Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Anak Berbohong", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, sebagai orang tua itu saya rasa tidak ada yang mengajari anaknya untuk berbohong kepada orang lain apalagi membohongi orang tuanya, tetapi pada suatu saat saya pernah dikejutkan ketika saya tahu anak saya itu berbohong, saya tahu persis bahwa dia berbohong mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya. Nah ini sebenarnya apa yang mendorong anak ini sampai berbohong?
PG : Dapat kita katakan hampir semua anak atau dapat kita katakan semua anak pernah berbohong. Di mana kita pun sewaktu masih kanak-kanak pernah berbohong, jadi saya tidak mengatakan berbohong dalah hal yang baik atau hal yang benar, tetapi saya ingin mengatakan bahwa berbohong merupakan bagian pertumbuhan kita juga sebagai manusia.
Jadi kita jatuh bangun, dan melalui jatuh bangun itulah kita belajar untuk lebih berani menghadapi fakta. Nah anak-anak juga akan harus melewati fase-fase ini dan penting sekali bagi orang tua untuk bisa menyikapi hal ini dengan benar. Yang pertama yang perlu sekali orang tua lakukan adalah orang tua tidak boleh menuduh anak berbohong bila tidak mempunyai bukti, ini yang selalu menjadi prinsipnya jangan sampai karena adanya kecurigaan orang tua sudah langsung menuduh anak berbohong. Sebab kalau itu tidak benar, tuduhan orang tua sangat melukai anak, melukai anak sampai-sampai dia akhirnya bisa berkata pada akhirnya buat apa menjelas-jelaskan karena toh akhirnya saya tidak dipercaya. Nah ini yang tidak kita inginkan tertanam atau tumbuh dalam diri anak kita, jangan sampai anak-anak akhirnya malas berkomunikasi dengan kita. Nah saya sering melihat masalah ini antara orang tua dan anak, orang tua sudah langsung mencecar, menuduh anak sudah melakukan sesuatu dan kalau tidak mengakui dituduh berbohong walaupun belum mempunyai bukti. Nah sering kali anak-anak sebetulnya sudah melakukan yang dituduhkan orang tua tapi orang tua belum punya bukti namun karena terlalu sering orang tua menuduh, nah anak-anak akhirnya merasa marah karena kok engkau menemukan bukti langsung menuduh sehingga masalahnya berubah, berubah menjadi masalah engkau memang tidak mempercayaiku. Nah dari sini menjalar ke daerah-daerah lain dalam hubungan mereka, si anak akhirnya berkata percuma menjelaskan kepada orang tua tidak akan dipercaya.
GS : Ya reaksi kita sebagai orang tua itu biasanya kalau tahu anaknya berbohong itu langsung panik Pak Paul, makanya tadi timbul tuduhan-tuduhan dan sebagainya, marah dan sebagainya karena panik. Saya ini orang tua terang-terangan dibohongi oleh anak yang kecil, yang kita asuh begitu Pak Paul.
PG : Itu sebabnya penting bagi kita memahami kenapa anak berbohong. Saya akan memberikan beberapa penjelasan, pertama anak berbohong karena takut kepada kita. Nah kadang-kadang kita memang terllu keras (Suara Pak Paul gembret) menit 05:02 akibatnya anak-anak tidak berani mengatakan kebenaran, karena dia tahu kalau mengatakan apa yang sungguh-sungguh terjadi dia akan kena marah kita, atau pukulan kita, konsekuensi kita terlalu keras untuknya, jadi akhirnya anak berbohong.
