Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Heman Elia, M. Psi. beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Ironi-ironi Imam Eli". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Heman, sebelum kita lebih jauh pada perbincangan ini, mungkin sebagian dari pendengar kita ini kurang mengenal atau kurang jelas siapa sebenarnya imam Eli itu?
HE : Imam Eli adalah seorang imam yang pada zamannya itu dia menjadi pemimpin umat Israel. Nah imam Eli ini yang bertugas untuk menjadi perantara antara Allah dengan umat-Nya Israel. Dan ketikaitu imam mempunyai tugas untuk mempersembahkan korban bakaran dari umat kepada Tuhan.
Dan seorang imam itu harus hidup kudus di hadapan Tuhan.
GS : Nah kalau disebut ironi itu kenapa Pak?
HE : Ya, imam Eli ini mengalami beberapa ironi-ironi di dalam kehidupannya, di dalam arti bahwa di satu pihak dia ini seorang hamba Tuhan, semacam pendeta pada masa sekarang ini. Tetapi di lainpihak justru karena keimamannya ini maka kelemahannya itu semakin jelas terlihat, dan juga ada tragedi yang terjadi di dalam kehidupannya.
GS : Bukankah itu sesuatu yang merupakan aib sebenarnya Pak Heman, tapi kenapa Kitab Suci itu mencatat dengan jelas?
HE : Ya Alkitab memang jujur, dan Alkitab itu juga ingin mengajarkan kepada umat Tuhan bagaimana seharusnya kita hidup di hadapan Tuhan. Itu sebabnya adakalanya aib itu dikemukakan juga di dala Alkitab untuk menjadikan pelajaran bagi kita.
GS : Tadi Pak Heman menyinggung bahwa ada tragedi yang dialami oleh imam Eli, itu apa Pak Heman?
HE : Ya imam Eli ini mempunyai dua anak yakni Hofni dan Pinehas, mereka juga menjabat sebagai imam. Tetapi anak-anaknya ini tidak hidup menurut kehendak Tuhan, jadi anak-anak ini jahat sekali dn dikatakan bahwa mereka merampas dan mengambil bagian apa yang seharusnya menjadi milik Tuhan.
Jadi daging yang dipersembahkan itu harusnya dipersembahkan dulu kepada Tuhan baru nanti ada sisanya itu yang boleh diambil. Tetapi para imam ini tidak demikian, jadi anak-anaknya ini mengambil begitu saja untuk diri mereka, sehingga Tuhan marah sekali dan ini sungguh-sungguh membuat mereka hidup tidak kudus. Dan selain itu juga anak-anaknya ini tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di pintu kemah pertemuan. Dan ketika Tuhan begitu marah kepada mereka, Tuhan berfirman: Tuhan akan menghabisi keluarga dari imam Eli.
GS : Kalau mereka itu mengambil dari persembahan yang sebenarnya untuk Tuhan di dalam bait Allah, bukankah itu pencurian Pak? Atau bahkan perampasan, yang mestinya hak Tuhan lalu dirampas oleh mereka. Padahal Eli sendiri sebagai imam kenapa tidak bisa mencegah itu Pak?
HE : Ya di sinilah letaknya kelemahan dari imam Eli yang sungguh membuat Allah itu marah yaitu imam Eli menegur tetapi dengan teguran yang tidak cukup keras dan di Alkitab dikatakan bahwa imam li ini lebih menghormati anak-anaknya dari pada menghormati Tuhan.
Jadi dengan kata-kata yang lunak sekali, dia mengatakan kepada anak-anaknya: "Anak-anak janganlah begini dan begitu itu tidak baik" dan sebagainya tetapi tidak ada tindakan yang drastis dari imam Eli selaku ayah dari dua anaknya ini.
GS : Atau mungkin karena kesibukan sehari-harinya imam Eli itu sehingga tidak sempat untuk mendidik, memberikan pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya Pak?
