Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya ditemani oleh ibu Wulan dari SAAT akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi beliau adalah salah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mmengapa Anak Saya Bermasalah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, kita tahu bahwa anak sering kali membawa masalah di dalam keluarga kita, di samping kehadirannya yang membuat keluarga ceria. Tetapi yang banyak orang tidak tahu kenapa anak ini menjadi bermasalah Pak Paul, padahal dididik dengan baik, diasuh dengan baik, tapi kok selalu atau sering menimbulkan masalah itu kenapa, Pak Paul?
PG : Ada beberapa hal yang akan kita bahas Pak Gunawan, yang menjadi penyebab kenapa anak bermasalah. Nah, saya akan membagi penyebab itu dalam dua golongan yaitu sumber-sumber yang berasal dar dalam rumah tangga itu sendiri dan sumber-sumber yang berasal dari luar keluarga itu.
Yang berasal dari luar keluarga biasanya pertama berkaitan dengan perubahan lingkungan hidup. Jadi anak bisa mulai menunjukkan masalah-masalah perilaku, tatkala dia itu pindah rumah sehingga dia harus meninggalkan teman-temannya dan dalam lingkungannya yang baru dia belum mempunyai teman-teman. Atau dia pindah sekolah dan dia di sana juga harus bertemu dengan lingkungan yang baru yang belum mengenalnya nah kadang-kadang akibat perpindahan lokasi tempat tinggal dan sekolah ini terjadilah masalah perilaku. Misalkan ada anak yang tidak mau sekolah, ada anak yang tiba-tiba pelajarannya menurun dengan drastis dsb. Yang lain adalah perubahan gaya hidup, ini juga termasuk sumber dari luar. Gaya hidup yang saya maksud di sini misalnya adalah dari keadaan berkecukupan masuk menjadi keadaan yang tidak berkecukupan. Biasa dulu bisa pergi main ke tempat-tempat 'games center' misalnya tapi sekarang tidak bisa lagi sehingga harus berdiam di rumah, dulu naik kendaraan bermotor sekarang harus naik angkutan kota dsb. Nah itu juga bisa berdampak pada anak dan si anak karena tidak siap dalam beradaptasi dengan gaya hidup yang baru itu dia menunjukkan atau memunculkan masalah perilaku atau emosional. Yang lainnya juga yang sangat umum adalah tekanan akademik. Adakalanya anak-anak berada dalam sistem sekolah yang tidak tepat untuk dia, dia tidak bisa menunjukkan kebolehannya, dia merasa tertekan, akhirnya dari masalah-masalah sekolah itu merembet ke masalah-masalah perilaku di rumah dan di luar sekolah. Dan yang terakhir adalah yang bisa saya pikirkan yaitu tekanan teman. Adakalanya anak-anak kita itu tidak diterima oleh lingkungannya, oleh teman-temannya, karena tidak diterima dia akhirnya harus dikucilkan dan merasa sangat-sangat terpinggirkan. Atau justru kebalikannya, dia diterima namun dengan tuntutan jadi harus hidup sesuai dengan teman-temannya. Tuntutan teman-temannya macam-macam, ada yang menuntut agar dia berbuat hal-hal yang negatif, melakukan hal-hal yang terlarang atau dia dituntut untuk menurut pada teman-temannya, tidak boleh berbantah. Nah kadang-kadang dalam lingkup-lingkup seperti itu tuntutan teman itu tidak bisa dipenuhinya dengan baik, dia tertekan sekali. Nah inilah yang saya maksud dengan sumber-sumber luar yang bisa menjadi penyebab kenapa anak kita akhirnya bermasalah.
GS : Tapi mengenai gaya hidup, itu bisa juga terjadi dari yang tadinya kurang mampu, menjadi mampu, Pak Paul. Apakah itu juga bisa memicu timbulnya masalah?
PG : Itu bagus sekali Pak Gunawan, jadi adakalanya anak-anak yang misalnya terbiasa hidup pas-pasan atau bahkan dalam kekurangan sekarang mendapatkan peningkatan, jadi bisa membeli barang dsb. isa jadi karena tidak bisa menguasai diri dan misalnya orang tua juga langsung jor-jorana atau berlomba memberikan kebebasan membeli barang, bisa jadi uang itu atau peningkatan taraf hidup itu menjadi pemicu munculnya masalah.