Adakalanya anak berbohong karena dia tahu kita tidak akan memenuhi permintaannya, kalau dia beritahu terus-terang bahwa dia akan menonton (menit 05:19 - 05:34) dia tidak akan diberikan ijin maka dia berbohong dia berkata dia ke rumah temannya untuk belajar. Dengan kata lain kalau anak sudah tahu banyak yang dia minta itu tidak akan diberikan dia akan lebih terdorong (menit 05:44 - 05:50) tergoda untuk berbohong, nah itu salah satu alasan kenapa anak berbohong. Alasan yang lain adalah anak berbohong karena dia ingin membenarkan tindakannya, jadi dia tidak terima disalahkan, dia tidak mau dicap dia yang salah, dia yang keliru, nah itu terlalu mengganggu egonya misalkan. Jadi untuk membela diri jangan sampai dia disalahkan dan tidak terlihat dia itu yang lemah atau dia itu yang kalah maka anak berbohong, nah kadang-kadang itu yang terjadi ya. Dan satu lagi penjelasan kenapa anak berbohong adalah ada sebagian anak yang memang baru menemukan ilmu baru ini, ilmu berbohong ini dan dia menemukan bahwa ilmu berbohong ini ada manfaatnya dia bisa lepas dari tugas, dari hukuman, berkelit ah....rupanya ini ilmu yang bagus juga jadi si anak mulai menerapkannya. Dari yang saya jelaskan ini saya mau menyadarkan kita semua bahwa memang berbagai motivasi kenapa anak berbohong dan orang tua perlu menyadari yang mana itu. Nah sebagian dari yang telah saya singgung merupakan bagian wajar dari kehidupan anak-anak apalagi yang mulai masuk dalam kehidupan remaja, mereka ingin bisa membela diri, tidak mau langsung dipersalahkan jadi adakalanya itu adalah bagian yang wajar jadi saya kira orang tua jangan sampai terlalu terkejut, kaget, takut sehingga buru-buru memarahi anak dan sebagainya, kita tempatkan masalah ini dalam perspektif yang lebih tepat.
GS : Ya tapi dalam banyak hal mereka itu bisa berbohong karena mereka melihat kita kadang-kadang berbohong itu Pak.
PG : Nah itu salah satu penyebab kenapa anak berbohong juga, karena anak melihat kita pun berbohong. Dan kalau sampai kita memarahi dia, dia akan berkata: "Papa pun berbohong," nah jadi pentingkita sebagai orang tua tidak melakukan hal yang kita larang anak kita melakukannya.
GS : Nah Pak Paul apakah ada hal yang lain tentang hal ini, tentang berbohong ini?
PG : Yang berikutnya adalah ini Pak Gunawan, kita harus bisa mengontrol emosi kita, emosi berlebihan dan memanggil anak pembohong tidak akan menyelesaikan masalah, malah makin membuat anak taku dan bebohong lagi.
Jadi kita mesti mengatakannya kepada anak-anak bahwa jika kamu terang-terang maka kali ini kami akan memaafkan dan tidak akan menghukummu. Dengan kata lain anak tahu bahwa jujur mendapatkan imbalan yang positif, berbohong akan mengundang imbalan yang negatif maka kita memang menekankan kejujuran. Kalau kamu terus-terang, maka tidak akan ada hukuman buatmu, nah dengan cara seperti ini akhirnya anak lebih terdorong untuk berani terbuka. Tapi kalau kita marah-marahin dia dengan keras, kita mengancam dia dan meminta dia untuk berterus terang dia akan berkata belum ketahuan saja sudah begini, apalagi ketahuan lebih parah lagi. Maka waktu anak berbohong kita perlu mengontrol emosi kita itu.
GS : Dan itu harus dilakukan berdua, artinya suami-istri, ayah-ibu dari anak itu harus sepakat menerapkan itu.
PG : Saya setuju, jangan sampai ada satu yang misalkan membela si anak melawan orang tua yang satunya, membaik-baikkan si anak nah dua-dua memang harus seimbang. Tapi di pihak lain juga jangan ampai dua-dua itu seperti macan, karena sama-sama konsisten akhirnya dua-dua seperti macan yang mengerasi anak, si anak juga susah.
Jadi kuncinya memang dua-dua harus bisa menguasai emosi.
GS : Dan itu sekali kalau kita menoleransi dengan mengatakan sekali ini tidak apa-apa kamu, bisa dimengerti dan sebagainya. Tapi bagaimana kalau lain kali dia melakukan kebohongan lagi Pak Paul?
