Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan Ibu Esther Tjahja, S.Psi., beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti menarik dan bermanfaat. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang membantu anak yang cemburu dan Ibu Esther Tjahja akan menguraikan hal-hal yang penting dalam topik bahasan kali ini. Dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Ibu Esther, anak pasti mempunyai perasaan cemburu, iri dan sebagainya. Apakah ada hal-hal tertentu yang sering kali menyebabkan seorang anak bisa menjadi cemburu.
ET : Perasaan cemburu ini biasanya muncul karena adanya perasaan pada seorang anak bahwa dia tidak cukup baik atau tidak cukup dikasihi atau juga merasa tidak yakin apakah saya akan diterimaatau akan disayang atau bahkan yang mungkin paling intinya curiga.
Nanti kalau saya begini curiga tidak diterima atau ditolak oleh orang lain, jadi intinya merasa tidak aman seperti ini bisa membuat orang menjadi cemburu atau iri hati.
GS : Biasanya ini yang sering kali terjadi, rasa cemburu muncul dalam diri anak ketika seorang anak mendapatkan adik. Jadi ketika ada adik yang baru muncul, mahkluk yang mungil, dulunya setiap orang kalau datang ke rumah mungkin dia yang menjadi pusat perhatian, sekarang kalau ada tamu datang ke rumah, yang dicari adik kecilnya ini dan mendapat kado banyak. Sehingga ini akan membuat orang merasa jangan-jangan kalau begini terus saya tidak akan diterima begitu. Atau misalnya nanti ternyata si adik lebih lucu berarti saya tidak lagi selucu dulu, jadi akhirnya akan memicu rasa cemburu pada anak.
PG : Rasa cemburu di sini, Bu Esther, boleh kita katakan sebagai perasaan yang alamiah ya, sebab bukankah secara manusiawi kita ingin menjadi pusat perhatian dan kalau kita sudah menjadi pust perhatian, menjadi orang yang disayangi tiba-tiba harus membagi rasa sayang dengan adik kita, kita sedikit banyak tidak rela begitu.
ET : Apalagi kalau ternyata bukan hanya kemunculannya, mungkin muncul saja sudah menjadi ancaman, ternyata kemunculannya langsung wah....lebih hebat begitu, jelas akan menghasilkan cemburu.
PG : Dulu kita memanggil, Mama langsung datang, dulu kita berteriak Papa langsung datang sekarang kita panggil 4, 5 kali belum datang-datang. (ET: Sementara si adik sekali menangis.... langsng dicari) ya betul jadi reaksi itu memang diharapkan dalam pengertian wajar dan seyogyanya orang tua tidak harus terlalu kaget melihat reaksi si anak yang seperti itu.
Biasanya reaksi seperti apa itu, Bu Esther?
ET : Bisa macam-macam, kalau misalnya mula-mula mungkin bisa seperti rasa tidak suka dengan kehadiran kalau memang konteksnya dengan adik baru. Mungkin tidak suka dengan adiknya, tidak mau dkat-dekat, yang makin parah lagi adiknya mulai diganggu atau dilukai, disakiti, mungkin hal yang lain biasanya dengan hal-hal yang dulunya dia sudah biasa lakukan sendiri sekarang dia tidak mau melakukan atau tidak bisa melakukan lagi.
Dulu sudah bisa mandi sendiri, ke kamar mandi sendiri, buang air sendiri, sekarang tidak mau, mungkin malah ngompol, tidur minta ditemani. Lalu juga karena, sebelum ini kita juga pernah membahas tentang anak yang marah, anak yang mengalami cemburu dan tidak ditanggapi dengan tepat oleh orang tua juga bisa menghasilkan anak yang marah kepada orang-orang di sekitarnya.
GS : Kalau cemburu seorang anak terhadap kakaknya biasanya karena apa? Tadi terhadap adiknya yang baru lahir, kalau dengan kakaknya biasanya karena apa?
