GS | : | Pak Paul, pada kesempatan yang lampau kita membicarakan tentang kesalahan dalam menjalin relasi. Dan Pak Paul katakan ada 4 pasang hal yang perlu diperhatikan dalam menjalin relasi, kita baru berbicara 2 pasang dan itu pun belum sempat sampai tuntas. Kita akan lanjutkan perbincangan itu pada kesempatan ini. Namun agar para pendengar kita memunyai gambaran yang lengkap maka Pak Paul bisa membicarakan secara lengkap apa yang telah kita perbincangkan pada kesempatan yang lalu. |
PG | : | Apa yang terjadi pada relasi berpacaran seringkali dibawa masuk ke dalam pernikahan itu sendiri, jadi kalau dalam masa berpacaran, kita telah membentuk pola kehidupan tertentu pada akhirnya nanti akan masuk ke dalam pernikahan dan juga akan memberi dampak para relasi kita. Maka kita harus menjalani masa berpacaran itu dengan benar atau sehat sehingga pada akhirnya kita akan menuai benih-benih sehat dalam pernikahan kita pula. Kita telah bahas bahwa pada masa berpacaran dituntut adanya kejujuran dan keterbukaan, kita harus menyingkapkan yang sebenarnya kepada pasangan dan harus menargetkan, seiring dengan berjalannya waktu kita menjadi terbuka yaitu kita harus mengungkapkan sebanyak-banyaknya kepada pasangan sehingga dia makin mengenal siapa kita. Kita juga membahas bahwa dalam masa berpacaran kita perlu menjunjung tinggi kesalehan dan kekudusan. Kesalehan sudah tentu adalah kehidupan rohani, kehidupan yang akrab dengan Tuhan sehingga kita nanti bisa berjalan dalam kehendak-Nya. Namun kita juga harus menekankan kekudusan karena kalau misalnya sampai kekudusan ternoda, bukan saja melanggar perintah Allah yaitu perzinahan, tapi itu juga bisa berdampak pada relasi pernikahan kita, yaitu misalnya kita nantinya kurang percaya pada pasangan kita, kita nanti kurang menghargai pasangan kita dan kita juga merasa tidak aman dalam relasi ini karena telah terjadi hal yang melanggar kekudusan itu, kita selalu bertanya-tanya apakah pasangan kita akan meninggalkan kita. Jadi relasi yang tadinya kuat menjadi lemah. Maka kita harus berjaga jangan sampai relasi kita kehilangan kekudusannya. |
GS | : | Padahal menjaga kekudusan ini bukan sesuatu yang mudah, karena batas-batasnya pun kadang kita tidak tahu dengan jelas yang mana disebut kudus, yang mana disebut tidak kudus. Upaya apa yang bisa kita lakukan atau dilakukan oleh mereka yang sedang berpacaran agar kekudusan itu tetap terjaga. Karena nanti sampai ke pernikahan pun mereka harus tetap menjaga kekudusannya masing-masing, Pak Paul ? |
PG | : | Betul sekali. Yang pertama adalah kita harus mengundang Tuhan masuk ke dalam relasi kita sejak awal. Kita harus menjadikan Tuhan sebagai orang ketiga yang senantiasa hadir dalam relasi kita. Jadi jangan abaikan waktu untuk berdoa bersama, kesadaran akan kehadiran Tuhan di tengah kita dapat menolong kita menghalau godaan seksual. Jadi kalau relasi kita hampa dengan kehidupan rohani, kita tidak berdoa bersama, kita tidak berbakti bersama dan sebagainya maka godaan seksual itu akan makin besar. Tapi kalau kita terus menghadirkan dan mengundang Tuhan agar ada dalam relasi kita maka kehadiran Tuhan itu juga akan menolong kita mengingat untuk menjaga kekudusan. |
GS | : | Selain kita secara sadar mengundang Tuhan dalam relasi ini, apakah perlu sebagai pasangan yang baru saling menjajagi mengundang orang lain, Pak Paul ? |
