Kata kunci: Membalas dendam keluar dari kebencian dan sebagai anak Tuhan kita tidak boleh memunyai apalagi menyimpan kebencian, membalas dendam tindakan pemuasan kemarahan bukan tindak keadilan, pada waktu kita disakiti atau dijahati, berdoa kepada Tuhan, mohon pengampunan bagi mereka yang telah berbuat jahat, introspeksi diri kita.
TELAGA 2022
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada. Kita bertemu kembali dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Necholas David, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi, seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Melepaskan Kebencian". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
ND: Pak Paul, sebagai manusia dalam hubungan kita dengan sesama tentunya kita sering mengalami banyak hal. Kadang kita merasa kurang nyaman atau disakiti, baik oleh perkataan maupun juga dari tindakan orang-orang yang ada di sekeliling kita. Tentunya dalam hati kecil kita, kita ingin membalas orang yang menyakiti kita dan kalau tidak bisa membalas, kita berharap setidaknya orang itu setidaknya orang itu mendapat kesulitan. Bagaimana Pak Paul mengenai hal ini?
PG: Pak Necholas, salah satu ayat yang sering kita dengar namun sukar dilakukan adalah Roma 12:19, "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah sebab ada tertulis pembalasan itu adalah hak-Ku, Akulah yang menuntut pembalasan", firman Tuhan. Kebanyakan kita tidak membalas, bukan karena kita mau taat kepada Tuhan, melainkan karena kita tidak bisa membalas. Kita berada di pihak yang lemah dan tidak berdaya. Penting kita melihat mengapa Tuhan melarang kita membalas dendam dan bagaimana secara konkret kita dapat menaati firman Tuhan ini, Pak Necholas. Setidaknya ada dua alasan mengapa Tuhan melarang kita membalas dendam. Pertama, karena membalas dendam keluar dari kebencian dan sebagai anak Tuhan, kita tidak boleh memunyai apalagi menyimpan kebencian. Perintah Tuhan di Matius 22:37-39 dengan jelas menyatakan, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama dan hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Singkat kata, membenci adalah pelanggaran terhadap perintah Tuhan dan merupakan kebalikan dari karakter Tuhan, yakni kasih. Jadi begini ya, Pak Necholas, Allah menyelamatkan kita dari dosa bukan saja supaya kita bebas dari hukuman dosa yaitu kematian, tapi juga agar kita menjadi serupa seperti Putra-Nya, Yesus Kristus. Tuhan ingin kita makin hari makin dipenuhi oleh kasih yang adalah karakter utama Allah. Itu sebab Ia melarang kita untuk membalas. Sebab barangsiapa membalas, ia sudah diikat oleh kebencian dan barangsiapa diikat oleh kebencian sesungguhnya telah diikat oleh iblis sendiri yang karakter utamanya adalah kebencian. Itu alasan yang pertama. Alasan kedua mengapa Tuhan melarang kita membalas dendam adalah sebab membalas dendam ialah tindakan pemuasan kemarahan, bukan tindak keadilan. Didalam kemarahan, kita sulit menerapkan prinsip keadilan sebagaimana diperintahkan oleh Allah di Imamat 24:19-20, "Apabila seseorang membuat orang sesamanya bercacat, maka seperti yang telah dilakukannya, begitulah harus dilakukan kepadanya: patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya". Jadi dalam kemarahan biasanya kita menuntut dua gigi ganti satu gigi. Saya berikan contoh, sewaktu anak-anak Yakub mendengar bahwa adik perempuan mereka, Dina, telah dinodai oleh Sikhem, seorang anak raja. Mereka membalas dendam, bukan dengan membunuh Sikhem saja, melainkan setiap laki-laki di wilayah itu sebelum akhirnya menjarah kambing domba, lembu sapi, keledai dan segala kekayaan penduduk, tidak berhenti disitu. Mereka pun menawan semua anak dan perempuan. Disini dapat kita lihat, Pak Necholas, ternyata pembalasan dendam tidak pernah berhenti pada satu gigi. Nah, Tuhan adalah Allah yang adil. Didalam keadilan Ia menghukum, bukan membalas dendam dan Ia adalah Allah yang mengetahui semua, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Penghakiman-Nya adil dan tidak bercacat, itu sebab Ia melarang kita membalas dendam. Ia meminta kita melepaskan hak membalas dan menyerahkan kepada Dia, Hakim yang mulia dan adil. Tuhan meminta kita untuk percaya pada keadilan-Nya, bahwa Dia tidak tinggal diam dan Dia akan bertindak sebagaimana dikatakan di 2 Tes. 1:6-7, "Sebab memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan mereka yang menindas kamu dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas". Kelegaan kita peroleh bukan dari pembalasan tetapi dari Allah sewaktu kita menyerahkan dendam kita kepada-Nya.
