Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menanamkan Kebenaran pada Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Memang kebenaran itu tidak dengan sendirinya muncul di dalam diri seseorang Pak Paul. Jadi harus disemai sejak anak masih kecil hanya masalahnya adalah bagaimana dan kapan saat yang tepat dan ini yang akan kita perbincangkan Pak Paul?
PG : Betul sekali Pak Gunawan. Kadang-kadang saat kita melihat bayi kita, dalam hati berkata betapa "Tidak berdosanya mereka," tapi begitu mereka menginjak usia 2,3,4 tahun dan selanjutnya mulalah kita melihat bahwa mereka adalah sama seperti kita manusia berdosa, misalkan anak bisa berbohong pada kita, pada usia misalkan 4 tahun dan kita dibuat terbengong-bengong karena kita tidak pernah mengajarkan anak ini berbohong, tapi dia bisa berbohong kepada kita pada usia sekecil itu.
Perilaku-perilaku seperti ini menyadarkan kita bahwa di usia seperti itu sudah sanggup berbuat dosa, kenapa? Sebab benarlah Firman Tuhan bahwa dalam kandungan ibuku aku dikandung di dalam dosa. Itu sebabnya kita harus menanamkan kebenaran-kebenaran Tuhan secara terencana di dalam hati anak-anak kita, kita tidak boleh beranggapan bahwa dengan sendirinya anak-anak kita akan mempunyai ketertarikan-ketertarikan terhadap hal-hal rohani, terhadap kebenaran-kebenaran Tuhan, tidak! Karena anak-anak kita berdosa, jadi kertertarikan pertama dan utamanya adalah kepada dosa bukan kepada hal-hal yang bersifat kebenaran Ilahi. Justru kita sebagai orang tua harus secara terencana menanamkan benih-benih Firman Tuhan dan kebenaran, sehingga si anak akhirnya diperlengkapi dengan kekuatan dan kuasa Tuhan untuk melawan desakan-desakan untuk berbuat dosa.
GS : Jadi memang seorang anak bayi yang baru lahir mungkin berbuat dosa Pak Paul, tetapi dia punya kecenderungan untuk berdosa.
PG : Tepat sekali, jadi potensi berdosa sudah ada sejak anak lahir di dunia.
GS : Pak Paul, apakah ada ayat Firman Tuhan yang mendukung perbincangan ini Pak Paul?
PG : Saya akan menggunakan 3 Yohanes 1:4 Firman Tuhan berkata, "Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran." Surat 3 Yohanes ini ditlis oleh rasul Yohanes kepada seseorang bernama Gayus, Gayus ini adalah anak rohani rasul Yohanes.
Di dalam suratnya yang singkat ini, rasul Yohanes mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Gayus atas pertolongan yang telah diberikannya kepada beberapa saudara yang datang berkunjung. Rasul Yohanes memuji Gayus yang hidup dalam kebenaran, kehidupan yang membawa sukacita besar bagi rasul Yohanes. Berdasarkan surat inilah dan berdasarkan surat inilah kita akan menarik atau menimba beberapa pelajaran yang dapat kita terapkan untuk keluarga agar dapat menerapkan atau menanamkan kebenaran ini di dalam hidup anak-anak.
GS : Mungkin Pak Paul bisa uraikan apa yang dimaksud dengan anak rohani, seperti apa Pak Paul?
PG : Jadi maksudnya adalah Gayus menerima Tuhan Yesus, mengenal Tuhan Yesus dan bertumbuh di dalam imannya atas pelayanan Rasul Yohanes, jadi itu yang kita maksud dengan anak rohani.
GS : Mungkin seperti Timotius dengan rasul Paulus?
PG : Tepat sekali. Jadi memang Tuhan memakai rasul Paulus untuk menumbuhkan iman Timotius meskipun dalam kasus Timotius yang memperkenalkannya kepada Tuhan adalah ibunya sendiri dan juga nenekna yang juga adalah orang yang rohani tapi Timotius bertumbuh di dalam imannya akhirnya menjadi pemimpin kristen pada saat itu atas pelayanan rasul Paulus.
GS : Dari surat yang pendek itu Pak Paul, dari 3 surat dari rasul Yohanes, apakah pelajaran yang bisa kita petik, Pak Paul?
