Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang Mengapa Orangtua seperti Kanak-kanak. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, rasanya sekarang ini lebih banyak orang yang bisa hidup sampai usia lanjut dibandingkan yang dulu-dulu, mungkin ini faktor kemajuan di bidang kesehatan, kesadaran orang untuk menjaga kesehatan tubuhnya, bisa sampai umur 80 bahkan sampai 90 tahun. Di satu sisi kita bersyukur bisa hidup lebih lama dengan orangtua kita tetapi di sisi yang lain juga merepotkan bahkan menjengkelkan. Nah pertanyaan seperti judul tadi Mengapa Orangtua seperti Kanak-kanak, itu menjadi sangat relevan buat kita. Ini bagaimana Pak Paul?
PG : Memang kita harus menerima fakta bahwa tatkala kita itu berusia lanjut, kita
akan mengalami perubahan. Biasanya orang berkata kita ini kanak-kanak dua kali, orang dewasa sekali. Mula-mula kanak-kanak, di tengah-tengah dewasa dan diakhiri dengan kanak-kanak lagi. Apa yang biasanya terjadi kalau kita tinggal bersama orangtua atau meskipun orangtua tidak tinggal dengan kita, kita akhirnya harus berhadapan dengan masalah orangtua. Misalnya orangtua itu senang membersihkan kamar mandi, berkali-kali kita beritahukan, Jangan, licin nanti terjatuh, tidak mau mendengarkan. Kita minta, Sudah, jangan nanti dikerjakan oleh pembantu rumah tangga; tetap tidak bersedia, akhirnya benar-benar terjatuh dan memerlukan perawatan. Uang yang dikeluarkan jauh lebih besar daripada uang yang kita keluarkan untuk meminta orang membersihkannya. Misalkan kita sudah katakan, Kalau perlu apa-apa, tolong hubungi kami nanti kami antar, tetap saja jalan sendiri ke sana ke sini, akhirnya tersesat. Sampai di mana tidak tahu, menelepon kita minta dijemput. Itu hal-hal yang sering kali terjadi dengan orangtua kita. Jadi penting saya kira kita mulai membicarakan apa yang harus kita lakukan, apa yang menjadi sikap kita dalam menghadapi orangtua yang mulai uzur.
GS : Biasanya sifat-sifat kekanakan apa saja yang sering kali muncul dalam diri orang yang sudah lanjut usia?
PG : Pada dasarnya tema utama adalah orangtua menjadi sukar taat, jadi kita mengatakan sesuatu, kita meminta sesuatu tidak mau diberikannya. Dan tema kedua adalah pada usia uzur itu orangtua seakan-akan senang menguji batas kesabaran kita. Jadi kita kadang kala merasa kenapa sengaja mau membuat kita marah, sepertinya sengaja mau menguji batas kesabaran kita. Dua sikap inilah yang kita akhirnya katakan sifat kekanak-kanakan. Senangnya melawan, senangnya membantah, tidak mau menuruti yang kita minta, dan yang kedua
senangnya menguji batas kesabaran kita. Banyak hal yang dilakukan dengan dua tema ini Pak Gunawan. Contoh yang lain adalah kita sudah beritahukan lebih baik jangan lagi memasak, nanti lupa lagi api tidak dimatikan. Tapi apa yang terjadi, tetap mau masak--kita akhirnya marah. Kita marah orangtua tidak marah tapi malah menangis sedih sendirian, kita merasa bersalah. Jadi ini benar-benar menguras energi mental kita bagi kita yang hidup bersama orangtua.
GS : Saya melihat juga penyangkalan, anak-anak itu kalau kita katakan kamu masih anak-anak dia akan menyangkal. Nah sementara ini orangtua, kalau dikatakan orangtua ini sudah tua, kondisi tubuhnya menurun, ingatannya menurun, tapi dia tidak mau mengakui bahwa dia kondisinya seperti itu.