ET : Kalau dengan kakak biasanya karena kesempatan-kesempatan yang lebih banyak dimiliki si kakak. Karena sudah lebih besar, lebih dipercaya, boleh melakukan ini itu sementara dia karena mash kecil biasanya orang tua akan lebih menahan ya, jangan dulu, biasanya itu akan menghasilkan kecemburuan.
Atau karena kakak sudah lebih besar tentunya juga pengalaman hidupnya lebih banyak, sehingga lebih mahir melakukan beberapa hal sementara dia belum bisa, itu juga bisa. Kalau dia tidak menerima keadaannya atau selalu dibandingkan bisa menjadi cemburu.
PG : Bisa atau tidak karena pujian-pujian yang diberikan orang tua kepada kakaknya bahwa dia bisa begini, dia bisa begitu, sedangkan si adik ini belum membuktikan dirinya apakah itu juga membuat si anak atau si adik itu juga cemburu kepada kakaknya ?
ET : Intinya setiap pembandingan buat kita orang dewasa juga tidak nyaman, kita dibandingkan dengan orang lain. Anak-anak sebenarnya juga sudah merasakan hal tersebut dibandingkan dengan siaa pun tidak akan suka.
Jadi ketika pembandingan itu terjadi, biasanya sudah bisa menjadi bibit rasa cemburu pada anak.
PG : Apakah mungkin juga begini Bu Esther, ada orang tua tanpa disadari menyenangi anak yang satu lebih daripada anak yang lainnya.
GS : Meng-anakemas-kan begitu, ya?
ET : Memang ada beberapa orang tua juga dengan terbuka, dengan jujur pernah mengakui memang di antara dua atau tiga anaknya, ada satu anak yang sejak lahir itu sudah lebih sayang, ada perasan yang lebih kuat kepada anak ini.
Jadi waktu anaknya menjadi lebih besar tetap terbawa, memang mereka sendiri mengatakan tidak tahu apa sebabnya tiba-tiba sudah begitu, rasanya lebih senang. Yang pasti dengan sistem atau cara berpikir seperti ini dari orang tua, kecenderungan-kecenderungan ini juga disadari atau tidak disadari oleh orang tua dapat dirasakan oleh anak.
GS : Dan makin anak itu menjadi lebih besar dia tidak lagi di dalam rumah, tetapi sudah mulai keluar rumah entah ke sekolah, entah bergaul itu juga menampakkan kadang-kadang rasa cemburunya terhadap teman-temannya yang lain, bisa seperti itu, Bu Esther?
ET : Ya bisa, misalnya menemukan bahwa orang lain lebih populer dari dia atau orang lain lebih bisa dari dia, itu juga bisa menghasilkan perasaan cemburu. Dan yang paling nyata biasanya kala anak sudah mulai keluar dari rumah, ia juga mulai bisa merasakan yang namanya kecemburuan sosial.
Mulai bisa membanding-bandingkan dulu mungkin di rumah sudah bisa menerima, tetapi ketika keluar dia melihat teman mempunyai mainan lebih baik, teman mempunyai sepatu/barang-barang yang lebih baik, yang lebih mahal sementara orang tuanya tidak bisa memberikan, itu juga bisa menimbulkan perasaan cemburu atau iri hati.
(2) GS : Dan bagaimana halnya dengan anak tunggal yang tidak mempunyai kakak, tidak mempunyai adik, dia sendiri tidak ada alasan sebenarnya untuk cemburu.
ET : Sama saja bahwa intinya secara natural dia ingin menjadi pusat perhatian, jadi ketika anak tunggal ini mempunyai saingan lain, bisa jadi saudara sepupu atau teman yang tampak lebih daridia juga bisa, walaupun tidak kepada kakak atau adik tapi kepada orang-orang yang ada di sekitarnya.
Biasanya ini juga yang terjadi, anak-anak tidak mau datang ke pesta ulang tahun temannya, karena temannya bisa dipestakan seperti itu namun dia tidak. Perasaan-perasaan seperti ini juga muncul, dia juga mulai membandingkan dirinya dengan orang lain. Atau ada yang mereka miliki yang saya tidak miliki, kesempatan apa yang mereka dapatkan saya tidak dapatkan.