PG : Itu sebabnya kita perlu mengatakan, kali ini kami memaafkan kamu kalau dia mengulang lagi baru kita berikan hukuman. Jadi setelah kita maafkan dia kita katakan jangan mengulang lagi, kalaukamu lain kali mengulang lagi nanti kami berikan hukuman.
Jadi kita sudah janjikan itu, nah lain kalinya kalau kita mendapati si anak melakukan hal yang sama baru kita berikan dia hukuman.
GS : Ya tapi dia katakan memang takut Pak Paul, jadi alasan yang sering kali dikemukakan itu saya takut kalau saya ngomong yang sebenarnya.
PG : Ya hampir semua anak akan mengatakan itu, tapi nggak semua anak benar-benar menggunakan alasan itu karena itulah yang sebenarnya dia rasakan. Sebagian anak hanya menggunakan itu untuk menuupi kenapa dia berbohong.
Sebab anak-anak sebagian besar tahu bahwa orang tua itu kalau pun tahu dia berbohong, kalau pun tahu kesalahannya apa, mungkin reaksinya tidak seperti yang dia pikirkan. Tapi dia akan gunakan alasan tersebut.
GS : Ya ada orang tua itu menjelaskan panjang lebar tentang resiko berbohong lalu menggunakan cerita-cerita dari Alkitab dan sebagainya sebagai contoh akibatnya apa kalau berbohong, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Saya kira tidak apa-apa, jadi misalkan dalam ibadah keluarga orang tua bisa menjelaskan kenapa tidak boleh berbohong, kenapa Tuhan tidak senang dengan orang yang berbohong, hal-hal itu kit boleh bagikan dan seharusnyalah kita ajarkan kepada anak-anak kita untuk terus-terang.
Namun sekali lagi sikap orang tua itu penting sekali, orang tua yang bereaksi berlebihan menghadapi kebohongan anak akan membuat anak sangat takut dan ketakutan itu membuat anak lebih mudah berbohong. Tapi kenyamanan dan rasa aman membuat anak lebih tidak terdorong untuk berbohong, jadi ini prinsip jangan sampai kita lupakan.
GS : Ada anak itu yang mengatakan akibatnya tidak apa-apa, tidak serius lalu dia merasa berbohong itu tidak apa-apa Pak Paul.
PG : Sekali lagi ada waktu memberikan maaf, kita memberikan anugerah tapi juga ada waktunya kita menepati ancaman kita, kalau kita katakan lain kali kita berikan hukuman dan benar-benar lain kai kita berikan hukuman.
Dan hukuman sudah tentu tidak menyenangkan agar dia bisa ingat bahwa ini menyakitkan jangan sampai dia mengulangi lagi.
GS : Ya hal itu bisa menjadi sifat Pak Paul, seorang anak yang suka sekali berbohong kemudian dia itu cenderung mengulang-ulang kebohongannya itu.
PG : Dan ini yang harus kita jaga Pak Gunawan, jangan sampai anak itu makin hari makin canggih berbohong. Maka kita katakan ini prinsip yang harus kita pahami yaitu kita harus memotong mata ranai bohong.
Maksud saya begini, jangan mengintrogasi anak untuk membuatnya mengaku bila kita sudah tahu bahwa ia berbohong. Kita sudah temukan buktinya tapi kita sekarang memaksa dia untuk mengakuinya, nah untuk bisa membuat dia tersudut dan mengakuinya maka kita mendesaknya, mengintrogasinya, menjebaknya dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga akhirnya dia masuk ke perangkap kita dan akhirnya mengakui bahwa dia telah berbohong. Nah ini yang sering kali saya temukan dalam reaksi orang tua waktu anak berbohong, dan saya harus katakan reaksi ini kurang tepat. Sebab semakin anak itu melihat orang tuanya mencoba menjebaknya agar dia mengakui perbuatannya, semakin banyak ilmu yang dia pelajari dari orang tua bagaimana supaya lain kali dia jangan tertangkap. Dengan kata lain semakin orang tua mengintrogasinya semakin anak belajar berbohong dengan lebih canggih, nah mata rantai seperti ini yang harus kita putus. Jadi kalau kita sudah punya bukti bahwa anak memang berbohong, kita tidak usah lagi menuntut pengakuannya, tidak usah menunggu sampai dia berkata ya saya telah berbuat ini dan saya berbohong. Kita langsung katakan saja bahwa ini dia faktanya dan kamu telah melakukannya titik dan kita tidak meminta dia untuk memberikan penjelasan karena buktinya terlalu jelas. Setelah itu baru kita berikan sanksi yang sesuai dengna perbuatannya.
