Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang"Melayani Pelaku Aborsi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pada umumnya, Pak Paul, menghadapi seseorang yang sudah melakukan aborsi, orang itu dianggap sebagai sampah masyarakat, dipinggirkan, dicela tindakannya dan sebagainya. Tetapi kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus pasti tidak menganggap mereka seperti itu. Namun bagaimana kita bisa menolong atau melayani mereka yang sudah melakukan aborsi ?
PG : Kita harus mengingat bahwa kita semua adalah orang berdosa dan bahwa Kabar Baik atau Injil adalah Tuhan telah datang untuk orang berdosa dan mati untuk menebus dosa manusia. Sama seperti kta, pelaku aborsi adalah orang berdosa dan sama seperti kita mereka pun membutuhkan pelayanan kasih karunia.
Jadi inilah tujuan kita mengangkat hal ini, supaya kita disadarkan bahwa mereka tidak lebih berdosa daripada kita dan kita mesti memberikan pelayanan kepada mereka, sebab bagaimana pun juga mereka membutuhkan kasih karunia dari Tuhan.
GS : Itu tidak berarti bahwa kita mentolerir tindakan aborsi itu sendiri, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, bahwa nanti kita akan lihat bahwa anak adalah anak dan ini adalah ciptaan serta pemberian Tuhan. Jadi kita tidak memunyai hak untuk menghilangkan kehidupan anak itu walaupun nak itu ada dalam tubuh kita.
Nanti kita akan melihat hal itu dengan lebih terperinci, tapi yang pertama kita mau melihat sebetulnya siapa yang menjadi pelaku aborsi. Kendati pelaku aborsi adalah perempuan namun masalah aborsi bukanlah masalah perempuan belaka, melainkan masalah perempuan dan laki-laki, dengan kata lain kita harus menuntut pertanggung jawaban dari keduanya, bukan hanya dari pihak perempuan. Kadang kita melupakan fakta bahwa perbuatan seksual dilakukan berdua dan hampir selalu keputusan untuk mengaborsi merupakan keputusan bersama pula. Jadi tidaklah adil bila kita hanya menyoroti perempuan sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab. Janin bayi yang diaborsi adalah anak dari seorang perempuan dan laki-laki. Jadi waktu kita membicarakan tentang pelaku aborsi sebetulnya bukan si perempuan saja, tapi perempuan dan laki-laki, dua-duanya sama-sama pelaku aborsi.
GS : Belum lagi orang yang melakukan tindakan aborsi, sebetulnya kita juga tidak bisa mentolerir tindakan itu, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Jadi tindakan itu sendiri bukanlah tindakan yang berkenan kepada Tuhan. Nanti kita akan lihat apa yang firman Tuhan katakan. Berikut kita akan melihat yaitu siapakah yang melkukan aborsi.
Ternyata kebanyakan orang yang melakukan aborsi adalah pemuda-pemudi di bawah usia 30 tahun yang belum menikah. Jadi pada umumnya mereka berada pada status berpacaran dan tidak dalam tahap siap untuk menikah, akibat kegagalan menguasai diri terjadilah hubungan seksual yang akhirnya berakibat kehamilan. Jadi mayoritas dari pelaku aborsi bukanlah orang yang dewasa atau tua tapi kebanyakan adalah remaja dan para pemuda-pemudi yang memang belum siap menikah. Jadi dengan kata lain, ini adalah sebuah hubungan yang diawali dengan masalah dan nantinya kalau tidak ditangani, relasi ini menjadi relasi yang terus menuai masalah karena diawali dengan masalah yaitu masalah kehamilan, masalah hubungan seksual di dalam masa berpacaran dan nanti masalah ini biasanya dibawa terus sampai ke pernikahan. Jadi kalau kita mau melayani pelaku aborsi yang masih berpacaran maka kita harus melihat ke depan bahwa kalau mereka menjadi pasangan nikah besar kemungkinan mereka nanti akan menjadi pasangan nikah yang bermasalah.
GS : Itu apakah karena kurang pengalaman atau pengetahuan mereka tentang kehamilan dan sebagainya, Pak Paul ?
PG : Kebanyakan anak-anak zaman sekarang sudah mengerti tapi masalahnya adalah mereka tidak lagi dapat menguasai diri karena mereka sekarang terpengaruh oleh media massa, pornografi di internetsehingga mereka lebih susah untuk menguasai diri, dan belum lagi di kalangan remaja dan pemuda, perilaku seksual ini sudah begitu sangat bebas, sehingga banyak yang dalam masa-masa pemuda atau remaja sudah berhubungan seksual.
