oleh Ev. Carolina Soputri, M.K.
Kata kunci: Tren remaja berpacaran saat ini bukan relasi tatap muka melainkan relasi secara online, kebutuhan untuk menjalin relasi yang dalam dan bermakna, serta kekosongan dan kesepian yang mendesak remaja dengan cepat menyatakan cinta dan berpacaran, remaja membutuhkan rasa aman dan nyaman untuk mereka bisa membuka diri dan mau bercerita kepada orangtua, figur penting yang terlibat adalah orangtua, guru, pembimbing remaja dan sahabatnya.
TELAGA 2019
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Saya, Gunawan Santoso, dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi , kami akan berbincang-bincang dengan Ibu Carolina Soputri, MK. Beliau adalah seorang konselor di Pastorium SAAT Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Memahami Percintaan Remaja Zaman ‘Now’ ". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Ibu Carolina, sebenarnya apa yang secara prinsip itu membedakan orang yang berpacaran pada zaman dulu dan zaman ‘now’ ini?
CS : Iya Pak, untuk remaja zaman sekarang definisi cinta mereka itu tidak mendalam. Dan kebanyakan di antara mereka itu menyatakan cinta dengan begitu cepat. Suatu perasaan yang begitu kuat dan tumbuh hanya karena satu atau mungkin beberapa alasan sudah dijadikan sebagai alasan untuk mencintai. Seperti misalnya komentar, "Dia baik, membuat saya nyaman, dia ganteng, saya suka dia suka maka kita jadian (pacaran)". Kadang-kadang alasan-alasan ini bukan alasan yang mendasar tapi hanya alasan-alasan yang berada di permukaan.
GS : Iya. Jadi sebenarnya berpacaran pada masa remaja sekarang ini lebih banyak kebebasannya daripada zaman-zaman beberapa puluh tahun yang lampau karena sarana yang terbatas dan kebiasaan budaya juga kurang mendukung. Sekarang lebih bebas tetapi kebebasan ini justru membawa suatu dampak yang bisa negatif begitu, Bu Carolina?
CS : Iya. Benar Pak. Dibandingkan zaman dulu mungkin beberapa tahun lampau di zaman orangtua dulu, pacaran itu butuh persiapan banyak sekali pertimbangan. Kalau zaman sekarang mereka cepat sekali memutuskan dan sangat sangat praktis untuk alasan-alasan mengapa mereka berpacaran.
PG : Ibu Carolina, apakah ada yang namanya berpacaran online sekarang ini?
CS : Iya, Pak Paul. Sekarang ini sedang marak dan sedang digemari oleh para remaja. Mereka memulai hubungan dengan saling mengikuti akun media sosial masing-masing kemudian mulai kenalan, ajak kenalan lalu mengembangkan komunikasi lewat media sosial. Bahkan belum bertemu pun mereka berani menyatakan suka dan mengajak pacaran. Itu yang menjadi tren pacaran online remaja sekarang.
PG : Menurut Ibu Carolina sendiri apa ada plus atau minusnya berpacaran secara online?
CS : Tentu saja kalau secara data lebih banyak minusnya dibandingkan plusnya karena dasar untuk mereka memulai hubungan itu sangat dangkal. Misalnya ketika salah satu alasan yang pernah saya temukan kenapa dia mengajak pacaran salah satu teman di media sosial karena dia melihat teman itu sangat menarik foto-fotonya keren dan itu secara fisik sangat membanggakan. Cukup satu alasan saja dia sudah berani menawarkan untuk pacaran. Itu pasti salah satu minusnya karena tidak ada pemahaman yang mendalam tentang figur atau sosok yang akan menjadi pacar.
PG : Jadi menurut Ibu, banyak di antara mereka sebetulnya itu memunyai gambaran tentang siapa orang tersebut tetapi tidak sungguh-sungguh mengenalnya. Namun kemudian membayangkan bahwa orang tersebut adalah orang yang cocok untuknya, begitu ?
CS : Iya, Pak.
PG : Tapi masalahnya adalah pengenalan itu sendiri tidak bisa mendalam karena lewat online.
CS : Iya, betul sekali.
