Mencari Kasih di Tempat yang Salah

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T479B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Anak yang bertumbuh besar tanpa bekal kasih dan penerimaan yang cukup akan mencari kasih di luar sebagai responnya. Sayangnya kerap kali ia gagal menemukan kasih karena ia mencarinya di tempat yang salah. Ia mengidentikkan beberapa hal dengan kasih padahal hal-hal itu bukanlah kasih. Lalu apa yang harus kita lakukan bila semasa kecil kita tidak cukup menerima kasih ?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Idealnya setiap anak bertumbuh besar di dalam keluarga di mana orang tua mengasihi dan melindunginya. Masalahnya, tidak setiap anak beruntung menikmati perlakuan hangat seperti itu; ada anak yang malah harus mengalami penolakan terus menerus. Alhasil anak ini bertumbuh besar tanpa bekal kasih dan penerimaan yang cukup; sebagai respons ia pun mencari kasih di luar. Sayangnya kerap kali ia gagal menemukan kasih karena ia mencarinya di tempat yang salah. Ia mengidentikkan beberapa hal dengan kasih padahal hal-hal itu bukanlah kasih. Berikut akan dipaparkan apakah hal-hal itu.

  1. PENGHARGAAN. Anak yang kurang menerima kasih cenderung menyamakan penghargaan dengan kasih. Begitu menerima penghargaan dari seseorang, ia langsung menyimpulkan bahwa orang itu mengasihinya, padahal belum tentu demikian. Penghargaan tertuju secara spesifik pada perbuatan atau kualitas tertentu sedang kasih merupakan penerimaan dan penghargaan terhadap diri kita sepenuhnya. Banyak anak yang kurang menerima kasih akhirnya patah hati setelah menerima kenyataan bahwa kasihnya tak bersambut. Mungkin ia marah karena merasa dipermainkan padahal orang tidak mempermainkannya. Tidak bisa tidak, relasinya dengan lawan jenis mudah bermasalah karena kesalahpahaman ini.
  2. PERHATIAN. Anak yang kurang kasih peka dengan perhatian. Begitu menerima perhatian, ia bereaksi dan cepat menafsirnya sebagai cinta. Mungkin perhatian merupakan tanda awal cinta tetapi tidak semua perhatian merupakan ungkapan cinta. Bisa jadi perhatian merupakan tanda kasihan atau ungkapan sayang yang tidak bermuatan romantis. Salah satu bahaya yang mesti diwaspadai adalah karena terlalu cepat menyamakan perhatian dengan cinta, akhirnya malah kejeblos. Ia mudah menjadi korban kejahatan orang yang sengaja mengumpannya dengan perhatian. Atau, ia terlalu cepat memberi kepercayaan dan masuk ke dalam pernikahan tanpa mengenal pasangannya dengan baik.
  3. SEKS. Begitu banyak anak yang kurang kasih akhirnya jatuh ke dalam dosa seksual. Ia jatuh bukan karena ia memiliki kelemahan dalam hal penguasaan diri; ia jatuh karena ia mengira seks adalah bukti cinta. Kita tahu bahwa seks bukanlah bukti cinta yang sejati; sebaliknya pada masa berpacaran seks adalah bukti kurangnya penguasaan diri. Begitu banyak anak yang kurang menerima kasih akhirnya terlibat secara seksual pada masa berpacaran dan terpaksa masuk ke dalam pernikahan walau belum memiliki kesiapan. Dan, begitu banyak yang memilih pasangan yang salah karena sudah telanjur berhubungan seksual. Tidak bisa tidak, pernikahan yang tidak berlandaskan kokoh ini mudah rubuh diterjang badai.
  4. TUNTUTAN dan PENGEKANGAN. Mudah sekali bagi anak yang kurang menerima kasih untuk menyimpulkan bahwa tuntutan dan pengekangan yang dilakukan kekasihnya adalah tanda kasih. Sesungguhnya tuntutan dan pengekangan berlebih adalah tanda ketidakamanan dan keegoisan. Sayang, karena mengira ini adalah ungkapan kasih, akhirnya ia jatuh ke dalam genggaman pasangan yang jahat. Bukan kasih yang diterimanya, melainkan caci-maki dan pelecehan. Tidak jarang ia pun harus menerima bogem mentah dari pasangan yang berkarakter buruk.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah yang perlu dilakukan oleh seseorang yang pada masa kecilnya kurang menerima kasih? Berikut akan diberikan beberapa saran:
  1. Ia mesti mengakui KONDISI DIRINYA. Artinya, ia mesti mengakui bahwa memang ia kekurangan kasih. Ia tidak boleh menutupi kenyataan dan menciptakan realitas baru yang keliru. Jika ia dapat mengakui kondisinya, barulah ia dapat melihat kebutuhannya, dan mulai berjalan untuk membereskannya.
  2. Ia mesti mengakui KONDISI RELASINYA DENGAN SESAMA. Artinya, ia mesti sering-sering mengecek alasan mengapakah ia berada di dalam sebuah relasi. Sebenarnya apakah yang mendorongnya untuk mencari dan mempertahankan relasi itu? Jika memang ada unsur pemenuhan kebutuhan kasih, ia mesti mewaspadai kecenderungannya untuk mengidentikkan hal-hal di atas dengan kasih. Mintalah pertolongan hamba Tuhan atau konselor untuk menolongnya mengevaluasi kondisi relasinya. Dan, bila memang semua mengatakan bahwa relasi ini tidak sehat, ambillah keputusan yang berat namun perlu: Putuskanlah hubungan!
  3. Ia mesti mengakui KONDISI RELASINYA DENGAN TUHAN. Tidak jarang, di satu pihak ia mengedepankan Tuhan dan berupaya sekuat tenaga untuk hidup buat Tuhan, di pihak lain ia menyimpan kekecewaan. Ia tidak mengerti mengapa ia mesti melalui masa kecil yang tidak menyenangkan; ia pun sulit menerima keadilan Tuhan. Mengapakah sampai hari ini Tuhan belum menyediakan seorang yang tepat untuk mengisi kehidupannya? Di dalam kondisi inilah seharusnya ia datang kepada Tuhan, membawa diri apa adanya—kekecewaannya dan ketidakmengertiannya. Pada titik inilah ia harus mengambil langkah iman: Memercayai pemeliharaan Tuhan dalam kehidupannya di masa lampau yang tidak ideal ini dan memercayai Tuhan dalam kehidupannya di masa mendatang yang tidak jelas ini.

Firman Tuhan mengingatkan, "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau; janganlah bimbang sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10)