Dia misalnya cenderung membelikan barang untuk teman-temannya, jadi seolah-olah dia membeli teman-temannya dengan uangnya atau dia mulai merasa terlalu berkuasa di kalangan teman-temannya, sehingga akhirnya tidak bisa dibendung oleh mereka, kehendaknya harus terjadi itu bisa juga menjadi masalah.
GS : Ya mengenai lingkungan Pak Paul, yang sulit kita pantau itu yang bisa berubah sewaktu-waktu entah karena ada kekacauan, entah ada kerusuhan dalam kota atau di sekolah itu juga bisa menimbulkan masalah, Pak Paul?
PG : Bisa, jadi kadang-kadang memang hal-hal yang terjadi di luar itu seperti kerusuhan atau keadaan yang mencekam bisa membawa tekanan tertentu pada si anak, sehingga dia misalnya menjadi taku sekali untuk pergi ke sekolah atau bergaul dengan teman-temannya, itu sering kali terjadi juga.
GS : Kalau yang bersumber dari dalam rumah sendiri, apa Pak Paul?
PG : Yang paling umum adalah konflik antara orang tua Pak Gunawan, jadi anak-anak yang terus-menerus terekspos pada konflik antara orang tua tidak bisa tidak akan terpengaruh secara negatif. Meeka biasanya akan tertekan sekali, dan karena konflik antara orang tua itu terjadi dengan cukup sering dia akan mengembangkan rasa takut atau dia mengembangkan rasa marah terhadap orang tuanya yang terus berkelahi.
Nah akibatnya rasa takut itu dan rasa marah itu akan keluar, akan luber. Lubernya dalam kelakuan-kelakuan yang bermasalah, kalau dia terlalu penuh dengan rasa takut dia bisa mengembangkan diri yang sangat penakut, penuh dengan kecemasan dan ketegangan. Sebaliknya kalau yang lebih memenuhi hatinya adalah kemarahan, pemberontakan nah dia akan keluar dari rumah membuat masalah di luar, perilakunya menjadi destruktif, tidak lagi mendengarkan bimbingan dari orang lain. Jadi yang paling umum adalah konflik antara orang tua. Yang lainnya lagi adalah sumber dari dalam yakni hilangnya atau dalam hal ini kematian dari seseorang yang dekat dengannya. Jadi tidak jarang Pak Gunawan, kalau si anak itu misalkan dekat dengan kakeknya kemudian si kakek meninggal dunia nah itu bisa menimbulkan gejolak dalam diri si anak. Sehingga akhirnya dalam gejolak itu dia memunculkan reaksi-reaksi tidak mau ke sekolah, maunya di rumah saja, dia bisa mengembangkan rasa takut yang begitu berlebihan. Sekarang dia ketakutan kalau-kalau nanti mamanya atau papanya yang meninggal, gara-gara kakeknya meninggal dia akhirnya menjadi sangat protektif terhadap papa-mamanya dan bisa-bisa dia tidak mau pergi ke mana-mana termasuk ke sekolah karena dia takut kalau dia pergi ke sekolah nanti ayah atau ibunya meninggal dunia. Nah, jadi dia akan mau di rumah saja, akan menuntut orang tuanya terus-menerus melayani dia, nah hal itu juga bisa terjadi. Dan yang terakhir adalah sumber dari dalam yakni perlakuan orang tua yang negatif terhadap anak. Nah ini contohnya adalah kalau misalnya orang tua terlalu sering memarahi anak atau terlalu menolak anak, menuntut anak berlebihan dan sebagainya. Nah itu hal-hal yang akhirnya sangatlah berdampak pada pertumbuhan si anak.
GS : Pak Paul, kalau secara umum antara pengaruh luar dan pengaruh yang dari dalam rumah, itu sebenarnya yang paling besar pengaruhnya yang mana Pak?
PG : Harus saya akui yang paling besar di dalam rumah Pak Gunawan, sebab asumsi saya seberapa besarnya pun tekanan dari luar, kalau keluarga solid keluarga akan bisa memberikan dukungan kepada i anak dalam menghadapi perubahan-perubahan yang harus dilewatinya itu.