GS : Kalau dia merasa diperhadapkan seperti itu Pak Paul, apakah itu tidak membuat dia malu?
PG : Adakalanya ya, tapi memang itu hal yang dia lakukan dan dia harus menanggung akibatnya, biarkan kita sajikan apa yang dia telah lakukan dan ini memang salah. Daripada kita sudut-sudutkan da sampai dia akhirnya terpojok dan dia harus mengaku.
Jangan akhirnya terjebak ke dalam perdebatan, kita katakan apa; dia debat, mana buktinya; ini apa, ini apa, nah akhirnya si anak makin hari makin pandai berbohong. Maka ini kita perlu putuskan Pak Gunawan, jangan sampai orang tua masuk ke dalam lingkaran ini.
GS : Tapi bagaimana halnya kalau kita itu ragu-ragu Pak Paul, anak ini bohong atau tidak, tapi perasaan kita mengatakan ini bohong.
PG : Saran saya kita memang harus mencari buktinya, maka kita kembali kepada prinsip pertama kalau memang kita belum punya bukti sebaiknya kita tidak memanggilnya dan menuduhnya berbohong, sebaknya tidak.
Kalau tidak punya bukti bagi saya ya sudah sebab nanti kalau memang dia bersalah dia akan mengulang lagi dan akan memunculkan bukti, nah di saat itulah kita kaitkan bukti tersebut. Kalau baru setengah-setengah kita biarkan, sebab kita memang tidak punya bukti itu.
GS : Nah itu berarti kesalahan yang telah dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu yang lalu, tahunya baru sekarang dan kita marahi baru sekarang, bukankah itu tidak pas Pak Paul?
PG : Nah kalau memang baru sekaranglah kita temukan buktinya saya kira tidak apa-apa. Kalau memang kita sudah tahu buktinya tapi kita tahan-tahan nah itu yang keliru. Kalau sudah tahu buktinya eskipun peristiwanya terjadi beberapa hari yang lalu tidak apa-apa, kita katakan kepada anak kita bahwa kami temukan ini dan ini memang terjadi beberapa hari yang lalu.
Nah baru kita katakan saya kecewa, saya kira daripada memarah-marahi anak, satu kata yang efektif untuk menunjukkan kepada anak bahwa kita marah dan kita terluka adalah dengan mengatakan kami kecewa, kami kecewa kok engkau berbuat seperti ini. Nah kata-kata seperti itu efektif sekali, ampuh sekali bahkan lebih ampuh dari memarah-marahi si anak dengan suara yang paling keras atau memukul-mukul si anak, justru cara-cara seperti itu makin membuat anak lain kali akan lebih mau berbohong, jadi lebih baik kita dengan tenang berkata kami kecewa. Dan adakalanya justru dengan perkataan seperti itulah anak tersentuh bahwa dia telah mendukakan orang tua sedemikian dalamnya, nah inilah yang akan diingatnya pada kesempatan lain sewaktu dia tergoda untuk berbohong.
GS : Kalau anak beberapa kali melakukan kebohongan kepada kita Pak Paul, apakah tidak lebih baik kita juga melihat diri kita sendiri kenapa anak kita ini suka berbohong begitu Pak Paul.
PG : Saya kira akan baik sekali bagi kita orang tua ini mengevaluasi diri, melihat apakah mungkin kita ini memberi andil yang besar kepada anak-anak sampai dia berbohong. Apakah kita terlalu keas, apakah kekerasan kita itulah yang menjadi momok baginya sehingga dia takut sekali membuat kesalahan dan daripada tertangkap membuat kesalahan lebih baik berbohong.