PG : Saya kira itu tepat, anak-anak susah menerima bahwa dirinya anak-anak,
orangtua juga begitu. Jadi memang yang pertama yang harus kita sadari adalah orangtua sebetulnya bergumul menerima keterbatasan fisiknya. Saya kira tidak mudah untuk menerima dan hidup dengan keterbatasan. Masyarakat kita berubah Pak Gunawan, dulu kita lebih toleran, lebih bisa menerima orang yang berusia lanjut di dalam kehidupan kita dalam masyarakat. Tapi sekarang saya kira makin kecil peranan orang yang tua di dalam kehidupan kita ini, bukankah yang lebih diglamorkan adalah orang yang muda, yang cantik, yang masih produktif, yang masih bisa bekerja dan sebagainya. Jadi kita sekarang ini memang sangat dikuasai oleh gagasan, oleh ide bahwa muda itu baik, produktif itu baik. Berarti tua itu tidak baik, tidak produktif itu tidak baik. Itu sebabnya kita akhirnya mengalami ketakutan mencapai usia tua dan menerima fakta bahwa sekarang kita tidak lagi seperti dulu, kita terbatas. Saya kira inilah yang menjadi penyebab mengapa orang yang tua tetap berusaha melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya. Saya kira mereka berusaha membuktikan pada dirinya bahwa dia tetap sehat dan sanggup seperti dahulu. Contohnya kita mengatakan jangan turun tangga sendirian, bahaya nanti jatuh. Misalkan kita pergi kemudian ada tangga, kita berkata, tunggu, nanti kami kembali mengambil sesuatu, jangan turun dulu sekarang. Begitu kita keluar benar saja sudah di bawah sana dan orangtua kita akan berkata, Kenapa takut, memangnya saya akan jatuh, lihat bisa kok tidak jatuh. Ya mungkin saja saat itu tidak jatuh namun lain kali kemungkinan jatuh besar. Tapi kenapa orangtua bertindak seperti itu, karena dia ingin membuktikan kepada kita anak-anak dan kepada dirinya bahwa kami masih baik, kami masih bisa jalan, kami tidak perlu topangan, kami masih bisa naik-turun tangga sendirian, itu yang sering kali terjadi.
GS : Juga faktor tanggung jawab Pak Paul, kita semakin tua tanggung jawab kita makin berkurang termasuk di dalam pengasuhan terhadap anak-anak. Apakah ini juga berpengaruh lalu membuat orangtua itu kemudian bersifat kekanak- kanakan?
PG : Saya kira seperti itu Pak Gunawan, bukankah pada masa-masa kita kecil orangtualah yang bertanggung jawab atas hidup kita, merekalah yang merawat, membesarkan kita. Jadi untuk suatu kurun yang panjang kepada merekalah kita bergantung, nah sekarang peranan itu berubah dan berbalik arah, kitalah
yang merawat dan kepada kitalah mereka sekarang bergantung. Bagi sebagian orangtua perubahan peran ini susah diterima, itu sebabnya mereka terus berusaha melakukan semuanya sendiri dan enggan meminta bantuan kita. Sudah tentu kalau hubungan kita dengan orangtua tidak terlalu baik, ini menjadi masalah yang lebih besar karena mereka tambah tidak mau meminta bantuan kita. Juga karena relasinya dengan kita tidak terlalu baik, kalau dengan orangtua relasi kita baik maka orangtua akan lebih berani meminta bantuan kita dan lebih terbuka. Tapi intinya adalah memang ini merupakan pergumulan bagi orangtua, menerima peranan yang berbeda. Dulu menyediakan, dulu memberikan; sekarang disediakan, sekarang harus menerima. Jadi peranan bertanggung jawab tidak ada lagi malah sekarang merekalah yang harus bergantung pada anak-anak nah ini sering kali sangat menyusahkan mereka. Itu sebabnya mereka terus berusaha melakukan semuanya sendiri.