PG | : | Ide itu sangat baik. Jadi kita juga perlu memiliki sebuah relasi pertanggung- jawaban dengan seorang mentor atau kakak pembimbing, kita harus bersedia bertemu dengannya secara berkala misalnya 1 atau 2 bulan sekali, dan melaporkan status relasi kita, secara spesifik kekudusan kita. Kita diingatkan bahwa kita harus memertanggungjawabkan perbuatan kita kepada seseorang, ingatan ini akan membantu kita menjaga kekudusan karena kalau kita mau melangkah terlalu jauh maka kita akan ingat kalau bulan depan saya harus memertanggungjawabkan ini kepada kakak pembimbing saja, bagaimana saya harus mengatakan ini. Jadi ingatan ini menolong kita untuk berjaga-jaga. |
GS | : | Memang ini agak jarang dilakukan terutama di sini karena memang agak sulit mencari orang yang bisa dipercaya sebagai kakak pembimbing kita. |
PG | : | Memang hal ini tidak terlalu terbiasa disini, tapi kita bisa meminta seorang kakak pembimbing atau kakak rohani untuk menjadi orang kepadanya kita bisa datang untuk memertanggungjawabkan perbuatan kita. Sebab waktu saya berpacaran, saya dan calon istri saya bergumul dengan hal kekudusan, maka kami menyadari hal ini. Sekarang kami membuka diri kami, kami mau memberikan kesempatan kepada orang untuk datang kepada kami dan bercerita. Jadi kami di sana juga membimbing pasangan yang dalam masa berpacaran dan kami secara berkala akan bertemu, dan setiap kali kami bertemu saya akan menanyakan hal kekudusan ini dan mereka dengan jujur berbagi dengan kami mengenai pergumulan mereka, sekaligus mereka juga mengatakan bahwa karena tahu kalau kami akan bertemu secara berkala maka mereka menjadi lebih berhati-hati karena mengetahui nanti harus dipertanggungjawabkan. Saya kira ini suatu konsep yang penting dan baik. |
GS | : | Hal lain yang bisa dilakukan apa, Pak Paul ? |
PG | : | Sedapat-dapatnya jauhkan kontak fisik dan hindarkan tempat yang memberikan kita kesempatan untuk berbuat terlalu jauh. Jangan sungkan untuk menolak ajakan atau sentuhan yang melanggar batas, lebih baik takut berdosa dan terlihat kolot dan kaku daripada terjeblos dalam dosa. Salah satu hal yang sering diungkapkan oleh orang adalah kenapa dia membiarkan sejauh itu, seringkali apalagi yang wanita dia berkata, "Karena tidak enak atau sungkan untuk menolak jadi akhirnya mendiamkan" padahalnya dia sebetulnya tidak mau. Jadi penting sekali kita berani bicara apa adanya dan jangan takut melukai hati pasangan, sebab apa yang kita lakukan adalah sebuah investasi untuk pernikahan kita kelak. |
GS | : | Mungkin yang harus diperhatikan adalah caranya menolak, atau cara memberitahukan supaya pasangannya jangan tersinggung. |
PG | : | Betul. Jadi kita harus sampaikan dengan halus supaya tidak membuat dia merasa terhina. |
GS | : | Mungkin ada hal lain lagi yang bisa dilakukan,Pak Paul ? |
PG | : | Pada akhirnya jangan berhenti bergumul, jangan putus asa. Jangan berkata bahwa Tuhan tidak lagi peduli, tidak seperti itu karena Tuhan peduli dan ia akan menerima kita yang babak belur bergumul dengan dosa. Sebaliknya jangan meremehkan Tuhan dan jangan berkata bahwa, "Tuhan pasti mengerti, maka Dia membolehkan kita berhubungan seksual sebelum menikah" tidak ! Tuhan telah memberi perintah-Nya dan Dia tidak memberi kita pengecualian, apa yang tidak boleh, ya tidak boleh. Jadi jangan sampai kita ke ekstrem yang satu atau ke ekstrem yang satunya. Kadang karena kita sudah gagal terlalu jauh berbuat maka kita merasa percuma, "Tuhan pasti sudah marah" jangan seperti itu, dan juga jangan meremehkan Tuhan, "Pasti Tuhan tidak marah, ada hal-hal yang lain yang lebih serius karena ini bukan hal yang serius" jangan seperti itu ! Kalau hal ini tidak serius maka Tuhan tidak akan mengatakan "jangan". |
GS | : | Jadi kekudusan ini memang dikehendaki Tuhan dari anak-anak-Nya, baik yang sedang berpacaran, menikah maupun hidup lajang dan seterusnya karena ini menjadi salah satu sifat dari Tuhan yang Tuhan mau kita juga meniru Tuhan seperti itu. |
