Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Membangun dari Reruntuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, kita memang bisa belajar banyak dari tokoh-tokoh Alkitab baik di perjanjian lama maupun di perjanjian baru, salah satunya dalam perbincangan kali ini kita mau mencoba mempelajari tentang tokoh yang namanya Nehemia. Dia dipakai Tuhan untuk membangun kembali tembok kota Yerusalem. Kalau dikaitkan dalam kehidupan berkeluarga bagaimana Pak Paul?
PG : Pak Gunawan, saya mengumpamakan membangun pernikahan yang telah runtuh, ibarat membangun tembok Yerusalem yang telah runtuh. Kita tahu tembok Yerusalem runtuh akibat pertempuran, akibat seangan dari bangsa-bangsa lain yang menyerang Yerusalem.
Pernikahan pun adakalanya mengalami badai, mengalami serangan dan akhirnya menderita kerugian dan runtuh berantakan. Apa yang harus dilakukan oleh suami istri yang mengalami badai atau serangan untuk membangun kembali pernikahan mereka. Kita akan berlajar dari hamba Tuhan yang bernama Nehemia, kita akan belajar hal-hal apa yang dilakukannya untuk membangun tembok itu. Mungkin kita bisa belajar dari pengalaman Nehemia dan kita terapkan ke dalam pernikahan kita.
GS : Jadi dalam hal ini, Pak Paul mengumpamakan rumah tangga itu sebagai bangunan?
PG : Tepat sekali, Pak Gunawan.
GS : Bangunan menjadi runtuh, tentu ada penyebabnya? Karena tidak mungkin bangunan itu tiba-tiba runtuh tanpa ada sebabnya. Kalau tembok Yerusalem kita tahu karena diserang musuh dan dihancurkan. Tapi kalau dalam kehidupan rumah tangga ini apa Pak Paul?
PG : Ada dua, Pak Gunawan. Yang pertama adalah yang saya sebut faktor internal dan yang kedua saya sebut dengan faktor eksternal. Faktor internal misalkan seperti konflik yang berkepanjangan atu merenggangnya komunikasi, hilangnya keintiman atau melebarnya perbedaan, semua ini adalah hal-hal yang memang lumrah terjadi dalam pernikahan namun kalau tidak ditangani maka hal-hal ini akhirnya bisa meruntuhkan pernikahan itu sendiri.
Ibaratnya rumah kita itu dimakan rayap, sedikit demi sedikit rayap itu masuk menggerogoti kayu-kayu dan tiang-tiang penyangga rumah kita, tanpa kita ketahui rumah kita sudah begitu sangat rapuh dan tinggal hitungan waktu, ada saja goncangan sehingga rumah kita itu akan ambruk. Pernikahan pun adakalanya menderita kerugian atau kerusakan seperti itu, orang tidak menyadari bahwa pernikahannya sebetulnya sudah diambang kehancuran tapi dia menganggap semua baik-baik saja padahal sudah dimakan rayap. Ingat bahwa pernikahan itu dapat diibaratkan seperti pohon, pohon perlu perawatan, disirami diberikan pupuk kalau tidak bukan hanya pohon itu bisa kering layu tapi pohon itu juga bisa dimakan hama/kuman-kuman. Maka kita juga perlu merawat pernikahan, kalau ada ketidakcocokkan maka kita perlu bereskan, kalau komunikasi sudah mulai merenggang maka kita coba akrabkan kembali, kalau keintiman sudah mulai hilang maka kita coba kerjakan kembali sehingga kita bisa mesra lagi atau misalkan perbedaan semakin bertambah dan makin banyak hal yang tidak sama antara kita, maka kita mesti duduk berdua, berbincang-bincang, atau kita bisa kerjakan bersama-sama sehingga minat yang berbeda tidak memisahkan kita. Inilah faktor pertama yang adakalanya terluput dari penglihatan kita dan berdampak buruk menghancurkan pernikahan kita.
GS : Tapi kenapa Pak Paul, biasanya orang lebih sulit melihat faktor-faktor yang bersifat internal seperti itu dari pada faktor-faktor yang eksternal?
PG : Kalau faktor eksternal memang lebih nyata misalnya yang akan kita bahas adalah perselingkuhan atau pengkhianatan adanya orang ketiga. Hal seperti itu memang terlihat jelas, sedangkan fakto-faktor internal seringkali diabaikan karena kebanyakan orang berpikir kalau sudah menikah dianggap pernikahan itu akan hidup dengan sendirinya, tidak diberi air, tidak diberi pupuk, akan hidup dengan sendirinya.