(3) GS : Nah itu kalau terbawa terus sampai anak ini remaja bahkan pemuda atau dewasa akan sangat merugikan, baik buat si anak maupun lingkungannya. Nah kita sebagai orang tua apa seharusnya yang kita perbuat, Bu Esther ?
ET : Ya, pertama mungkin orang tua itu sendiri, seperti yang Pak Paul katakan tadi tentang kemungkinan orang tua untuk lebih sayang kepada satu anak dibanding anak yang lain, tentunya kita sbagai orang tua mesti melihat dahulu benar atau tidak, ada atau tidak pada diri kita.
Kalau memang benar ada, kepada yang mana, rasanya mau tidak mau orang tua harus sadar dulu, kenali dulu dan mengakui kalau memang ada. Lalu kalau misalnya ada seperti itu, apa kita rela untuk membiarkan dampaknya nanti pada anak-anak, kalau kita ingat contoh di Alkitab terlepas dari campur tangan Allah yaitu kejadiannya Ishak dengan Ribka terhadap anak-anaknya Esau dan Yakub, mungkin juga ada favoritisme pada orang tua yang akhirnya membuat mereka sepertinya ingin bersaing, Yakub ingin mendapatkan haknya Ishak. Jadi kecemburuan itu juga terjadi karena dari orang tua sudah memilih anak mana yang lebih dikasihi.
PG : Jadi waktu anak menuduh orang tua dalam kemarahan: "Papa lebih sayang kepada adik, mama lebih sayang kepada dia daripada saya." Nah daripada orang tua memberikan jawaban klasik: "Tidak,kami semua sayang dengan kalian.
Secara rata tidak ada yang kami bedakan," mungkin yang Ibu Esther katakan adalah ada baiknya orang tua memeriksa diri juga. Sebab mungkin yang mereka lihat tanpa disadari oleh orang tua itu adalah benar.
ET : Karena anak sudah bisa membaca sendiri walaupun kita mati-matian mengatakan seperti itu dan juga nyatanya tidak pernah memperbaiki sikap itu, anak bisa merasakan dan biasanya akan lebihsakit hati lagi.
Dan ini sering kali yang lebih berat terjadi, kalau pada keluarga dengan dua anak misalnya, satu disayangi Papa, satu disayangi Mama rasanya masih tidak apa-apa, kamu anak Papa, saya anak Mama. Tapi biasanya kalau sudah lebih dari dua yang satu biasanya mempertanyakan saya disayang siapa, itu biasanya lebih menyakitkan buat si anak.
GS : Dan itu bisa menimbulkan kebencian di antara anggota keluarga yang lain, seperti Yusuf dan saudara-saudaranya, karena Yusuf itu dijadikan anak emas ayahnya. Tentu kita sebagai orang tua mencoba belajar untuk mengasihi mereka sama rata supaya sama-sama tidak timbul masalah ini, tetapi seperti yang Ibu Esther tadi juga sudah singgung bahwa sejak kecilpun kadang-kadang kita merasa lebih dekat dengan si anak sulung daripada si anak bungsu, nah ini bagaimana mengatasinya, Bu Esther ?
ET : Ya kalau misalnya memang hal itu sudah diakui oleh orang tua, kalau memang mempunyai perasaan-perasaan seperti itu. Ya kadang-kadang tidak bisa disalahkan juga itu natural terjadi begit saja.
