Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso, dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Kehilangan Makna Hidup", kami berharap Anda sekalian bisa mengikuti perbincangan ini dengan baik. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita membicarakan tentang mendapatkan makna hidup. Jadi seseorang memang perlu punya makna hidup, tujuan hidup. Tetapi ternyata itu bisa hilang seperti yang akan kita perbincangkan pada kesempatan ini. Sebelum kita mengulas atau memperbincangkan tentang "Kehilangan Makna Hidup", mohon kesediaan Pak Paul untuk menguraikan secara singkat apa yang kita perbincangkan pada kesempatan yang lalu, tentang "Mendapatkan Makna Hidup" itu.
PG : Jadi kita telah bahas bahwa sebetulnya Tuhan sudah memberikan kepada kita makna hidup, yakni untuk membawa hormat dan memantulkan kemuliaan Tuhan. Nah, itu adalah makna hidup yang universal atau yang umum. Untuk mendapatkan yang spesifiknya buat kita atau yang personal yang pribadi untuk kita, memang kita harus mencarinya. Kita harus, misalkan melihat kesanggupan dan kebisaan kita sehingga kita tahu dengan pekerjaan apakah kita akan nanti hidup di dunia ini dan lewat itulah kita nanti memuliakan Tuhan. Kita juga tahu lewat karakter kita Tuhan akan memakai kita untuk membawa kemuliaan bagi Dia. Nah, dalam konteks makna hidup yang pribadi inilah kita juga mau berkata bahwa kadang-kadang kita bisa kehilangan. Kita akan melihat sekali lagi bahwa makna hidup yang universal tidak akan bisa hilang. Tuhan sudah tetapkan untuk kita; memantulkan kemuliaan Tuhan dan membawa hormat kepada Dia. Tapi yang pribadi yang spesifik itu kadang-kadang karena situasi kehidupan kita untuk sementara bisa kehilangan.
GS : Ini mungkin tolong Pak Paul jelaskan, bagaimana ada yang secara umum dan spesifik ini tadi di dalam diri kita, yang satu bisa hilang dan yang satunya tidak bisa hilang ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Oke. Saya akan langsung saja membahas hal ini supaya kita lebih jelas lagi. Kehilangan makna hidup dapat terjadi akibat hilangnya pekerjaan. Misalkan secara sekonyong-konyong kita ini diberhentikan lalu kita kesulitan mendapatkan pekerjaan. Tadi kita sudah bahas bahwa makna hidup yang spesifik atau yang personal itu kita temukan lewat pekerjaan kita, karier kita. Nah, kalau tiba-tiba kita kehilangan setelah kita misalkan bekerja untuk satu waktu yang lama tentu kita bisa untuk sementara kehilangan makna hidup kita; "Untuk apa kita hidup di dunia?". Sebab sekali lagi salah satu cara kita merenda hidup adalah melalui pekerjaan yang kita bangun tahap demi tahap lewat rentang waktu yang panjang. Setelah mencapai jenjang tertentu kita kemudian bertahan dan mengembangkannya. Sehingga waktu kita harus kehilangan pekerjaan itu, akan sangat memukul kita sebab pada titik itu pekerjaan sudah menyatu dengan diri kita. Akhirnya kita tergoncang dan kehilangan makna hidup. Jika ini yang terjadi untuk sementara ijinkan diri untuk bersedih, sebab kehilangan kerja identik dengan kehilangan sebagian diri kita. Setelah itu silakan eksplorasi pilihan kerja yang tersedia dan kita lakukan, Pak Gunawan. Memang idealnya kita menemukan kerja pengganti yang sejenis dan yang setara dengan pekerjaan yang terdahulu. Namun bila itu tidak terjadi jangan ragu untuk banting haluan dan menurunkan tuntutan. Ambil pekerjaan yang ada dan jadikan pekerjaan itu sebagai pengisi waktu dan juga mungkin untuk memenuhi kebutuhan keuangan dalam keluarga kita. Terpenting kita terus beraktifitas, sebab tanpa aktifitas kita semakin terpuruk.
GS : Jadi artinya tujuan seseorang bahwa hidupnya untuk memuliakan Tuhan mendatangkan hormat bagi Tuhan itu tidak akan bisa hilang Pak Paul, tapi dia akan kehilangan bagaimana mengekspresikan itu.