Misalkan perpindahan rumah atau sekolah sudah tentu itu membawa stres pada si anak, namun kalau orang tua bisa memberikan kehangatan, penerimaan, dorongan dan si anak bisa berakses langsung ke orang tua bisa berbicara, bisa cerita dsb, nah itu akan menolong si anak untuk bisa melewati masa yang sulit itu. Tapi sekali lagi meskipun lingkungan luar mendukung, tidak ada masalah, si anak itu baik-baik saja di luar, tapi kalau di rumah tidak ada dukungan karena orang tua misalkan pergi dari pagi sampai malam, tidak begitu mempedulikan anak, atau mereka sering kali bertengkar atau perlakuan terhadap anak buruk, seberapa bagusnya pun dukungan yang diterimanya dari luar itu tetap akan mempengaruhi dia kalau yang dari dalam itu sangat buruk.
GS : Karena itu ada yang mengatakan kalau bertengkar jangan di depan anak, tapi sekalipun pertengkaran itu tidak dilakukan di depan anak, saya itu merasa anak itu tahu kalau orang tuanya bertengkar, Pak Paul?
PG : Betul, dan ketegangan itulah yang akan ditangkap oleh si anak bahwa papa-mama dalam keadaan yang tidak baik, sehingga mereka pun tidak begitu berani untuk berbicara dengan orang tuanya, atu cerita kepada orang tuanya, nah kadang-kadang itu yang terjadi.
GS : Jadi kalau begitu apa yang harus kita perhatikan, kalau kita itu sebagai pihak orang tua, Pak Paul?
PG : Ada beberapa panduan yang akan saya bagikan Pak Gunawan, yang pertama adalah tuntutan, jadi orang tua perlu bertanya apakah tuntutannya sesuai dengan kemampuan anak. Adakalanya orang tua brpikiran terlalu positif, orang tua beranggapan bahwa anak saya mampu, nah kenyataannya adalah tidak selalu anak mampu.
Mampu dalam pengertian tuntutan yang diembankan padanya tidak sesuai dengan kemampuannya, sudah tentu kalau misalnya ini yang terjadi, orang tua harus peka dan menyeimbangkannya antara kemampuan anak dan tuntutannya. Misalnya salah satu yang menjadi gejala dewasa ini adalah orang tua menginginkan anak-anak sekolah di sekolah yang unggul. Nah sekolah unggul berarti memang untuk anak unggul dan saya mengerti betapa indahnya kalau anak-anak kita semuanya dikategorikan anak-anak unggul. Tapi faktanya adalah tidak semua anak-anak kita unggul nah kita mesti bisa melihat dengan jelas kemampuan anak-anak kita. Dan misalkan dia itu bersekolah di sekolah yang biasa pun tapi kalau memang dia tidak menyukai bidang-bidang yang tertentu dan hanya bidang-bidang yang tertentu saja dia sukai, kita juga harus bisa memilah untuk bidang yang dia memang tidak begitu bisa. Kita tidak terlalu mendesaknya, memarahinya, kalau dia tidak mencapai angka yang kita inginkan. Kita bisa memberikan dia harapan, kita bisa mendorongnya agar dia belajar tapi setelah dia belajar hasil berapa pun yang dia dapat ya kita terima. Tapi untuk bidang yang kita tahu dia lebih bisa nah kita lebih dorong dia di sana. Salah satu sumber ketegangan antara orang tua dan anak adalah masalah belajar, masalah sekolah dan saya kira salah satu penyebabnya adalah tuntutan orang tua. Nah orang tua juga harus menyadari tuntutan itu harus diikuti oleh rekreasi jangan sampai orang tua lupa, kadang kala orang tua hanya maunya anak belajar, pulang sekolah harus belajar, pulang sekolah harus belajar nah kapan anak itu bisa rekreasi, senang-senang dsb. Jadi perlu ada pembagian waktu kapan belajar, kapan bermain atau bisa main video games atau apa, jadi perlu pembagian waktu sehingga tuntutan yang orang tua embankan kepada anak menjadi tuntutan yang realistik.
WL : Pak Paul, banyak orang tua pada umumnya yang sering saya dengar orang tua menganggap anak di dalam usia anak itu tidak tahu apa yang terbaik buat mereka begitu. Nah jadi tugas kamilah sebagai orang tua atau tanggung jawab kami itu memberikan yang terbaik buat mereka. Jadi kami harus, sebagai orang tua memacu, mendorong anak supaya maksudnya memaksimalkan kemampuan mereka kalau tidak dipacu bisa saja mereka malas padahal sebenarnya mampu, nah itu hikmatnya bagaimana untuk menyeimbangkan hal itu?