Apakah kita menuntut anak terlalu tinggi, adakalanya kita menuntutnya terlalu tinggi sehingga kita tidak menoleransi kegagalan, ketidaksempurnaan. Nah pada waktu si anak mengalami kegagalan, ulangan tidak sebaik yang kita harapkan, angka dihapus, diganti, tanda tangan orang tua dipalsukan karena apa, mungkin tidak takut dimarahi tapi takut mengecewakan orang tua. Karena tuntutan orang tua terlalu sempurna mungkin itu penyebab si anak berbohong, kita mesti melihat diri kita. Atau mungkin kita ini tidak memberi anak-anak kebebasan yang cukup sesuai dengan usianya, sampai usia 15 kita harus antar-jemput meskipun dia anak laki misalkan. Tidak pernah kita biarkan dia pergi sendiri nah akhirnya dia tidak nyaman di dalam keterikatan seperti itu dan dia akan mencoba mencari celah apa yang akan diijinkan oleh orang tua nah dia memikirkan rancangan-rancangan sehingga akhirnya berbohong. Atau ini yang klasik, apakah kita kurang memberi uang saku yang cukup. Kadang-kadang orang tua datang kepada saya mengatakan anak saya berbohong, uang untuk membeli buku pelajaran dipakai keperluan lain. Saya tanya apakah ibu atau bapak memberikan uang jajan, saya kadang-kadang terkejut ada orang tua yang anak-anaknya sudah berusia cukup besar tidak memberikan uang saku sedikitpun kepada anak-anak. Jadi saya tekankan sekali lagi mungkin ini yang membuat anak-anak bebohong, karena dia ingin beli. Temannya beli makanan atau mainan kecil atau apa tapi dia tidak punya uang akhirnya dia membohongi orang tuanya. Jadi periksa diri juga sebagai orang tua, kalau kita memang perlu mengubah beberapa hal tentang cara-cara kita membesarkan si anak bersedialah untuk mengubahnya, sehingga anak-anak tidak digiring untuk berbohong.
GS : Kalau kita sebagai orang tua juga terlalu lemah, artinya setiap kebohongan kita bersikap tidak apa-apa, terus kita toleransi, itu 'kan memupuk anak untuk berbohong terus kepada kita?
PG : Ya maka jangan sampai kita itu meninggalkan sanksi, adakalanya kita memberikan anugerah tapi pada umumnya kita memberikan sanksi, asal sanksinya yang sesuai. Jangan sampai sanksi itu berleihan, dengan berteriak-teriak memukuli anak seperti apa, nah sanksi yang berlebihan membuat anak nantinya lebih mau untuk berbohong, jadi sanksi yang sesuai yang cukup akhirnya membuat si anak sadar, lain kali jangan begitu.
Tapi yang paling penting adalah si anak akhirnya harus belajar dan harus tahu bahwa dia tidak perlu berbohong. Kebanyakan anak-anak yang berbohong, pada awalnya menganggap bahwa mereka perlu berbohong sebab apa, tidak ada jalan lain, nah ini yang perlu atau yang harus kita sadari jangan sampai anak berkeyakinan mereka perlu berbohong. Ciptakan suasana rumah yang relatif aman penuh kasih dan penuh pengampunan, sehingga anak-anak merasakan tidak perlu berbohong sebab jujur pun akan diterima. Nah jadi kita sebetulnya menyuburkan kejujuran di situ tanpa disadari.
GS : Itu kalau terhadap kita sebagai orang tuanya kita bisa bersikap seperti itu, tapi kadang-kadang orang tua itu setengahnya mengajari anaknya berbohong terhadap gurunya, misalkan saja mau diajak pergi bilang saja besok kamu sakit nanti saya yang akan membuatkan surat, nah itu bagaimana?
PG : Ya ini kesalahan-kesalahan yang acap kali orang tua lakukan dan tidak menyadari bahwa ini akan berdampak kepada anak. Yang lain lagi yang cukup klasik adalah kalau orang telepon bilang tidk ada, bilang lagi tidur, atau kembalinya jam berapa.