ND: Tadi Pak Paul sempat mengutip dari Perjanjian Lama, ayat yang mengatakan tentang, "Mata ganti mata, gigi ganti gigi", dan menarik sekali ternyata ayat itu diberikan Tuhan kepada umat-Nya justru supaya umat-Nya bersikap adil. Jadi ini bukan menyuruh umat Tuhan untuk membalas, tetapi kelihatannya Tuhan tahu bahwa manusia cenderung bila membalas mesti lebih. Satu gigi menjadi dua gigi, begitu ya, Pak Paul?
PG: Betul sekali, sebab pada zaman itu, itulah yang mereka lakukan, Pak Necholas. Yang namanya membalas itu keharusan dan akan melebihi. Tidak pernah satu gigi ganti satu gigi. Sewaktu Tuhan memberikan perintah-Nya, gigi ganti gigi, itu suatu perintah yang radikal untuk mereka, karena secara alamiah mereka akan menolak hukum itu sebab ini bukanlah yang terbiasa mereka dengar dan lakukan. Tetapi Tuhan mengatakan, "Tidak, satu gigi ganti satu gigi". Memang ini bukanlah pembalasan, ini adalah penegakan keadilan, namun kita lihat tidak mudah. Kecenderungan kita adalah begitu kita melakukannya, kita susah mengerem, maka Tuhan berkata, "Sudah jangan kamu lakukan itu, Saya yang akan lakukan". Meskipun kita menggunakan bahasa Tuhan membalaskan penindasan, ini adalah hak Tuhan, tapi sebetulnya Tuhan tidak membalas dendam. Tuhan perlu apa membalas dendam. Tuhan adalah Tuhan, Dia Allah yang berkuasa, Dia tidak memunyai rasa dendam, tapi Dia menghukum. Sebetulnya waktu Dia membalas, bukan Dia membalas karena sakit hati, tapi Dia menghukum, karena Dialah Hakim yang adil.
ND: Bahkan di Perjanjian Baru, Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita harus membalas kejahatan dengan kebaikan, begitu Pak Paul.
PG: Betul sekali, di Perjanjian Baru, pada masa Tuhan Yesus, barulah Tuhan menyatakan isi hati-Nya yang sepenuhnya. Ini yang kita lihat di Alkitab, Tuhan menyatakan Diri-Nya dan Kehendak-Nya serta isi hati-Nya secara bertahap. Tuhan tidak membawa kita kepada suatu kehidupan yang begitu berbeda, baru sekali hukum-hukum-Nya sehingga kita tidak sanggup melakukannya. Tidak, Tuhan membawa kita kepada kehendak-Nya yang sempurna secara bertahap. Di zaman Musa, Dia meminta gigi ganti gigi, pada masa Tuhan Yesus, Ia mengajarkan kepada kita, "Ditampar pipi kiri, diberi pipi kanan". Disini kita melihat isi hati Tuhan yang sesungguhnya, bukan saja membalas tetapi kita memberikan yang baik kepada orang yang telah berbuat jahat kepada kita.