PG : Iya, lewat misalnya karier kita. Saya ini pernah suatu waktu selama 8 bulan kehilangan pekerjaan saya, Pak Gunawan. Saya benar-benar cukup goncang sebab tiba-tiba saya yang tidak pernah menganggur, sekarang saya di rumah dari pagi sampai sore. Nah, apa yang saya lakukan, saya tetap seminggu sekali atau seminggu dua kali akan pergi. Saya mengunjungi orang-orang yang memang perlu dikunjungi, berbicara dengan mereka, menghibur mereka dan puji Tuhan ada juga yang mengundang saya sekali-sekali untuk menyampaikan firman Tuhan; itu pun saya lakukan. Tapi untuk satu waktu memang, tidak bisa tidak, waktu kehilangan pekerjaan itu saya lumayan tergoncang. Tapi saya ingat. Saya masih punya tujuan hidup yang Tuhan berikan itu, yakni membawa hormat dan memantulkan kemuliaan Tuhan dan saya bisa menggenapinya bukan hanya lewat pekerjaan saya tapi juga siapa saya, karakter saya, sebagaimana yang telah kita bahas tadi. Waktu saya ini baik pada orang, mengasihi orang, menolong orang, saya juga sedang menggenapi tujuan hidup itu tapi memang tidak utuh. Karena pekerjaan itu memang menempati porsi yang besar dalam hidup kita. Jadi sewaktu kita kehilangan itu seringkali kita akan mengalami goncangan.
GS : Tapi ‘kan itu pekerjaan dalam hal ini itu untuk kepentingan kita bukan untuk sesuatu yang mendukung makna hidup itu tadi?
PG : Pekerjaan kita memang sudah tentu Tuhan sediakan untuk kepentingan kita memenuhi kebutuhan kita. Tapi kalau kita lakukan itu bukan saja memenuhi kebutuhan kita tapi kita tahu ini nantinya untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan, maka kita akan mengerjakan pekerjaan itu dengan lebih bersemangat, dengan lebih memikirkan dampak positif buat orang sehingga kita tidak hanya memikirkan diri sendiri. Saya berikan contoh, Pak Gunawan. Seorang pengusaha bisa membuka sebuah perusahaan untuk dirinya atau untuk nantinya membawa kemuliaan bagi nama Tuhan. Kalau dia memunyai konsep perusahaan saya nantinya untuk membawa hormat dan memantulkan kemuliaan Tuhan, misalnya dia akan menerapkan kebijakan-kebijakan yang dia tahu adil dan baik bagi pegawai-pegawainya. Dan kalau ada pegawai yang kesulitan seperti tidak bisa kerja atau apa, tidak langsung diberhentikan, dia berikan bantuan sedapat-dapatnya. Atau misalnya ada yang perlu untuk rumah misalnya dia akan sediakan pinjaman sehingga orang bisa meminjam uang untuk membeli rumah dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang sama atau perusahaan yang sama bisa menjadi 2 lembaga yang sangat berbeda; yang satu hanya untuk keuntungan si empunya tapi yang satunya bisa untuk kepentingan bersama dan melihat orang-orang lain. Nah, itu dibedakannya oleh tujuannya. Kalau orang mengerti dia ada disini untuk memuliakan Tuhan, dia akan nanti mengarahkan semua yang dia lakukannya ke arah itu.
GS : Jadi sebenarnya makna hidupnya tidak benar-benar hilang dalam diri seseorang yang sudah pernah mendapatkan makna hidup itu, Pak Pau l?
PG : Betul, betul. Jadi meskipun dia kehilangan pekerjaan dan saya tidak menyangkal kehilangan pekerjaan bisa menggoncangkan kita, tapi kita bisa jalan terus karena kita tahu makna hidup kita itu lebih dari sekadar pekerjaan kita.
GS : Jadi yang hilang ini pendapatan kita, tetapi makna hidup ini tetap bisa kita lakukan seperti tadi Pak Paul katakan dengan mengunjungi orang, dengan memberikan penghiburan pada orang lain dan sebagainya itu ‘kan masih tetap menunjukkan bahwa kita masih memunyai makna hidup disini. Hanya saja pendapatan memang tidak didapatkan, penghasilan kita hilang.
