Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Latar Belakang Keluarga dan Karunia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, seringkali kita tidak melihat kaitan yang erat antara latar belakang keluarga dan karunia. Supaya para pendengar kita lebih jelas sebenarnya apa maksudnya dengan karunia di sini, Pak Paul ?
PG : Kita hidup pasti memunyai tujuan yang jelas untuk apakah kita hidup. Kadang-kadang kita bertanya-tanya, "Kenapa saya ada di dunia ini, untuk apa ? Supaya mendapatkan kepenuhan dalam hidup ini". Kita mengetahui bahwa Tuhan memanggil kita untuk terlibat dalam pekerjaan-Nya, agar kita manusia bisa mengenal-Nya dan menerima kasih karunia-Nya di dalam Kristus Yesus. Ini panggilan umum bagi kita semua sebagai anak-anak Tuhan. Tapi kita mau mengetahui secara lebih spesifik tempat kita didalam panggilan Tuhan yang umum. Kalau kita bisa menemukan tempat kita maka barulah kita merasakan, "Baiklah, ini tugas saya dan ini yang harus saya selesaikan dalam hidup ini". Contohnya saya, saya meyakini bahwa panggilan Tuhan untuk saya secara umum adalah menjadi alat Tuhan, supaya lewat saya ada orang dan mudah-mudah banyak orang yang bisa mengenal Yesus serta menerima kasih karunia-Nya. Tempat saya yang spesifik adalah dalam kesehatan jiwa, saya meyakini Tuhan memberikan kepada saya karunia dalam hal ini, jadi saya mau mengabdikan diri saya melayani Tuhan lewat kesehatan jiwa ini. Keluarga atau anak dan sebagainya itu masuk ke dalam kesehatan jiwa ini. Jadi untuk kita bisa mengerti sebetulnya apa tempat kita, maka kita harus mengetahui karunia kita. Dalam contoh saya, saya meyakini karunia saya adalah menolong, membimbing, memberikan arahan atau konseling. Kita harus mengetahui karunia kita terlebih dahulu, baru kita mengetahui tempat kita di dalam hidup ini, terutama untuk menjalankan panggilan Tuhan yang umum. Karunia itu sangat dipengaruhi bukan saja oleh bakat bawaan yang memang sudah diperlengkapi Tuhan, tapi juga oleh latar belakang pertumbuhan kita atau bagaimanakah kita dibesarkan oleh keluarga kita.
GS : Seringkali justru banyak orang yang kesulitan menemukan karunia apa yang sebenarnya ada atau yang diberikan Tuhan kepadanya sehingga dia terus berganti-ganti profesi atau berganti-ganti pelayanan.
PG : Seringkali kita tidak mengerti dengan jelas karena misalnya kesalahan yang sering kita perbuat adalah kita membandingkan diri dengan orang lain. Jadi kita bertanya-tanya mana yang lebih baik, saya atau orang lain, kalau kita anggap kita lebih baik dalam hal ini maka kita berkata, "Saya punya karunia dalam hal ini" itu keliru. Yang harus kita lakukan adalah kita harus membandingkan diri kita dengan diri sendiri. Jadi di antara semua hal yang bisa kita lakukan manakah yang bisa kita lakukan paling baik. Yang bisa kita lakukan paling baik itulah yang merupakan karunia, karena ini sangat konsisten dengan konsep persembahan. Di dalam firman Tuhan kita mengetahui bahwa kita harus membawa persembahan kita dan Tuhan menuntut persembahan yang terbaik. Jadi apa yang kita miliki yang terbaik, itulah yang kita berikan kepada Tuhan. Sama dengan menemukan karunia, lihatlah dalam diri kita apa yang bisa kita lakukan dengan baik dan paling baik di antara hal-hal lain yang dapat kita lakukan, itulah karunia kita dan itu yang mau kita gunakan sebagai persembahan kita kepada Tuhan dan itu yang akan kita kembangkan sebagai karunia kita untuk kita mencapai tempat dimana kita nanti bisa melakukan atau memenuhi panggilan Tuhan.