PG | : | Betul sekali. Jadi memang di kitab Imamat Tuhan juga berkata, "Hendaklah kamu kudus karena Aku kudus" jadi Tuhan tidak mau kita hidup sama seperti orang lain yang tidak mengenal Tuhan. |
GS | : | Mungkin ada hal lain yang perlu kita perhatikan di dalam menjalin relasi ini, Pak Paul ? |
PG | : | Kita sekarang masuk ke pasangan yang ketiga yaitu kejelasan dan kefleksibelan. Pada masa berpacaran ada kecenderungan yang kuat untuk bersikap samar. Dalam pengertian tidak berani mengambil sikap atau menunjukkan selera atau pendapat pribadi, akhirnya kita mendiamkan perbuatan pasangan yang tidak kita sukai, menelannya ke dalam hati karena kita khawatir bahwa pernyataan pendapat dapat memicu konflik. Masalahnya adalah begitu kita mendiamkan perilaku tertentu dari pasangan maka besar kemungkinan perilaku itu akan menetap menjadi bagian kita, akhirnya perilaku itu akan terus bertahan menjadi bagian dari pernikahan. Itu sebabnya dari awal berelasi seyogianya kita bersikap jelas kepada pasangan, kita harus berani menyatakan sikap kepadanya walaupun dengan bersikap jelas mungkin saja terjadi konflik, namun kalaupun terjadi konflik menurut saya ini adalah konflik yang sehat. Ini adalah konflik yang seharusnya terjadi, dengan kita menyatakan sikap dan timbul konflik, kita akan berkesempatan menyelesaikan problem yang ada. |
GS | : | Seringkali perilaku yang tegas ini disalah mengerti orang dengan sikap kaku tidak bisa berkompromi sehingga untuk menjalin supaya relasi ini mulus mudah dimengerti, kita cenderung berkompromi dalam hal ini, tapi rupanya itu lebih memperburuk hubungan. |
PG | : | Rupanya kalau kita terus samar-samar berkompromi, akhirnya kita ini tidak memberikan kesempatan kepada pasangan untuk sungguh-sungguh mengenal siapa kita apa adanya. Sebetulnya ini tidak sehat sebab makin jelas ia melihat kita, makin terbuka kemungkinan ia memilih atau tidak memilih kita dengan alasan yang tepat. Maksud saya, oleh karena ia dapat melihat siapa kita apa adanya kalaupun dia harus memutuskan hubungan, dia akan melakukannya atas dasar yang tepat dan bukan atas dasar kesalahpahaman, jadi kita harus merasa aman menjadi diri kita apa adanya sehingga kita tidak takut kalau hubungan ini putus, kadang ini yang terjadi karena takut hubungan ini putus maka kita terus bersikap membolehkan, mengiyakan dan tidak pernah menyatakan sikap dengan jelas. Tapi bagi saya itu merugikan sebab pasangan kita mengira kalau kita seperti itu padahalnya bukan, dan nanti setelah menikah bukankah yang asli akan keluar dan ini nanti menjadi masalah. |
GS | : | Apakah pasangan itu tidak bisa menangkap atau memahami bahwa sebenarnya ini merupakan sebuah kompromi dia terhadap kita ? |
PG | : | Ada yang bisa menangkapnya, tapi ada juga yang beranggapan, "Pacar saya ini orangnya baik, menurut dan tidak pernah menolak dan tidak pernah mengatakan tidak" jadi dilihatnya sebagai sebuah karakter yang dianggapnya baik padahalnya bukan, ini bukan karakter aslinya. Jadi tetap saya anjurkan terbukalah, kalau tidak setuju berkata tidak setuju. Justru dengan cara itu maka perbedaan yang ada bisa terlihat dan akhirnya diselesaikan. Jadi beranikan diri untuk bersikap dengan jelas. Sebab kalau kita menunjukkan diri apa adanya maka pasangan kita bisa melihat siapa kita dan kita bisa memulai proses penyesuaian. Tapi di pihak lain kita juga harus bersedia untuk bersikap fleksibel dan jangan kaku apalagi egois. Dalam proses penyesuaian dituntut kesiapan kedua belah pihak untuk misalnya mengurungkan niat, membatalkan tuntutan, mengubah permintaan, atau mengakui kesalahan. |