GS : Tapi sebenarnya itu bisa kita rintis sejak awal Pak Paul, dengan mengatakan kepada anak kita, Kamu sering-seringlah berkonsultasi dengan papa atau dengan mama. Sebenarnya itu menjadi suatu kehormatan kalau anak mau menanyakan sesuatu atau meminta pertimbangan kita, kita akan merasa dihargai hanya dengan memberikan pertimbangan-pertimbangan.
PG : Sudah tentu itu betul sekali Pak Gunawan, jadi sedapatnya kita tetap melibatkan orangtua dalam pertimbangan-pertimbangannya. Tapi kita juga harus memahami kenapa anak-anak adakalanya tidak mau meminta masukan dari orangtua. Karena kita harus mengakui bahwa tidak semua orangtua adalah orangtua yang bijaksana, jadi adakalanya memang kita tidak mau mendapatkan nasihat dari orangtua sebab kita tahu hidupnya seperti apa, kita tahu memang orangtua kita tidak memiliki hikmat itu tapi dulu begitu menguasai kita sehingga keputusannyalah yang harus kita lakukan dan berakhir dengan tragis, berakhir dengan dampak-dampak yang buruk, maka sekarang kita tidak mau lagi melibatkan orangtua. Jadi akhirnya anak-anak ini tidak mau meminta nasihat dari orangtuanya. Jadi masing-masing perlu bercermin, kalau orangtua hidup benar, baik, penuh kasih dan hikmat, takut akan Tuhan otomatis anak-anak pun akan mau dekat dengan mereka, bertanya, meminta masukannya, jadi kita perlu bercermin dalam hal ini.
GS : Memang itu suatu tindakan yang penuh risiko kalau anak-anak tidak sepakat dengan kita atau tidak menyetujui saran kita, itu menyakitkan buat orangtua. Tapi sebaliknya kalau diterima itu membanggakan atau paling tidak mengangkat harga diri kita.
PG : Ini point yang baik jadi dalam upaya kita meminta nasihat orangtua kita sebaiknya jangan basa-basi, kalau kita meminta nasihat mintalah nasihat yang kita tahu kita akan ikuti, jadi jangan sampai hanya basa-basi meminta pendapat kemudian kita tidak lakukan. Terus kita katakan, saya memang pernah meminta nasihat tapi yang tentukan saya, itu saya kira makin menampar orangtua, itu makin membuat orangtua merasa mereka sekarang tidak lagi berguna.
GS : Pak Paul, masalah lain yang dihadapi orangtua adalah masalah kesepian, teman-teman mungkin sudah banyak yang meninggal, jarang berhubungan, apakah hal ini juga menimbulkan sifat kekanak-kanakan?
PG : Saya kira seperti itu Pak Gunawan, karena tidak bisa disangkal pada hari tua kita cenderung merasakan hidup ini sepi, kita mulai kehilangan teman-teman apalagi kalau usia kita makin lanjut. Yang kita kenal dulu sudah tidak ada lagi, sudah meninggal dan sebagainya, kita makin tersingkirkan. Ada juga yang merasa diakhir hidupnya ini mereka merasakan gagal, mereka tidak berhasil melakukan apa yang mereka harapkan, ini semua membuat orangtua hidup dalam ketersiksaan; hati mereka, jiwa mereka tertekan tidak berbahagia. Kadang-kadang untuk mengobati rasa gundah ini orangtua tergoda melakukan hal-hal yang menarik perhatian orang. Saya pernah diceritakan, misalkan waktu berkumpul dengan sanak saudara, orangtua sengaja melakukan hal-hal yang menarik perhatian sehingga membuat anak-anaknya sangat malu. Kenapa begitu karena memang dia merasa tidak lagi ada fungsi dalam hidup ini dan dia mau dikenal tetap diakui kehadirannya, jadi melontarkan kata-kata, melakukan tindakan-tindakan yang hanya untuk menarik perhatian orang. Jadi yang mesti kita lihat dan perhatikan adalah apakah memang benar ini masalahnya, apakah orangtua kita terlalu kesepian, ini yang mesti juga kita lihat.