ND: Tetapi sebagai manusia tentunya sangat tidak mudah melakukan hal itu. Bukan saja dalam hal yang kecil, misalnya kita disakiti melalui perkataan atau dihina orang, tapi bisa juga dalam hal-hal yang lebih besar, misalnya orang yang kita kasihi direnggut dari kita dan hal-hal yang lebih menyakiti hati dan berdampak seumur hidup kita. Kalau begitu bagaimana, Pak Paul?
PG: Jadi sekarang kita mau melihat bagaimana kita dapat menaati perintah Tuhan ini, kita tadi sudah bicara ya memang tidak mudah, betul sekali, Pak Necholas. Hal pertama yang mesti kita lakukan sewaktu dilukai atau dijahati adalah berdoa kepada Tuhan, kita harus datang kepada Tuhan, bukan kepada diri sendiri atau orang lain. Kita mesti mencurahkan isi hati kita kepada Tuhan, bukan kepada diri sendiri atau orang lain dan didalam doa, kita katakan betapa terluka dan marahnya kita akibat perbuatan orang terhadap kita dan utarakan keinginan kita untuk membalasnya, untuk melihatnya menderita. Luapkanlah semua ini dalam doa kepada Tuhan. Ia siap mendengarkan. Didalam kemarahannya terhadap orang yang menjahatinya, Daud berdoa, "Ya Allah hancurkanlah gigi mereka dalam mulutnya, patahkanlah gigi geligi singa-singa muda, ya TUHAN" (Mazmur 58:7). Jadi inilah doanya Daud, terbuka, manusiawi sekali, apa adanya. Sewaktu dihina oleh Nabal, Daud marah dan siap membalas dendam. Membunuh bukan saja Nabal tetapi juga setiap laki-laki dalam lingkungan Nabal. Tuhan melarang Daud melaksanakan niatnya dengan cara mengutus Abigail, istri Nabal untuk berbicara kepadanya. Daud taat dan mengurungkan niatnya, dan Tuhan membalaskan kejahatan Nabal dengan penghukuman yang keras, yaitu kematian. Jadi tidak apa meluapkan kemarahan didalam doa selama kita tidak melampiaskannya kepada orang. Langkah kedua yang dapat kita ambil untuk menaati perintah Tuhan ini adalah mendoakan orang yang telah berbuat jahat kepada kita. Pada waktu Stefanus, diakon pertama gereja, dirajam. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, ia berdoa, "Tuhan janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Ini dicatat di KPR 7:60. Di atas kayu salib, kata pertama yang keluar dari mulut Tuhan kita Yesus adalah, "Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk. 23:34). Dari kedua doa ini, Pak Necholas, dapat kita lihat bahwa baik Stefanus maupun Yesus, berdoa memohonkan pengampunan bagi mereka yang telah berbuat jahat kepada keduanya. Jadi berdoalah bagi orang yang berbuat jahat kepada kita, agar mereka menyadari perbuatan mereka yang salah supaya mereka bertobat dan menerima pengampunan Tuhan. Singkat kata, kita berdoa supaya yang baik turun atas mereka.
ND: Pak Paul, kalau langkah pertama tadi kita diharapkan untuk berdoa dan melampiaskan kemarahan kita didalam doa-doa kita kepada Tuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa kita memercayakan diri pada Tuhan dan kita tahu bahwa Tuhan yang mampu membalas atau menghukum orang yang telah menyakiti kita dengan cara-Nya yang lebih tepat dibandingkan diri kita sendiri.