PG : Betul. Jadi memang tidak utuh, tidak seperti dulu tapi kita tetap masih bisa menggenapi makna hidup yang Tuhan berikan kepada kita.
GS : Begini Pak Paul kadang-kadang, kalau kita sudah kehilangan pekerjaan dan kita kehilangan penghasilan lama kelamaan pemikiran kita tentang makna hidup itu pun luntur.
PG : Bisa, Pak Gunawan. Ini membawa kita kepada poin berikutnya. Terkadang kehilangan makna hidup dapat terjadi akibat disilusi dalam hidup, Pak Gunawan. Mungkin kita ini pernah mengharapkan sesuatu namun tidak mendapatkannya. Sebagai akibat kita kecewa. Begitu kecewanya kita sampai-sampai kita kehilangan makna hidup. Misalkan kita ini berharap bahwa kita akan dikaruniai anak-anak akhirnya kita diberkati dengan anak. Masalahnya adalah sejak lahir anak ini bermasalah. Sehingga harus menjalani begitu banyak pengobatan, operasi dan sebagainya. Tidak bisa tidak kita kecewa. Dan dalam kondisi kecewa kita kehilangan makna hidup. Atau kita mengharapkan bahwa setelah menjadi orang Kristen kesulitan yang sedang dihadapi dapat berlalu. Ternyata itu tidak terjadi, sebab Tuhan menghendaki kita menghadapi masalah bersama Dia bukan melarikan diri dari masalah. Bila ini yang terjadi, tidak bisa tidak, kita akan kecewa dan dalam kekecewaan kita dapat kehilangan makna hidup sebagai orang Kristen. Jadi pertanyaannya adalah apa yang mesti kita perbuat dalam situasi seperti ini. Jawabannya adalah kita harus memercayai Tuhan dan keputusan-Nya walau kita tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
GS : Iya Pak Paul yang dimaksud disilusi apa itu?
PG : Disilusi sebetulnya adalah kekecewaan yang dalam. Bahwa hidup ini tidak terjadi seperti yang kita harapkan. Jadi akhirnya "Mengapa seperti ini hidup", memang seperti itulah desilusi. Waktu kita mengalaminya biasanya kita juga akan kehilangan makna hidup; "Buat apa hidup ini? Kenapa saya ada di dunia ini?". Sebagaimana contoh yang saya berikan tadi "Anak kita dari lahir mengapa sakit-sakitan? Tidak pernah sembuh-sembuh, yang satu belum sembuh sudah ada lagi yang lain?" jadi kita pun bertanya, "Aduh Tuhan buat apa kasih saya anak kalau anaknya sakit terus-menerus?". Pada momen seperti itu biasanya memang kita bisa kehilangan makna hidup. Namun kita tadi sudah singgung, harus percaya Tuhan dan keputusan-Nya, walau kita tidak mengerti. Kita mesti ingat bahwa Tuhan mendasari keputusan-Nya atas kasih dan rencana-Nya yang baik. Kita tidak tahu apa rencana-Nya tapi kita tahu bahwa Dia mengasihi kita dan semua yang keluar dari diri-Nya keluar dari hati-Nya yang baik. Jadi serahkan kepada Tuhan dan terimalah apa yang ditetapkan-Nya.
GS : Iya, Pak Paul. Seperti kalau pekerjaan itu hilang dari kita, kita masih bisa mencari kegiatan yang lain. Tetapi kalau anak seperti contoh yang kedua ini tadi Pak Paul ?
PG : Memang jauh lebih susah, Pak Gunawan, betul. Kalau pekerjaan masih bisa kita gantikan, kalau misal anak atau ada suami atau ada istri yang tiba-tiba menderita sakit yang berat, itu sesuatu yang tidak bisa kita gantikan dan kita hanya bisa terima. Memang jauh lebih sulit.
GS : Ini ‘kan tergantung sekali dengan kondisi iman seseorang kepada Tuhan. Semakin dia beriman semakin dia mengerti apa yang Tuhan mau kerjakan di dalam kehidupan ini. Tetapi bagaimana tidak begitu, Pak Paul?