PG : Yang pertama adalah Yohanes menganggap Gayus sebagai anak dan sebagai orang tua dia memandang Gayus bukan saja sebagai anak biasa melainkan sebagai anak rohani. Dalam hidup ini kadang-kadag kita menganggap anak ini anak saya, ada yang bahkan setelah dewasa diangkat anak (dalam budaya-budaya tertentu), mengangkat saudara dan sebagainya.
Rasul Yohanes memang memandang Gayus sebagai anaknya namun rasul Yohanes tidak berhenti memandangnya hanya sebagai anak tapi dia melihat Gayus sebagai anak rohaninya. Coba kita terapkan di dalam kehidupan berkeluarga, Tuhan mengharapkan agar kita bukan saja sebagai orang tua jasmaniah tetapi juga orang tua rohaniah bagi anak-anak kita. Kadang kita beranggapan bahwa tugas hamba Tuhanlah atau pengajar-pengajar di gerejalah untuk menjadi orang tua rohani bagi anak-anak kita. Saya ingin menegaskan bahwa pandangan ini keliru; orang tualah yang bertanggung jawab atas kerohanian anak-anaknya. Jadi jika ada di antara anak-anak kita yang meninggalkan iman atau tidak memeluk iman kristiani kita, besar kemungkinan kita memiliki andil di dalam keputusannya itu Pak Gunawan. Jadi tugas ini adalah tugas orang tua, kita tetap memandang anak-anak sebagai anak-anak jasmaniah yang kita harus besarkan, didik dan sebagainya tapi jangan lupa kita harus memandang anak-anak kita sebagai anak-anak rohaniah artinya lewat kitalah mereka kenal Tuhan Yesus, lewat kitalah nantinya mereka bertumbuh di dalam iman kepada Tuhan kita Yesus Kristus pula.
GS : Jadi boleh saja seorang anak mempunyai bapak rohani, tetapi paling utama adalah orang tuanya sendiri.
PG : Betul sekali. Jadi tidak ada salahnya dan sudah tentu baik jika seseorang mempunyai bapak ibu rohani yang membimbing dan memperhatikan kehidupan rohaninya tapi terpenting dan terutama adalh orang tua sendiri yang menjadi orang tua rohani bagi kita.
Ini sesuatu yang Tuhan harapkan dari kita tapi masalahnya Pak Gunawan tidak banyak orang kristen yang seperti itu, kita tidak perlu melihat orang lain, kita melihat diri kita saja. Berapa banyak di antara kita bisa berkata bahwa orang tua saya adalah orang tua rohani. Mama saya adalah Mama rohani saya, Papa saya adalah Papa rohani saya dan saya takut fakta di lapangannya adalah sedikit yang bisa berkata seperti itu padahal Firman Tuhan di Ulangan 11:18-21 dengan jelas memerintahkan orang Israel, dengan Firman Tuhan, "Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini di dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatnya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun, engkau harus menuliskannya pada tiang rumahmu dan pada pintu gerbangmu, supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di tanah yang dijanjikan Tuhan." Jadi jelas di sini Tuhan memerintahkan tugas menjadi orang tua rohani kepada kita semuanya. Jadi bukan saja kita menjadi orang tua jasmaniah tapi juga menjadi orang tua rohaniah.
GS : Sebenarnya kesukarannya apa Pak Paul, kalau orang tuanya menjadi orang tua rohani bagi anaknya.
PG : Pertama memang adanya kekeliruan atau adanya kesalahpahaman sehingga banyak orang yang beranggapan bahwa ini bukan tugas saya sebab saya tidak diperlengkapi dengan kemampuan menjadi orang ua rohani bagi anak-anak saya.