PG : Oke. Bagaimana pun juga memang latar belakang itu berpengaruh, Ibu Carolina. Ada anak-anak yang lebih mudah berpacaran lewat online, ada anak yang lebih sulit. Menurut Ibu apakah mungkin ada latar belakang tertentu yang membuat ada anak-anak yang begitu cepatnya berpacaran lewat online?
CS : Iya, Pak. Pada umumnya remaja-remaja yang kemudian secara sosial kalau dalam dunia nyata itu secara sosial tidak terlalu banyak punya teman, tidak terlalu banyak punya penggemar misalnya. Tetapi waktu di media sosial dia bisa menciptakan image atau gambaran diri yang berbeda dari dunia nyatanya. Dan sebenarnya ada alasan-alasan yang membuat kenapa mereka kemudian menjalin hubungan secara cepat dalam konteks berpacaran karena kekosongan, Pak. Jadi dalam dunia nyata mereka tidak punya relasi yang cukup mendalam dan bermakna, yang signifikan. Kemudian mereka mencari, mencoba melihat apakah di media sosial ada yang tertarik dengan mereka, ada yang cukup ‘nyambung’, yang cukup istilahnya ‘asyik’ diajak berbicara. Nah, alasan-alasan ini sebenarnya menutupi alasan sebenarnya yaitu kekosongan, kesepian.
PG : Jadi dengan kata lain karena adanya kebutuhan yang mendesak dalam diri mereka makanya mereka langsung saja pacaran atau menggunakan media online ini untuk dia bertemu dengan orang. Dalam pengalaman Ibu sebagai konselor remaja apakah ada orang yang akhirnya itu mengalami keberhasilan secara online; maksudnya mereka berpacaran lewat online, tapi akhirnya mereka pacaran juga, apakah ada yang seperti itu?
CS : Ada beberapa Pak yang berhasil. Jadi mereka pendekatan di awal lewat online kemudian komunikasi intensif lewat online sampai akhirnya mereka janjian untuk ketemu di suatu tempat, di suatu waktu lalu mereka berpacaran. Tapi memang konflik-konflik mulai bermunculan setelah mereka bertemu. Ternyata banyak hal yang sangat tidak sesuai dari pengenalan sebelumnya di online. Waktu mereka melihat dalam konteks nyata, "Ternyata dia tidak seganteng seperti di foto" atau "Ternyata dia tidak sesabar seperti ketika sedang komunikasi di chatting. Ketika ketemu dia seseorang yang menunjukkan sikap agresif, temperamen" seperti itu Pak. Jadi kebanyakan yang saya temukan malah ungkapan-ungkapan yang sepertinya dalam bentuk penyesalan, karena tidak sesuai dengan yang dinyatakan waktu berkomunikasi pengenalan di online.
PG : Jadi kalau pun sampai mereka jadi atau pacaran itu sebetulnya lebih dikarenakan oleh pengenalan yang real, maka akhirnya mereka bertemu, menjajaki jadi tidak ada yang namanya jalan pintas untuk menjalin sebuah relasi. Lewat online itu boleh tapi itu mungkin pembukaan. Namun kerja keras itu tetap harus dilakukan lewat sebuah pengenalan yang real , bertemu tatap muka dan menghabiskan waktu bersama-sama.
CS : Iya. Setuju sekali, Pak.
GS : Tapi memang di zaman saya atau mungkin di zaman Pak Paul sebelum itu, dibandingkan zaman dahulu dimana medianya bukan media online tetapi radio panggil semacam radio amatir begitu; jadi kita hanya mendengar suaranya saja pada waktu itu. Dan itu pun seringkali berpacaran akhirnya. Kami ada banyak teman-teman yang melakukan itu hanya untuk bergurau lewat radio ini tadi untuk mendengar suaranya, "Suaranya enak" tapi kami tidak pernah melihat wajahnya sama sekali. Tapi baru suatu saat yang namanya ‘Kopi Darat’(kumpul-kumpul dengan teman komunitas di dunia nyata) bertemu muka baru tahu, "Oh orangnya ini". Jadi saya rasa memang bukan medianya yang bermasalah tapi pribadinya; pribadi yang berpacaran ini sangat menentukan apakah dia mau terus atau tidak dia yang menentukan. Nah, ini bagaimana memersiapkan diri kalau misalnya ada pemuda atau pemudi yang dihubungi secara online, bagaimana sikapnya ?