PG : Ada orang yang memang tidak mengerti karena memang dia tidak begitu mengenal firman Tuhan sehingga akhirnya waktu ini terjadi reaksinya adalah marah kepada Tuhan, "Mengapa Tuhan tega membiarkan ini terjadi pada diri saya? Mengapa Tuhan tidak menolong saya malah Dia membiarkan saya mengalami semua ini?". Memang akhirnya ada orang yang kecewa berat kepada Tuhan dan marah kepada Dia. Namun kalau kita bisa percaya Dia baik, apapun yang terjadi Dia baik, Dia mengasihi kita. Kalau Dia tidak mengasihi kita, Dia tidak akan mati untuk dosa-dosa kita dan Dia menderita begitu hebat demi kita. Itu berarti Dia mengasihi kita. Kalau kita pegang itu maka kita akan nanti memandang penderitaan kita atau kesusahan kita dari bingkai yang lebih besar lagi, yaitu bingkai Tuhan. Dia sedang merangkai sesuatu, Dia sedang mengerjakan sesuatu. Kita tengah menggenapi tujuan-Nya.
GS : Berarti ini bisa dipersiapkan sebelumnya. Artinya seseorang itu harus siap untuk menghadapi kondisi yang jelek seperti ini begitu, Pak Paul?
PG : Betul. Jadi mungkin untuk menolong, saya bisa berikan perumpamaan; kita ini pasti pernah main puzzle. Kepingan-kepingan yang kita harus tempelkan menjadi sebuah gambar yang besar. Nah, kita ini adalah 1 keping yang Tuhan taruh. Kita tidak bisa memang melihat gambar utuhnya, karena setahunya kita hanya satu keping saja. Tapi sebetulnya waktu 1 keping ini digabung dengan kepingan-kepingan yang lain, akhirnya membentuk sebuah gambar yang bermakna, gambar yang indah. Gambar yang indah inilah yang Tuhan kerjakan didalam hidup kita.
GS : Iya, demikian juga dalam kehidupan ini kalau kita tahu gambaran besarnya yaitu hidup untuk memuliakan Tuhan dan mendatangkan hormat bagi Tuhan mungkin walaupun kita cuma 1 keping saja, kita tahu bahwa saya mengambil bagian dalam hal itu.
PG : Betul, Pak Gunawan. Berkaitan dengan penyebab yang berikutnya, Pak Gunawan tentang kehilangan makna hidup. Kita ini bisa kehilangan makna hidup karena kesulitan hidup, seperti Ayub. Kita ini misalnya bisa mengalami musibah demi musibah akhirnya kita lelah dan tidak tahu mesti berbuat apa. Mungkin kita masih dapat menghadapi satu atau dua kesulitan, menghadapi empat kesulitan sekaligus kita tidak sanggup. Kita ambruk dan mau melarikan diri dari hidup. Kita kehilangan makna hidup sebab bagi kita hidup identik dengan kesusahan. Jika ini yang terjadi kita mesti mencari pertolongan. Kita tidak dapat menghadapi pukulan demi pukulan sendiri. Kita perlu bantuan. Jadi bicaralah dengan hamba Tuhan atau teman, ceritakan apa yang terjadi, minta bantuannya. Terkadang kalau masalah belum selesai jika kita dapat berbagi beban dengan teman atau hamba Tuhan, kita akan merasa lebih baik.
GS : Tetapi ada orang yang memang sulit mengemukakan persoalannya kepada orang lain, Pak Paul. Ini ‘kan semakin memperberat kehidupannya dan makin mengaburkan makna hidupnya begitu.
PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi penting sekali kita ini hidup sesuai dengan desain Tuhan. Tuhan tidak mendesain kita untuk hidup sendirian, menanggung semua sendirian. Tuhan mendesain kita untuk hidup berbagi dengan sesama. Nah, kalau kita hidup dalam desain Tuhan kita akan lebih bisa menanggung kesulitan hidup ini. Tapi kalau kita keluar dari desain Tuhan, kita akan lebih sulit. Hidup memang tidak selalu mulus, terkadang kita harus mengalami kesulitan, misalnya ada orang usaha bekerja. Satu gagal, mulai lagi yang satunya gagal lagi, mulai lagi satunya gagal lagi. Berkali-kali gagal, Pak Gunawan, akhirnya benar-benar rasanya tidak kuat lagi. Dalam kondisi ‘rasanya tidak kuat lagi’, kita bisa kehilangan makna hidup itu. Tapi kalau kita bisa berbagi, cerita sama orang maka Tuhan akan memakai orang-orang itu untuk menguatkan kita atau untuk menolong kita. Sewaktu kita menerima pertolongan dari orang, penguatan dari orang, seringkali Pak Gunawan, kita jadinya lebih mengerti tujuan hidup atau makna hidup yang Tuhan tengah kerjakan dalam hidup kita.