Hanya pengajar-pangajarlah yang dapat berkompetensi untuk mendidik anak-anak saya di dalam Tuhan. Jadi yang pertama, saya rasa konsep yang keliru ini kita akan lihat Pak Gunawan, ternyata yang membuat anak mengenal Tuhan, mencintai Tuhan dan bertumbuh di dalam Tuhan mungkin porsi terbesar yang membuat mereka menjadi seperti itu adalah contoh nyata kehidupan orang tuanya. Jadi Tuhan tidak menuntut orang tua melakukan sesuatu yang orang tua tidak bisa melakukannya, hidupilah Firman Tuhan itu di dalam kehidupan kita. Dan secara alamiah berbicaralah kepada anak-anak dan dalam pembicaraan-pembicaraan yang informal maka anak-anak nantinya bisa mulai mendengar masukan-masukan rohaniah dari kita. Jadi sesungguhnya tidaklah susah seperti yang kita bayangkan. Nomor dua kenapa kadang-kadang susah melakukannya, karena ada orang tua yang memang menyadari hidupnya itu tidaklah seturut dengan kehendak Tuhan. Sehingga mereka melihat saya tidak layak menjadi pengajar rohaniah bagi anak-anak saya, hidup saya pun tidak karuan atau orang tua tidak harmonis. Di dalam ketidak harmonisan sering bertengkar sehingga mereka berkata, "Kami bukan panutan yang baik buat anak-anak kami." Tapi ada juga kemungkinan yang terakhir yaitu orang tua sendiri pun memang tidak mementingkan hal-hal rohani sehingga tidak merasa perlu untuk menekankan hal-hal rohani ke dalam hidup anak-anak, mereka berkata biarkan anak-anak nanti bertumbuh besar memilih sendiri apa yang dianggapnya baik, saya tidak perlu mencampuri urusan rohani anak-anak saya, ada orang tua yang bersikap seperti itu sehingga mereka berpikir praktis yang penting anak saya baik, tingkah lakunya baik jangan sampai merugikan orang, sering-seringlah berbuat baik pada orang. Itulah hal yang penting dan yang lain-lain itu tidak perlu ditekankan.
GS : Pak Paul, tadi perintah Tuhan yang Pak Paul bacakan dari kitab ulangan sebetulnya ditujukan kepada ayah atau ibu, Pak Paul ?
PG : Memang tidak dibagi atau ditekankan atau ditugaskan secara spesifik. Maka kita harus menyimpulkan bahwa ini diembankan kepada kedua orang tua makanya ini adalah firman kepada orang Israel.Jadi ini adalah firman yang disampaikan oleh Musa, dia mewakili Tuhan, dia menyampaikan titah Tuhan kepada semua orang-orang Israel.
GS : Inti dari perintah itu apa Pak Paul?
PG : Ada dua hal yang Tuhan perintahkan disini. Yang pertama adalah Tuhan memerintahkan orang Israel untuk menaruh perkataan Tuhan dalam hati dan jiwanya, yang kedua Tuhan memerintahkan orang Irael untuk mengajarkan perkataan Tuhan kepada anak dengan membicarakannya dalam berbagai kesempatan dan menuliskannya pada berbagai tempat.
Kerohanian anak adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua dan tugas kita adalah mengajarkan perkataan mereka kepada Tuhan, ini jelas-jelas disampaikan Tuhan dan Tuhan menjabarkan dua cara untuk kita mengajarkan perkataan Tuhan kepada anak-anak. Yang pertama adalah dengan membicarakannya, Firman Tuhan memang menggunakan ilustrasi-ilustrasi atau contoh-contoh yaitu kamu harus mengajarkannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau berbaring, apabila engkau bangun. Jadi pada pelbagai kesempatan, kita tidak perlu terus- menerus mencekoki anak dengan hal-hal rohani. Dalam percakapan sehari-hari, didalam menghadapi situasi tertentu, waktu kita teringat Firman Tuhan maka kita bagikan kita ingatkan anak. Waktu anak menerima dan berkata sesuatu maka kita ingatkan, bukankah kita telah berdoa