PG: Betul, pada waktu kita berdoa secara tidak langsung kita sudah mengakui bahwa nomor satu kita memang tidak punya hak untuk melakukannya atau membalaskan kemarahan atau dendam kita. Hanya Tuhan yang punya hak itu. Nomor dua, kita mengakui bahwa Dialah yang lebih dapat melakukannya. Dia adalah Hakim yang adil, maka penghakiman-Nya akan jauh lebih tepat. Tetapi yang ketiga, mengapa kita berdoa meluapkan sakit hati kita kepada Tuhan apa adanya, sebab kita tahu Tuhan itu sebetulnya sudah tahu isi hati kita, sebelum kita berdoa seperti itu. Mengapa tidak sekalian kita mengakui itu didalam doa? Sewaktu kita mengakui kebencian, kemarahan kita, seperti Daud yang berdoa supaya Tuhan merontokkan gigi orang yang berbuat jahat kepadanya. Tuhan tidak terkejut, Tuhan sudah mengetahui bahwa inilah isi hati Daud. Yang Tuhan mau adalah kita mengakuinya dihadapan Dia. Dia tidak akan kabur karena Dia mengetahui kita begitu marah, justru Dia akan senang karena kita percaya untuk mau terbuka kepada-Nya, apa adanya. Dia akan mendengarkan sakit hati kita, apakah langsung Dia akan membalas dan sebagainya? Belum tentu, karena Dia Hakim yang paling adil, tidak tentu karena kita sakit hati, kita benar. Belum tentu, banyak orang sakit hati tapi di pihak yang salah. Jadi Tuhan tidak serta merta, langsung bertindak. Kita serahkan kepada Tuhan lewat doa kita dan yang berikut, dalam doa kita juga berdoa supaya yang baik, turun atas orang yang berbuat jahat kepada kita. Ini dua langkah yang mesti kita lakukan meskipun langkah kedua merupakan bagian yang paling sulit, ya Pak Necholas, bukankah biasanya kita justru berharap dan menunggu agar supaya yang buruk menimpa orang yang jahat pada kita. Tidak heran Yunus tidak rela melihat Tuhan mengampuni orang di Niniwe, ia ingin melihat mereka dihukum, bukan diampuni Tuhan. Itu sebab ia menjadi begitu marah ketika melihat orang Niniwe bertobat dan menerima pengampunan. Nah, Tuhan ingin Yunus memiliki hati Tuhan. Hati yang berkata, saya kutip dari Yunus 4:11, "Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tidak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?" Mungkin kita sekarang bertanya, bagaimana mungkin kita berdoa agar yang baik turun atas orang yang jahat kepada kita? Jawabnya adalah mungkin, asal mau. Tuhan memang tidak membuat kita secara ajaib mengampuni orang, seperti memprogram robot. Yang dilakukannya adalah memberi kepada kita, pikiran untuk itu dan kekuatan untuk itu. Yang tidak dilakukan-Nya adalah membuat kita melakukannya. Tanggungjawab dan pilihan itu ada pada kita. Begitu kita katakan, bahwa kita mau melepas kebencian dan menggantinya dengan pengampunan dan berkat, maka Ia akan menyuplai kekuatan kepada kita untuk melaksanakannya. Begitulah cara Tuhan bekerja, Pak Necholas.
ND: Tentunya juga berbeda-beda ya, Pak Paul, dalam hidup setiap orang ada orang yang punya temperamen mudah melupakan kesalahan orang lain, tapi ada juga yang karena kesalahan kecil ia ingat seumur hidup. Bagaimana Pak Paul, supaya kita dapat mengatasi hal itu ?
PG: Tuhan akan memerlakukan kita seperti apa adanya. Tuhan mengerti ada orang-orang yang lebih mudah melupakan kesalahan, ada orang yang lebih susah melupakan kesalahan. Orang yang susah melupakan kesalahan, orang yang terus mengingat atau cepat mengingat kesalahan orang, Tuhan tahu itu dan sudah tentu ini bukan saja masalah kepribadian, tapi juga bisa karena bentukan lingkungan, keluarga kita. Tuhan tahu semua itu dan Tuhan tidak mengharuskan kita mengampuni orang sama cepatnya. Tidak, Tuhan mengerti, yang Tuhan mau adalah kita mau mengampuni. Sama cepatnya? Tidak, tapi akhirnya sampai pada tujuan, mau mengampuni.
ND: Jadi yang penting, niatnya dulu karena seperti yang Pak Paul katakan, ini bagian yang sangat sulit. Untuk mengampuni saja sudah sulit, apalagi tadi dikatakan kita harus berdoa untuk orang yang menyakiti kita, mengharapkan yang baik bagi orang yang untuk kita sudah kurang nyaman.