HE : Saya kira waktu bagi imam Eli itu bukan terlalu menjadi masalah dan juga bukan sebagai alasan pembenaran. Yang lebih penting adalah bahwa imam Eli itu sebetulnya sudah tahu bahwa anak-anakya itu bertindak amoral, dursila, kata Alkitab.
Tetapi imam Eli tidak mencegahnya dengan keras atau tidak memarahi mereka dengan keras, nah ini masalahnya jadi bukan masalah waktu tetapi masalah keberanian atau sikap, sikap terhadap Tuhan, sikap terhadap cara mendidik anak.
GS : Sebenarnya di dalam hal ini kalau kita melihat itu semacam kenakalan remaja atau kenakalan pemuda begitu ya. Nah kalau kita melihat kasus ini Pak Heman, itu akar-akarnya akan kembali kepada salah asuh dari orang tua itu sendiri.
HE : Ya rupanya ini yang ingin dituju atau maksud dari Alkitab menceritakan ini semua.
GS : Nah itu bagaimana Pak Heman, kalau kita tentu mau belajar dari kasus ini supaya kita tidak mengulang kesalahan yang sudah diperbuat oleh imam Eli itu, sebagai orang tua tindakan apa yang harus kita lakukan?
HE : Prinsipnya di sini adalah orang tua harus mendidik anak-anaknya sejak mereka masih kecil, bukan hanya di dalam hal disiplin. Disiplin itu satu hal yang harus, orang tua juga harus tegas, oang tua juga harus kadang-kadang di mana perlu mereka memarahi bahkan menghukum anak-anaknya untuk mencegah supaya mereka tidak bertumbuh dewasa dan terbiasa dengan perbuatan-perbuatan asusila.
Nah, di sini yang penting juga adalah bahwa imam Eli atau kita sebagai orang tua haruslah mengajarkan atau membimbing, memimpin kerohanian dari keluarga juga dari anak-anak. Jadi bukan hanya apa yang baik, apa yang pantas, apa yang tidak pantas tetapi juga bagaimana membina, membimbing kerohanian dari anak-anak.
GS : Pak Heman, saya tidak tahu latar belakangnya pada waktu itu, tetapi biasanya kalau kita pendidikan anak itu kita serahkan kepada si ibu, jadi istri kit. Itu bagaimana Pak Heman, dalam kasusnya imam Eli ini tidak disebut-sebut mengenai peranan ibu atau peranan istri dari imam Eli?
HE : Ya betul, di sini ini memang tidak ditonjolkan peran ibu dan ini semakin menegaskan kepada kita bahwa seorang laki-laki di dalam keluarga, seorang ayah itu harus menjadi pemimpin terutama emimpin rohani dari keluarganya termasuk untuk istri dan anak-anak.
Nah kepala dari istri adalah suaminya, nah ini prinsip dari Alkitab. Dan memang betul hal seperti ini jadi ini tidak bisa dibalik, nah apa peran dari ibu? Tentu ibu juga mempunyai peran untuk mendidik anak-anaknya. Alkitab didalam I Timotius misalnya mengatakan bahwa seorang ibu juga membimbing, mendidik anak-anaknya di dalam Tuhan, itu juga kewajiban seorang ibu. Tetapi dituntut kewajiban yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar dari seorang ayah.
GS : Ya mungkin jabatan Eli sebagai imam itu menghalangi dia untuk bertindak disiplin atau bertindak tegas terhadap anak-anaknya, apakah hal itu mungkin, Pak Heman?
HE : Ya, kalau dilihat dari satu sisi mungkin saja imam Eli berpikir demikian tetapi dari sisi lain misalnya dari umat Israel sendiri atau dari jemaat Tuhan, mereka akan melihat wah pemimpin saa ini kok tidak bisa memberi contoh dan tentu saja Alkitab juga mengatakan demikian, umat Israel pada waktu itu merasa sangat tidak enak hati, sangat merasa susah, tetapi mereka tidak bisa apa-apa karena itu pemimpin mereka.