Dan tidak menganggap hal-hal yang telah terjadi itu berpotensi untuk merusakkan pernikahan. Jadi dengan kata lain banyak orang beranggapan bahwa pasangan saya akan selalu mencintai saya, akan selalu setia kepada saya, akan selalu melindungi saya dan sebagainya, tidak menyadari bahwa pasangan adalah manusia juga. Tatkala dia merasa makin menjauh dari kita, dia merasa kita tidak memberikan perhatian kepadanya, dia dalam kondisi yang tidak kuat. Dan dalam kondisi yang tidak kuat, akhirnya juga bisa menyebabkan masalah dalam pernikahan, sehingga cekcok yang seharusnya kecil menjadi besar, karena komunikasi sudah sangat buruk maka hal-hal yang kecil kita mencoba komunikasikan malah tidak bisa tersampaikan dan menimbulkan kesalah pahaman. Biasanya kalau sudah meledak menjadi besar, pertengkaran itu menjadi berkobar, baru kita disadarkan bahwa masalah telah masuk ke dalam pernikahan kita.
GS : Memang seringkali yang terjadi adalah kesadaran yang terlambat seperti itu, tetapi apakah tidak ada semacam peringatan dini bagi pasangan, ketika ada masalah-masalah internal?
PG : Biasaya salah satu dari pasangan ini lebih sadar atau lebih peka, Pak Gunawan. Biasanya yang tersisihkan itu akan mulai mengirimkan sinyal-sinyal bahwa saya sedang membutuhkan engkau, sayakehilangan engkau, saya tidak lagi mendapatkan perhatian engkau.
Sinyal-sinyal itulah yang harus diperhatikan, saya kira yang terjadi adalah banyak orang mengabaikan sinyal-sinyal itu menganggap kamu ini kolokan, memang kamu tidak dewasa dan tidak menyadari bahwa sinyal-sinyal itu menunjukkan bahwa rumah tangga kita telah dimakan rayap.
GS : Jadi masalahnya adalah apakah mereka mau diperingatkan secara dini atau tidak?
GS : Kadang-kadang Tuhan juga memakai anak-anak untuk mengingatkan orang tuanya bahwa sebenarnya ada masalah diantara mereka.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Anak-anak misalkan di usia-usia mendekati remaja akan mulai bermasalah, memberontak, tidak patuh, tidak mau ke sekolah dan sebagainya, itu sebetulnya sinyal yangsangat kuat, sinyal yang menunjukkan bahwa ada masalah dalam rumah tangga kita sehingga pengawasan terhadap anak-anak berkurang atau kesatuan kita sebagai orang tua tidak ada lagi sehingga anak-anak sekarang bisa melonjak, bisa kurang ajar dan membelah kita.
GS : Kalau faktor eksternalnya apa Pak Paul?
PG : Biasanya faktor eksternal adalah pengkhianatan. Jadi keterlibatan kita dengan orang lain di luar pernikahan. Inilah faktor keruntuhan yang mudah dilihat, mudah diidentifikasi. Sudah tentu ni adalah sebuah faktor yang berat sekali Pak Gunawan, karena dampaknya itu seketika.
Kalau faktor internal biasanya secara bertahap memakan waktu yang cukup lama. Kalau pengkhianatan terjadi dan diketahui maka dampaknya sangat-sangat mengguncangkan. Jadi saya bisa simpulkan tidak ada pukulan yang lebih dahsyat daripada pengkhianatan dan tidak ada tugas yang lebih berat dari pada membangun reruntuhan akibat pengkhianatan. Meskipun tadi faktor internal juga berpotensi merapuhkan pernikahan dan membuatnya ambruk tapi pengkhianatan itu memang sangat dahsyat pukulannya. Sehingga tugas membangun kembali pernikahan akibat pengkhianatan merupakan tugas yang sangat berat.
GS : Tapi seringkali pengkhianatan ini muncul atau terjadi karena ada masalah internal yang belum terselesaikan?
PG : Betul, jadi masalah internal pada dasarnya itu menjadi lahan empuk, lahan subur untuk munculnya/lahirnya pengkhianatan. Karena dalam rumah tangga masalah berkepanjangan tak berkesudahan, kmunikasi tidak berjalan dengan baik, salah pengertian terus-menerus, perbedaan semakin menjurang, makin tidak mengenali pasangan, begitu berbeda dengan kita.