CS : Sebaiknya memang harus menelusuri lebih lanjut karena banyak sekali akun media sosial yang dibuat itu dalam bentuk samaran sehingga tidak menunjukkan identitas asli pemilik akun tersebut. Jadi ini harus ditelusuri dengan bijak oleh orang yang mau berkenalan secara online supaya tidak salah dan terjerumus.
GS : Iya. Dan namanya yang menjalin cinta itu ada tahapan-tahapan, ada suatu ‘up and down’, ada suka dukanya, ada dinamikanya, ini bagaimana mengenai dinamika remaja yang jatuh cinta ini ?
CS : Ada beberapa ya, Pak. Tadi sudah dibahas juga bahwa ada kebutuhan mendesak yaitu kekosongan dalam diri pribadi remaja. Makin besar kekosongan itu, makin terdesaklah si remaja untuk mencari sosok yang akan mengisi. Itu sebabnya dia tidak terlalu peduli dengan siapa orang itu, bagaimana orang itu, lalu siapa yang akan merekomendasikan. Kalau mungkin dulu di zaman Bapak, kalau mau mendekati seseorang harus tanya temannya siapa, keluarganya siapa supaya dapat rekomendasi yang baik. Kalau sekarang tidak perlu. Dia tidak akan menghubungi keluarganya tapi tidak menghubungi teman dekatnya juga, yang penting dia tahu orang ini menarik, orang ini sepertinya bisa mengisi kekosongan, maka diteruskan saja hubungan mereka. Dan juga dinamika mereka adalah mengabaikan latar belakang perempuan atau laki-laki yang ditaksir karena mereka tidak terlalu memerhatikan siapa orang itu, ‘bobot, bibit, bebetnya’ tidak menjadi hal utama untuk dipertimbangkan. Yang penting mengisi kekosongan tadi. Yang ketiga adalah identitas pengguna media sosial ini dirahasiakan. Biasanya para remaja yang kemudian mulai naksir atau mulai menjalin hubungan khusus dengan salah satu pemilik akun maka mereka suka sekali menata WhatsApp atau Line atau media sosial lainnya dengan setting ‘private’ atau pribadi. Jadi mereka benar-benar menyembunyikan supaya orangtua terutama di sekitar mereka itu tidak tahu bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan siapa atau sedang dekat dengan siapa. Jadi biasanya mereka membuat kata sandi tertentu untuk menutupi apa yang sedang terjadi dengan relasi mereka di media sosial.
GS : Iya. Jadi sebenarnya itu dirahasiakan karena memang belum resmi pacaran. Jadi saya rasa ini sesuatu hal yang wajar. Selama masih dalam berpacaran biasanya belum mau memproklamirkan diri jadi saling coba ditebak-tebak. Tetapi mengenai latar belakang ini kalau memang diabaikan itu sebenarnya apa alasannya sampai-sampai remaja mengabaikan latar belakangnya dari orang yang dia harapkan nantinya menjadi pasangan hidupnya ?
CS : Kalau saya mengamati Pak, karena dia sendiri tidak terlalu mempedulikan latar belakangnya. Kebanyakan remaja yang mengalami kekosongan seperti ini dan mengisinya dengan berteman di media sosial dengan mereka tidak terlalu memedulikan latar belakang karena latar belakang pribadi mereka juga bermasalah, misalnya orangtua yang terlalu sibuk, anak ‘broken home’, orangtua penganiaya dan macam-macam latar belakang. Jadi sebenarnya mereka ingin mengabaikan situasi yang membuat mereka tertekan, lalu dengan mengabaikan latar belakang ini mereka juga tidak ingin latar belakang mereka diketahui.
PG : Jadi masing-masing memunyai kepentingan untuk menjaga kerahasiaan, menyembunyikan dirinya atau latar belakangnya supaya target pertama bisa terpenuhi, yaitu bisa berkenalan dan mudah-mudahan bisa berpacaran. Nanti urusan latar belakang itu urusan belakang.
CS : Iya.
PG : Oke. Ibu Carolina dengan kami ini hidup di 2 masa yang berbeda; kami ini hidup dalam masa zaman dahulu kala sedangkan Ibu dalam zaman now. Beritahu kepada kami beberapa kode-kode atau tanda-tanda yang kami tidak mengerti dan yang biasa digunakan anak remaja, supaya siapa tahu ada orangtua yang membaca ini jadinya tahu bahwa anaknya ini sedang berbuat apa begitu.
