Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santosa dari Lembaga Bina Keluarga Kristen yang kali ini saya bersama Ibu Esther Tjahja, S. Psi. kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Memulihkan Relasi". Kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, sebenarnya apa yang akan kita bahas tentang memulihkan relasi ini?
PG : Ada satu bagian firman Tuhan Pak Gunawan yang sangat menarik bagi saya dan saya akan bacakan dulu. Saya ambil itu dari Kejadian 43:34, "Lalu disajikan kepada mereka hidanga dari meja Yusuf, tetapi yang diterima Benyamin adalah lima kali lebih banyak daripada setiap orang yang lain.
Lalu minumlah mereka dan bersukaria bersama-sama dengan dia." Nah dia di sini merujuk pada Yusuf, yang dikatakan dalam ayat ini adalah saudara-saudara Yusuf berkumpul dan makan, minum, bersukaria bersama Yusuf. Mereka bertemu kembali setelah dipisahkan untuk waktu yang lama. Dan dipisahkan oleh kepahitan, sebab Yusuf itu dibuang, dijual bahkan pada awalnya Yusuf itu sebetulnya direncanakan untuk dibunuh oleh saudara-saudaranya. Yang menarik perhatian saya adalah bagaimana mungkin Yusuf berhasil menerima saudara-saudaranya, mengampuni mereka dan makan minum, besukaria bersama mereka. Ini menarik perhatian saya Pak Gunawan, sebab saya menemukan nomor satu mengampuni hal yang sangat susah. Nah ini bukan saja dia berhasil mengampuni tapi berhasil makan, minum dan bersukaria bersama mereka. Saya kira sebagian besar dari kita bergumul untuk mengampuni, tapi misalkan kita berhasil mengampuni bukankah langkah selanjutnya yang lebih susah adalah bersukaria bersama-sama dengan mereka yang melukai kita. Kebanyakan kita setelah mengampuni, "sudah jangan dekat saya, saya tidak mau bertemu, engkau tidak perlu bertemu dengan aku, sudah jauh-jauh." Tapi Yusuf berhasil memulihkan hubungan bukan saja seperti semula, lebih baik dari semula, itu yang sangat menarik hati saya di sini.
(2) GS : Jadi suatu kondisi hubungan yang mula-mula baik kemudian terganggu dan bagaimana kita berupaya untuk memulihkan itu lagi Pak Paul. (PG : Betul) itu yang mau kita coba bahas pada kesempatan kali ini. Nah, sebenarnya memang unik sekali dalam kasusnya Yusuf ini, tetapi yang menarik tadi yang Pak Paul katakan langkahnya akhirnya bisa, bisa malah lebih baik, nah apakah menurut Pak Paul keberhasilan Yusuf di dalam memulihkan relasi dengan saudara-saudaranya?
PG : Ada beberapa hal yang terjadi dan ini yang akan kita coba lihat Pak Gunawan. Yang pertama adalah supaya bisa terjadi sebuah pemulihan, harus ada kejelasan akan letak kesalahan. Kita di ndonesia ini mengenal satu istilah dua-dua sama-sama salah, saya kira ini bukan prinsip yang tepat.
Prinsip ini hanya berguna untuk meredam munculnya konflik. Tapi prinsip ini tidak menyelesaikan konflik, saya kira langkah pertama justru adalah adanya kejelasan akan letak kesalahan. Itu kita harus berani bertanya siapa yang bersalah dan dalam hal apakah saya atau dia bersalah. Nah, sekali lagi menyamaratakan kesalahan kedengarannya rohani semua salah, tapi tidak menyelesaikan masalah hanya menutupi masalah secara sementara. Dalam hal Yusuf, Yusuf tahu siapa yang bersalah dan apa kesalahannya. Yusuf tidak pernah bingung dan berkata saya mungkin yang salah atau apa o.....tidak, Yusuf jelas tahu bahwa yang bersalah adalah saudara-saudaranya, jadi saya kira itu prinsip dan langkah pertama.
ET : Cuma mungkin dalam budaya kita katakanlah orang yang misalkan meletakkan diri pada posisi saudara-saudaranya Yusuf Pak Paul, 'kan rasanya mungkin ada orang yang kurang terima, memang sau pihak tidak bersalah hanya satu pihak ini yang bersalah.
Jadi rasanya lebih terima kalau sama-samalah menanggungkesalahan itu.
PG : Saya kira itu betul Ibu Esther, saya ingat-ingat masih kecil waktu sekolah kalau ada pertentangan, guru cenderung berkata ya dua-dua salah atau waktu di rumah, kakak dan adik berkelahi ukankah orang tua buru-buru berkata dua-dua ada salahnya, seolah-olah memang memuaskan kedua belah pihak.