Misalkan kita bertemu dengan orang yang kita merasa bahwa dia ini bisa sama dengan kita, bisa mengerti kita, komunikasinya bisa nyambung, kesamaan-kesamaan dan perasaan dimengerti apalagi perasaan dikasihi dengan begitu kuatnya, ini benar merupakan daya tarik yang kuat untuk akhirnya menyedot kita keluar dari pernikahan dan jatuh ke dalam dosa perzinahan.
GS : Jadi memang ada kaitan yang erat antara faktor internal dan eksternal itu tadi, Pak Paul?
PG : Biasanya seperti itu Pak Gunawan, tapi adakalanya juga tidak berkaitan. Jadi ada orang yang rumah tangganya relatif baik, sehat tapi akhirnya jatuh karena godaan tertentu yang akhirnya benr-benar terseret, lupa diri itu pun bisa terjadi.
GS : Mungkin karena pergaulan atau situasinya di luar bisa mempengaruhi, Pak Paul?
GS : Kalau kita kembali kepada pengkhianatan tadi yang menyebabkan perselingkuhan, dalam hal apa saja pernikahan itu digoyahkan bahkan di runtuhkan?
PG : Setidak-tidaknya ada tiga tiang yang nanti terhantam oleh pengkhianatan. Tiang yang pertama adalah tiang kepercayaan Pak Gunawan, kita tahu kalau pasangan kita telah mengkhianati kita dan ang langsung ambruk adalah kepercayaan.
Kita tidak lagi percaya bahwa dia setia kepada kita, kita tidak lagi percaya pada perkataannya karena ternyata dia telah berbohong kepada kita, mendustai kita tahun demi tahun atau bulan demi bulan. Sikap ini akhirnya melahirkan reaksi was-was, kita kehilangan kepercayaan, kita menjadi sangat was-was, kita tidak lagi tentram sehingga sejak momen itu hidup kita tidak lagi damai. Jangan sampai ini terulang lagi, apakah dia pergi ke tempat seperti yang dia katakan dia akan pergi kesana, apakah dia pergi dengan orang yang seperti dia katakan dia akan pergi dengan orang itu. Sehingga benar-benar yang langsung melanda hidup kita adalah perasaan tidak tenang, was-was sekali.
GS : Jadi makin seseorang diberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pasangannya, dan kemudian kalau itu dikhianati akibatnya akan jauh lebih buruk, Pak Paul?
PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Jadi kalau memang pernikahan itu awalnya tenang benar-benar ada kepercayaan tinggi sehingga kita itu sepenuhnya percaya dan saat pengkhianatan terjadi, itu benarbenar menyapu bersih kepercayaan, sampai tidak ada bekasnya, kita benar-benar tidak bisa mempercayai lagi.
Sebab ternyata semua yang kita percayai, semua kata-katanya yang kita sudah dengarkan dan percayai ternyata bohong.
GS : Selain faktor kepercayaan, tiang apa lagi yang diruntuhkan?
PG : Yang kedua adalah tiang respek, Pak Gunawan. Waktu tiang respek itu tersapu maka yang akan muncul adalah sikap menghina. Tadinya kita respek terhadap pasangan kita, dia seorang yang rohani dia seorang yang bertanggung jawab, dia seorang ayah yang baik kepada anak-anak, seorang suami yang mengasihi istri.
Kita respek kepadanya, dia seorang yang memiliki kejujuran tapi begitu kita tahu dia berkhianat kepada kita, respek itu langsung ambles, dan amblesnya bukan di titik nol tapi ke titik minus sehingga reaksi yang muncul menjadi reaksi menghina dia. Seolah-olah di mata kita dia begitu sangat rendah karena perbuatan zinah memang perbuatan dosa perbuatan yang rendah. Jadi reaksi kita kepada dia itu menjadi merendahkan dia, seolah-olah dia tidak ada lagi nilainya. Memang ini seolah-olah tidak adil, bukankah orang itu terdiri dari banyak faktor, banyak aspek, banyak kwalitas, bukan hanya yang buruk tapi banyak yang baik-baiknya. Tapi waktu pengkhianatan terjadi kita tidak mampu melihat aspek yang baik dalam dirinya dan yang kita soroti adalah satu itu saja yaitu keburukannya, pengkhianatannya maka kita menghina dia. Maka tidak jarang dalam masa-masa terjadinya pengkhianatan pasangan yang dilukai itu memang akan membenci luar biasa, memarahinya luar biasa dan kalau memarahi itu kasar, menghina, merendahkan sekali. Ini adalah bagian yang harus diterima oleh pihak yang melukai sebab itulah dampak dari perbuatannya.