dan melihat Tuhan telah menjawab doa kita. Hal-hal seperti itu menjadi kesempatan untuk mengajarkan anak tentang perkataan Tuhan. Cara kedua yang Tuhan berikan adalah agar kita mengajarkan perkataan Tuhan kepada anak-anak adalah dengan menuliskannya. Disini dikatakan oleh Firman Tuhan, "Kau menuliskannya pada tiang rumahmu, pada pintu gerbangmu," artinya pada pelbagai tempat artinya membicarakannya pada pelbagai kesempatan berarti menjadikan Firman Tuhan bagian integral dalam percakapan keluarga. Menuliskannya pada pelbagai kesempatan merupakan upaya untuk terus mengingatkan anak-anak akan perkataan Tuhan lewat bahasa tulisan. Jadi selain menuliskannya secara langsung, kita pun juga dapat mendorong anak untuk membaca buku kristiani. Istri saya sangat baik dalam hal-hal seperti ini, istri saya kadang-kadang mengirimkan SMS Firman Tuhan kepada saya, kepada anak-anak kami, kadang-kadang istri saya juga menitipkan guntingan kertas kecil dengan Firman Tuhan tertera disitu. Atau mengirimkan kartu kepada saya atau anak-anak dan di dalamnya tertera lagi firman Tuhan. Orang perlu belajar lewat pendengaran tapi orang perlu belajar juga lewat penglihatan apa yang dibacanya, apa yang dilihatnya. Maka Firman Tuhan memang meminta orang tua membicarakannya dan menuliskannya. Jadi sekarang sudah banyak buku-buku rohani, ajaklah, doronglah juga anak untuk membaca buku-buku rohani itu. Namun terpenting dan prasyarat dari semuanya ini adalah kita harus menaruh perkataan Tuhan dalam hati dan jiwa kita terlebih dahulu. Maka Firman Tuhan pertama-tama jelas berkata, "Tetapi kamu harus menaruh perkataanKu ini dalam hatimu dan dalam jiwamu." Berarti kita sebagai orang dewasa, sebagai orang tua mesti diserapi oleh Firman Tuhan lalu pada akhirnya kita bertugas untuk membagikannya kepada anak-anak. Kalau kita sendiri tidak diserap oleh Firman Tuhan, bagaimanakah kita nanti secara alamiah memancarkan Firman Tuhan dari mulut kita.
GS : Memang di dalam menanamkan kebenaran, akan mudah dimengerti oleh anak-anak kalau kita menunjukkan sikap yang konkret yang nyata yang mereka bisa lihat, mereka bisa rasakan, mereka bisa alami di dalam kehidupan sehari-hari itu Pak Paul.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, misalnya kita sering menekankan kepada anak-anak bahwa sebagai anak Tuhan mereka perlu belajar mengalah dan kita tekankan kamu harus mengalah kepada kakakmu, kamuharus mengalah kepada adikmu dan sebagainya tapi kita malah bertengkar dengan pasangan kita dan anak-anak melihat.
Kita tidak mau mengalah, pasangan kita tidak mau mengalah terus memperpanjang konflik, marah bertengkar dan saling manyalahkan. Apa yang anak-anak lihat? Papa dan Mama tidak mengalah. Apa yang diajarkan sebelumnya akhirnya tidak mendapatkan bukti di dalam rumah sebab akhirnya yang mereka lihat adalah Papa Mama kalau marah satu sama lain tidak ada yang mau mengalah. Jadi nanti yang mereka simpan di dalam hati bukan kebenaran Tuhan tapi justru perilaku orang tualah yang nanti mereka simpan di hati mereka.
GS : Pak Paul, selain pelajaran yang kita bisa tarik dari bacaan pendek tadi bahwa Gayus itu selain sebagai anak juga dianggap oleh rasul Yohanes sebagai anak rohaninya, apakah ada pelajaran yang lain Pak Paul?
PG : Yang lain adalah Yohanes memuji Gayus yang telah setia kepada kebenaran dan hidup dalam kebenaran. Orang tua perlu menyadari bahwa dunia dimana anak kita tinggal sebetulnya tidak ramah teradap iman kepercayaannya.