GS : Tapi ada kesulitan hidup atau bahkan sakit penyakit yang membuat seseorang justru lebih dekat dengan Tuhan.
PG : Betul. Makanya seharusnyalah sewaktu kita bisa melihat kesulitan hidup itu dari bingkai atau kacamata rencana Tuhan, makna hidup yang Tuhan tetapkan maka kita akan lebih bisa nanti menjalaninya. Tapi misalkan kita melihat ini sebagai, "Aduh mengapa bisa kena ini, bisa ini, bisa ini" seolah-olah semuanya itu terjadi diluar Tuhan, kita tambah frustrasi, tambah kehilangan makna hidup. Jika kita bisa melihatnya dari kacamata Tuhan maka kita lebih bisa menjalaninya.
GS : Tetapi bisa atau tidaknya kita melihat dari kacamata Tuhan itu juga tergantung dari apakah pada saat-saat kita tidak mengalami musibah, kita bisa melakukan hal itu atau tidak, begitu Pak Paul ?
PG : Betul. Memang saya harus akui tidak selalu gampang, Pak Gunawan. Tetapi saya sudah melihat orang-orang yang menderita didalam hidup yang misalnya sakit berat. Dan saya melihat orang-orang yang dekat dengan Tuhan waktu mengalami sakit penyakit yang berat itu dia akan memang memandang itu dari kacamata Tuhan. Dan orang-orang itu akan terus bisa memuji Tuhan, karena dia tahu ini semua dalam tangan dan rencana Tuhan. Ini saya saksikan berkali-kali, Pak Gunawan. Saya masih teringat, saya mengunjungi seseorang yang sudah stadium akhir penyakitnya kemudian dia begitu ketemu saya, dia berkata, "Saya memuji Tuhan. Kemarin saya kesakitan meskipun sudah diberikan obat tapi tetap saja saya kesakitan dan saya berdoa terus menerus. Tuhan tidak langsung menjawab. Saya berdoa sampai beberapa jam. Tapi setelah beberapa jam, tiba-tiba rasa sakit saya hilang. Itu saya memuji Tuhan. Saya memuji Tuhan, Dia menjawab saya, Dia begitu baik kepada saya". Bahkan dalam penderitaan kalau kita memandangnya dari lensa Tuhan, kita akan lebih dapat menjalani sebab kita tahu ada Tuhan didalamnya.
GS : Iya. Jadi hilang atau tidaknya makna hidup ini sangat ditentukan oleh bagaimana dia hidup berserah kepada Tuhan atau hidup beriman kepada Tuhan begitu, Pak Paul ?
PG : Betul, Pak Gunawan. Nah, sekarang kita akan bahas yang terakhir, yang keempat. Kehilangan makna hidup dapat juga disebabkan oleh hilangnya orang terdekat dengan kita, seperti pasangan kita suami-istri, orang tua, anak, sahabat. Semasa mereka masih bersama kita hidup ini tidak sepi. Kita disegarkan, disemarakkan oleh kehadiran mereka. Sekarang mereka telah tiada. Hidup berubah menjadi kelabu, sepi atau kita terbiasa menjalani hidup bersama dengan mereka. Sekarang mereka telah tiada. Kita pun susah dan sedih. Kehilangan orang terdekat bisa membuat kita kehilangan kekuatan dan makna untuk hidup. Jika ini yang terjadi kita harus memaksa diri bertemu dengan orang setiap hari. Tidak soal kita niat atau tidak. Kita mesti keluar rumah berinteraksi dengan orang. Memang mereka tidak sama dengan orang terdekat, tapi mereka tetap adalah orang dan berinteraksi dengan orang mutlak kita butuhkan. Jadi jangan memilih-milih kalau tidak sama dengan orang-orang terdekat, bergaullah dengan mereka. Dalam kita bergaul Tuhan akan nanti bekerja menyembuhkan kita. Tapi saya tetap mau mengakui hilangnya orang terdekat bisa untuk sementara menggoncangkan kita sehingga kita kehilangan makna hidup ini.