GS : Kaitannya dengan latar belakang keluarga bagaimana, Pak Paul ?
PG : Latar belakang keluarga itu bisa mengkonfirmasi sekaligus bisa melencengkan kita dari karunia yang sebetulnya. Ada seseorang yang bernama Ann Roe dia adalah seorang penggagas teori karier dan dia mengatakan bahwa latar belakang keluarga berperan besar dalam pengembangan karunia. Jadi artinya misalkan kita ini dibesarkan dalam keluarga yang hangat dan penuh kasih, pengembangan karunia akan terjadi dengan tepat karena di dalam keluarga yang hangat dan penuh kasih maka anak akan memeroleh kebebasan untuk menemukan dan mengembangkan karunianya tanpa hambatan dan ancaman. Sebaliknya di dalam keluarga yang sarat masalah atau penuh dengan kritikan maka anak tidak dapat mengembangkan karunianya dengan bebas, hidupnya penuh dengan ketakutan dan ini membuatnya terbelenggu oleh kecemasan sehingga energi untuk mengembangkan karunia akhirnya tersedot hanya untuk menenangkan diri. Misalnya dia memunyai minat terhadap bidang keperawatan, dari kecil dia suka dengan hal-hal yang bersifat keperawatan dan mungkin dia melihat ayahnya dirawat di Rumah Sakit dan dia kagum terhadap pengabdian juru rawat. Kebetulan dia juga menyenangi obat-obatan dan sebagainya, misalnya keluarganya hangat dan penuh kasih maka dia dapat terus memikirkan apa yang bisa dia lakukan, dia bisa memikirkan langkah-langkah menuju kepada impiannya menjadi seorang perawat dan mengembangkan dirinya di sana. Belum lagi dia mendapat dorongan dari orang tua yang berkata, "Jalan terus dan silakan karena papa dan mama mendukung kalau kamu mau menjadi perawat, jangan khawatir". Bayangkan kalau keluarganya tidak seperti itu, bukannya dorongan yang diberikan malahan kita sering diomeli, bukannya penguatan, "Memang kamu bisa di sini" tapi dimarahi dan dibodoh-bodohkan, "kamu tidak bisa apa-apa". Atau orang tua terlalu sering konflik sehingga kita bertumbuh besar dengan ketakutan dan kecemasan, bagaimana bisa memikirkan masa depan, bagaimana bisa memikirkan mau menjadi apa sebab semua energi sudah difokuskan pada bagaimana bertahan hari ini, bagaimana supaya papa dan mama tidak ribut, atau bagaimana caranya jangan sampai dalam saya membuat PR terganggu lalu papa dan mama nanti ribut. Jadi anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang sarat dengan konflik, energinya tersedot untuk hanya membentengi diri, membalut diri dari luka sehingga pengembangan dirinya, apa yang telah dilakukannya, apa karunianya, apa impiannya, itu akhirnya tidak pernah bisa tergali.
GS : Kadang-kadang ada orang tertentu yang memang sebenarnya di keluarganya itu sudah baik, tetapi terkendala oleh biaya untuk mencapai tujuan itu sendiri sehingga tidak bertumbuh karunianya.
PG : Bisa jadi. Kalau memang apa yang harus dikerjakannya itu menuntut biaya yang besar dan dia tidak memunyai biaya sudah tentu terhalangi, namun kalau memang dukungan dan kasih sayang orang tua ada, setidak-tidaknya si anak itu cukup jelas kalau ini karunianya tapi belum ada kesempatan dan mungkin dia harus menunggu dan mencari jalan lain, tapi setidak-tidaknya jelas. Sebaliknya kalau di dalam keluarga sarat konflik, tidak ada kehangatan dan dukungan yang membuat si anak maju, bukannya si anak itu tidak bisa mengetahui dengan jelas apa yang ingin dilakukannya karena benar-benar dia buta, tapi karena semua energi dipusatkan pada masalah-masalahnya yang sekarang ini.
