Kendorkan Kendali tetapi Jangan Lepaskan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T598A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kendalikan anak dengan fleksibel, buka pintu dialog dan dengarkan pendapatnya, meskipun anak berada di luar kendali orang tua, tapi tidak pernah berada di luar kendali Tuhan, gabungkan kasih dan ketegasan, penerimaan dan pendisiplinan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

dpo. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Membesarkan anak mengharuskan kita untuk bersikap fleksibel. Misalkan, tidak seharusnya kita memerlakukan semua anak sama sebab pada kenyataannya mereka tidak sama. Ada anak yang langsung takut mendengar teguran tetapi ada pula anak yang tidak takut. Itu sebab kita mesti fleksibel. Selain dari itu, kita pun mesti fleksibel dalam pengertian, tidak seharusnya kita menerapkan sistem kendali yang sama pada setiap fase kehidupannya. Pada kesempatan ini secara khusus kita akan menyoroti fase dewasa awal, yaitu fase usia antara18-30 tahun. Inilah fase di mana anak mulai berkuliah—ada yang tinggal di rumah, ada yang tidak—dan bekerja.

Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah makin ketat kita mengendalikan anak di fase-fase sebelumnya, makin besar kecenderungan anak akan memberontak di fase dewasa awal. Sesungguhnya belum tentu anak memberontak terhadap nilai-nilai kehidupan yang telah kita tanamkan dan anut. Biasanya pemberontakan anak lebih dikarenakan ia tidak nyaman dengan cara kita mengendalikannya yaitu searah dan memaksakan, kurang memberi ruang berdialog. Ada pelbagai bentuk perilaku yang digunakan anak untuk memberontak. Misalkan, ada anak yang menolak untuk menekuni bidang tertentu yang selama ini kita arahkan dan sarankan. Atau, bila anak berkuliah di luar kota, ia menolak untuk menghubungi orang tua sesering yang diharapkan. Ada pula anak yang berhenti pergi beribadah seperti yang selama ini dilakukannya. Atau, ada anak yang bergaul atau bahkan berpacaran dengan teman yang tidak kita setujui. Semua adalah contoh bentuk pemberontakan yang umum dilakukan anak, pemberontakan yang lebih ditujukan terhadap cara kita mengendalikannya, bukan terhadap nilai kehidupan kita. Itu sebab penting bagi kita untuk mulai mengendorkan kendali mulai dari anak remaja. Jangan sampai anak merasa dikungkung dan tidak diberi ruang untuk menjadi dirinya sendiri. Bukalah pintu dialog dan dengarkanlah keluhan serta pendapatnya. Mulai percayakan untuknya mengambil keputusan meski tidak sesuai dengan keinginan atau selera kita. Selain itu batasi ruang gerak anak hanya untuk hal-hal yang penting, seperti relasinya dengan Tuhan, respek terhadap kesucian, hormat terhadap sesama dan berhikmat dalam bersikap serta bertindak.

Hal kedua yang perlu kita ketahui adalah fase dewasa, terutama seusainya kuliah, adalah masa di mana anak berkesempatan untuk menjadi dirinya sendiri, tanpa harus takut kehilangan restu dan dukungan orang tua. Bila di masa remaja dan di masa perkuliahan anak masih bergantung pada orang tua, maka di masa dewasa anak tidak lagi bergantung dan dapat berdikari. Jadi, di saat ini anak baru dapat menyatakan sikapnya apa adanya tanpa rasa takut terhadap orang tua. Itu sebab bila kita bereaksi keras dan mengeluarkan ancaman kepadanya, biasanya anak malah makin berani dan makin menantang. Jadi, jagalah emosi; jangan sampai keluar perkataan yang merendahkan anak. Ingatkan anak akan konsekuensi keputusannya tetapi jangan menekannya.

Di usia remaja anak mencoba-coba identitas dirinya, mana yang cocok, mana yang tidak cocok. Di usia dewasa awal, anak baru mulai mengenakan dan menguji identitas dirinya sesuai dengan keyakinan, nilai kehidupan, cita-cita dan kariernya. Masalahnya, tidak selalu identitas diri itu sesuai dengan harapan kita. Alhasil kita tidak setuju dan tergoda memaksanya mengubah haluan.