GS : Kedekatan ini tentunya lebih banyak dipengaruhi kedekatan emosional, bukan hanya kedekatan secara fisik. Ada orang yang walaupun dekat secara fisik tetapi secara emosional jauh kalau orang tersebut hilang dia tidak terlalu merasakan dampaknya, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Memang yang kita bicarakan disini memang kedekatan emosional. Waktu dia tidak ada, kita biasanya akan tergoncang. Sebab seringkali kita ini memunyai konsep seperti ini, kita ini sedang menggenapi makna hidup atau hidup kita menjadi bermakna karena kita bersama dengan orang terdekat ini, misalnya istri kita atau suami kita atau anak kita. Jadi waktu orang itu tidak ada lagi kita seolah-olah berkata, "Sudah hilanglah makna hidup", kita lupa bahwa makna hidup sebetulnya Tuhan berikan kepada kita secara pribadi, bukan berdua atau bertigaan baru menemukan makna hidup, kalau kita bersama-sama dengan orang. Tidak. Kita masing-masing pribadi ini juga sudah menerima makna hidup dari Tuhan. Jadi meskipun orang yang terdekat tidak ada lagi, Tuhan tetap memunyai tujuan untuk kita ada di dunia ini.
GS : Tetapi memang kalau kita sudah disatukan oleh Tuhan dalam hubungan suami-istri, lalu yang satu pasangan ini tidak ada memang seolah-olah hal itu seperti ada yang hilang dalam kehidupan ini.
PG : Memang saya tidak sangkal kita untuk sementara bisa tergoncang. Dan hidup kita tidak lagi sebahagia dulu, saya kira itu juga betul, Pak Gunawan. Dalam penggembalaan terkadang melihat ada orang yang kehilangan suami atau istri setelah menikah berpuluhan tahun dan sekarang hidup sendiri, dia tetap kesepian. Ada yang ditampung oleh anak tapi tetap kesepian karena memang tidak sama.
GS : Jadi ada orang yang memutuskan untuk tidak terlalu dekat secara emosional dengan orang-orang yang dekat secara fisik ini, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Saya mengerti. Karena mungkin orang itu takut, "Nanti kalau saya tidak ada dia saya akan sengsara". Tapi kita mesti yakin ada kekuatan Tuhan, ada pertolongan Tuhan, kalau itu sampai harus terjadi.
GS : Iya. Kalau Pak Paul sarankan supaya orang-orang ini sering bertemu dengan orang lain setelah orang terdekatnya ini meninggal atau bagaimana. Apa yang harus dia bicarakan dengan orang lain itu ?
PG : Memang tidak harus mendalam, bermakna seperti apa begitu. Tidak. Tapi berbincang-bincang biasa saja, beraktifitas bersama. Nanti lama-kelamaan misalnya memang ada kecocokan kita bisa bicara hal-hal yang lebih dalam. Kita bisa bercerita kesedihan-kesedihan kita. Nanti orang itu bisa mengingatkan menghibur kita. Dengan cara itulah kita masih bisa menjalani hidup ini menggenapi tujuan-Nya.
GS : Justru kalau kadang-kadang kita menasehati atau menyarankan orang yang baru kehilangan pasangannya misalnya itu untuk mau berinteraksi dengan orang lain, ini dia mengatakan "Aku malas".
PG : Biasanya begitu, Pak Gunawan oleh karena itu saya menggunakan kata ‘memaksakan diri’ untuk keluar untuk bertemu dengan orang.
GS : Nah, Pak Paul untuk menyimpulkan perbincangan kita ini, apakah ada firman Tuhan yang ingin disampaikan?
PG : Ada. Diambil dari Ratapan 3:22-25, "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! "TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia". Kita simpulkan Pak Gunawan makna hidup yang sejati berasal dari Tuhan dan hanya dapat diberikan kepada kita lewat iman dan ketaatan kita kepada-Nya. Jadi apapun yang terjadi teruskan hidup, tambahkan iman, pertebal ketaatan. Makna hidup lahir dan bertumbuh di dalam ketaatan kepada Tuhan.
GS : Dan terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kehilangan Makna Hidup". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut melalui acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) di Jalan Cimanuk 56 Malang. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.