Cuma pertanyaan berikutnya adalah apakah dia memang rela kalau nanti anak-anaknya yang kurang dikasihi ini akan merasa cemburu akhirnya malah seperti kisah Yusuf, dicemburui oleh saudara-saudaranya, akhirnya hubungan mereka tidak baik lagi. Jadi tentunya orang tua perlu belajar, memang di dalam hal ini untuk langsung mungkin juga susah tapi belajar untuk bisa memperlakukan sama, belajar untuk menerima keunikan setiap anak. Saya pernah membaca cerita tentang orang tua yang pada dasarnya kurang mengasihi anak, jadi setiap kesalahannya, setiap kelemahannya itu akan tampak lebih menonjol. Misalnya karena secara fisik dia kurang menyenangkan, hidungnya mungkin tidak seperti hidung si Mama karena hidungnya pesek, lalu mata, jadi penampilan fisiknya tidak seperti yang diharapkan oleh orang tua, jadi itu yang terus menonjol. Tapi kelebihan-kelebihan yang lainnya tidak pernah diakui, tidak pernah dipuji, selalu yang dilihat hal-hal yang tidak menyenangkan pada anak itu. Tentunya kalau sudah seperti itu bawaannya ke sana, mana lebih disayang, mana kurang disayang, yang lebih disayang setiap kelebihan akan diangkat, yang kurang disayang setiap kelebihan diabaikan. Jadi kalau memang mau menyamaratakan ya berusaha untuk melihat kelebihan, juga keunikan pada setiap anak.
PG : Ada orang tua yang berkata begini, Bu Esther, kami hanya mau memotivasi anak kami, jadi caranya adalah misalnya si orang tua ini menonjolkan kelebihannya si sulung dengan harapan supayasi bungsu lebih termotivasi.
Jadi apakah itu cara yang baik, Bu Esther ?
ET : Ya kalau kebetulan memang sisi kekuatannya sama ya, maksudnya memang orang tua jelas-jelas menyadari dalam hal tertentu sama-sama punya bakat, cuma si kakak lebih rajin latihan, si adikkurang rajin, mungkin itu maksudnya pembandingan yang nyata.
"Ayo ... kamu rajin latihan". Yang fatal akibatnya kalau ternyata berbeda, memang kelebihan yang dimiliki si kakak ini tidak dimiliki oleh si adik. Dia sampai kapanpun tidak akan bisa mengejar kemampuan kakak, ini akan mengakibatkan anak selain cemburu juga frustrasi dan akhirnya penghargaan terhadap dirinya juga kurang karena dia akan selalu merasa kurang, padahal belum tentu. Bisa jadi di aspek lain dia mempunyai banyak kelebihan yang si kakak tidak miliki, tapi juga tidak dilihat oleh orang tua. Karena kelebihan yang dimiliki si kakak itu lebih menghasilkan satu kebanggaan buat orang tua.
PG : Dan kadang masalahnya adalah orang tua yang tidak mau menerima hal itu, jadi orang tua tetap mengharapkan bahwa anaknya yang lain-lain juga akan mewarisi yang bagus itu, yang dimiliki oeh si kakak.
Misalnya si kakak bisa main musik, nah orang tua mengharapkan adiknya pun bisa main musik seperti kakaknya, tidak mau menerima fakta bahwa bakat musik tidaklah dimiliki oleh setiap anak.
ET : Jadi kalaupun misalnya orang tua nekat ya, nekat dalam arti tetap memaksa semua anaknya belajar musik ya nanti sampai akhirnya tetap saja orang tua akan frustrasi, sama-sama frustrasi krena tidak pernah ketemu dengan yang menjadi harapannya.
GS : Nah kita semua tentu menghindari kondisi seperti itu sampai terjadi di tengah-tengah keluarga kita Bu Esther, tapi faktanya biasanya anak-anak yang bisa mengerti kita, anak-anak yang bisa mengambil hati kita entah membantu di rumah dan sebagainya itu mau tidak mau menyebabkan kita terbawa atau lebih memprioritaskan dia, lebih memperhatikan dia. Tanpa kita sengaja menimbulkan kecemburuan pada anak yang lain, hanya karena kedekatan saja. Mungkin yang bungsu atau yang sulung itu lebih dekat dengan kita.