GS : Tapi memang sikap atau tindakan-tindakan orang yang sudah lanjut usia ini sangat dipengaruhi oleh masa mudanya. Nah ini seberapa jauh pengaruhnya Pak Paul?
PG : Kalau orangtua mempunyai masa muda yang baik, tidak menimbun penyesalan-penyesalan, mereka akan memasuki hari tua dengan hati yang ringan. Kalau dari awal hidupnya dia percaya bahwa Tuhan mengatur semua yang terjadi dalam hidup ini, di hari tua dia akan menengok ke belakang dan bersyukur kepada Tuhan, melihat Tuhan telah mengatur semua dengan begitu sempurna sehingga kita hanya bisa mengucap syukur kepada Tuhan yang begitu baik kepada kita. Tapi kebalikannya kalau dari masa muda kita senantiasa tidak puas, menuduh Tuhan itu tidak adil, di hari tua penyesalan makin bertumpuk malahan juga makin menggunung. Akhirnya yang kita bawa di hari tua adalah kepahitan, di hari tualah akhirnya umpatan, kekesalan terus- menerus akan keluar dari lidah kita. Sudah tentu ini akan mempengaruhi relasi kita dengan anak-anak dan orang lain. Anak-anak dan orang lain tidak akan suka berdekatan dengan dia, sebab dari mulutnya selalu keluar umpatan atau perasaan tidak puas, menyalahkan kanan-kiri jadi kita juga sekali lagi mesti bercermin. Seperti apakah kita? Apakah kita telah menjadi orangtua yang baik jadi kita tidak bisa menuntut saja dari anak, kita juga mesti melihat seperti apakah kita ini.
GS : Ada orangtua seperti yang tadi Pak Paul sampaikan begitu aktif terus membersihkan kamar mandi, jalan sendiri, itu memang masa mudanya seperti itu, jadi dia memang bukan orang yang suka diam tapi memang aktif sekali sehingga sampai masa usia lanjut dia sulit untuk menghentikan kebiasaannya.
PG : Betul Pak Gunawan, jadi gaya hidup yang telah kita pelihara sejak kita muda itu akhirnya memang sulit untuk kita hentikan begitu saja. Kita terbiasa mandiri, ke mana-mana pergi sendiri, naik bis atau apa tapi sekarang dilarang itu benar-benar menyengsarakan.
GS : Menghadapi orangtua yang mempunyai sifat kekanak-kanakan ini mulai keluar, apa yang harus kita perhatikan?
PG : Pertama kita mesti mengetahui sesungguhnya apakah yang menjadi kebutuhan orangtua kita, kemudian berusahalah untuk memenuhinya. Misalkan kalau kita sadari memang orangtua kita kesepian, janjikanlah kunjungan atau secara teratur ajaklah pergi. Berbicaralah dengan kakak atau adik kita dan tentukanlah kapan kakak datang, kapan kita datang, kapan adik datang untuk mengajak orangtua kita pergi atau hanya sekadar berkunjung, supaya orangtua tidak kesepian. Siapa yang menelepon kalau bisa setiap hari kita menelepon. Hal-hal seperti itulah kalau bisa kita koordinasikan sehingga orangtua kita tidak kesepian. Yang kedua adalah secara berkala adakanlah pertemuan keluarga, mengapa ini penting buat keluarga sebab pada hari tua lingkup pergaulan makin menyempit sehingga keluarga menjadi satu-satunya pelipur lara. Makin kita tua makin sebetulnya hidup kita itu mengecil, orang yang sebaya kita tidak banyak lagi, kita tidak tahu siapa yang muda-muda, jadi benar-benar yang kita tahu kita kenal adalah keluarga kita. Maka sebaiknya pada usia sudah lanjut, kita anak-anak berusahalah secara berkala mengadakan pertemuan misalkan setahun sekali kumpul, kalau misalnya tinggalnya berjauhan. Atau pergi bersama-sama, berjalan-jalan, nah itu akan membahagiakan orangtua. Kalau hubungan mereka baik, mereka paling senang jikalau bersama dengan anak-anak mereka dan cucu-cucu mereka. Pergi dengan teman juga membuat mereka senang tapi yang membuat mereka paling bahagia kalau semua kumpul, itu sangat membawa sukacita dalam hati mereka.