GS | : | Ini yang kadang sulit bagi kita, kita sedang pada bagian mana, bagian fleksibel atau kita itu begitu tegas menyatakan sikap kita, ini menjadi bingung. |
PG | : | Jadi dari awal kita harus bersikap jelas, waktu kita bersikap jelas kemudian timbul konflik dan kita harus menyesuaikan diri maka belajarlah untuk fleksibel. Mulai dari bersikap jelas dulu kita menyatakan sebetulnya apa yang menjadi keinginan hati kita, suka atau tidak suka, apa yang kita harapkan dari dia, itu yang kita ucapkan namun biarkan, nanti akan terjadi mungkin diskusi atau perdebatan atau bahkan konflik dan tidak apa-apa. Dalam upaya menyelesaikan ketidaksesuaian itu, dua-dua harus siap untuk fleksibel. |
GS | : | Sebenarnya kalau kita mau mengalah sedikit maka hubungan itu akan membaik kembali, hanya karena seseorang itu terlalu kuat pada pendiriannya sehingga relasi itu bisa juga terancam putus. |
PG | : | Jadi kadang-kadang kita ini beranggapan, "Saya tidak bisa kompromi sebab ini hal prinsipiil" tapi masalahnya kalau semua hal sama penting dan sama prinsipiilnya dan tidak ada yang kita bisa kompromikan maka susah juga. Jadi pernikahan itu nantinya dibangun di atas kejelasan sikap dan sekaligus kefleksibelan sikap juga. Kita harus mampu memilah-milah mana yang penting dan mana yang tidak penting. Tapi setelah kita sadari mana yang penting dan mana yang tidak penting maka belajarlah untuk fleksibel untuk hal-hal yang tidak penting itu. |
GS | : | Karena kadang-kadang apa yang kita anggap penting, bagi pasangan itu tidak terlalu penting. Sehingga dia bilang, "Begitu saja tidak mau mengalah". |
PG | : | Betul. Jadi kita mesti akhirnya melihat masalah dari kacamata pasangan kita, tidak hanya dari kacamata kita sendiri. Misalnya kalau kita sedang makan dan kemudian pasangan kita datang, pasangan kita mengharapkan kita memanggil dan mengajak makan. Mungkin kita berkata, "Itu tidak penting", tapi pasangan kita bisa berkata, "Dengan kamu mengajak saya makan, saya tidak merasa diacuhkan, tapi saya merasa diperhatikan jadi tolong kamu lakukan", kita tidak bisa berkata, "Saya tidak peduli, saya tidak suka". Mungkin kita bisa berkata, "Baiklah, terus terang bagi saya hal itu tidak penting sebab kalau aku makan dan kamu di situ dan aku tidak menawari kamu makan, aku tidak mengapa dan aku tidak akan persoalkan tapi karena ini penting buat kamu meskipun ini tidak penting buat aku, maka lain kali aku akan ingat untuk panggil kamu. Tapi kalau sampai aku lupa maka mohon maaf dan tolong dimaklumi sebab ini bukan hal yang penting buat aku tapi saya akan usahakan hal itu". |
GS | : | Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menjalin relasi ini apa, Pak Paul ? |
PG | : | Yang terakhir adalah pasangan keserasian dan kenikmatan. Pernikahan bertahan di atas kesanggupan untuk menoleransi, menerima dan menyesuaikan diri. Singkat kata, bila kita tidak bersedia untuk menoleransi, menerima dan menyesuaikan diri sesungguhnya kita tengah berada di ambang kehancuran. Sungguhpun demikian kita harus mengingat bahwa pernikahan juga harus bertumbuh bukan hanya bertahan. Untuk dapat bertumbuh dituntut adanya keserasian dan kenikmatan, yang saya maksud dengan keserasian adalah kesamaan minat. Memang tidak mungkin kita menemukan orang dengan kesamaan minat dalam semua bidang, sudah tentu ada perbedaan minat. Namun untuk dapat membangun pernikahan dituntut adanya kesamaan minat dalam banyak hal. Singkat kata, bila kita mendapati bahwa pasangan kita begitu berbeda sehingga dalam hampir segala lini kehidupan kita berbeda, maka besar kemungkinan pernikahan kita akan mudah rapuh. Ini unsur keserasian yang harus diperhatikan pada masa berpacaran. |