CS : Iya. Saya pikir yang paling penting adalah bagaimana berteman, termasuk berteman di media sosial dengan anak sendiri. Jadi kadang-kadang orangtua itu terbatas dengan pemikiran, "Saya tidak mengerti, tidak bisa mengikuti teknologi maka sudah saya tidak mau tahu. Biarkan anak saya saja", tetapi kalau orangtua itu bersedia untuk cari tahu dia juga harus mencoba belajar bagaimana caranya supaya punya akun untuk bisa terhubung. Contohnya salah satu akun misalnya di aplikasi LINE. Di aplikasi ini kalau ada ID personal atau nomor handphone yang sudah dimasukkan ke akun kita di dalam aplikasi ini maka kita bisa langsung terhubung. Ketika kita bisa terhubung maka kita bisa melihat di kolom status biasanya terdapat kode-kode yang dinyatakan oleh remaja. Misalnya kalau dia pacaran dengan seseorang berinisial tertentu maka dia akan pakai nama inisial misalnya CS, atau tanggal pacaran, atau hari ‘penembakan’ (ketika dia menyatakan cinta dan memulai relasi berpacaran) dia beri tanggal 243 yang artinya tanggal 24 bulan 3, atau ada status tertentu yang menandakan situasi tentang hatinya. Ada akun-akun yang biasanya menyatakan tentang perasaan-perasaan galau, perasaan baper (perasaan gundah gulana), atau pikiran-pikiran yang mewakili perasaan remaja. Nah, biasanya kalau remaja ditanya, "Kamu sedang jatuh cinta ? Kamu sedang pacaran ?" pasti jawabannya, "Oh tidak". Tapi bisa dicek, bisa diperiksa biasanya yang sering muncul adalah mereka menaruh tanda ‘Likes’ pada quotes-quotes atau pernyataan-pernyataan yang mewakili perasaan mereka. Jadi secara gamblang mereka tidak menyatakannya ketika orang dewasa menanyakan tetapi mereka bisa me-Likes atau menyatakan suka (tanda hati), ketika mereka memberikan komentar tertentu atau pernyataan-pernyataan pada media sosial.
PG : Oke. Jadi sebagai orangtua ada baiknya memang bisa lebih memahami dunia remaja dengan lebih mengetahui tentang penggunaan teknologi sehingga bisa bergabung dengan anak di dalam akun yang tadi Ibu Carolina sebutkan. Apakah ada hal-hal lain yang menurut Ibu bagi orangtua perlu diwaspadai ? Supaya kalau misalnya anaknya itu tidak begitu sehat dengan pergaulan ini, sehingga orangtua bisa tahu. Apakah dalam pengalaman Ibu ada tips-tips yang Ibu bisa berikan kepada orangtua ?
CS : Mau tidak mau orangtua harus belajar untuk menjadi teman buat remaja, mau tahu. Jadi, saya pikir remaja itu bukan remaja yang pasti akan sangat tertutup dengan orangtua, tidak. Tapi ketika orangtua mau mencoba untuk membuka diri, mencoba untuk memahami remaja mereka juga merasa kesempatan itu ada dan mereka juga mau terbuka untuk dimasuki oleh orangtua mereka sendiri karena saya punya pengalaman. Ketika si papa atau si mama berusaha untuk mengerti apa itu Instagram, apa itu LINE, maka si remaja semakin senang dan semakin memberitahu papa mamanya bagaimana cara menggunakan aplikasi itu. Jadi itu sebenarnya salah satu jembatan untuk menolong remaja lebih terbuka. Lalu kemudian dalam konteks menjadi seorang teman bagi remaja adalah menolong mereka untuk melihat apa yang mereka sedang geluti, apa yang mereka sukai, minati di media sosial. Jadi pelajari dulu kalau misalnya mereka punya pacar, maka tanyakan tentunya dengan bercanda tidak serius. Misalnya kriteria pacar mereka seperti apa, kemudian apa yang mereka harapkan ketika mereka berpacaran. Dari topik-topik seperti ini remaja tidak merasa orangtua sedang menghakimi, tetapi mereka sedang melihat bahwa orangtua mereka mau berdiskusi. Jadi berteman, berdiskusi dan jangan melarang remaja untuk berpacaran. Tapi libatkanlah orang tua dalam proses berpacaran dan hal ini yang membuat remaja merasa lebih sungkan kalau orangtuanya terlibat. Meskipun remaja menganggap kadang-kadang orangtua bersikap berlebihan, tapi di satu sisi yang lain mereka juga sangat ingin orangtua terlibat dalam kehidupan mereka. Kembali lagi kepada kebutuhan akan figur yang mengisi masalah kesepian. Sebenarnya kalau intervensi orangtua cukup, remaja tidak terlalu mencari figur-figur lain untuk mengisi kekosongan tersebut.