PG : Saya setuju bahwa orang tua itulah yang memberi arah kepada anak jadi jangan sampai anak-anak itu tidak mendapatkan pengarahan sama sekali. Anak-anak yang bertumbuh besar tanpa pengarahan rang tua, menjadi anak-anak yang tersesat dalam hidup ini, mencari-cari arah dalam hidupnya.
Jadi perlu sekali, tapi orang tua perlu melihat dengan jelas apa yang menjadi talenta atau kebisaan atau karunia si anak itu. Dan mengarahkan sesuai dengan kemampuan itu. Nah yang saya takut adalah kebanyakan orang tua kurang memahami hal ini. Misalnya kebanyakan orang tua itu beranggapan kalau anak saya bisa mendapatkan nilai 8 di Matematika, seharusnya dia memperoleh nilai 8 di bidang-bidang lainnya misalnya di bidang-bidang lainnya misalnya di bidang bahasa dan sebagainya. Nah faktanya adalah kita pun tahu bahwa kita ini jarang sekali yang bisa semua, kebanyakan kita hanya bisa sebagian, karena itulah ada yang namanya kekuatan kita, ada yang namanya bukan kekuatan kita. Tugas orang tualah untuk mengerti bahwa waktu anaknya jago atau mampu dalam matematika kemungkinan besar dia akan lemah dalam bidang-bidang yang kebalikannya dari matematika misalnya dalam bidang sejarah, hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan bahasa mungkin sekali anaknya lemah di situ. Atau kebalikannya dia kuat dalam bidang bahasa, menulis dsb nah di dalam misalnya ilmu alam dia kurang kuat, nah itu hal yang harus orangtua terima. Jadi saya kira orang tua bermaksud baik supaya anak-anak itu bisa memaksimalkan kemampuan tapi ya harus disadari bahwa kemampuan si anak itu tuh terbatasi dalam bidang-bidang tertentu saja.
WL : Dan itu wajar sekali Pak Paul ya?
PG : Sangat wajar, jadi justru kalau orang tua menyamaratakan bahwa anak harus baik dalam semua bidang, ya, anak itu genius. Nah kenyataannya yang genius itu minoritas, jarang sekali.
GS : Jadi yang dibutuhkan sebenarnya oleh orang tua selain tuntutan juga tuntunan. Jadi adakalanya tuntunan ini yang kadang-kadang dinomorduakan oleh orang tuanya, padahal anak itu lebih membutuhkan tuntunannya dari pada tuntutannya.
PG : Itu istilah yang bagus sekali Pak Gunawan, jadi selain tuntutan juga tuntunan. Nah tuntunan sudah tentu didasari atas pengenalan orang tua akan anaknya nah jangan sampai orang tua tidak megenal anak karena dari pagi sampai malam sudah sibuk pulang-pulang malam sudah tidak tahu lagi anaknya bisa apa, maunya apa, hobynya apa, interestnya apa, dia tidak tahu.
Tugas orang tualah untuk dekat dengan anak, sehingga dia mengerti apa yang sebetulnya menjadi interest si anak itu.
GS : Banyak yang mengatakan orang tua kadang-kadang lebih kenal orang lain daripada kenal anaknya sendiri Pak Paul. Sering kali terjadi begitu, tapi bukankah tiap-tiap orang tua tentu punya harapan-harapan atau idealisme tertentu untuk anaknya Pak Paul, apakah itu salah?
PG : Tidak, tidak salah asal idealisme itu cocok dengan kemampuan si anak, yang menjadi salah adalah kalau idealisme itu tidak ada kaitannya dengan kebisaan si anak, nah itu akan menjadi beban agi si anak.
GS : Misalnya bagaimana Pak Paul, contoh konkretnya?
PG : Misalnya yang paling jelas adalah banyak orang tua tetap masih dipengaruhi oleh cara pikir lamanya yaitu kalau sudah besar anak-anak menjadi dokter, menjadi insinyur, menjadi bankir misalna hanya itu saja.
