paul, kenapa orang sukar memahami tentang kenapa Tuhan bisa marah ?
PG : Tadi kita sudah bahas bahwa Tuhan itu "terpaksa" menghukum manusia, meneriakkan kemarahannya supaya manusia itu tersadarkan dan akhirnya berbalik dari dosa. Sekarang kita mau melihat sebetlnya apakah ada dosa-dosa tertentu yang memang memancing kemarahan Tuhan dengan cepat, dalam pengertian kenapa dosa ini begitu serius, kenapa Tuhan itu tidak mau menoleransinya sama sekali, karena dosa ini berpotensi sangat besar, langsung memisahkan kita dari Tuhan.
Ada dua jenis dosa yang memisahkan Tuhan dengan kita yaitu keangkuhan dan ketidaktaatan. Coba kita akan lihat kenapa Tuhan membenci keduanya ini ? Tuhan membenci keduanya sebab keduanya adalah bentuk terselubung dari kekerasan hati untuk menolak Tuhan. Waktu kita mengeraskan hati sebetulnya kita sedang menunjukkan keangkuhan kita, seolah-olah kita berkata kepada Tuhan, "Engkau tidak mempunyai hak, Engkau bukan di atasku. Akulah yang paling atas dan akulah yang punya hak untuk mengatur hidupku," itulah keangkuhan, itu bentuk terselubung dari hati yang mengeras untuk menolak Tuhan. Atau ketidaktaatan juga sama, tidak mau menghiraukan Tuhan, tetap melakukan yang kita inginkan, ini juga bentuk kekerasan hati untuk menolak Tuhan. Kita jarang melihat kedua dosa ini, Tuhan berlaku keras yakni menghancurkannya. Ini kita lihat pada anak-anak Tuhan yang hidup dalam Tuhan dan kemudian mulai angkuh, biasanya Tuhan memberitahu dan memberitahu tapi tetap tidak sadar, Tuhan akan merendahkan dia sedalam-dalamnya. Saya dalam pengalaman melihat hal ini, ada orang yang direndahkan Tuhan begitu rendahnya, atau orang yang tidak mau taat, Tuhan sudah memberitahukan dan tetap tidak mau taat, akhirnya Tuhan juga akan pukul sehingga sepertinya dia "keok" tidak ada lagi pilihan selain dari menaati Tuhan, tapi sekali lagi kita mesti mengingat bahwa Tuhan melakukan semua ini untuk menyelamatkan kita dari akibat yang fatal yaitu keterpisahan dari Tuhan selamanya.
GS : Memang dosa keangkuhan dan ketidaktaatan ini rupanya bersaudara, orang yang tidak taat itu biasanya angkuh dan orang yang angkuh ini biasanya tidak taat, tapi ini berlaku bagi anak-anak Tuhan, maksudnya ?
PG : Betul, bagi anak-anak Tuhan, Tuhan itu berusaha dengan keras sekali menyadarkan lewat peringatan dan kemarahan serta hukumanNya. Apakah orang yang di luar Tuhan tidak menerima kemarahan Tuan ? Sudah tentu akan ada kemarahan, akan ada hukuman yang Tuhan berikan kepada mereka, itu juga berlaku sama.
Namun yang saya ingin tekankan adalah jangan sampai kita itu berpikiran keliru lagi yaitu, "Saya adalah anak Tuhan, tidak mungkin Tuhan menghukum saya seberat itu, kalau orang yang tidak mengenal Tuhan, menolak Tuhan pasti menerima yang lebih berat lagi," itu tidak ! Tuhan dengan jelas berkata di kitab Ibrani bahwa anak yang dikasihiNya justru akan lebih didisiplinNya, dan kata yang digunakannya adalah diganjarNya, dipukulNya supaya sadar. Jadi kita ini tidak dikecualikan Tuhan. Sebagai anak Tuhan kita akan menerima ganjaran Tuhan yang sama berat seperti orang-orang yang tidak mengenal Tuhan karena alasannya adalah Dia tidak ingin kita terpisah dariNya, Dia tidak ingin kita mengembangkan hati yang keras. Itu yang tidak ingin dilihat Tuhan dalam hidup kita ini.
GS : Jadi sebenarnya tujuan Tuhan marah agar kita cepat berbalik Pak Paul, kalau kita cepat sadar dan mengakui dosa-dosa kita sebenarnya Tuhan juga tidak akan terus-menerus menghukum kita dengan kemarahanNya.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, kadang kita beranggapan bahwa, kalau Tuhan sudah marah maka tidak bisa berhenti, harus terus-menerus melampiaskan kemarahanNya, maka kadang saya melihat orang berata seperti ini, "Waduh baru saja ditimpa kemalangan ini, sekarang ditimpa kemalangan yang berturut-turut, sepertinya Tuhan terus marah."