PG : Jadi berdasarkan pengalaman Ibu, kebanyakan remaja sebetulnya itu terbuka dengan orangtuanya masuk ke dalam jaringan mereka; setahu saya seperti Facebook kita mesti diundang dan diterima baru bisa masuk bergabung. Jadi menurut pengalaman Ibu kebanyakan remaja itu tidak keberatan untuk orang tuanya ikut nimbrung ?
CS : Tidak.
PG : Dalam bayangan saya remaja seharusnya tertutup sama orangtuanya, masalah nimbrung dan masuk ke ruangan teman-temannya, begitu?
CS : Remaja milenial, kalau saya pikir zaman sekarang mereka sebenarnya sangat terbuka. Tapi sejauh mana mereka mau terlibat dan mau tahu tentang mereka.
PG : Jadi mereka umumnya menyambut tapi apakah Ibu bisa memberikan tips pada orangtua supaya anak-anak ini nyaman. Mungkin orangtua ada yang nimbrung masuk ke dalam lingkungannya misalnya di Facebook tetapi melakukan kesalahan sehingga akhirnya remaja itu tidak nyaman. Bisa beritahukan kepada kami kesalahan seperti apa yang mungkin dilakukan orangtua yang membuat anak akhirnya tidak suka orangtuanya nimbrung di dalam lingkungan Facebooknya ?
CS : Iya. Ketika ia mulai punya banyak teman di media sosial kemudian misalnya ada seseorang yang menyatakan suka kemudian memuji si anak lalu orangtua bertanya "Itu siapa?" untuk mencari tahu berlebihan tanpa membatasi privasi si anak. Caranya harus lembut, halus, harus pintar-pintar cerdik untuk bagaimana caranya mengetahui dan menolong si anak untuk lebih mau bercerita. Kadang-kadang orangtua terlalu intervensi berlebihan. Batasan-batasan ini yang perlu diperhatikan oleh orangtua. Kalau misalnya orangtua mulai curiga, jangan kemudian berlebihan didalam mengomentari akun si anak. Tapi ajak anak berbicara personal atau pribadi, jadi misalnya contohnya, "Papa melihat tadi sepertinya ada yang naksir kamu, ya ? Wah bangga juga papa ada yang naksir kamu, keren-keren (gagah dan tangkas) juga mereka" dengan komentar seperti ini bukan komentar yang lagi menghakimi dia bahwa dia tidak boleh dekat dengan siapapun tapi komentar ini membuat dia, "Oh papa saya mengerti bahwa saya sedang dikagumi" akhirnya dia mau cerita dan dia mulai cerita, karena dia melihat karena papanya percaya dia dan tidak menuduh dia macam-macam. Itu tips pertama. Yang kedua adalah bagikan pengalaman orangtua sendiri. Jadi bukan membandingkan tetapi menceritakan pengalaman orangtua berpacaran itu bagaimana, itu akan menjadi gambaran bagi si anak untuk melihat dan juga mungkin dia akan mengagumi bagaimana papanya berusaha ketika berpacaran, kenal dengan mamanya, bagaimana papanya itu punya daya juang, bagaimana papanya itu punya prinsip-prinsip yang baik. Nah, itu adalah satu teladan yang bisa dipelajari oleh si anak.
PG : Jadi pada intinya sebagai orangtua kita jangan tergesa-gesa, cepat-cepat berkata kepada anak, "Kamu tidak boleh berpacaran sama si A, sama si B ini sebab kami lihat orangnya begini begitu" padahal hanya berdasarkan komentar-komentar di Facebook. Jadi orangtua yang sedikit banyak membuka jalur komunikasi kemudian membagikan pengalaman hidup dalam pengertian menekankan pentingnya pengenalan. Jadi itu yang tetap ditekankan, jangan sampai hanya didasarkan atas pengenalan lewat online ini.