GS | : | Sebenarnya memang ada banyak hal yang melatarbelakangi seseorang sehingga seseorang itu bisa serasi. Misalnya dalam hal budaya, kebiasaan, dalam hal ekonomi, dalam hal pendidikan. Itu yang membuat orang serasi dan tidak serasi, kalau misalnya dalam hal pendidikan, jika jaraknya terlalu jauh maka perbedaan itu juga sulit untuk serasi. Demikian juga untuk faktor ekonomi, hubungan sosial dan sebagainya, itu semua juga berpengaruh, Pak Paul. |
PG | : | Sangat berpengaruh. Tadi Pak Gunawan sudah mengatakan kalau minat itu sangat dipengaruhi baik oleh latar belakang pendidikan, tingkat kecerdasan atau latar belakang ekonomi. Jadi memang orang dengan latar belakang pendidikan, tingkat kecerdasan dan latar belakang ekonomi yang sama cenderung mengembangkan kesamaan minat, itu sebabnya seyogianyalah kita memilih orang dengan latar belakang pendidikan, tingkat kecerdasan, dan latar belakang ekonomi yang lebih sederajat sehingga kita bisa menemukan lebih banyak kesamaan minat dan membangun lingkup kehidupan yang serupa. Sebagai contoh apabila kita gemar membaca karya ilmiah tapi pasangan kita gemar menonton sinetron, maka tidak bisa tidak akan ada perbedaan mencolok dalam banyak hal lainnya. Perbedaan ini tentu membuat kita sukar berbicara panjang lebar akan minat masing-masing. Yang menonton sinetron akan membicarakan sinetron dan kita tidak suka, tidak bisa bicara tentang sinetron. Kita suka membaca buku karya ilmiah dan pasangan tidak suka, kita tidak bisa ceritakan kepada dia apa yang telah kita baca, temuan-temuan baru yang telah ditemukan kita tidak bisa bagikan kepadanya dia juga tidak mau membaca dan tidak minat mendengarkan. Jadi sekali lagi tingkat pendidikan, latar belakang ekonomi dan tingkat kecerdasan berpengaruh besar di dalam pengembangan minat, makin kita beda dalam hal latar belakang tersebut, tidak bisa tidak makin berbeda minat kita, dan makin berbeda minat kita, maka makin sulit bagi kita untuk menambah keserasian dalam pernikahan kita kelak. |
GS | : | Bagaimana kalau salah satu mau mengalah, misalnya tadi yang lebih tinggi. Orang yang ekonominya lebih tinggi mau mengalah dan mencoba berpasangan dengan mereka yang ekonominya lebih rendah atau lebih pandai bergelar mau mengalah. Apakah unsur mengalah ini bisa memerbaiki relasi, Pak Paul ? |
PG | : | Sudah tentu akan memerbaiki relasi kalau kita menyadari ada perbedaan maka kita terima dan kita tidak memaksakan dia untuk mengikuti minat kita dan sebaliknya, sudah tentu kalau ada yang mengalah maka itu akan memudahkan. Namun tetap tidak terlalu gampang sebab misalnya tingkat kecerdasan, tingkat kecerdasan yang rendah cenderung melahirkan cara berpikir yang sederhana dan kaku. Orang yang tingkat kecerdasannya rendah cenderung kaku karena dia melihat sesuatu dari kacamatanya sendiri dan susah untuk dia dengan lincah melihat sudut pandang yang lainnya, akibat tingkat kecerdasan yang terbatas, dia tidak bisa melihat dari berbagai sudut, pola pikirnya hitam putih dan tidak mudah berubah, akhirnya waktu berdiskusi dengan kita, ada hal yang ingin kita tunjukkan kepada dia susah. Jadi akhirnya lama-lama kita juga bisa enggan berbicara atau diskusi dengan dia, sedangkan banyak hal yang harus diputuskan bersama. Biasanya kalau sudah seperti itu kita tidak lagi konsultasi dan kita putuskan sendiri. Karena kalau diskusi maka akan menjadi panjang lebar, kita sudah berusaha dan menjelaskan, bahkan sebelum kita berdiskusi kita sudah terbayang sesuatu dan kita sudah lebih dulu berpikir pasti akan menjadi panjang, dan sampai kapan ? Berhari-hari dan tidak ada waktu lagi. Jadi akhirnya kita ambil keputusan sendiri, berarti itu merengganglah hubungan kita dengan pasangan. |