ET : Biasanya juga ada orang tua yang mempunyai alasan-alasan khusus misalnya karena anak yang lebih dikasihi itu mungkin secara fisik lebih lemah, dari kecil sakit-sakitan. Punya kekurangankekurangan tertentu, yang akhirnya kasih sayangnya lebih dicurahkan, itu juga biasanya mengakibatkan kecemburuan bagi saudara yang lainnya.
GS : Ya tapi kalau sakit mungkin, yang saya tahu itu dalam satu keluarga anak yang terakhir, anak yang bungsu itu sering sakit dan mendapatkan perhatian khusus. Tapi kakak-kakaknya bisa menerima itu, kakak-kakaknya masih bisa menerima, melihat memang si bungsu ini sering sakit dan badannya kurus dan sebagainya, kakak-kakaknya masih bisa mengerti.
ET : Ya biasanya penerimaan itu akan lebih mudah ditunjukkan oleh saudara-saudara yang lain ketika memang kebutuhan mereka pun tercukupi, terpenuhi. Kalau sampai sama sekali tidak, benar-benr hanya diasuh oleh pembantu, biasanya sekalipun mereka secara rasio mengatakan bisa menerima, maksudnya secara pikirannya mereka bisa mengatakan ya, memang Papa Mama lebih sayang karena dia sakit.
Mungkin mereka bisa berbicara seperti itu tetapi rasa kehilangan, rasa cemburu itu pasti sebenarnya ada di dalam hati mereka, cuma mungkin tidak setiap anak bisa mengemukakan hal itu.
GS : Kalau kita tahu o.... anak kita ini sedang cemburu dengan saudaranya, apa yang bisa kita lakukan terhadap anak ini ?
ET : Kalau memang dia cemburu dalam hal kemampuan ya anak bisa dibantu dengan mencari apa kemampuannya sendiri. Jadi kembali lagi kepada keunikan setiap anak, "OK! mungkin si kakak unggul, bik dalam hal ini, kamu mungkin tidak baik tetapi ayo kita cari mana kelebihan kamu mungkin dalam bidang yang lain."
Kalau memang anak dibantu seperti ini anak juga akan lebih percaya diri kalau memang kita tahu sisi-sisi di mana dia kurang dan kita bantu di situ. Anak yang kalah populer juga kita ajarkan dia sebenarnya bagaimana cara berkomunikasi menjalin hubungan dengan orang lain yang baik, supaya kamu lebih diterima. Dan juga tidak harus anak ini sepopuler kakaknya, karena kadang-kadang kalau anak-anak yang introvert seperti itu ya memang tidak selalu menonjol di kalangan orang-orang, tapi tidak berarti dia kalah baik dibandingkan dengan si kakak.
GS : Memang ada yang mengatakan, anak yang cemburu itu diekspresikan dengan kata-kata langsung kepada ibunya waktu itu, lalu ibunya mengatakan makanya kamu jadilah seperti itu. Lalu anak itu terdiam tidak bisa menjawab, nah apakah itu menyelesaikan masalah atau menambah masalah sebenarnya?
ET : Itu diam sambil hatinya pasti luka, karena kembali lagi dibandingkan.
GS : Tapi yang memicu itu dia sendiri, dia mengemukakan itu kepada orang tuanya.
ET : Karena memang ada dua kemungkinan, kemungkinan yang pertama bisa jadi karena kecemburuan yang tidak riil dalam arti sama, kita mempunyai sifat dosa yang sebenarnya sama yaitu iri, "bukakah rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri."
Lalu kalau memang seperti itu tidak perlu selalu ditanggapi, dalam arti dia perlu belajar bahwa ada sifat-sifat dosa, iri hati ini perlu diatasi. Tetapi kalau memang pernyataan itu dalam arti setelah orang tua mengevaluasi diri memang ada kekurangan waktu kita berbicara, sebenarnya 'menembak' anak juga, dia sudah mengemukakan yang sebenarnya, tetapi kita katakan "kamu jangan protes", padahal sebenarnya ada kebenaran dibalik protesnya si anak.