GS : Nah menurut pengamatan Pak Heman, apakah sampai saat ini kesalahan atau tragedi seperti ini masih banyak terjadi di keluarga-keluarga masa kini?
HE : Ya inilah yang memprihatinkan karena keadaan yang demikian ini justru sangat-sangat banyak terjadi di dalam keluarga-keluarga kita.
GS : Nah biasanya sebab utamanya apa, Pak?
HE : Ya banyak alasan tetapi pada umumnya yang saya lihat adalah keengganan orang tua untuk mengambil tanggung jawab memimpin, membimbing kerohanian anak-anaknya dengan berbagai alasan.
GS : Pak Heman, kalau kita melihat Eli sebagai seorang imam tentunya pendidikan agamanya kuat sekali Pak terhadap anak-anaknya?
HE : Betul, nah inilah di sini ironi ini terjadi, jadi sekali lagi di sini menunjukkan bahwa lingkungan yang baik dan kemudian pelajaran agama yang cukup dan sebagainya ini tidak dengan sendiriya menjamin bahwa anak-anak akan tumbuh dewasa dan kemudian menjadi baik pula.
Tetap masih dituntut kepekaan dan kemudian kesungguhan orang tua di dalam membimbing, memimpin anak-anaknya. Jadi bukan hanya misalnya kita sudah cukup mengantar anak ke sekolah minggu, memberikan mereka pelajaran-pelajaran yang baik dan sebagainya tetapi kita juga harus memperhatikan kehidupan kerohanian mereka secara sungguh-sungguh.
GS : Contoh praktisnya apa Pak Heman, yang memperhatikan kerohanian mereka dengan sungguh itu seperti apa misalnya?
HE : Misalnya ketika anak-anak di sekolah atau di rumah mengalami apa misalnya berbohong atau merampas hak orang lain atau katakanlah yang sederhana waktu mereka berdoa mereka tidak berdoa dengn sungguh-sungguh.
Banyak hal yang kita bisa lihat dari kehidupan anak-anak atau diri kita yang itu sebetulnya tindakan-tindakan yang tidak menghormati Tuhan. Kita beranggapan seolah-olah Tuhan itu tidak ada atau jauh, atau kita tidak hidup kudus di hadapannya, anak-anak juga sering kali begitu. Nah ketika itu terjadi misalnya pada waktu anak-anak berdoa, lalu misalnya nungging-nungging dsb, nah pada saat permulaan itulah kita perlu segera mengajarkan mereka rasa hormat dan rasa takut akan Tuhan.
GS : Pak Heman, kalau kita bicara tentang disiplin terhadap anak atau anak-anak kita itu sebaiknya kapan mulai diajarkan kepada anak-anak kita ini?
HE : Saya pikir sedini mungkin terutama ketika mereka sudah mulai mengerti akan bahasa. Nah, ketika mereka belum mengerti akan bahasa dan ketika mereka juga belum bisa relatif mengetahui bahwa ereka bisa mengontrol tingkah laku orang lain dari tindakan mereka misalnya dengan menangis lalu orang tuanya datang menolong dsb.
Sebelum itu terjadi maka yang diperlukan adalah membuat suasana rumah, suasana seperti apa? Ya suasana yang rohani, suasana yang saling mengasihi antara suami-istri, jadi itu dasar dari disiplin. Dan ketika anak sudah bertumbuh semakin dewasa kita perlu melatih mereka setahap demi setahap sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan mereka.
GS : Ya, kalau melihat uraian Pak Heman, disiplin itu berbeda dengan hukuman Pak?
HE : Ya, disiplin itu bukan sekadar menghukum semata-mata, tetapi disiplin itu juga mengarahkan, memberi nasihat bahkan juga melatih. Jadi melatih itu berarti belajar bersama-sama dengan anak stahap demi setahap agar anak semakin bisa menguasai dirinya.