GS | : | Dan itu berdampak pada hubungan sosial kita, kadang kita tidak berani atau tidak mau mengajak pasangan kita untuk bergaul dengan orang-orang yang kurang serasi. |
PG | : | Betul sekali. Jadi unsur keserasian itu penting sekali. |
GS | : | Selain keserasian, faktor lain yang berpotensi menumbuhkan relasi, apa Pak Paul ? |
PG | : | Yang lain adalah faktor kenikmatan. Pernikahan baru dapat bertumbuh bila kita dapat menikmati kebersamaan dengan pasangan. Sebaliknya jika kita tidak bisa menikmati kebersamaan dengan pasangan, mustahil relasi dapat bertumbuh. Apabila kita menemukan kecocokan maka tidak bisa tidak kita akan senang bersamanya dan kita akan menanti-nantikan waktu untuk bersamanya, kita tidak sabar untuk berbagi dan bercerita, kita ingin dapat mendengar suaranya dan menghabiskan waktu bersamanya. Inilah pertanda bahwa kenikmatan sudah menjadi bagian dari relasi. Jadi kita bisa menikmati kebersamaan kita, kita bisa melakukan hal-hal yang menjadi minat kita bersama dan menikmati waktu bersama dengan dia. Inilah yang akan menumbuhkan sebuah relasi. |
GS | : | Biasanya ini terjadi pada masa berpacaran, tapi makin lama makin pudar setelah pernikahan, Pak Paul. |
PG | : | Seringkali itu terjadi, banyak orang selama masa berpacaran menemukan kesamaan dan bisa melakukan hal ini bersama-sama dan menikmatinya, setelah menikah ada anak dan tanggung jawab maka dipangkaslah kebersamaan-kebersamaan itu, maka kita harus berjuang keras, berjuang untuk menetapkan misalnya jadwal supaya kita masih bisa bersama dengan pasangan, secara berkala melakukan hal-hal yang kita juga senangi bersama, hal-hal itu akan menjadi perekat relasi kita. Kalau orang tetap dalam pernikahan, sama-sama serumah tapi tidak ada lagi hal-hal yang dapat dilakukan bersama yang dinikmatinya, maka tidak bisa tidak relasi itu sudah sangat kering sekali. |
GS | : | Jadi sebenarnya pada masa berpacaran kenikmatan itu tumbuh dengan sendirinya, tapi pada masa pernikahan ini harus diusahakan. |
PG | : | Betul sekali. Jadi kita harus menjaganya karena kalau tidak, maka lama-lama akan tersapu bersih oleh tuntutan kehidupan. |
GS | : | Seberapa penting faktor kenikmatan itu setelah kita menikah, Pak Paul ? |
PG | : | Saya kira penting sekali karena inilah yang nanti menumbuhkan kasih sayang, menumbuhkan keintiman dan benar-benar menjadi perekat hubungan kita, makin banyak hal yang bisa kita kerjakan bersama. Kita menikmati kebersamaan, saya kira makin kuat relasi kita itu. |
GS | : | Jadi sebenarnya hal penting apa yang Pak Paul ingin sampaikan di dalam memersiapkan pernikahan ini ? |
PG | : | Saya akan menyimpulkannya dengan satu kalimat yaitu pilihlah dengan hati-hati dan pilihlah dari hati. Pilihlah pasangan kita dengan hati-hati jangan sembarangan namun pilihlah dari hati. Artinya yang memang cocok sesuai dengan hati kita. |
GS | : | Apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ? |
PG | : | Roma 15:5-7 berkata, "Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah." Ini firman Tuhan menegaskan kembali kepada kita bahwa panggilan kita adalah untuk memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, namun Tuhan meminta kita yaitu dengan satu hati dan satu suara. Jadi inilah yang harus kita bina dalam relasi berpacaran menjadi satu hati dan satu suara agar nanti bisa memuliakan Tuhan. |
GS | : | Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kesalahan Dalam Menjalin Relasi" bagian yang kedua dan yang terakhir. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang. |