Padahal sekarang bidang studi sudah begitu menjamur, sehingga tidak ada sekolah satu pun yang bisa mempersiapkan anak untuk menempati jabatan-jabatan yang sekarang tersedia dalam hidup ini. Terlalu banyak ragam pekerjaan sekarang ini, jadi memang tidak bisa disiapkan. Kadang-kadang orang tua karena tahunya hanya beberapa bidang itu memaksa anak masuk ke bidang yang tadi ia pikirkan nah itu 'kan belum tentu tepat. Jadi memang mengarahkan saja dulu, dia kuat di mana itu yang didorong, yang tidak ya tidak.
GS : Apakah itu berkaitan dengan kepribadian anak itu, Pak Paul?
PG : Sangat berkaitan, jadi misalkan anak-anak yang lebih pendiam, mungkin sekali keterampilan interpersonalnya agak lemah. Nah si orang tua tidak bisa membawa anak ini, misalnya masuk menjadi ntrepreneur atau menjadi kuat dalam bisnis, marketing dsb ya mungkin tidak tapi harus diterima bahwa dia punya kekuatan yang lainnya begitu.
WL : Ada kemungkinan tidak Pak Paul, orang tua waktu mudanya tidak mencapai apa yang dia impikan. Bisa karena tidak mampu atau sebetulnya dia mampu cuma kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk mencapai itu, lalu terlampiaskannya kepada anak, jadi memaksa anak begitu Pak?
PG : Itu sering terjadi, jadi akhirnya orang tua menjadikan anak itu perpanjangan dirinya. Perpanjangan diri dalam pengertian yang tidak dia capai dulu nah sekarang dia harapkan terjadi pada anknya.
Ini membawa kita kepada point berikutnya Ibu Wulan yaitu harapan orang tua itu kadang-kadang membawa harapan yang tidak sesuai dengan kepribadian anak. Anak itu harus menjadi apa, tapi kepribadiannya tidak cocok. Tidak bisa berbicara di muka umum didorong-dorong harus bisa memimpin, anak itu memang pendiam suka membaca di dalam kamar ya sudah kita terima. Kita dorong dia boleh tapi jangan dipaksa, jadi harapan-harapan itu sangat penting sekali. Misalnya yang lain lagi adalah penerimaan, nah kadang-kadang orang tua hanya menerima anak kalau anak itu memenuhi kondisi mereka, anaknya manis, ulangannya dapat bagus, tapi apakah anak-anak kita semuanya seperti itu, apakah anak-anak kita semuanya akan manis-manis, kenyataannya kok tidak. Jadi jangan sampai orang tua terlalu menetapkan kondisi, baru menerima anak. Nah anak perlu tahu bahwa apa adanya mereka itu telah diterima sepenuhnya oleh orang tua. Nah jadi kita mesti perhatikan tentang penerimaan itu. Dan yang berikutnya adalah penghukuman, orang tua ini kadang-kadang kalau lagi menghukum anak yang muncul adalah kebencian, marah atas perbuatan anak tidak sama dengan membenci diri anak, nah orang tua jangan sampai membaurkan keduanya. Adakalanya dalam kemarahan orang tua itu memarahi anak dengan nada yang benci, membenci pribadi si anak, itu jangan.
GS : Tapi disiplin tetap perlu ditegakkan, Pak Paul?
PG : Disiplin perlu, jadi kita menyoroti perbuatannya, kita marah atas perbuatannya. Tapi kita tidak membenci diri si anak nah ini orang tua perlu jaga. Yang berikutnya adalah pemberian kasih, adi jangan sampai orang tua ini terlalu berlebihan memberikan kasih, dalam pengertian semua dibolehkan, anaknya tidak pernah salah, orang lain yang salah, semua dibela membabi buta anaknya yang paling hebat, itu pemberian kasih yang sudah tidak lagi tepat sasaran.
Nah ini sering kali justru akan berdampak negatif pada si anak di kemudian hari. Dan yang terakhir adalah orang tua perlu memperhatikan percakapannya, apa yang menjadi isi percakapan kita. Apakah itu lebih sering berisi keluhan-keluhan, ketidakpuasan kita, pembandingan-pembandingan, anak ini begini kamu kok begini atau celaan-celaan, nah hal-hal seperti itu perlu kita perhatikan. Apa yang menjadi karakteristik utama pembicaraan kita di rumah itu yang perlu orang tua tanyakan.
GS : Jadi sebenarnya kalau anak bermasalah itu awalnya orang tuanya yang bermasalah Pak Paul ya?