Jadi akhirnya karena mereka melihat teman-teman sudah melakukannya, mereka tidak merasa ini adalah sesuatu yang salah dan akhirnya mereka turut melakukannya. Biasanya itulah yang membuat para remaja dan pemuda terlibat di dalam hubungan seksual yang akhirnya berakibatkan pada kehamilan.
GS : Padahal mereka sangat takut ketika mengetahui bahwa pasangannya hamil.
PG : Memang kebanyakan pelaku aborsi sebetulnya merasa sangat takut ketika menyadari bahwa seorang anak akan lahir dari hubungan seksual yang telah dilakukan. Didasari pada ketakutan inilah kemdian mereka berupaya lari dari tanggung jawab dengan cara melenyapkan bayi dalam kandungan, dengan kata lain kebanyakan pelaku aborsi melakukan aborsi karena terpaksa.
Biasanya karena takut sekali dan tidak bisa membayangkan reaksi dari keluarga atau masyarakat dan mereka juga mungkin secara realistik berkata,"Kami tidak siap untuk punya anak, bagaimana bisa membiayai kehidupannya". Akhirnya yang mereka langsung pikirkan adalah melakukan aborsi dan mereka tahu ini salah dan tidak berkenan di hadapan Tuhan dan mereka tahu ini adalah anak atau janin dalam tubuh mereka, bukan segumpal daging, tapi karena mereka sudah ketakutan maka mereka melakukan hal yang tidak dibenarkan Tuhan.
GS : Biasanya sebelum sampai pada keputusan mereka akan melakukan aborsi, itu sudah dicoba berbagai cara untuk menggugurkan anak itu.
PG : Kadang-kadang mereka bertanya kepada teman yang punya pengalaman, minum ini dan makan itu untuk menggugurkan, dan memang karena mereka dalam keadaan ketakutan mereka tidak berani terus terng bertanya kepada seorang dokter yang mengerti secara jelas tentang tubuh manusia.
Akhirnya mereka mendengarkan nasehat teman yang tidak bisa dipegang, bisa jadi obat yang dimakan bukan saja merusakkan janin tapi juga merusakkan tubuh mereka. Jadi ini perbuatan yang tidak tepat, kalau mereka sudah kedapatan hamil maka sedapatnya jangan bertanya kepada teman,"bagaimana mengaborsinya ?" tapi yang pertama adalah harus diakui, bahwa mereka telah melakukan hal ini dan mereka sedang hamil.
GS : Sebagian dari mereka itu memutuskan untuk membiarkan bayi itu lahir, tetapi tidak dipelihara melainkan dibuang, itu sama pada hakekatnya dengan aborsi.
PG : Betul. Jadi ada anak remaja yang mungkin ketakutan dan bagaimana caranya bisa menyembunyikan aib ini, akhirnya ada yang membuang anak, itu sangat menyedihkan sekali. Yang seharusnya adala dipelihara dan kemudian anak itu diberikan untuk diadopsi supaya ada keluarga lain yang memerlukan atau membutuhkan anak dapat mengambilnya serta membesarkan anak itu seperti anak mereka sendiri.
GS : Kalau kita mau terlibat di dalam pelayanan para pelaku aborsi, apa yang harus kita perhatikan, Pak Paul ?
PG : Yang pertama kita hanya dapat melayani orang yang butuh dilayani dan kebutuhan akan pelayanan bersumber dari kesadaran atau keinginan untuk bertobat. Jadi kalau pelaku aborsi sama sekali tdak menganggap bahwa perbuatan mereka merupakan dosa, maka kita pun tidak dapat melayani mereka.
Bila mereka menyadari bahwa mereka telah terdosa maka barulah kita dapat melayani mereka. Kita mencoba menggunakan firman Tuhan sebagai rujukan agar mereka mengetahui bahwa mereka telah berdosa. Mazmur 139:13-16 berkata dengan sangat jelas bahwa janin bayi adalah bakal anak yang dibuat oleh Tuhan, itu sebabnya tindakan menghilangkannya adalah dosa. Firman Tuhan berkata,"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, mata-Mu melihat selagi aku bakal anak". Jadi jelas firman Tuhan di sini menegaskan bahwa itu adalah anak, itu bukanlah hanya segumpal daging, kita tidak berhak menghilangkan anak yang Tuhan telah berikan itu.
GS : Kesadaran itu mungkin ada, Pak Paul. Bahkan ada remaja putri ini yang merasa dirinya tidak pantas datang kepada Tuhan karena sudah melakukan perbuatan dosa pengguguran kandungan. Bagaimana kita sebagai orang yang mau melayani anak ini, harus mengatakan apa ? Dia merasa dirinya tidak layak datang kepada Tuhan.