GS : Dan itu bisa berlangsung cukup lama, mengenai kita tidak lagi hormat, kita tidak lagi menempatkan dia pada posisi yang sebenarnya ini karena pengkhiantan Pak Paul?
PG : Bisa lama bahkan akhirnya itu menimbulkan rasa jijik, karena kenapa kamu bisa berbuat seperti itu dengan orang itu. Jadi rasa jijik itu membuat kita semakin menghinanya.
GS : Dan rasa hormat tidak bisa dipaksakan, Pak Paul?
PG : Tepat. Kita memang tidak bisa menuntut "Kamu harus respek kepada saya," itu tidak bisa. Jadi harus bertumbuh secara alamiah sewaktu pertobatan itu nyata, perbuatan itu terlihat jelas, perlhan-lahan dan akan memakan waktu bertahun-tahun dan barulah hormat ini bertumbuh kembali.
GS : Apakah ada faktor yang lain yang dihancurkan?
PG : Yang lain adalah cinta. Meskipun ini saya taruh pada urutan yang terakhir, tapi tetap cinta itu akhirnya akan terpengaruh. Pada dasarnya cinta itu memang masih bisa bertahan tapi akan cuku termakan habis.
Dan yang akan muncul akibat pengkhiantan ialah bukannya cinta tapi benci, kebencian yang sangat dalam sekali, kebencian ini memang keluar dari kemarahan dan keinginan untuk membalas karena disakiti. Reaksi orang waktu disakiti yang pertama adalah ingin membalas "Kamu ini begitu jahat, berbuat seperti ini menyakiti hatiku," maka reaksinya adalah ingin membalas. Keinginan inilah yang menimbulkan kebencian yang membara dan kebencian itu menggerogoti atau menyedot cinta yang masih tersisa dalam hati kita.
GS : Padahal suatu rumah tangga atau hubungan suami istri itu dibangun atas dasar cinta, kalau ini sudah runtuh, apakah dengan demikian bahwa rumah tangga itu sudah tidak bisa diselamatkan lagi?
PG : Memang kalau kita lihat secara logis, secara kasat matanya pula, rasanya sudah hampir mustahil. Tapi kita tidak mau berpikir negatif dan pesimis seperti itu. Kita masih berharap akan ada prubahan sebab kita percaya pada Tuhan yang bisa melakukan semuanya termasuk melakukan yang tidak mungkin.
Jadi kita nanti akan melihat bahwa ternyata mungkin ada jalan untuk membangun pernikahan yang telah runtuh ini.
GS : Pak Paul, dalam hal pasangan yang dikhianati atau mengalami keruntuhan seperti itu, apakah itu bisa dilihat secara nyata?
PG : Bisa. Sebetulnya ada beberapa tanda atau reaksi yang keluar dari pihak yang dilukai. Misalnya yang pertama adalah pihak yang dilukai itu akan merasa muak dekat dengan pasangan. Saya gunaka istilah muak, ini memang istilah yang keras tetapi inilah kenyataannya.
Pasangan yang dilukai itu benar-benar muak dekat dengan pasangannya, dia tidak mau dekat. Apalagi kalau misalnya di dekat-dekati, mau disentuh dan dia benar-benar merasa sangat muak dengan tindakan-tindakan seperti itu. Yang berikutnya lagi adalah dia akan mengalami kesedihan yang tidak habis-habisnya, dia menangis terus dan mungkin dia tidak mau menangis di hadapan pasangan yang telah melukainya, dia tidak mau merendahkan dirinya, dia tidak mau dilihat bahwa dia terluka seperti ini. Jadi dia akan menangis di kamar sendirian atau di malam hari sewaktu pasangannya tidur atau sedang bekerja. Tapi air mata itu seperti tidak bisa lagi dibendung, terus-menerus menangis. Ini bagi saya sesuatu yang alamiah dan seyogianyalah, sebab air mata dapat menyucikan, dapat membersihkan kita, seolah-olah membersihkan luka dari darah-darah yang tetap keluar itu. Satu lagi adalah ketakutan Pak Gunawan, orang yang terlukai akan ketakutan kalau-kalau ini terjadi kembali, bagaimana kalau tahun depan terjadi, bagaimana kalau lima tahun terjadi dan terus memikirkan bagaimana kalau ini terulang kembali. Sehingga hidup tidak lagi sama, menjadi penuh dengan ketakutan. Dan tanda yang terakhir adalah kekecewaan yang dalam akan ketegaan pasangan melukai kita, kita bertanya kenapa engkau tega. Jadi ini menimbulkan suatu kekecewaan yang benar-benar masuk ke dalam rongga dada kita.