GS : Ya tapi tadi seperti yang Pak Paul katakan sebenarnya ibu ini di dalam keterbatasannya ingin memacu anak supaya lebih termotivasi lagi. Cuma mungkin salah pengekspresiannya atau bagaimana?
ET : Jadi memang ada baiknya setiap orang tua membantu anak menggali asetnya mereka, sebenarnya apa yang mereka miliki, keunikan-keunikan, kelebihan-kelebihan mereka, apa yang bisa mereka kebangkan yang menjadi kebanggaan dirinya, sehingga dia tidak perlu iri lagi kepada orang lain karena dia sendiri juga mempunyai, orang lain tidak mempunyai; orang lain punya dia tidak punya.
Jadi artinya setiap orang bertumbuh di dalam keunikannya masing-masing.
PG : Misalkan Ibu Esther, ada seorang ibu datang kepada Ibu Esther menceritakan mengenai dua anaknya, dua-dua wanita. Si kakak misalkan sangat cantik, langsing, luar biasa sosialnya, populersekali di mana-mana dikenal, anak laki datang ke rumahnya menelepon dia dan sebagainya.
Si adik sejak kecil gemuk, lari susah, olah raga tidak pernah bisa baik, akhirnya di sekolah dikenal sebagai si gemuk, anak laki tidak ada yang menelepon dia, hanya berteman dengan satu, dua orang saja sehingga si anak kecil ini selalu merasa sangat terpojok dengan kakaknya yang begitu populer. Apa yang bisa orang tua lakukan melihat kasus seperti ini, Bu Esther ?
ET : Memang secara tampak luar fisiknya dan jumlah teman-teman yang dimiliki jelas-jelas sepertinya si adik ini kalah, banyak sekali ketertinggalannya, tapi sekali lagi saya tetap meyakini trlepas dari masalah fisiknya sang adik ini, pasti ada sisi-sisi lain yang menjadi aset dirinya yang masih bisa kita bantu untuk ditemukan.
Walaupun mungkin secara fisik dia gemuk, tapi pasti ada kelebihannya yang lain, misalnya mungkin bukan selalu dalam hal yang menonjol dengan teman-teman mungkin lebih di belakang layar. Misalnya dia mempunyai kelebihan dalam menulis atau dia mempunyai kelebihan dalam keterampilan-keterampilan yang lainnya yang perlu kita bantu untuk mengenalinya supaya dia tidak selalu bertanding dengan si kakak dalam hal itu, sudah jelas si adik kita ajak untuk melihat dirinya yang lain yang memang itu adalah dirinya.
PG : Selain daripada menemukan aset, apakah orang tua juga perlu misalnya mendorong si adik untuk mengikuti program diet. Kalau kamu mau ya kamu harus diet seperti kakakmu, jangan makan terllu banyak dan sebagainya.
Apakah orang tua seharusnyalah memberikan kata-kata seperti itu kepada si anak yang sedang bermasalah dengan kegemukannya ini?
ET : Susah juga ya, karena kalau selama perkataan: kamu mau seperti si kakak, artinya kita masih terus (GS: Membandingkan) ya, masih di dalam arena lomba, sepertinya dilombakan siapa yang meang, siapa yang kalah.
Tapi kalau orang tua mendorong anak untuk diet dalam arti demi kebaikanmu sendiri, ya saya setuju tapi kalau mendorong untuk diet supaya menyamai si kakak, kembali ke pembandingan itu lagi dan ya kalau berhasil, kalau tidak berhasil dia tidak lagi (GS: membuat dia kurang percaya diri lagi), tidak berhasil dalam upaya menemukan dirinya.
(4) GS : Nah apakah rasa cemburu ini selalu negatif atau bisa berdampak positif, Bu Esther ?
ET : Pada anak-anak tertentu, biasanya orang mengatakan itu sindrom anak kedua, anak kedua yang cemburu dengan keberhasilan si kakak lalu dia berusaha untuk juga menyamai dalam arti memang da mempunyai kemampuan itu, itu biasanya bisa menjadi sebuah pemicu semangat buat menemukan kelebihan-kelebihannya.