PG: Betul, saya bicara dari pengalaman pribadi, Pak Necholas. Saya sendiri melihat bedanya, saya mengampuni dalam pengertian ya minta Tuhan menolong saya mengampuni dan berdoa supaya yang baik turun atas orang yang telah melukai saya. Dua hal berbeda tapi saya melihat memang beda yang luar biasa besarnya, begitu saya berdoa supaya berkat Tuhan turun atasnya, supaya yang baik terjadi pada dirinya. Kemarahan saya bisa turun hampir 90%, benar-benar beda sekali. Itu yang Tuhan inginkan. Didalam "Doa Bapa Kami" yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya, seperti Pak Necholas tahu, tercantum permohonan berikut ini, "Dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami". Secara sengaja Tuhan meminta agar kita memohon pengampunan atas dosa kita sendiri sebelum kita menyebut perbuatan kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita, lewat doa itu Tuhan mengingatkan bahwa kita adalah sama-sama orang bersalah dan berdosa dan bahwa kita pun menerima pengampunan dari Tuhan. Jadi tidak ada alasan bagi kita menyimpan kebencian dan menahan pengampunan, lepaskanlah kebencian, hiduplah merdeka dalam anugerah.
ND: Kalau saya ingat-ingat Tuhan Yesus sudah mengingatkan kita mengenai melihat selumbar di mata orang lain tapi balok di mata sendiri tidak kita lihat.
PG: Kita selalu harus introspeksi diri sebelum kita mengeksplorasi diri orang lain, mudah sekali mengeksplorasi diri orang lain, kesalahannya dan sebagainya, tapi Tuhan minta kita introspeksi, artinya menengok kedalam memeriksa diri sendiri dulu. Bukankah kita juga orang berdosa, kita pun telah berbuat salah. Kita sudah menerima pengampunan maka tidak ada alasan kita menahan pengampunan.
ND: Demikian yang diajarkan Tuhan Yesus dalam "Doa Bapa Kami" yang sudah kita hafal mungkin dari kecil, "Ampuni kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami". Artinya kita sendiri juga banyak kesalahan.
PG: Betul sekali. Nah, di firman Tuhan dicatat Yesus berdoa di atas kayu salib, minta agar orang-orang yang menjahati-Nya diampuni karena tidak diketahuinya apa yang mereka perbuat. Ini diulas oleh Pdt. Jack Hayford, beliau berkata bahwa kita ini mengampuni harus melewati atau memulainya dari sebuah titik, dari sebuah awal. Apakah awalnya ? Pada dasarnya sebetulnya orang yang berbuat jahat kepada kita, belum tentu tahu apa yang mereka perbuat. Mereka mungkin berpikir mereka tahu, tapi sebetulnya belum tentu mereka sungguh-sungguh mengetahui apa yang mereka perbuat. Jadi kata Pdt. Jack Hayford, mulai dari titik itu, bahwa orang berbuat jahat kepada kita belum tentu tahu bahwa mereka tengah berbuat jahat seperti itu kepada kita. Ya sudah, dari titik itu kita memulai proses mengampuni orang.
ND: Ketika kita bisa melakukannya, melepaskan kebencian dari hati kita, tentu itu adalah hidup yang sangat indah yang tadi Pak Paul sebutkan hidup yang merdeka, bebas didalam anugerah.
PG: Betul, sebab selama kita menyimpan kebencian dan kemarahan, sebetulnya kita masih membiarkan diri kita diikat oleh perbuatan orang itu kepada kita, kita mau melepaskan tali itu, bahwa sekarang kita mengampuni dia maka dia tidak lagi atau perbuatannya tidak lagi mengikat kita, kita sudah bebas dari perbuatan atau dari dia.
ND: Baik, terima kasih banyak, Pak Paul atas diskusi kita kali ini.
Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (TEgur sapa gembaLA keluarGA), kami baru saja berbincang-bincang tentang "Melepaskan Kebencian". Jika Anda berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat mengirimkan email ke telaga@telaga.org; kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org; saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.