Ketika Kematian Membayang

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T343B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kita tahu bahwa kematian adalah awal dari kehidupan bersama Tuhan kita Yesus di surga, namun kita tetap akan takut tatkala membayangkan kematian. Sesiap-siapnya kita menghadapi kematian, sewaktu mendengar berita bahwa hari-hari kita hidup sudah mulai dapat dihitung, kita akan tetap merasa gelisah. Kenapa kita bisa menjadi begitu takut dan bagaimana cara menghadapi ketakutan itu, di sini akan dibahas dengan lebih rinci.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kendati kita tahu bahwa kematian bukanlah akhir kehidupan melainkan awal dari kehidupan bersama Tuhan kita Yesus di surga, pada umumnya kita tetap akan terguncang tatkala membayangkan kematian secara lebih nyata. Sesiap-siapnya kita menghadapi kematian, sewaktu mendengar berita bahwa hari-hari kita hidup sudah mulai dapat dihitung, kita akan tetap merasa gelisah.

Setidaknya ada tiga sumber yang dapat membuat kita gelisah.

  1. Pertama adalah ketidaktahuan akan pengalaman kematian itu sendiri.
  2. Kedua, yang membuat kita gelisah adalah kematian memisahkan kita dari segala sesuatu yang kita kenal dan sayangi.
  3. Ketiga. Kematian kerap diasosiasikan dengan kesakitan atau penderitaan menahan sakit.

Pada umumnya ketiga sumber ini adalah penyebab kecemasan yang timbul tatkala membayangkan kematian. Sungguhpun demikian kita tidak harus terkapar di bawah bayang-bayang kematian. Berikut akan dijabarkan beberapa hal yang dapat memberi kita kekuatan menghadapi bayang-bayang maut :

PERTAMA, KITA PERLU MENGINGAT BAHWA WALAUPUN PENGALAMAN KEMATIAN ITU SENDIRI MERUPAKAN SESUATU YANG MISTERIUS, NAMUN AKHIR DARI KEMATIAN ITU SENDIRI MERUPAKAN SESUATU YANG TERANG.
Kendati perjalanan kematian itu sendiri tidaklah jelas dan pasti, tetapi akhir dari perjalanan itu sendiri adalah jelas dan pasti. Sebagai manusia biasa Tuhan kita Yesus pun pernah menjalani kematian— selama tiga hari—dan setelah itu Ia bangkit. Dengan kata kata lain, akhir dari perjalanan kematian adalah kebangkitan atau kehidupan yang baru bersama Tuhan di surga. Inilah yang akan dialami oleh semua orang yang percaya pada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Jadi, setiap kali kita membayangkan kematian yang mendekat, usahakanlah untuk membayangkan akhir dari perjalanan kematian itu.

Saya pernah menjalani colonoscopy dan harus dibius total. Saya masih ingat meskipun saya sudah mengetahui prosedur pelaksanan dan risiko yang minimal, tetap ada sedikit kegelisahan menghadapinya. Setelah dibawa masuk ke dalam kamar operasi, saya diajak bicara oleh dokter dan perawat. Rupanya pada saat yang bersamaan mereka pun tengah membius saya tanpa saya menyadarinya. Saya hanya mengingat bahwa saya kemudian menanyakan apakah prosedur itu segera akan dimulai. Yang mengagetkan adalah jawaban mereka bahwa sesungguhnya prosedur sudah dilaksanakan. Saya tidak tahu kapan saya tertidur dan saya pun tidak tahu kapan saya terbangun. Saya hanya merasa berada di antara dua kalimat tetapi nyatanya saya telah tertidur. Demikian pulalah dengan kematian. Kita tidak akan tahu kapan persisnya kita mati dan kita tidak tahu kapan tepatnya kita terbangun. Satu hal yang kita ketahui dengan pasti adalah tiba-tiba kita sudah bersama Tuhan kita Yesus di surga.

1 Tesalonika 4:14 mengingatkan, "Karena jikalau kita percaya bahwa Yesus telah mati dan bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia."

KEDUA, PERPISAHAN DENGAN SEMUA YANG TERKAIT DENGAN HIDUP DI DALAM DUNIA MERUPAKAN KENISCAYAAN.
Kita harus berpisah dengan relasi yang selama ini kita kenal sebab di dalam surga, relasi yang akan ada bukanlah relasi seperti yang kita pahami selama ini. Kita akan saling mengenal namun pengenalan akan identitas diri tidak memicu reaksi emosional dan mental yang sama. Jadi, terimalah fakta ini. Yohanes 14:2 memberi kita kepastian akan hal itu, "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."

KETIGA, KITA MESTI MENGINGAT BAHWA DERITA DAN RASA SAKIT ADALAH BAGIAN TAK TERPISAHKAN DARI HIDUP.
Semua wanita yang pernah melahirkan pernah merasakan rasa sakit; semua yang pernah mengalami kecelakaan pernah mengalami rasa sakit. Singkat kata sesungguhnya rasa sakit dan derita telah menjadi bagian hidup sejak awal. Jika demikian halnya, tidak semestinya kita memandang rasa sakit menjelang kematian sebagai penderitaan yang khusus atau terlebih menyakitkan dibanding rasa sakit lain yang pernah kita alami sebelumnya. Dan, bila dengan anugerah Tuhan kita dapat melalui semua rasa sakit itu, dengan anugerah Tuhan yang sama, kita akan dapat melewati rasa sakit menjelang kematian. Firman Tuhan mengingatkan, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9)