Tapi saya kira pihak yang benar akan sulit menerima itu, pihak yang salah akan merasakan sedikit senang karena o.....saya tidak sendirian salah, sebab kamu pun salah tapi pihak yang benar justru akan merasa tidak puas. Jadi saya kira kita harus kembali ke Alkitab, Alkitab tidak ragu-ragu untuk menunjuk siapa yang salah, dan apa yang salah. Jadi waktu orang Israel berdosa tidak menyembah Tuhan malah menyembah illah lain, itu dinyatakan salah. Kita membaca dari kitab Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan kita akan melihat begitu banyak aturan-aturan yang Tuhan berikan dan kalau orang melanggarnya, orang itu dinyatakan bersalah. Tuhan tidak berkata: "OK, saya salah engkau pun juga salah," tidak! yang salah ya salah. Misalkan kalau lembu kita masuk ke ladang orang, merusakkan ladang orang Tuhan berkata: "Ganti, engkau harus membuat restitusi, penggantian." Tuhan tidak berkata o.....dua-duanya ada salahnya, yang punya lembu salah, yang punya kebun juga salah. Jadi prinsip Alkitab saya kira jelas, yang salah ya salah, jadi harus jelas letak kesalahan.
ET : Dibutuhkan keberanian dalam hal ini untuk bisa mengakui ya. Itu 'kan kadang-kadang mungkin orang takut dianggap sok rendah hati, maksudnya justru sok, ingin menganggap dirinya rendah hti dengan mengakui "ya saya juga salah", padahal sebenarnya harus berani mengakui saya tidak salah, pihak lain yang salah.
PG : Betul, jadi kadang-kadang kita ini mengambil tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh orang lain. Kalau memang orang itu salah ya dia salah dan dia harus bertanggung jawab, itulah yag mendorong orang untuk dewasa.
Nah, kalau kita mengambil alih tanggung jawab itu, kita akhirnya mendidik dia untuk tidak dewasa. Jadi prinsip pertama untuk pemulihan hubungan adalah harus ada kejelasan siapa yang salah dan dalam hal apa seseorang itu bersalah.
GS : Katakan kita sudah dengan jujur berkata: yang salah bukan saya tetapi kamu, nah langkah selanjutnya apa Pak Paul?
PG : Langkah selanjutnya ialah ijinkan diri untuk marah dan terluka, marah dan terluka tidak berarti membalas dendam. Untuk marah dan terluka, kita melihat contohnya ini tentang Yusuf, Yusuftidak menghubungi keluarganya sampai 9 tahun setelah ia menjadi penguasa di Mesir.
Nah mungkin para pendengar bertanya-tanya bagaimana saya tahu, Alkitab mencatat di kitab
Kejadian 45 : 6, "Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau menuai." Nah Tuhan sudah menetapkan akan ada 7 tahun masa kemakmuran dan 7 tahun masa kekurangan. Berarti kalau ada 2 tahun melewati masa kekurangan, sudah ada 9 tahun yang dilalui oleh Yusuf, dilalui sebagai seorang penguasa Mesir. Pertanyaan yang muncul dalam benak saya adalah sekurang-kurangnya, mengapa Yusuf tidak buru-buru menghubungi keluarganya, dia mempunyai kesempatan itu dari awalnya waktu dia di penjara dia tidak punya kesempatan itu, tapi setelah dia dibebaskan menjadi penguasa di Mesir seharusnya dia bisa menghubungi keluarganya, itu tidak dilakukannya. Nah, saya hanya menduga bahwa luka perlu waktu untuk sembuh, Yusuf sangat terluka oleh tindakan saudara-saudaranya. Dia mungkin tidak tahu bagaimanakah harus menghadapi saudara-saudaranya lagi, dia tidak tahu apakah dia akan bisa mengampuni saudara-saudaranya, apakah dia bisa bertemu muka dan berpelukan dan melupakan semua yang pernah terjadi di belakangnya. Jadi dia masih memerlukan waktu dan Tuhan mengijinkan waktu itu sampai waktu yang Tuhan tetapkan, di mana Yusuf harus berjumpa dengan saudara-saudaranya. Nah, saya kira waktu yang lama itu dibutuhkan Yusuf untuk terluka, untuk berdarah dan untuk marah. Jadi sekarang kita sampai pada suatu kenyataan yaitu kadang-kadang kita tidak bisa memaksakan penyembuhan, kadang-kadang memang luka itu harus melewati proses waktu dan tidak bisa dalam waktu sehari dua hari, kita berkata saya akan lupakan. Secara rasional kita bisa berkata saya lupakan, saya maafkan. Tapi rupanya secara emosional, perasaan kita itu tidak mudah diatur seperti pikiran kita jadi memerlukan waktu yang lebih panjang untuk sembuh.