Tapi kalau memang tidak bisa, ya rasanya kebanyakan cemburu memang tetap hal yang negatif.
GS : Tapi justru di situ peran orangtua untuk meyakinkan anak yang kedua ini bahwa memang orang mempunyai keunikan sendiri-sendiri, seperti tadi yang Bu Esther katakan.
ET : Ya kalau memang ternyata tidak bisa dalam banyak hal, kadang ada anak-anak yang memang punya kemiripan dalam bidang-bidang tertentu, ada kesamaan dengan adanya rasa itu membuat mereka brsaing secara sehat, sama-sama bertumbuh sama-sama belajar, itu juga ada cemburu tetapi bisa ditambah dengan penerimaan tentunya ya, membuat dia bisa memicu dirinya juga.
Tapi kalau ada rasa cemburu dan dibanding-bandingkan lagi, biasanya semakin terpuruk.
GS : Jadi sebenarnya peran orangtua di sini adalah mengawasi sampai sejauh mana kecemburuan itu bisa berdampak positif dalam diri anak-anak mereka. Karena menghilangkan sama sekali kecemburuan itu saya rasa tidak mungkin, pasti ada rasa kecemburuan itu. Jadi kita mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin seperti itu maka yang kita lakukan adalah mengelolanya saja, mendampingi mereka supaya jangan termakan sendiri, kecemburuan yang merugikan dirinya sendiri.
ET : Ya akhirnya membuat dia merasa cemburu tapi tidak melakukan apa-apa, ya.
GS : Malah merugikan. Nah Pak Paul, dalam mengatasi atau mengelola kecemburuan pada diri anak ini apakah yang firmanTuhan katakan kepada kita...?
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 15:13 "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." Saya kira intinya adalah kita harus mempunyai hti yang gembira baru bisa menjadi anak atau menjadi orang yang merdeka dan bebas.
Nah, anak-anak juga harus mempunyai hati yang gembira, nah untuk mempunyai hati yang gembira anak-anak mesti menyenangi dirinya kalau tidak menyenangi dirinya tidak mungkin dia mempunyai hati yang gembira. Nah, bagaimanakah anak memulai menyenangi dirinya, tidak ada jalan lain yang pertama adalah orangtualah yang perlu untuk menyenangi anak itu, mengkomunikasikan rasa sayang itu kepada si anak. Anak yang disayangi akan belajar mulai menyayangi dirinya, anak yang disenangi orangtua akan belajar juga untuk menyenangi dirinya, jadi itu awalnya.
GS : Ya di awal Alkitab itu, ada kisahnya Kain dan Habel, dikatakan Kain itu cemburu terhadap Habel, sebenarnya apa yang dicemburui Kain terhadap Habel itu Pak...?
PG : Yang dicemburui adalah Habel memberikan yang terbaik kepada Tuhan sedangkan Kain memberikan yang sembarangan kepada Tuhan. Dan kemudian Tuhan dengan jelas menerima persembahan Habel dantidak menerima persembahan Kain.
Jadi yang menjadikan Kain marah adalah kenapa Tuhan tidak menerima persembahannya. Dia gagal melihat apa andilnya, apa tindakannya yang membuat Tuhan menolak persembahannya. Jadi memang setiap anak atau setiap orang perlu berkaca kembali untuk melihat apa andilnya sehingga perlakuan orang terhadapnya seperti itu, demikian juga anak-anak kita tidak bisa menciptakan rumah tangga yang bebas dari perbandingan 100% karena di luar sana juga akan ada perbandingan. Yang penting memang di rumah itu kita juga melimpahi anak-anak dengan cinta kasih dan penerimaan.
GS : Saya rasa itu sesuatu yang sangat penting buat kita semua dan demikianlah tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Esther Tjahja dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang membantu anak yang cemburu. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.