PG : Sudah tentu perasaan bahwa,"Memang saya salah, berdosa dan telah menyesali" itu adalah tanda pertama pertobatan, tapi saya mau menjelaskan satu hal lagi yaitu penyesalan di sini bukan hany penyesalan akan kehamilan dan aborsi, tapi juga penyesalan akan pelanggaran berhubungan seksual di luar nikah.
Dengan kata lain, pelaku aborsi harus menyadari bahwa dosa dimulai bukan dari kehamilan dan aborsi, tapi dari relasi yang tidak memperkenankan Tuhan yaitu mereka telah berhubungan seksual sebelum menikah, itulah awal dari dosa sehingga akhirnya terjadi kehamilan. Jadi jangan sampai mereka hanya fokuskan pada,"Kenapa jadi hamil, kenapa terjadi aborsi", bukan hanya itu tapi secara keseluruhan. Pertobatan sejati bukan saja meliputi tekad untuk tidak melakukan aborsi, tapi juga tekad untuk hidup kudus di hadapan Tuhan, ini adalah masalah akar yang harus dibereskan terlebih dahulu yaitu mereka harus hidup kudus di hadapan Tuhan.
GS : Jadi butuh waktu dan kesabaran untuk menyadarkan dan membimbing si remaja ini untuk bertobat kepada Tuhan.
PG : Dan kita tekankan kepadanya bahwa Tuhan sudah mengampuni dosa dan itulah Injil, Kabar Baik itu, Dia datang ke dunia mati bagi kita orang yang berdosa dan 1 Yohanes 1:9 menjanjikan,"Jika kia mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan".
Jadi inilah yang kita perlu sampaikan kepada orang yang sudah bertobat dan Tuhan sudah ampuni, jangan sampai dirundung oleh penghukuman atau rasa bersalah.
GS : Seringkali orang sudah menghafal ayat ini tapi dalam kondisi seperti itu, dia tetap merasa bahwa dia tidak layak diampuni karena dosanya sudah terlalu besar.
PG : Mungkin untuk satu kurun, dia akan merasa begitu tapi setiap kali dia merasa begitu maka dia harus klaim firman dan janji Tuhan, sebab kita tidak hidup berdasarkan perasaan kita, tapi kitaharus hidup berdasarkan janji Tuhan atau perkataan Tuhan.
Kalau perasaan misalnya berkata,"Saya tidak bersalah" itu juga tidak benar meskipun Tuhan sudah katakan itu bersalah. Kita tidak bisa hidup berdasarkan perasaan kita. Jadi sekali lagi kita harus hidup berdasarkan perkataan atau firman Tuhan. Kalau Tuhan sudah katakan,"Dia akan mengampuni dan Dia adalah setia dan adil" maka Dia akan mengampuni dosa kita asalkan kita mengakui, itu berarti Dia sudah mengampuni dan dia tidak akan mencari-cari kita untuk menghukum kita.
GS : Kalau si remaja ini sudah menyesali dosanya, minta ampun kepada Tuhan dan percaya bahwa Tuhan sudah mengampuni dia, maka langkah selanjutnya apa yang bisa kita lakukan, Pak Paul ?
PG : Efesus 2:8 berkata,"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah". Jadi kita mesti menyampaikan kepadanya bahwa mulai saat ini di harus hidup di dalam dan melalui kasih karunia.
Kita menerima keselamatan berdasarkan kasih karunia atau anugerah. Jadi kita hanya dapat hidup dalam keselamatan berdasarkan kasih karunia atau anugerah pula.
GS : Pak Paul, pada saat kondisi seseorang seperti itu yaitu merasa dirinya bersalah, sebenarnya apakah dia siap menerima Berita Injil ini atau justru dia malah meragukannya ?
PG : Sudah tentu awal-awalnya terjadi tarik menarik. Di satu pihak dia meyakini ini janji Tuhan, tapi di pihak lain dia tetap merasakan,"Saya berdosa". Jadi ada orang yang sampai bertahun-tahunkemudian masih tetap mengenang akan peristiwa aborsi itu dan berkata,"Kalau anak itu hidup, dia sekarang sudah berumur 10 tahun atau 15 tahun dan sebagainya" kadang-kadang kalau dia melihat anak-anak lain yang seumur dengan anaknya kalau anak itu hidup maka dia akan ingat,"kalau saya dulu pelihara anak itu pasti anak itu sudah sebesar anak ini dan itu".