Prinsip ketiga yang harus kita lihat adalah harus ada pengakuan bersalah atau sikap penyesalan dari pihak yang bersalah. Alkitab mencatat di Kejadian 42 : 21, "Mereka berkata seorang kepaa yang lain: Betul-betullah kita menanggung akibat dosa kita terhadap adik kita itu: bukankah kita melihat bagaimana sesak hatinya, ketika ia memohon belas kasihan kepada kita, tetapi kita tidak mendengarkan permohonannya.
Itulah sebabnya kesesakan ini menimpa kita." Ini adalah kata-kata yang diucapkan oleh saudara
Yusuf di depan Yusuf, tapi mereka tidak mengerti Yusuf itu adalah Yusuf. Jadi mereka mengira Yusuf orang Mesir tidak mengerti bahasa mereka, Yusuf langsung bisa mendengar pengakuan yang tidak dibuat-buat, yang tidak diminta, secara natural keluarlah penyesalan-penyesalan. Kenapa dulu kita ini begitu jahat kepada adik kita yakni kepada Yusuf. Jadi saya kira kita lebih mudah memulihkan hubungan kita dengan orang yang pernah melukai kita, jika orang itu mengakui kesalahannya dan menunjukkan penyesalannya.
ET : Kadang-kadang yang saya lihat, justru yang merasa bersalah ini orang yang dilukai itu Pak Paul, maksudnya berkaitan dengan tahap yang kedua tadi tentang mengijinkan diri untuk marah. Jai sejujurnya marah dan sakit hati, tetapi karena ada pengertian yang keliru tentang kemarahan, sehingga merasa bersalah kenapa saya harus marah.
PG : Kita adalah orang yang tidak begitu nyaman dengan emosi marah, hampir semua manusia sebetulnya tidak begitu nyaman dengan emosi marah. Dan karena tidak nyaman, ada dua sikap ekstrim dalm menghadapi kemarahan.
Ada orang yang karena tidak nyaman maka mengumbar-umbar kemarahan, meskipun setelah kemarahan itu dia merasa bersalah, namun rasa bersalahnya harus dia obati dengan keyakinan bahwa selayaknyalah saya marah. Jadi lain kali dia boleh marah lagi. Atau ekstrim yang satunya yakni karena kita tidak nyaman dengan perasaan marah, kita senantiasa menyangkali kemarahan itu, kalau sampai muncul juga kemarahan itu kita merasa sangat bersalah. Sebab seolah-olah saya kurang rohani kenapa kok saya marah. Tuhan pernah mengeluarkan satu perkataan yang sangat indah untuk kita yaitu diambil dari kitab Efesus pasal 4 yaitu silakan marah atau marahlah, sebetulnya dalam bahasa Inggris 'be angry' silakan marah, tapi jangan membiarkan matahari terbenam, jadi jangan menyimpan kemarahan itu menjadi dendam kesumat itu yang Tuhan tidak inginkan kita lakukan. Tapi marah saya kira suatu teriakan, suatu jeritan aduh! Saya sakit. Marah adalah suatu seruan bahwa saya telah dilukai, dan saya kesakitan akibat perbuatanmu yang melukai saya. Jadi sebetulnya itulah marah, dan Tuhan sendiri tidak berkeberatan dengan kemarahan itu sendiri, asal kita tidak menyimpannya sebagai sebuah dendam.
GS : Langkah berikutnya yang diambil oleh Yusuf selama 9 tahun, mungkin mengobati rasa pedih hatinya, apa itu yang dia lakukan?
PG : Saya kira harus ada langkah yang jelas, bahwa pengakuan bersalah atau sikap penyesalan tidak berhenti hanya pada sikap atau hanya pada perasaan. Harus ada langkah berikutnya yaitu perubhan sikap atau ini yang kita sebut pertobatan.