GS : Tapi yang sering kali terjadi dalam pertemuan-pertemuan keluarga seperti itu anak-anak ketemu dengan anak-anak, orangtuanya terabaikan Pak Paul?
PG : Ini betul Pak Gunawan, sering kali itu yang terjadi karena akhirnya mereka
asyik bicara dengan orang-orang yang saling memahami dunianya, sedangkan orangtua dunianya itu berbeda dari yang muda-muda. Jadi ini suatu peringatan yang penting, saya kira kita mesti sensitif kalau kita sedang bersama dengan orangtua, ajaklah mereka bicara, tanyalah apa yang terjadi, bagaimana kabarnya. Ini akan sangat membuat mereka merasa dihargai, bahwa mereka sekarang tidaklah dikeluarkan dari keluarga ini.
GS : Tapi kehadiran anak-anak dan cucu-cucu itu paling tidak sudah melegakan atau setidaknya mengobati kesepian si orangtua ini, Pak Paul?
PG : Betul, itu perlu kepekaan anak-anak untuk mengadakan pertemuan-pertemuan seperti ini, karena sebagian orangtua dan terutama orangtua yang baik, justru sungkan meminta anak itu datang. Sebab mereka tahu anak juga repot, cucu ada kesibukannya tersendiri jadi kita yang mesti sensitif berpikir, Orangtua kok sepi ayo kita datang kumpul sama-sama. Nah sensitiflah dengan kondisi ini.
GS : Ada satu keluarga yang anaknya memang anak tunggal, jadi dia tidak mempunyai saudara kandung yang lain dan orangtuanya sudah lanjut usia, anak ini menyediakan fasilitas untuk mengumpulkan teman-teman dari orangtuanya. Jadi rumah disediakan, kendaraan juga disiapkan untuk menjemput teman-temannya supaya orangtua bisa mempunyai teman dan berkomunikasi dengan teman-temannya.
PG : Kalau itu bisa terjadi luar biasa indahnya Pak Gunawan. Saya kira ini sebuah contoh yang sangat baik. Jadi anak-anak berinisiatif untuk mengumpulkan orangtua dan sahabat-sahabatnya untuk bisa secara berkala bertemu untuk melakukan aktifitas bersama, ini penting sekali. Sebab memang waktu mereka bertemu dengan teman-teman sebayanya inilah, mereka bisa kembali menjalin relasi, berbicara tentang hal-hal yang dua-dua ketahui. Kalau mereka bertemu dengan orang yang jauh lebih muda, mereka pun mau berbicara juga agak susah karena bahan pembicaraannya sudah berbeda. Jadi betul sekali kalau mereka masih bisa berkumpul, menjalin relasi yang baik dengan teman-teman sebaya itu indah sekali sebab bahan pembicaraan mereka sama.
GS : Tetapi ada juga kasus di mana orangtua lebih mudah bicara dengan orang lain yang sebaya dengan anaknya daripada anaknya sendiri. Jadi kalau pergi-pergi dia akan mengajak orang lain yang bisa dia ajak berbicara, tapi ini menimbulkan masalah di mana anaknya merasa tidak senang. Kenapa orangtuanya mengajak orang lain bukan dia, dan orangtua ini lebih cocok dengan orang lain, ini bagaimana Pak Paul?