PG : Sebetulnya kita tidak bisa mematok pasti begitu, kadang-kadang pengaruh-pengaruh luar, teman-teman juga bisa memunculkan masalah. Maka tadi awalnya saya katakan ada masalah yang muncul dar luar.
Namun tetap saya tekankan kalau di rumah kuat, penerimaannya kuat, disiplin juga kuat, seharusnya yang dari luar itu tidak akan mengobrak-abrikkan yang di dalam tapi kebalikannyalah yang sering kali terjadi, di dalam rumah memang sudah ada masalah.
GS : Ya ada bagian Alkitab yang mengatakan apa yang kita tabur itu yang harus kita tuai.
PG : Betul sekali, nah Pak Gunawan dan Ibu Wulan, saya ingin membacakan suatu puisi yang indah sekali, yang saya kira banyak pendengar kita telah juga mendengarnya. Untuk mengingatkan kita apa ang harus kita lakukan sebagai orang tua.
Judulnya adalah anak akan hidup sesuai dengan apa yang telah dipelajarinya,
Jika anak hidup dengan celaan, dia akan belajar menghakimi orang
Jika anak hidup dengan kebencian, dia akan belajar untuk bermusuhan
Jika anak hidup dengan ejekan, dia akan menjadi minder
Jika anak hidup dengan rasa malu, dia akan dihantui oleh rasa bersalah
Jika anak diberikan semangat, dia akan belajar untuk percaya diri
Jika anak hidup dengan pujian, dia akan belajar untuk menghargai orang
Jika anak hidup dengan keadilan, dia akan belajar bersikap adil
Jika anak hidup dengan rasa aman, dia akan belajar untuk beriman
Jika anak hidup dengan penerimaan, dia akan belajar untuk menyukai dirinya
Dan jika anak hidup dengan persahabatan, dia akan belajar untuk mengasihi hidup ini.
GS : Tapi memberikannya itu harus dalam porsi yang pas itu ya Pak Paul, kalau berlebihan bisa negatif. Seperti pujian misalnya tadi dikatakan bisa berdampak positif tapi kalau pujian itu berlebihan bisa berakibat negati.
PG : Betul, jadi memang perlu keseimbangan dalam segalanya ini.
GS : Pak Paul, sebelum kita mengakhiri pembicaraan kita kali ini, apakah ada ayat firman Tuhan yang pas untuk mendukung pembicaraan ini.
PG : Amsal 3:27 berkata: "Janganlah engkau menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." Saya tetap ingatkan para orng tua, kita mempunyai tanggung jawab jangan sampai kita menahan tanggung jawab yang baik ini dari anak-anak kita yang berhak menerimanya.
Mereka berhak menerima penerimaan, berhak menerima kasih, berhak menerima disiplin, berhak menerima pemberian semangat, kita harus memberikannya jangan sampai kita menahan kebaikan-kebaikan itu dari anak-anak kita.
GS : Tetapi saya percaya bahwa orang tua akan memberikan yang terbaik untuk anaknya baik bidang pendidikan, dsb. Hanya masalahnya kadang-kadang apa yang diberikan tidak pas Pak Paul, jadi yang dibutuhkan tidak diberikan, yang tidak dibutuhkan malah diberikan.
PG : Salah satu tAnda untuk melihat kita pas atau tidak pas adalah perilaku si anak. Kalau dia mulai memunculkan masalah seharusnya itu adalah tAnda awas o.....o....mungkin yang kita lakukan kuang pas, kita harus lebih sesuaikan lagi.
GS : Pak Paul, kalau masalah itu sebenarnya masalah dalam apa yang sering kali muncul itu?
PG : Biasanya dalam emosi dan perilakunya. Jadi kalau emosi misalnya terlalu mudah naik turun, marah, banting barang atau depresi, sedih, sendu terus-menerus atau dalam bentuk perilaku misalnyamulai bohong, mencuri, mencontek, tidak mau sekolah, membangkang nah itu hal-hal yang berkaitan dengan perilaku.
GS : Jadi terima kasih sekali Pak Paul dan Ibu Wulan, juga pendengar sekalian, bahwa kita sudah melakukan perbincangan pada saat ini tentang suatu topik yang menarik yaitu "Mengapa Anak Saya Bermasalah". Anda baru saja mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk No. 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.