GS : Masalah lain lagi yang seringkali terjadi adalah orang tua yang menetapkan karunia terhadap anak itu, orang tuanya merasa anaknya memunyai karunia di dalam bidang tertentu misalnya kedokteran dan anaknya ini dibuat sedemikian rupa sehingga anak ini memunyai karunia untuk menjadi dokter.
PG : Jadi kadangkala ada orang tua yang langsung menganggap anak saya pastilah seperti saya. Kalau kebetulan anak itu punya kemampuan yang sama maka tidak apa-apa, tapi kalau dia tidak punya kemampuan yang sama pastilah akan sangat menderita, dalam pertumbuhannya dia tidak pernah bisa menggali karunianya sendiri sebab dari atas sudah dijatuhkan vonis kamu harus menjadi apa, sehingga dia tidak memiliki kebebasan dan dia tidak bisa sungguh-sungguh menemukan karunianya di dalam hidup ini.
GS : Dan itu yang membingungkan anak dan dia merasa kebingungannya, dia akan bertanya-tanya sebetulnya karunia ini dari Tuhan atau dari orang tua saya, begitu Pak Paul.
PG : Sudah tentu karunia adalah hal yang memang kita sudah bawa dalam bentuk yang sederhana, sejak kita lahir namun lewat pembentukan, lewat pengalaman hidup maka karunia itu akan terus diasah dan diasah, sehingga akhirnya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sebab biasanya sejak kecil pun sudah mulai kelihatan, ada anak-anak yang suka bermain pasang-pasang lego, ada anak-anak yang tidak suka dengan seperti itu dan sukanya bermain dengan teman-teman atau berelasi, ada anak yang suka bermain lompat-lompatan dan lari-lari, atau ada anak yang diam saja, duduk-duduk saja. Jadi dari kecil memang anak sudah membawa sebetulnya karunia tertentu, tapi memang dalam bentuk yang masih sederhana sekali. Lewat pengalaman hiduplah maka karunia itu akan berkembang dan tugas orang tualah yang memang harus menyediakan lingkungan yang aman dan penuh kasih supaya nantinya anak bisa mengembangkan diri. Kadang terjadi penyimpangan seperti ini, ada anak-anak yang punya kebutuhan emosional tertentu, karena memang kurang dikasihi, akhirnya dia tertarik untuk masuk ke bidang yang banyak kaitannya dengan pertolongan, pembimbingan, pemberian kasih dan dianggap inilah yang memang karunia saya. Padahalnya dia tertarik kepada bidang itu karena memang ini kebutuhannya yang tidak terpenuhi waktu dia masih kecil. Apa yang terjadi ? Kalau memang itulah yang nantinya dia terjuni, di tengah jalan umumnya dia merasa frustrasi dan tidak merasa cocok, di tengah jalan dia merasa bosan dan jenuh sekali sebab dia berkata, "Buat apa bekerja seperti ini, saya tidak tertarik" atau misalkan kebutuhannya sudah terpenuhi berarti dia tidak lagi suka dengan pekerjaan itu. Jadi dengan kata lain, seperti Ann Roe katakan si penegas teori ini, kalau masa lalu kita sarat dengan ketidak harmonisan dan sebagainya, maka besar kemungkinan akhirnya kita itu memilih jalur yang keliru dalam hidup kita dan kita tidak menemukan karunia kita sebab kita akan terdorong ke bidang yang kita anggap bisa memenuhi kebutuhan kita, padahal itu belum sungguh-sungguh karunia kita.
GS : Kalau seseorang anak menyadari bahwa dia keliru karena desakan keluarganya atau keluarganya tidak memberikan kebebasan kepada dia, apakah itu tidak menimbulkan penyesalan yang dalam, Pak Paul ?