GS : Tapi ada orang yang sulit mengekspresikan perasaan sedihnya atau perasaan marahnya. Dan kalau dia hanya menyimpan untuk dirinya sendiri apakah mungkin Pak Paul?
PG : Sebaiknya saya kira jangan disimpan sendiri Pak Gunawan, karena beban ini terlalu berat dan saya kira susah untuk orang bisa menanggungnya sendiri. Jadi sebaiknya dia bercerita, memang munkin malu bercerita masalah keluarga tapi dia butuh bantuan.
Jadi jangan sungkan, jangan ragu untuk minta bantuan kepada pihak lain, pihak yang berkopetensi untuk menolong kita.
GS : Adakalanya menyerang fisik orang itu Pak Paul, jadi misalnya jantungnya bisa berdebar, lalu tekanan darah tingginya naik semakin tinggi dan macam-macam Pak Paul?
PG : Betul, atau tidak bisa tidur, hilang nafsu makan. Dan secara emosional pun efeknya bisa menjalar ke kehidupan emosi yang tidak stabil, dengan anak akhirnya sering marah, dengan tetangga da rekan kerja juga sering tersinggung.
Itu semua bagian dari efek perasaan-perasaan yang telah tercabik-cabik itu.
GS : Kadang-kadang pasangan juga tidak mau mengerti seolah-olah dia katakan "Itu sudah selesai, kita sudah bicarakan dan saya sudah minta maaf," tapi akibatnya ini masih dirasakan terus.
PG : Betul, jadi kita bisa melihat di sini Pak Gunawan. Satu tindak pengkhianatan ternyata berbuntut panjang dan harganya terlalu mahal untuk dibayar.
GS : Tadi Pak Paul katakan bagaimana pun juga ini masih bisa dibangun kembali dari reruntuhan-reruntuhan. Rasanya secara akal manusia itu tidak mungkin tapi bagaimana Pak Paul?
PG : Di sini dituntut iman Pak Gunawan. Kita mesti beriman dan berkata "Kalau Tuhan Allah sanggup membangkitkan Tuhan Yesus Kristus dari kematian. Masakan Ia tidak sanggup membangkitkan kembalikasih, respek dan cinta dalam relasi yang telah runtuh ini."
Benar-benar mesti ada iman bahwa Allah sanggup dan mesti ada komitmen berdua untuk mau menjalaninya. Betul bahwa ini menjadi perjalanan yang panjang tapi ini perjalanan yang akan ada akhirnya. Pada saat ini saya mengerti kita akan berkata, "Ini rasanya tidak berakhir, rasa sakit dan penderitaan ini tidak berkesudahan," betul sekarang ini memang rasanya seperti itu tapi saya mau tekankan bahwa perjalanan ini akan ada akhirnya dan akhirnya adalah sebuah kemenangan. Jikalau kita berdua memang mau untuk mengikuti kehendak Tuhan.
GS : Tapi dalam hal ini selain dibutuhkan komitmen antara mereka berdua, itu dibutuhkan orang ketiga yang bisa menolong mereka untuk mau membangun kembali rumah tangganya, Pak Paul?
PG : Saya setuju Pak Gunawan, sebab pada saat ini mungkin motivasi itu sudah pada titik yang paling lemah. Jadi perlu orang yang bisa membangkitkan semangat mereka untuk "Mari jalan lagi, janga lepaskan, jangan menyerah, mari yang penting sekarang dia sudah sadar, dia mau bertobat, mari kita lewati semua ini bersama-sama."
GS : Dan ini memang sulit kalau misalnya ditargetkan untuk sekian waktu harus tercapai Pak Paul?
PG : Betul, memang tidak mudah untuk kita bisa menargetkan semua itu. Namun kita akan bisa melewatinya, Pak Gunawan. Tadi saya sudah singgung bahwa kita mesti bersandar bukan pada kekuatan sendri tapi pada kekuatan Tuhan.