Pada waktu dia memikirkan itu maka sudah tentu perasaan yang muncul adalah perasaan bersalah dan tidak layak. Maka kita harus mengakui kalau tidak ada seseorang pun yang layak datang ke hadapan Tuhan dan hidup bersama Tuhan, memang tidak layak karena kita semua adalah orang berdosa. Tapi sekali lagi kita memegang Injil, karena Injil adalah Kabar Baik artinya Tuhan telah datang dan mati untuk menebus dosa kita. Jadi kita tekankan itu kepada orang dan kita ajak dia untuk mulai dari sekarang hidup berdasarkan kasih karunia, artinya hanya kemurahan Tuhan. Itulah yang menjadi pegangan hidup kita sekarang.
GS : Tadi di awal kita sudah mendengar Pak Paul mengatakan bahwa si pelaku aborsi kebanyakan dilakukan oleh para wanita, tetapi juga pria. Dan bagaimana kita melayani pria ini ?
PG : Saya akan perlakukan sama bahwa masalahnya bukan hanya masalah perempuan, tapi masalah kedua-duanya sebab anak ini adalah anak dua-duanya dan keputusan aborsi adalah keputusan kedua-duanyajuga.
Jadi merekalah yang perlu kita layani dan tidak benar kalau kita hanya fokuskan pada si wanita itu sendiri. Dengan perkataan lain, setelah itu kita mau mengajak mereka untuk menyesali dan bertobat dari dosa mereka dan dosa itu bukan hanya dosa karena mengaborsi, tapi dosa yang berawal dari hubungan yang tidak berkenan kepada Tuhan yaitu hubungan yang sarat dengan hubungan seksual di luar nikah. Sehingga panggilan yang kita mau berikan kepada mereka adalah panggilan untuk hidup kudus dan Tuhan meminta kita untuk hidup kudus di mata-Nya. Jadi kita selalu menyoroti dari konteks itu.
GS : Bagaimana kalau si wanita merasa tidak bisa mengampuni yang pria itu tadi, dianggapnya pria ini yang justru mendorong dia melakukan tindakan aborsi itu.
PG : Tentu di situ nantinya perlu keterbukaan untuk mengungkapkan perasaan ini kepada satu sama lain. Setelah mereka mengungkapkan semua ini kepada satu sama lain, langkah berikutnya adalah merka perlu memberikan pengampunan kepada satu sama lain.
Jangan sampai masing-masing menyimpan dendam dan tidak bisa mengampuni, mungkin saja yang lebih berperan besar dalam kasus itu adalah si pria karena dia yang menyebabkan kehamilan, tapi kita harus mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita.
GS : Intinya adalah pengampunan oleh Tuhan dalam bentuk kasih karunia, itu wujudnya bagaimana, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa, Pak Gunawan, wujud dari hidup dalam kasih karunia, pertama kita terus menghargai pengampunan Tuhan dan berusaha keras untuk tidak menyia-nyiakan kemurahan-Nya. Dengan kata lan, kita takut berdosa dan tidak mau mendukakan Roh Kudus.
Jadi tidak benar kalau orang berkata,"Sekarang saya sudah diampuni dan saya hidup dalam kasih karunia berarti saya tidak takut lagi berdosa" itu salah besar. Justru karena sudah diampuni maka kita justru tidak mau menyia-nyiakan kemurahan Tuhan dan justru kita menjadi takut berdosa dan justru kita tidak ingin mendukakan hati Roh Kudus.
GS : Memang tuntutan Tuhan seperti itu. Jadi wanita yang ketahuan berzinah, Tuhan Yesus mengatakan kalau,"Dosanya diampuni tapi jangan berbuat berdosa lagi".
PG : Tepat sekali. Jadi memang pertobatan sejati adalah pertobatan sebuah sikap atau perilaku tidak lagi melakukan hal yang sama.
GS : Tapi faktanya masih banyak remaja yang melakukan aborsi, bisa sampai lebih dari satu kali, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Berarti memang pertobatan itu belumlah pertobatan yang tuntas karena ternyata masih melakukan hal yang sama.
GS : Bentuk nyata dari hidup anugerah yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Kita mungkin secara berkala dirundung rasa bersalah tatkala mengingat perbuatan kita mengaborsi anak yang Tuhan berikan, namun rasa bersalah seharusnya tidak menguasai diri kita lagi, buka karena kita benar tapi karena kita telah dibenarkan Tuhan, di dalam diri kitalah kita menyadari hanya akan ada kebobrokan dan mustahil bagi kita dapat hidup benar dengan kekuatan sendiri.