Itu salah ! Jangan sampai kita berpikir bahwa Tuhan seperti itu, Tuhan bisa marah namun kemarahanNya tidak berlangsung lama sebab Tuhan adalah kasih, hatinya penuh dengan kasih. Jadi hati yang dipenuhi dengan kasih tidak akan bertahan dalam kemarahan. Misalkan kita dengan istri atau dengan suami kita, kalau kita marah dengan pasangan kita maka meskipun dia membuat kita marah dan sebagainya, kita tidak bisa terus-menerus marah kepadaNya. Kita sayang kepada anak-anak kita, kalau anak-anak kita berbuat salah maka kita marah karena kita ingin mengoreksinya karena tidak mau kalau dia mengulang kesalahan itu, tapi kita tidak marah terus-menerus karena kita penuh kasih. Itu sebabnya walau pun Tuhan marah, dengan cepat Ia mengampuni sewaktu kita mengakui bersalah dan bertobat. Di dalam kemarahan Tuhan terus menantikan pertobatan kita sebab sesungguhnya Dia ingin melimpahkan kita dengan kasihNya, tidak ada keinginan Tuhan melimpahkan kita dengan kemarahanNya. Jadi kemarahanNya benar-benar keluar dari kasih supaya kita bisa menjadi penerima kasih sayang Tuhan, bukan penerima kemarahanNya.
GS : Jadi mengaitkan penderitaan yang kita alami dengan kemarahan Tuhan, itu tidak selalu tepat, Pak Paul ?
PG : Memang tidak selalu bersamaan, tidak selalu satu paket dengan hal itu.
GS : Lalu bagaimana kita mengenali bahwa Tuhan itu marah dengan saya atau Tuhan sedang membentuk saya ?
PG : Kalau kita telah berbuat dosa dan kita tahu bahwa ini adalah sesuatu yang berat maka kita harus datang kepada Tuhan dan meminta ampun dan Dia pasti akan mengampuninya. Apakah nanti akan ad konsekwensi dari perbuatan itu ? Memang kita perlu melihat sebab ada dosa tertentu yang akan membuahkan konsekwensi, misalkan karena kita masuk ke dalam dosa berjudi akhirnya kita kehabisan uang dan akhirnya kita harus menjual usaha kita supaya kita bisa membayar hutang kita, setelah kita menjual rumah kita karena kita tidak punya uang lagi untuk membayar hutang kita, akhirnya kita harus menumpang atau menyewa rumah dan sebagainya.
Ini konsekwensi dan ini bukanlah hukuman Tuhan secara langsung, kita bisa meminta ampun, kita disadarkan tapi sekarang kita mesti menanggung konsekwensinya. Berbeda dengan misalkan kita itu terus berjudi, Tuhan menegur kita dan kita tidak mempedulikan Tuhan dan terus-menerus berjudi, didalam kekerasan hati itu Tuhan benar-benar turun tangan menghancurkan kita, karena Dia sayang kepada kita, yang pertama Dia membiarkan kita mengalami kekalahan sehingga akhirnya kita habis dan Tuhan juga akhirnya menghukum kita misalkan dengan mendatangkan bencana atau masalah dalam hidup kita sehingga akhirnya semua itu menumpuk. Dan kita baru sadar bahwa kita telah berdosa dan di saat itulah kita baru bertobat. Namun apakah selalu begitu, tidak! Ada orang yang sudah berbuat dosa berjudi dan terus berjudi dan Tuhan memang biarkan, Tuhan tidak lagi menghadirkan bentuk-bentuk hukuman, dia mungkin menang dan tidak mengalami kekalahan dan makin kaya dan makin kaya, tapi di saat itulah Tuhan sudah membiarkan dia. Artinya dia sudah tidak bisa lagi ditegur, dia tidak lagi bisa dikoreksi karena hatinya sudah terlalu keras dan Tuhan akan biarkan. Itu justru adalah hal yang kita mesti takuti sebab itu adalah pertanda kita sedang berjalan ke neraka, menuju kepada hukuman Tuhan yang kekal.
GS : Kalau kita menyadari bahwa Tuhan itu bisa marah demi kebaikan kita, apa sikap kita dalam menghadapi Tuhan yang bisa marah ini, Pak Paul ?
PG : Oleh karena Tuhan bisa marah seyogianyalah kita takut kepadaNya. Adalah keliru kalau kita beranggapan bahwa Tuhan itu baik sehingga tidak bisa marah. Didalam kemarahan, itu adalah upayaNyauntuk menjaga kita agar tidak terpelosok ke dalam lumpur dosa, Dia sanggup mengganjar kita dengan keras.