PG : Biasanya bukan hanya penyesalan, Pak Gunawan, tapi memang bisa juga kemarahan karena memang orang-orang ini di tengah jalan bisa menyadari, tapi masalahnya waktu sudah terbuang dan dia tidak memersiapkan kariernya yang sesungguhnya dan dia benar-benar terjerumus pada jalan atau karier yang di luar keinginannya. Sekarang mau banting arah sudah tanggung dan susah sekali, jadi diteruskan saja. Itu biasanya menimbulkan rasa frustrasi dalam hidup dan dia akhirnya terus sampai tua dia sesali dan dia mungkin penuh kepahitan dan kemarahan, akhirnya dia tumpahkan kepada orang yang dekat dengan dia, misalnya istri atau suami, anak-anak dan kepada teman-temannya. Jadi dia menyalahkan semua orang karena hidupnya itu seolah-olah sudah terlanjur salah dan tidak bisa lagi diperbaiki.
GS : Apakah ada caranya orang tua, supaya anak ini bisa menyadari karunianya sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang tuanya ?
PG : Jadi dengan kata lain, pada masa anak-anak masih kecil memang orang tua harus cermat melihat apakah yang menjadi kesukaan anaknya untuk bermain, lihatlah apa yang menjadi minat si anak dan selalu puji, sehingga anak itu mendapatkan kepercayaan diri melakukan hal-hal yang dia senang lakukan. Otomatis waktu anak masuk sekolah maka akan terlihat sebetulnya anak kita itu bisa apa dan tidak bisa apa. Dia paling kuat dalam hal apa dan paling lemah dalam hal apa. Waktu kita sudah melihat itu maka kita mulai arahkan, "Kamu memang pintar menulis dan bagus sekali isi karanganmu, kamu memang pintar bahasa dan nilai bahasa Indonesia dan Inggris begitu bagus". Jadi kita mulai masukkan atau berikan dorongan sesuai dengan karunia atau bidang kesukaannya dan kemampuannya itu, semakin dia besar maka kita bisa arahkan dia kepada bidang di dalam rumpun kebisaannya itu dan kita katakan selalu bahwa yang penting adalah kita melakukan yang terbaik dengan apa yang Tuhan berikan dan kita tidak mengecilkan hatinya dan berkata, "Buat apa kamu seperti itu, tidak ada gunanya, tidak ada uangnya", tapi doronglah dia untuk mengembangkan diri di dalam bidang yang telah Tuhan titipkan kepadanya.
GS : Kadang-kadang orang tua itu ingin agar anaknya melakukan sesuatu yang bisa berdampak langsung terhadap manusia atau orang lain, tapi anak ini justru memilih suatu bidang pekerjaan atau studi yang tidak berhubungan langsung dengan orang-orang.
PG : Sebetulnya kita bisa membagi bidang pekerjaan ini dalam 3 bagian yaitu kita bekerja dengan manusia, kita bekerja dengan data, atau kita bekerja dengan benda. Yang indah adalah kalau kita dibesarkan dalam keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang, kalau pun bidang kita atau karunia kita itu berkaitan dengan data atau misalkan akuntan yang berhubungan dengan data-data keuangan dan angka, kalaupun itu bidang yang memang Tuhan titipkan kepada kita, maka tetap itu akan kita kembalikan untuk kepentingan manusia atau kepentingan bersama. Kalaupun kita memang bidangnya adalah benda dan kita itu sangat terampil membetulkan, mereparasi dan sebagainya. Meskipun kita dikaruniakan kemampuan berhubungan dengan benda, tapi kalau kita dibesarkan dalam keluarga yang hangat dan penuh kasih, maka kita mau mengembalikan bidang atau kegunaannya untuk kepentingan manusia atau kepentingan bersama. Tapi sebaliknya kalau kita dibesarkan dalam keluarga yang tidak hangat, penuh kecurigaan, penuh kritikan dan serangan kemudian bekerja misalkan menjadi seorang konselor, kalau tidak hati-hati maka kita akan menggunakan karunia itu untuk kepentingan sendiri dan bukan untuk kepentingan orang lain. Jadi benar-benar kita mau menyedot dari orang. Benar-benar peranan keluarga itu sangat penting, kalau kita dibesarkan dalam keluarga yang memang hangat, apapun karunia kita maka kita akan mengembalikan untuk kepentingan bersama dan dengan cara inilah kita memuliakan Tuhan sebab apa yang kita lakukan, kita berikan kembali kepada-Nya lewat sumbangsih kita manusia.