PG : Kadang orangtua memang enggan pergi dengan anaknya atau bersama-sama dengan anak-anaknya. Kenapa? Karena anak-anak kadang-kadang juga berniat baik memberikan koreksi pada orangtua tapi akhirnya orangtua tidak suka bersama dengan anaknya karena sedikit-sedikit ditegur, dikoreksi. Ada sebagian anak yang bukan hanya menegur dan mengoreksi tapi malah marah, ada anak-anak yang memarahi orangtuanya terus-menerus, orangtua salah ini atau salah itu dimarahi, jadi akhirnya orangtua tidak suka bersama-sama dengan anaknya. Mereka akan lebih suka pergi dengan orang-orang lain yang usianya sebaya dengan anak-anak mereka. Sebab dengan orang-orang inilah orangtua merasa diterima, dihargai, ditanyai pendapatnya, tidak dimarah- marahi. Jadi saya ingin memberikan sedikit masukan tentang memberikan koreksi kepada orangtua. Sebaiknya kalau tidak berkaitan dengan dosa diamkanlah dan biarkan. Ada hal-hal yang orangtua kita lakukan yang kita tidak suka dan itu mengganggu kita. Biarkanlah, pokoknya tidak berkaitan dengan dosa, orangtua kita tidak sedang melakukan dosa, ini hanya masalah gaya hidup biarkanlah meskipun tidak cocok dengan kita. Kenapa, sebab biasanya sewaktu anak memberikan teguran-teguran, orangtua tidak suka. Orangtua akan berkata, Mentang-mentang kamu sekarang sudah jaya, saya sekarang sudah tua, kamu sekarang seenaknya menegur saya, mengoreksi saya seolah-olah saya tidak tahu apa-apa. Nah orangtua akhirnya tersinggung, bisa jadi si anak benar-benar ingin memberitahukan demi kebaikan orangtua tapi orangtua tidak bisa menerimanya. Jadi anak juga perlu peka, hati-hati dengan teguran-teguran kepada orangtua, kalau tidak perlu
dan tidak berkaitan dengan dosa, ya sudah biarkanlah. Inilah kehidupannya, ini kebiasaannya, jadi jangan sampai hubungan kita makin hari makin rusak. Tapi kalau berkaitan dengan dosa, misalkan orangtua kita mulai berjudi, kita harus tegur, kita beritahukan bahwa itu tidak boleh dan tidak baik. Jadi kalau berkaitan dengan dosa kita mesti beritahukan.
GS : Memang teguran ini bukan hanya dalam bentuk kata-kata kadang-kadang dalam bentuk tindakan itu menyakiti hati orangtua. Ada orangtua yang senang mengumpulkan barang-barang bekas, jadi tas-tas bekasnya disimpan, botol- botol bekas disimpan sehingga lemarinya penuh, dan ketika anaknya datang anaknya membersihkan itu semua. Orangtua merasa tersinggung.
PG : Ya, itu contohnya Pak Gunawan, bukankah itu tidak berkaitan dengan dosa.
Dia kumpulkan barang-barang bekas di lemarinya, itu tidak berkaitan dengan dosa jadi biarkan. Kadang-kadang orang tua mempunyai hobby-hobby yang berbeda dengan hobby kita, biarkan kalau itu membuat dia senang. Mungkin dia tidak ada lagi pekerjaan lain jadi senangnya mengumpulkan barang-barang bekas itu. Tutup matalah, biarkan, memang lemarinya menjadi begitu banyak barang dan tidak rapi tapi biarkan.
GS : Sehubungan dengan pembicaraan kita ini apakah ada firman Tuhan yang ingin
Pak Paul sampaikan?
PG : Saya akan bacakan Amsal 30:17, Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali.
Artinya Tuhan sangat marah kalau kita kurang ajar kepada orangtua, meledek orangtua, menghina orangtua--Tuhan marah sekali, Tuhan meminta kita menghormati orangtua kita. Kita tahu orangtua tidak sempurna tapi tetap kita diminta Tuhan menghormati orangtua. Jadi di sini Tuhan berkata sangat keras, Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali. Jadi lakukanlah perintah Tuhan ini, demi Tuhan yang sudah menitipkan kita kepada orangtua untuk dibesarkan oleh mereka.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan yang indah ini, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang Mengapa Orangtua seperti Kanak-kanak. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.