Itu sebabnya kita tidak boleh meremehkan dan mempermainkan kesabaran Tuhan, kita melihat contoh ini di dalam Firman Tuhan, umat Israel berdosa mengeraskan tengkuknya, mengeraskan hatinya dan Tuhan mengganjarnya. Tapi kalau manusia tidak mau menaati Tuhan dan mendengarkan Tuhan maka manusia tidak sadar-sadar, itu adalah pertanda bahwa takut akan Tuhan tidak lagi ada di dalam diri orang itu. Maka takut akan Tuhan mesti terus-menerus kita pelihara, dengan cara waktu diperingati Tuhan, langsung bertindak, langsung bertobat, waktu ditegur Tuhan langsung berubah. Hati yang tanggap terhadap suara Tuhan menjadi hati yang lembut dan hati yang lembut adalah hati yang taat akan Tuhan. Jadi kita bertanggung jawab memelihara rasa takut akan Tuhan ini, kita tidak bisa berkata, "Tuhan berilah kepada saya, rasa takut akan Tuhan," tidak! Kita mesti menjaganya sendiri, Tuhan adalah Tuhan yang mampu menghukum kita maka kita harus takut. Bagaimana memelihara takut itu ? Waktu diperingati, langsung tanggap, waktu diberitahukan, langsung berubah.
GS : Perbedaan mendasar apa Pak Paul, yang ada pada iman Kristen tentang Tuhan yang bisa marah, dengan konsep dari orang-orang yang bukan Kristen yang mengatakan bahwa dewanya atau allahnya juga sering marah, Pak Paul ?
PG : Yang pertama yang paling membedakan adalah atas dasar apakah Tuhan marah. Tuhan marah atas dasar kasih sayangNya. Jadi Allah yang kita kenal di dalam Firman Tuhan di Alkitab adalah Allah yng penuh kasih maka itulah ciriNya, atributNya, sifatNya yang terutama, dalam kasih dan dari kasih akan muncul kemarahanNya karena Dia ingin terus mengasihi kita menjadikan kita penerima kasih sayangNya, maka pada waktu kita melakukan hal-hal yang akan membuat kita jauh dan lepas dari Dia, Dia akan marah, Dia akan menghukum kita supaya kita tidak lagi keluar dari kasih sayangNya.
Jadi itulah yang membedakan Allah yang kita percaya adalah Allah yang penuh kasih bahkan kemarahanNya pun keluar dari tanda kasih. Bukan dari konsep seperti ini, bahwa Tuhan itu sepertinya menggunakan pentungan, melihat sedikit perbuatan kita yang tidak berkenan langsung kita dipukul, tidak! Allah tidak seperti itu, Dia adalah Allah yang penuh dengan kasih sayang.
GS : Pak Paul sebenarnya pengertian ini bisa kita aplikasikan sebagai orang tua kalau kita marah kepada anak-anak, Pak Paul. Jadi kalau kita marah, anak-anak harus tahu jelas bahwa kalau kita marah, kita mengasihi mereka, Pak Paul.
PG : Betul. Dan kita tidak menginginkan bahwa nanti ada kemungkinan hal-hal buruk menimpa mereka karena mereka itu mengambil jalan yang salah. Tuhan juga sama, Tuhan tidak ingin hal-hal buruk mnimpa kita waktu kita mengambil hal-hal yang salah.
Itu sebabnya Dia akan berusaha sekuat tenaga bahkan dengan kemarahanNya untuk membawa kita kembali kepadaNya.
GS : Dan kalau pun kita marah, itu tidak perlu berlarut-larut karena Tuhan sendiri marahNya tidak berlarut-larut.
GS : Kalau anak kita sudah meminta maaf maka kita juga harus bisa memberikan maaf kepada mereka. Pak Paul dari perbincangan ini, kesimpulan apa yang bisa Pak Paul sampaikan dan apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan kepada kita ?
PG : Waktu kita marah kepada anak, Pak Gunawan, anak seringkali menjadi takut dengan kita sebab dia berpikir kita masih marah dan sebagainya, tidak! Kita sayang kepada anak, maka setelah kita mrah, kemarahan itu akhirnya reda dan yang muncul adalah kasih sayang.
Sewaktu Tuhan marah, tidak kurang sejengkal pun kasih setiaNya dan ini yang kita mesti ingat, waktu Tuhan marah, tidak sejengkal pun berkurang kasih setiaNya. Hanya satu yang dirindukanNya yaitu kita hidup di dalam kehendakNya yang sempurna dan baik. Firman Tuhan berkata, "Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya," ini perkataan yang terlalu tegas, tidak bisa kita salah mengerti, "Bahwasanya untuk selama-lamanya, kasih setiaNya." Tidak bisa kita berkata "Kasih setia Tuhan itu sementara, akan berkurang sewaktu Dia marah," tidak! Tapi kasih setiaNya untuk selama-lamanya. Jadi waktu Dia marah, kemarahanNya akan cepat surut dan langsung akan terisikan lagi oleh kasih setia Tuhan.
GS : Itu sesuatu yang jelas, yang diungkapkan oleh pemazmur dalam Mazmur 118:1. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Tuhan Bisa Marah." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.