GS : Jadi sebenarnya bukan jenis dari karunia itu yang penting, tapi bagaimana sikap hati kita menghadapi atau melakukan dan memanfaatkan karunia yang Tuhan berikan kepada kita itu, Pak Paul ?
PG : Betul, Pak Gunawan. Beberapa waktu yang lalu saya melihat wawancara antara Larry King seorang pewawancara dari CNN dengan Bill Gates. Kita mengetahui Bill Gates adalah seorang yang kaya raya, pemilik dari Microsoft, Gates datang dengan ayahnya. Saya baru pertama kali melihat bagaimana Bill Gates menjawab pertanyaan, bersikap, berelasi, waktu saya mendengar Bill Gates dengan ayahnya saling berbicara menjawab pertanyaan Larry King saya terkagum-kagum karena memang saya melihat seseorang yang memang sangat baik, murah hati. Dan kita tahu Bill dan istrinya Malinda Gates membuat sebuah Yayasan Sosial yang memberikan jutaan dolar kepada orang-orang miskin yang tidak bisa sekolah dan diberikan kesempatan untuk sekolah, dan segala jenis kebutuhan lainnya, sekarang Bill dan Melinda Gates bersama dengan seorang yang juga sangat kaya raya di Amerika Serikat, Warren Buffet, mereka menggagas sebuah kelompok konglomerat di Amerika yaitu menantang mereka untuk memberikan 50% asetnya untuk kepentingan sosial, untuk menolong orang-orang yang susah. Jadi orang-orang ini berkomitmen memberikan 50% asetnya, dan baru saja yang memberikan dirinya untuk menjadi anggota adalah Mark Zuckerberg seorang pemilik Facebook, seorang yang kaya raya meskipun usianya baru 27 tahun. Waktu saya melihat Bill Gates dengan papanya berbicara maka tidak bisa tidak saya melihat Bill Gates dibesarkan oleh Papa yang hangat, santun, bicaranya baik. Bill Gates bicaranya juga hangat dan tidak ada kesombongan, sangat bersahaja. Jadi saya tidak heran, meskipun bidangnya sebenarnya adalah bidang benda, bidang data dan bukan bidang kemanusiaan, dia bukannya psikolog dan bukan bidang-bidang sosial lainnya. Tapi yang dikerjakannya dia kembalikan untuk kepentingan manusia, dia memikirkan orang lain yang lebih susah darinya dan bagaimana bisa menolongnya. Jadi sungguh kita melihat betapa indahnya sebetulnya dampak dari keluarga yang sehat pada anak-anaknya.
GS : Pada ujung-ujungnya, terutama bagi kita orang yang percaya pada Tuhan Yesus maka karunia yang digunakan dengan baik akan memuliakan Tuhan dan bukan hanya sekadar menolong orang, tapi Tuhan dipermuliakan.
PG : Betul, Pak Gunawan. Sebab waktu orang melihat bahwa kita sebagai anak Tuhan sebagai wakil-wakil Yesus Kristus di dunia ini, kita memberikan dengan pengorbanan untuk menolong orang yang menderita dan orang-orang memunyai kebutuhan yang besar, maka tidak bisa tidak orang akan melihat, "Benar ya, ada Allah dalam hidup mereka, Tuhan itu sungguh-sungguh ada di dalam kehidupan mereka ini, kasih sayangnya begitu besar kepada orang lain". Benar sekali yang Tuhan katakan bahwa Tuhan memberikan kepada kita perintah yang baru dan perintah-Nya adalah agar kita saling mengasihi dan dengan cara itulah orang akan melihat kita adalah murid-murid Yesus.