Misalnya dunia tidak menyenangi kekudusan itu sebabnya tersedia berlaksa-laksa pencobaan untuk menjauhkan anak kita dari kekudusan. Mulai dari ajakan-ajakan teman melihat barang-barang porno sampai nanti di internet-internet, di komputer-komputer mereka, sampai juga di handphone mereka dan sebagainya, dunia tidak menyenangi kekudusan. Contoh lain dunia juga tidak menyenangi keyakinannya bahwa Kristus adalah satu-satunya kepada Allah Bapa. Itu sebabnya dunia senantiasa mencoba menggeser keyakinannya sehingga menjadi terbuka terhadap segala jalan dan segala kemungkinan. Kematian dan penebusan Kristus bukanlah solusi dosa menurut yang diajarkan oleh dunia, tapi dunia malah mengajarkan tentang kebaikan manusia merupakan jawaban terhadap masalah dosa dan anak-anak akhirnya tergoda untuk melihat keselamatan dari kacamata ini. Contoh lainnya dunia tidak mencintai kalau anak-anak cinta kepada Kristus. Itu sebabnya dunia berusaha menghadirkan berbagai objek untuk dikasihi dan diutamakan dan lama-kelamaan kasihnya kepada Kristus akan luntur. Waktu kecil di gereja ikut kegiatan menghafal ayat, cinta Tuhan, dari sekolah minggu ke remaja, ke pemuda akhirnya makin luntur-makin luntur lebih mementingkan kekasihnya, lebih mementingkan pekerjaannya, olah raganya, kegiatan sosialnya, clubnya dan sebagainya. Contoh lain lagi, dunia pun tidak menyukai tekad anak untuk melayani Tuhan, itu sebabnya dunia selalu menyodorkan aktifitas lain yang menarik agar dapat mengalihkan anak dari pelayanan kepada Kristus. Jadi Pak Gunawan kita perlu menyadarkan, mengingatkan anak akan desakan dunia yang memang tidak ramah terhadap pertumbuhan iman kepercayaannya. Kita terus harus mendorongnya untuk hidup dalam kebenaran.
GS : Pak Paul, kalau berbicara tentang dunia, ini dalam pengertian orang-orang yang masih dikuasai oleh nafsu duniawi.
PG : betul sekali, ini yang kita maksud dengan dunia adalah memang nilai-nilai yang dianut oleh orang-orang yang tidak mementingkan Tuhan, yang hanya mementingkan dirinya, yang menomor tiga ata empatkan Tuhan dan menomor satu, dua, tigakan hal yang lain.
GS : Dan bagaimana atau apa yang orang tua bisa lakukan terhadap anaknya?
PG : Selain dari membagikan perkataan Tuhan, mengajarkannya kepada anak-anak, sekali lagi saya tekankan, kita bisa berbagi kesaksian dengan anak akan pergumulan dan kemenangan kita melawan pencbaan untuk jatuh dari kebenaran.
Kita perlu mengkomunikasikan kepada anak bahwa kita memahami betapa sulitnya untuk tetap hidup dalam kebenaran dan betapa tidak populernya keputusan hidup dalam kebenaran. Jadi kita berempati dengan situasi mereka, kita menyadari betapa susahnya hidup kudus. Kadang-kadang saya juga berkata bahwa untuk hidup kudus misalkan dari dosa-dosa seksual dewasa ini, jauh lebih sulit dibandingkan sewaktu saya masih muda seumur mereka. Jadi saya tidak cepat-cepat menuding-nuding tapi saya justru menempatkan diri di posisi mereka, bahwa memang sukar melawan godaan pencobaan itu dan bahwa kalau kita tidak hati-hati, memang kita mudah sekali terpeleset, namun kita harus mengingatkan anak bahwa terpenting dalam hidup adalah mematuhi perkataan Tuhan dan hidup didalamnya dan ini yang kita harus terus mengingatkan anak-anak, dan jangan lupa menyampaikan penghargaan kita akan komitmennya untuk hidup dalam kebenaran. Jangan diamkan anak-anak itu terus ke gereja melayani Tuhan, sering-seringlah dorong dan puji, katakanlah kalau kita sangat senang, kita sangat menghargai upaya mereka untuk tetap hidup di dalam Tuhan. Meskipun seringkali sudah ke gereja, godaan untuk meninggalkan pelayanan begitu banyak dan besar tapi mereka tetap setia. Waktu kita melihat hal-hal itu dilakukan oleh anak-anak, kita sampaikan pujian-pujian kita sehingga mereka makin dikuatkan.
GS : Jadi sebenarnya kita juga tidak perlu menutup-nutupi tatkala kita jatuh di dalam dosa dan sebagainya di hadapan anak, Pak Paul. Ini sebagai contoh konkret betapa sulitnya hidup didalam kebenaran itu.
PG : Tepat sekali misalkan ada di antara kita yang mempunyai masa lampau yang kelam. Kadang-kadang kita takut untuk membagikannya kepada anak-anak sebab kita tidak mau anak-anak kita justru menikuti langkah-langkah buruk kita.