Kata bertobat sebetulnya mengandung arti berubah arah atau berganti arah, jadi ada sesuatu yang lain yang dilakukan sekarang. Saudara-saudara Yusuf mengembalikan uang pembelian gandum yang Yusuf taruh dalam karung mereka, jadi tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya, Yusuf memberikan uang-uang itu kembali dalam karung mereka sewaktu mereka pulang ke Kanaan. Apa yang mereka lakukan sewaktu mereka menemukan uang itu, mereka mengembalikannya. Dan juga kita melihat waktu Yusuf berpura-pura ingin menahan Benyamin, mereka menolak dan mereka justru berkata mereka saja yang ditangkap, mereka bersedia menggantikan Benyamin. Dengan kata lain Yusuf dengan jelas melihat perubahan nyata pada saudara-saudaranya. Dari orang-orang yang jahat, yang kejam, yang egois, yang hanya memikirkan diri sendiri, sekarang begitu rela berkorban untuk orang lain, begitu jujur sehingga uangnya dikembalikan lagi. Nah perubahan nyata itulah yang memudahkan Yusuf untuk mengampuni dan memulihkan relasi dengan mereka.
GS : Tapi sebenarnya mengapa atau apa tujuannya Pak, Yusuf itu kok tidak langsung menyatakan dirinya sebagai saudara, seolah-olah dia mengulur waktu dengan berbagai cara?
PG : Saya kira memang Yusuf memerlukan kayakinan demi keyakinan, bahwa saudara-saudaranya memang telah berubah. Dari kali pertama dia telah mengenal mereka tapi Yusuf tidak dengan langsung mmbuka siapa dirinya kepada mereka, karena Yusuf ingin mengetahui dengan pasti bahwa mereka orang-orang yang telah berubah.
Sebab bayangkan kalau mereka belum berubah, mereka tetap menjadi orang-orang yang egois, kejam, jahat dan sekarang menyadari bahwa adik mereka menjadi seorang penguasa, seorang raja, seorang tangan kanan raja. Dan mereka diampuni, dengan percuma, dengan gratis, dengan begitu mudahnya. Bayangkan orang-orang ini betapa lebih jahat lagi nantinya, jadi Yusuf sangat berhati-hati jangan sampai Yusuf itu terlalu dini memulai relasi dengan mereka, sebab Yusuf memang di posisi yang sangat tinggi sekarang, benar-benar kedudukan Yusuf bisa disalahgunakan oleh saudara-saudaranya.
GS : Tapi itu merupakan suatu tindakan yang sebenarnya sangat sulit untuk dilakukan, orang bersaudara yang sudah berpisah sekian lamanya kemudian berjumpa tetapi dia masih bisa menutupi identitas dirinya itu 'kan sesuatu yang sangat sulit.
PG : Sulit sekali, namun saya melihat kalau Yusuf berhasil menahan diri selama 9 tahun setelah dia lepas dari penjara, 9 tahun dia menunggu tidak mengunjungi keluarganya saya kira dia masih isa menantikan beberapa hari atau beberapa minggu lagi itulah yang Yusuf lakukan.
Dengan tujuan yang sangat jelas, waktu relasi dipulihkan memang relasi ini sudah siap untuk dipulihkan bahwa memang saudara-saudaranya telah berubah.
GS : Nah tadi kita membaca bahwa dia memberikan porsi yang lebih banyak kepada Benyamin, itu tujuannya apa sebenarnya?
PG : Saya kira itu adalah suatu reaksi spontan yang Yusuf tunjukkan kepada saudara kandungnya. Sebab kemungkinan besar waktu Yusuf ditangkap dan akhirnya dijual, Benyamin itu masih sangat-sagat kecil, bisa jadi Benyamin itu usianya masih di bawah 5 tahun.
Jadi usia yang sangat kecil dan Yusuf sangat menyayangi adiknya ini dan tiba-tiba dipisahkan dengan paksa, tidak boleh bertemu lagi dan tidak mungkin bertemu lagi. Dan Yusuf mungkin sudah menduga atau berpikir sampai mati pun dia tidak akan bertemu lagi dengan adiknya Benyamin, adik sekandungnya. Jadi saya kira itu lonjakan rasa sukacita yang muncul dengan spontan, maka dia berikan makanan yang lebih besar lagi kepada adiknya. Dan di antara semua saudaranya, satu-satunya orang yang tidak pernah melukai, mengkhianati dan kejam kepada Yusuf adalah Benyamin, 10 yang lain sudah terbukti jahat kepada dia.
ET : Dalam hal ini apakah pemulihan relasi itu harus terjadi dalam setiap relasi yang rusak pak Paul?
PG : Saya kira sebisanya ya, jadi firman Tuhan pernah dengan jelas berkata sedapat mungkin berdamailah dengan semua orang, sedapat mungkin artinya kita harus mengeluarkan usaha semaksimal mugkin untuk mendamaikan diri dengan orang yang bertikai dengan kita.