Selain dari pada itu sebetulnya ada satu lagi yang ingin saya munculkan, yang bisa menjadi aset atau kekuatan kita yaitu kekuatan cinta. Ini saya temukan dalam berbagai pasangan yang mengalami krisis akibat pengkhianatan Pak Gunawan, ternyata dalam banyak pasangan yang telah saya temui ini ternyata cinta itu masih bertahan. Saya kadang-kadang terkejut, tidak menyangka meskipun telah begitu babak belur, masih ada cinta yang tersisa dalam diri seseorang. Inilah yang saya kira aset yang nanti bisa kita daya fungsikan, mungkin ada baiknya kita sedikit menyoroti tentang cinta itu, kenapa cinta bisa menjadi aset untuk membangun kembali keluarga yang telah runtuh. Ada beberapa sekurang-kurangnya ada empat sifat cinta, yang pertama adalah cinta itu memang bersifat menyatu artinya kalau kita mencintai, kita ingin mendekati orang yang kita cintai dan bersatu dengan dia. Itu sebabnya di dalam rumah tangga yang telah runtuh, meskipun keinginan untuk pisah itu ada tapi di pihak lain kalau ada sedikit cinta maka ada keinginan untuk tetap dekat dengan dia.
GS : Memang kasih merupakan sifat Ilahi, jadi bukan berasal dari kita sendiri. Memang saya rasa ini tidak akan bisa hilang sama sekali Pak Paul, tapi untuk bisa mempersatukan itu harus dipahami betul oleh pasangan. Dan faktor yang lain dari kasih ini apa?
PG : Kasih itu juga bertahan, artinya meskipun kasih itu dihantam, dipukul tapi kasih cenderung bertahan. Kasih itu susah untuk memudar, bahkan kasih pada diri orang yang telah berkhianat untukdia berkata, "Saya seratus persen tidak ada kasih kepada istri saya atau kepada suami saya."
Itu sebetulnya susah dipercaya sebab cinta itu susah memudar. Jadi kita masih bisa menggali kekuatan cinta dalam diri bahkan diri orang yang telah berkhianat itu sendiri.
GS : Yang lainnya apa Pak Paul?
PG : Yang ketiga, kasih itu bersifat melawan artinya kasih itu mau melindungi orang yang kita kasihi dan kita mau melindungi relasi kasih ini supaya jangan sampai akhirnya punah. Jadi ada keingnan untuk berkelahi, melawan, melindungi.
Saya kira ini adalah aset cinta yang nanti bisa kita daya fungsikan.
GS : Berarti kasih yang tidak bisa padam tadi, suatu saat akan berkobar kembali?
PG : Betul. Ini sifat yang keempat dari cinta, jadi kasih itu dinamis artinya dapat bertunas kembali, kasih itu bukannya sekali mati maka selama-lamanya mati, meskipun sudah susut sampai sepert itu namun perlahan-lahan bisa bertumbuh kembali.
GS : Berarti ada benih kehidupan di dalam kasih itu?
PG : Betul Pak Gunawan, Allah itu kasih dan kita sudah tahu itulah benih kehidupan. Jadi walaupun sudah babak belur, jika masih ada kasih berarti masih ada pengharapan.
GS : Pembicaraan mengenai membangun dari reruntuhan ini memang akan kita lanjutkan pada kesempatan yang akan datang, tetapi bagi para pendengar kita tentu ingin mendapatkan pedoman dari firman Tuhan, apakah Pak Paul bisa membacakannya?
PG : Saya akan bacakan Mazmur 121 : 1-5, "Aku melayangkan mataku kegunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap.
Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. TUHANlah Penjagamu, TUHANlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." Ini janji Tuhan, kita mungkin dalam kebingungan, kebuntuan, melihat kemana-mana mencari pertolongan. Ingat Tuhanlah yang dapat menolong, Dialah yang menjadikan langit dan bumi, Dia pasti mampu menolong kita. Jadi inilah harapan dan dasar pengharapan kita.
GS : Kita bisa berpegang teguh pada janji firman Tuhan ini karena Tuhan tidak pernah berbohong dan apa yang disampaikannya akan menjadi suatu kenyataan. Dan Pak Paul kita akan lanjutkan perbincangan ini karena masih ada beberapa poin, beberapa hal yang mesti kita perbincangkan dan kita berharap para pendengar kita akan mengikuti kelanjutan dari perbincangan ini, terima kasih Pak Paul. Para pendengar sekalian kami berterima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Membangun dari Reruntuhan," bagian yang pertama karena perbincangan masih akan kami lanjutkan pada perbincangan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat
telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di
www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
END_DATA