GS : Itu tidak terlepas dari komunikasi yang baik dalam keluarga itu sendiri, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi kalau kita dibesarkan dalam keluarga dimana omongan-omongan yang keluar itu tajam, serangan seperti pisau yang menyayat maka sangat berbahaya, kita tidak bisa mengembangkan karunia kita dengan tepat. Dan kalaupun karunia kita berhubungan dengan manusia, biasanya kita hanya akan memakai manusia untuk kepentingan kita. Jadi dampaknya merugikan banyak orang. Tapi kalau keluarga dengan hangat membesarkan anak-anaknya maka dampaknya besar sekali untuk kepentingan banyak orang.
GS : Jadi buah-buah yang nyata yang bisa dirasakan dan memuliakan Tuhan lewat karunia yang diterima oleh seseorang itu apa saja, Pak Paul ?
PG : Misalnya yang pertama, sewaktu karunia bertumbuh dengan tepat maka tujuan hidup terlihat dengan cepat dan tepat, sehingga kita tidak bingung dalam hidup tapi kita mengetahui tujuan hidup kita dan kita tidak lagi mudah diombang-ambingkan, "Nanti orang mau ke sana, orang menunjuk kita ke sini" tidak seperti itu tapi kita jelas mengetahui dan kita tidak lagi seperti orang yang mengembara mencari-cari tempat di dalam hidup ini, tapi kita mengetahui di mana tempat kita dan kita mengetahui akhirnya dengan cara apakah kita akan hidup untuk memuliakan Tuhan karena memang sudah terurai dengan jelas semua.
GS : Sebenarnya kalau seseorang tidak bisa menemukan dukungan dari keluarganya, apakah ada pihak lain misalnya konselor atau hamba Tuhan yang bisa mengarahkan dia, Pak Paul ?
PG : Bisa, tentang pencarian karunia atau bakat memang bisa ditolong dengan tes-tes supaya nanti terungkap apa karunia dan bakatnya. Tapi sebetulnya secara sederhana kalau orang tua berperan aktif dalam kehidupan anaknya, melimpahkan kasih sayang dengan cukup kepada mereka, seharusnya mereka itu melihat, "Kira-kira ke sini dan dengan cara ini saya akan memuliakan Tuhan dan inilah tempat saya di dalam panggilan Tuhan."
GS : Ada remaja yang mengeluhkan sangat sulit menemukan karunianya, karena orang tuanya tidak memberikan arahan tapi orang tuanya hanya bilang, "Cari sendiri", itu malah membuat dia bingung.
PG : Betul. Dan memang harus dimulai sejak kecil waktu anak-anak melakukan sesuatu orang tua langsung memberikan tanggapan, "Baik sekali kamu, kamu bisa melakukan ini, gambar kamu bagus". Ini yang nanti akan menimbulkan percaya diri pada anak sehingga dia lebih berani lagi dan lebih termotivasi lagi untuk menggali kemampuannya.
GS : Pak Paul, untuk perbincangan ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Amsal 13:22 berkata, "Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya, tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar". Ini bagian pertamanya indah sekali orang yang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya. Jadi yang bisa kita wariskan kepada anak cucu kita memang adalah kehidupan kita yang baik, kehidupan kita yang berkenan kepada Tuhan, tidak bisa tidak kalau kita hidup seperti itu anak-anak kita mendapatkan warisan yang luar biasa.
GS : Jadi upaya beberapa orang tua yang hanya mewariskan harta benda, sebenarnya tidak cukup, Pak Paul ?
PG : Sama sekali tidak cukup sebab ada banyak hal lain yang memang penting sekali. Baru saja saya bicara dengan mama saya dan dia bercerita tentang teman-temannya masa lalu, dia berkata, "Ada orang-orang yang mama kenal, mereka adalah anak-anak orang yang sangat kaya waktu mama masih muda, tapi sekarang hidup mereka begitu susah". Jadi benar-benar kekayaan itu tidak abadi. Tapi kalau orang tua bisa mewariskan kehidupan yang benar, maka itu tidak terbilang nilainya bagi si anak.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Latar Belakang Keluarga dan Karunia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.