Maka pada akhirnya Tuhan memunculkan kesempatan itu kepada Yusuf. Yusuf punya dua pilihan di situ, menerima atau tidak menerima uluran tangan Tuhan untuk mengampuni saudara-saudaranya. Dia bisa berkata: saya tidak mau mengenal saudara-saudaraku, mereka tidak mengenal saya dan habis perkara. Hidup Yusuf akan terus berjalan dan tidak ada lagi saudara-saudaranya dalam hidup dia. Jadi itulah kesempatan yang Tuhan munculka, tapi Yusuf Puji Tuhan menerima kesempatan yang Tuhan munculkan itu untuk membina kembali relasi dengan saudaranya.
ET : Kalau dalam kasus ini memang dari pihak yang bersalah menunjukkan ikhtiarnya itu dengan pengakuan bersalah dan perubahan-perubahan sikap mereka. Namun adakalanya dalam kehidupan kita seari-hari sekarang ini, kita dapat melihat orang-orang yang dilukai atau terluka, sementara pihak yang melukai ini tidak pernah menyampaikan jangankan kata minta maaf, mengakui diri bersalah saja tidak mau.
Nah, dalam hal ini sejauh mana yang bisa dilakukan orang yang dilukai itu?
PG : Saya kira akhirnya tidak ada pemberian ampun dalam kasus seperti itu, dalam pengertian pemberian ampun itu diberikan karena ada yang memintanya, ada yang memohonnya. Jadi apakah artinyapemberian ampun kalau tidak ada yang meminta ampun.
Jadi ini adalah hal yang harus kita sadari dengan saksama bahwa pemberian ampun hanya bisa terjadi kalau ada yang memang meminta ampun, dalam hal ini saudara-saudara Yusuf jelas mereka meminta ampun. Bahkan kita bisa melihat pada akhirnya inilah yang dikatakan oleh saudara-saudaranya pada waktu ayah mereka sudah meninggal, mereka takut sekali Yusuf akan membalas dendam. Tapi tidak dilakukan oleh Yusuf, malahan Yusuf berkata: "Tetapi sekarang janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri karena kamu menjual aku ke sini. Sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu." Ini suatu kalimat yang indah sekali, dalam bahasa Inggrisnya dikatakan 'God sent me a head of you' Tuhan mengirim aku lebih dulu, seolah-olah begitu jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini dalam bahasa Inggrisnya 'it was not you who sent me here' bukan kamu yang mengirim aku ke sini, tetapi Allah. Nah, ini adalah perkataan dari seseorang yang sudah melihat apa rencana Tuhan, kenapa Tuhan memberikan porsi pahit itu kepada Yusuf, dulu Yusuf tidak mengerti kenapa harus meminum porsi yang pahit itu. Tapi pada akhirnya Yusuf mengerti o....porsi yang pahit itu mempunyai rencana Tuhan di belakangnya. Apa rencana Tuhan, meneruskan kehidupan bangsa Israel kalau tidak sudah punah kelaparan. Jadi Yusuf berhasil memberikan ampun karena Yusuf berhasil pertama menerima porsi pahit itu dan kedua melihat rencana Tuhan di belakang porsi pahit itu. Nah saya ingin menitipkan pesan ini kepada semua pendengar kita, yakni mungkin bagi sebagian kita, kita tidak berkesempatan melihat makna di belakang porsi yang pahit itu. Yusuf kebetulan bisa melihatnya sebelum dia menutup mata, tapi mungkin ada sebagian kita yang sampai kita menutup mata tidak melihat apa makna atau rencana Tuhan di belakang porsi pahit itu, tapi ternyata ada rencana Tuhan. Tidak ada yang terjadi lepas dari kendali Tuhan dan lepas dari rencana Tuhan. Tidak selalu kita bisa melihatnya tapi memang ada, dan itu yang terbukti dalam kisah kehidupan Yusuf ini.
GS : Dalam kondisi-kondisi seperti saat-saat ini memang perbincangan kita ini sangat relevan Pak Paul, mungkin banyak orang yang merasa dirugikan oleh orang lain, disakiti baik secara fisik maupun hatinya tapi ternyata Alkitab memberikan contoh yang konkret sekali bahwa kita bisa membina atau membangun kembali relasi yang sudah dirusakkan dengan sengaja atau pun tidak oleh pihak-pihak lain. Saya percaya bahwa kehadiran kita di tengah-tengah bangsa ini, kita dipanggil untuk membawa damai Kristus, kasih persahabatan dengan semua orang. Jadi terima kasih sekali untuk perbincangan kali ini, dan para pendengar sekalian kami juga mengucapkan terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memulihkan Relasi", bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda dapat juga menggunakan fasilitas e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.