Semua tergantung dari bagaimanakah kita hidup sekarang dan bagaimanakah kita membagikan kesaksian itu. Kalau kita membagikan tentang masa kelam kita dengan senyum sumringah rasa bangga, anak-anak nantinya akan berpikir Papa atau Mama bukannya malu dengan masa lalu itu tapi malah bangga, dan ini yang nanti anak-anak tangkap dan ini yang nanti mereka tiru. Justru waktu kita membagikan masa kelam kita yang lampau, kita mambagikannya dengan rasa malu dan penyesalan. Kadang-kadang pembicaraan dengan anak-anak di rumah, saya juga berbagi pengalaman saya dulu terlibat pornografi, saya pun dulu juga melihat gambar-gambar yang tidak diperkenankan Tuhan namun saya tekankan, saya bertobat, saya meninggalkan semua itu sebab itu adalah hal-hal yang mengotori pikiran saya namun karena saya belajar terbuka dengan kelemahan kami, mereka akhirnya berani belajar terbuka dengan kelemahan mereka.
GS : Ada pelajaran lain Pak Paul yang bisa kita petik?
PG : Yang terakhir adalah Yohanes berterima kasih kepada Gayus yang telah berbuat baik kepada saudara seiman. Ternyata Gayus bukan saja hidup dalam kebenaran, dia pun hidup dalam kebaikan. Inga bahwa perbuatan baik merupakan wujud nyata kasih kepada Tuhan dan sesama.
Jadi kita harus memberi contoh konkret kepada anak sebelum dia dapat berbuat baik kepada sesama. Anak belajar paling banyak bukan dari perkataan melainkan dari perbuatan kita, kesediaan menolong serta membagi apa yang kita miliki adalah bukti nyata kasih kepada Tuhan dan sesama. Sewaktu anak melihat perbuatan baik, dia pun belajar meniru dan perlahan namun pasti dia akan meyakini bahwa perbuatan baik bukanlah sesuatu yang luar biasa melainkan sesuatu yang biasa dan bisa dilakukan. Akhirnya berbuat baik menjadi bagian dalam hidupnya, sebaliknya jika anak jarang melihat kita berbuat baik, dia pun juga akan meluangkan waktu yang panjang untuk bergumul dalam berbuat baik. Akhirnya bagi anak-anak yang seperti ini berbuat baik menjadi sesuatu yang tidak lazim atau tidak alamiah dan untuk mewujudkannya dituntut kesiapannya yang luar biasa besarnya. Jadi saya tekankan sekali lagi, jadikanlah berbuat baik itu sebagai sesuatu yang alamiah sehingga anak terbiasa melakukannya pula.
GS : Jadi dengan menanamkan kebenaran, sebenarnya kita bisa memetik buah yang bermacam-macam antara lain tingkah laku anak kita bertambah baik dan sebagainya. Itu membuat orang tua senang juga, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi sewaktu hal-hal ini dilakukan, orang tua pasti juga bersukacita. Saya juga minta kepada orang tua sampaikanlah sukacita itu kepada anak-anak dan waktu anak-anak diberika pujian, kesan orang tua yang penuh sukacita mereka pun akan lebih terdorong untuk melakukan perbuatan yang baik itu.
GS : Memang menanam ini sesuatu yang butuh waktu yang panjang dan usaha yang sungguh-sungguh Pak Paul, seperti petani yang menanam benih dan sebagainya itu Pak Paul.
PG : Betul sekali dan adakalanya memang ada waktu-waktu kita tidak melihat hasilnya, tapi jangan putus asa semua yang telah ditanam itu akan ada di dalam dirinya dan suatu hari kelak akan muncu ke permukaan.
GS : Dan justru untuk nilai-nilai seperti kebenaran, kebaikan membutuhkan waktu yang relatif lama.
GS : Dibandingkan mengajarkan sesuatu yang buruk itu malah cepat.
PG : Betul sekali sebab di dalam diri anak-anak termasuk di dalam diri kita sudah ada benih dosa dan yang kedua lingkungan juga tidak selalu mendukung kita untuk hidup di dalam kebenaran.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menanamkan Kebenaran pada Anak". Bagi Anda yang berminat untuk mengikuti lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.