Nah hal-hal seperti ini membuat anak berpikir bahwa tidak apa-apa berbohong untuk lari dari tanggung jawab. Nah waktu anak berbohong kita marah setengah mati, tidak menyadari bahwa kita telah memberi contoh untuk berbohong guna bisa lari dari tanggung jawab. Nah kita memang mesti periksa diri kita apakah kita menjadi contoh kejujuran ataukah kita menjadi contoh kebohongan bagi anak-anak, kalau kita menjadi contoh kejujuran nah baru anak-anak lebih bisa mengikuti kejujuran itu.
GS : Sebenarnya Alkitab itu cukup lantang Pak Paul, cukup banyak mengingatkan kita bahkan di 10 perintah Allah pun dengan jelas dikatakan kita tidak boleh berbohong, jangan berdusta itu jelas sekali Pak Paul. Nah untuk perbincangan kita kali ini apakah ada ayat firman Tuhan yang Pak Paul ingin sampaikan.
PG : Saya akan bacakan dari Yehezkiel 8:20, "Orang benar akan menerima berkat kebenarannya dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya." Nah ini prinsip yang ingin kita tanakan pada anak-anak bahwa orang benar akan menerima berkat kebenarannya.
Jadi kalau dia hidup benar dia mengatakan yang benar dia akan menerima berkat kebenarannya itu, sebaliknya kalau dia hidup tidak benar, hidup fasik maka kefasikan itu juga akan ditanggungnya suatu hari kelak. Jadi hal-hal seperti ini kita tanamkan, tapi sekali lagi saya tekankan tanamkan bukan hanya melalui mulut kita, pengajaran-pengajaran kita tapi melalui perbuatan-perbuatan kita juga dan sebagai orang tua memang kita harus menciptakan iklim yang aman dalam rumah kita, begitu amannya sehingga anak-anak tidak merasakan perlu untuk berbohong.
GS : Ya memang sulitnya melakukan firman Tuhan ini Pak Paul, untuk hidup tidak bebohong, padahal kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang kita tahu bahwa kebohongan itu setiap hari bisa kita jumpai dengan mudah sekali.
PG : Ya menjadi hal yang akhirnya kita anggap bukan dosa, berbohong kita katakan ada bohong untuk kebenaran, bohong untuk apa, kita akhirnya memang mengkompromikan nilai-nilai itu, tapi sebetulya benar ya benar, bohong ya bohong.
GS : Itu sulitnya kalau anak kita melakukan seperti itu di luar kadang-kadang juga dijadikan mangsa, dimangsa oleh teman-temannya untuk dirugikan.
PG : Maka salah satu hal yang kita juga ingin tumbuh kembangkan pada anak-anak ialah dia harus mampu menjaga diri, melindungi diri, dengan cara apa salah satunya memang adalah berdalih. Maka tai di awal pembicaraan kita saya juga mengatakan bahwa meskipun kita tidak membenarkan berbohong tapi ini memang bagian dari pertumbuhan anak, pertumbuhan untuk dia bisa merasionalisasi untuk membenarkan tindakannya, dengan kata lain untuk berdalih.
Dan kadang-kadang memang masalah itu bukan hitam-putih nah dia bisa menemukan titik tengah bukan hitam putihnya itu. Nah dengan dia menemukan titik tengah itu dia bisa selamat juga jadi hal-hal seperti ini perlu dipelajari oleh anak. Maka tadi sekali lagi bukannya saya membenarkan berbohong tapi sikap atau reaksi kita jangan berlebihan. Karena ini salah satu keterampilan juga, keterampilan yang kalau dipoles menjadi keterampilan yang baik tidak berbohong, tapi sekaligus bisa melindungi dia dari orang-orang yang memang mau menekannya.
GS : Ya ini sesuatu hal yang sangat penting sekali Pak Paul, dan akan sangat bermanfaat bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya hidup benar di hadapan Tuhan dan di hadapan sesama, terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Anak Berbohong". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda dapat juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.