Di fase ini, salah satu hal yang kadang mesti kita hadapi adalah adanya kemungkinan anak mengambil keputusan yang salah. Sebagai orang tua tidak mudah bagi kita melihat anak mengambil jalan yang salah; kita berusaha keras agar ia sadar dan kembali ke jalan yang benar. Tetapi pada akhirnya kita harus menerima kenyataan bahwa anak yang sudah dewasa adalah pribadi yang terpisah dan mandiri. Tidak selalu kita bisa menjauhkannya dari bahaya atau menjaganya terjerumus ke lubang yang dalam. Di usia dewasa ia berada di luar kendali kita.

Walaupun semua ini adalah kenyataan yang mesti dihadapi dan terdengar menakutkan, namun, mesti kita ingat bahwa walau ia berada di luar kendali kita, ia tidak pernah berada di luar kendali Tuhan. Pendeta Greg Laurie dari Amerika pernah mengalami gejolak berat dalam keluarganya sewaktu anaknya memberontak dan hidup jauh darinya dan dari Tuhan. Namun, dengarlah apa yang dikatakannya tentang anak yang memberontak dan lari dari Tuhan, "Engkau bisa lari dari kami, tetapi engkau tidak bisa lari dari doa kami." Ya, meski tampak tak terkendali, ia tetapi berada di dalam kendali Tuhan. Meski ia lari dari kita, ia tidak bisa lari dari doa kita.

Satu hal lagi yang mesti kita camkan adalah bahwa Tuhan belum selesai dengannya. Ibarat rumah, Tuhan masih membangunnya. Tepat seperti lagu yang dinyanyikan oleh Bill Gaither, "Kids under construction, maybe the paint is still wet. Kids under construction, the Lord might not be finished yet." Kadang kita putus asa menantikan perubahan pada anak dan mungkin kita ragu apakah anak akan kembali ke jalan yang benar. Tuhan belum selesai; jadi, tunggulah. Satu hal yang tidak boleh kita abaikan adalah menjalin relasi dengannya; kita tetap mengasihinya.

Terakhir, kadang kita mesti bersikap tegas terhadap anak. Kita tidak boleh mengiyakan atau menutup mata terhadap keputusan-keputusan salah yang dibuatnya. Kita harus berdiri tegak di atas perintahTuhan dan kebenaran-Nya. Kita tidak boleh mengasihi anak lebih daripadaTuhan. Kita pun mesti berani menegurnya dan jangan takut kehilangannya. Sewaktu anak melihat kita takut kehilangan dirinya, ia akan bertambah berani dan hidup semaunya. Jadi, tegaslah.

Memang tidak mudah menggabungkan kasih dan ketegasan, penerimaan dan pendisiplinan. Jadi, senantiasa berdoa, mintalah hikmat dan kehendak Tuhan untuk dapat berjalan di jalan kasih dan ketegasan. Kadang, untuk tegas, kita mesti bersikap tega dan membiarkan. Meski hati menjerit kasihan, tetapi adakalanya itulah yang mesti kita lakukan. Adakalanya kita harus berdoa, "Tuhan, pukullah anakku sesuai takaran-Mu agar ia sadar." Sebab, seringkali itulah yang harus terjadi: Tuhan harus memukul anak kita yang tersayang supaya ia kembali ke jalan Tuhan yang terbaik. Bila kita menutup mata dan membiarkan, ia justru makin jauh dan sesat.

Membesarkan anak di usia dewasa awal ibarat membawa bola ke gawang. Tidak lurus, sering harus berbelok dan meliuk; acapkali harus bijak menghindar dari bahaya, tetapi kadang mesti menerobos bahaya. Kita tidak bisa memastikan apa pun kecuali, memastikan bahwa sejak kecil kita telah mendoakannya dan mengajarkannya tentang jalan dan keselamatan dari Allah melalui Yesus. Dengarlah pesan Paulus kepada Timotius, anak rohaninya, "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus" (2 Timotius 3:15).