CS : Betul, Pak.
GS : Iya. Sejauh mana hubungan kita dengan remaja kita yang sedang jatuh cinta ini bisa mendorong mereka untuk dekat dengan kita, kalau ada masalah datang ke orangtua untuk mengutarakan isi hatinya.
CS : Yang bisa dilakukan dan saya pernah menyarankan juga, jangan tanyakan dulu kamu sedang bermasalah dengan siapa, tapi mungkin bisa berupa pernyataan "Papa lihat kamu lagi suntuk atau lagi capek. Ayo papa temani" beri remaja waktu. Ketika dia mulai merasa nyaman disitulah pelan-pelan dia akan memberikan petunjuk, "Ayo tanyai saya. Ayo gali saya, tanyai saya". Remaja memang butuh sekali rasa aman dan nyaman bahkan kepada orangtua sendiri.
PG : Oke. Terakhir, Bu Carolina. Coba berikan beberapa tips atau satu dua tips kepada pembimbing remaja, orangtua remaja, atau guru yang mungkin mendengar hal yang kita bicarakan. Apa yang perlu diketahui tentang percintaan remaja lewat online ?
CS : Tentu saja pembimbing remaja dan guru juga figur penting bagi remaja selain orangtua. Banyak yang saya temukan mereka sangat mengidolakan guru-guru di sekolah. Terutama kalau guru-gurunya yang mengikuti tren, yang bisa diajak berbincang sesuai dengan perkembangan mereka. Jadi mereka kebanyakan lebih terbuka kepada guru daripada orangtua, termasuk kepada pembimbing remaja juga. Nah, hal-hal yang bisa dilakukan kepada pembimbing remaja untuk menolong adalah berikan pemahaman dan pendampingan yang dibutuhkan contohnya dalam kelompok KTB, ini penting sekali. Karena remaja itu sangat bergantung kepada kelompok dan kalau di gereja atau dalam komunitas rohani, komunitas Kristen bisa menyediakan kelompok yang baik, yang membangun ini akan sangat menolong remaja untuk tidak terjembab pada kebutuhan terdesak; mengatasi kekosongan. Kenapa ? Karena dia punya kelompok-kelompok atau anggota-anggota yang bisa menolong juga memberi dukungan kebutuhannya. Lalu guru, kalau bisa orangtua bekerjasama dengan guru dan remaja bekerjasama dengan pembimbing pembina di gereja, ini sangat baik. Karena tentu saja pertumbuhan remaja, pergumulan remaja ini butuh kolaborasi dari orangtua, dari guru dan juga dari pembimbing. Hubungan yang baik, yang terjalin ini akan menolong remaja. Jadi ketika mereka menghadapi kesulitan mereka tahu, mereka punya figur-figur dewasa otoritas yang menolong mereka, yang mengerti kondisi mereka dan yang mau berjalan bersama dengan mereka.
PG : Oke. Jadi saya kira masukan Ibu yang perlu dicamkan baik untuk pembina remaja maupun guru adalah masuklah ke dalam dunia remaja. Jangan tergesa-gesa melabelkan ini tidak rohani jangan dilakukan, ini salah. Kita memang tidak bisa membendung arus informasi dan teknologi jadi kita mesti bijaksana menggunakannya. Justru tugas pembimbing atau guru adalah mencari tahu apa yang dilakukan dan dibicarakan dan dari situ baru bisa masuk untuk memberikan arahan.
CS : Iya. Benar sekali, Pak.
GS : Sebelum kita mengakhiri perbincangan ini Ibu Carolina, apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Ibu sampaikan ?
CS : Saya teringat di Amsal 29:17, "Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu". Kiranya Tuhan menolong orangtua. Pembimbing remaja, para guru dan juga figur-figur lain yang mengasihi diri remaja dan ingin melihat mereka bertumbuh dalam menghadapi pergumulan mereka dalam percintaan. Kiranya Tuhan menolong.
GS : Terima kasih sekali, Ibu Carolina untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan terima kasih telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Carolina Soputri, Magister Konseling dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memahami Percintaan Remaja Zaman ‘Now’ ". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat menggunakan e-mail ke alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.