Jadi kita hanya bisa datang ke takhta Tuhan yang penuh kasih karunia. Dan hanya dengan cara itu kita diingatkan bahwa kita telah dibenarkan oleh Tuhan dan kita tidak lagi disalahkan oleh Tuhan, bukan karena kita berhasil membuktikan diri benar, tapi karena Dia menganugerahkan status dibenarkan itu kepada kita.
GS : Salah satu cara iblis untuk menggoyahkan iman kita adalah dengan cara seperti itu tadi yaitu mengingatkan kembali akan dosa-dosa kita, sehingga kita kadang-kadang menjadi lemah.
PG : Dan seringkali karena kita seringkali dirundung oleh rasa bersalah maka pikiran selanjutnya yang muncul adalah,"Biarlah, saya sudah terlanjur basah dan tidak berharga di mata Tuhan maka leih baik saya hidup seperti dulu".
Itu berarti kita benar-benar masuk ke dalam perangkap iblis dan dosa.
GS : Jadi penerimaan dari orang di sekitarnya sebenarnya pengaruhnya besar sekali bagi kesembuhan atau pertobatan yang betul dari pemudi atau pemuda itu, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi memang setelah kita layani dan kita memang sudah mendapatkan kepastian mereka telah bertobat menyesali dosa mereka, memang kita menjadi saluran kasih karunia Tuhan yang enerima mereka kembali.
GS : Bagaimana halnya dengan anak yang sudah terlanjur dibunuh di dalam kandungan, Pak Paul ?
PG : Kita harus menyerahkan anak itu kepada Tuhan. Tubuh jasmaniahnya telah tiada sebab dalam proses aborsi janin itu dicabik-cabik sehingga rusak dan akhirnya mati. Jadi benar bahwa kita menghlangkan nyawa seorang anak atau seorang manusia.
Tapi meskipun tubuh jasmaniahnya tidak ada maka rohnya tetap ada, karena Tuhan telah memberikan kepadanya Roh, dialah anak yang diciptakan Tuhan dan berdasarkan kasih karunia kita meyakini bahwa anak itu sekarang bersama dengan Kristus di surga, kita harus percaya kasih karunia Tuhan cukup bukan hanya untuk kita, tapi untuk anak itu meskipun dia tidak berkesempatan lahir di dunia tapi dia sudah bersama Kristus di surga.
GS : Padahal ada suatu pandangan yang kurang tepat bahwa anak yang dilahirkan di luar hubungan nikah, disebut anak haram maka yang kasihan adalah anak-anaknya.
PG : Saya pernah mendengar seorang psikolog Kristen di Amerika berkata,"Tidak ada anak haram yang ada hanyalah relasi yang haram" jadi anak itu adalah anak, tapi yang haram atau yang melanggar etentuan Tuhan adalah yang melakukannya, atau relasi itu sendiri yang tidak berkenan kepada Tuhan.
GS : Selanjutnya bagaimana hubungan relasi kita dengan sesama maupun dengan Tuhan ?
PG : Pada akhirnya karena kita ingin hidup di dalam kasih karunia, kita menyerahkan hidup kita dan relasi dengan pasangan kita ini kepada Tuhan supaya diberkati dan dipakai demi kemuliaan-Nya. eburuk apapun perbuatan yang telah diperbuat, kita tahu bahwa Tuhan dapat memakainya untuk memancarkan berkat bagi sesama dan menggenapi rencana Tuhan yang indah.
Dengan kata lain, kita tidak hidup di bawah bayang-bayang kesalahan di masa lampau, melainkan di bawah bayang-bayang pengharapan di masa depan.
GS : Ini tentu sangat menghibur dan menguatkan para pendengar kita yang mungkin keluarganya atau bahkan dirinya sendiri pernah melakukan aborsi. Tapi ada suatu jaminan yang pasti kalau ada firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan dan itu akan menghibur dan menguatkan.
PG : Mazmur 130:1-4 memberi janji yang maha indah ini,"Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara perohonanku.
Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang". Jadi indah sekali, mungkin kita yang telah berdosa melakukan aborsi beranggapan kita sudah berada dalam jurang. Tapi dari dalam jurang kita berseru dan Tuhan bisa mendengar dan bukan hanya mendengar, tapi Ia akan memberikan kepada kita pengampunan atas kesalahan kita.
GS : Satu contoh doa yang patut sekali untuk kita teladani dan kita lakukan di dalam kehidupan ini, sebab semua kita melakukan dosa walaupun bukan dalam bentuk aborsi, tapi justru mungkin lebih jahat dari itu dan ada pengampunan yang tersedia di dalam Tuhan Yesus.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian terimakasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Melayani Pelaku Aborsi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.