GS : Apakah boleh dikatakan bahwa disiplin itu sesuatu tindakan preventif sedangkan hukuman itu suatu tindakan untuk menghukum seseorang yang sudah melanggar disiplin itu sendiri, Pak?
HE : Saya kira di sini hukuman itu harus menjadi bagian dari disiplin, kalau hukuman itu lepas dari disiplin maka bahayanya adalah kita lebih menuruti hawa nafsu kita di dalam melakukan hukumanitu, karena disiplin harus didasarkan kepada suatu dasar yaitu kasih dari orang tua dan kemudian tujuannya adalah supaya anak bertumbuh semakin matang.
GS : Jadi di dalam mendisiplin anak itu kita tidak perlu ragu-ragu untuk menjatuhkan hukuman kalau dia bersalah.
HE : Tepat sekali Pak Gunawan, nah di sinilah kelemahan dari imam Eli, imam Eli tidak berani bertindak.
GS : Ya mungkin dia sudah pernah memberitahukan bahwa itu tidak boleh, tapi ketika anaknya melanggar, dia tidak melakukan hukuman, Pak.
HE : Ya tampaknya begitu.
GS : Pak Heman, kita bicara tentang ironi-ironi, tapi kita baru bicara tentang satu ironi saja yaitu yang kita sudah bahas. Apakah ada ironi yang lain yang dialami oleh keluarga ini?
HE : Ada, yaitu imam Eli ini sebetulnya pernah melihat Hana, Hana waktu itu kandungannya mandul, dia tidak punya anak dan meratap di bait Allah memohon belas kasihan Tuhan. Dan ketika imam Eli elihat Hana dikiranya Hana ini sedang mabuk, lalu didekati dan ketika dia tahu bahwa Hana ini menginginkan anak maka imam Eli memberkati Hana sehingga Tuhan membuka kandungan Hana.
Dan dia melahirkan seorang anak yaitu Samuel yang kemudian diantar ke Bait Suci dipersembahkan kepada Tuhan, dijadikan anak angkat dari imam Eli. Nah di sini kita melihat bahwa imam Eli ini bisa memberkati orang lain dan berkatnya itu nyata, Tuhan memberkati lewat imam Eli tetapi imam Eli sendiri justru menerima kutukan atau hukuman dari Tuhan, ini ironi yang kedua. Dan ironi yang ketiga yang nyata juga adalah Samuel ini anak angkatnya, dia semakin besar dan semakin dikasihi oleh Tuhan maupun manusia, tetapi justru anak-anak imam Eli itu ingin dimusnahkan oleh Tuhan karena dosa-dosanya. Jadi anak dari imam Eli sendiri sangat tidak disukai pada waktu itu.
GS : Nah, kalau kita melihat tadi yang Pak Heman katakan pasti ada kesan dari umat Tuhan yang datang ke sana, Eli ini tidak bisa mendidik anaknya. Kenapa Hana ini yang sudah lama mendambakan anak dari Tuhan dan Tuhan memberikan anak, kemudian anaknya ditu ititipkan kepada imam Eli?
HE : Ini janji dari Hana, semacam nazar bahwa kalau misalnya Tuhan memberikan anak maka Hana akan memberikan anaknya ini dan mengantarnya menjadi hamba Tuhan di Bait Allah. Jadi sejak kecil, siSamuel kecil ini sudah dipersiapkan oleh Hana.
Dan saya percaya bahwa Hana mendidik anaknya ini untuk cinta kepada Tuhan, untuk takut kepada Tuhan dan kemudian pada masa lepas susu anaknya diantarkan ke Bait Suci.
GS : Bukankah itu masih kecil sekali, Pak?
HE : Ya betul masih kecil, tetapi dasar-dasarnya saya kira sudah ditanamkan. Dan setiap tahun itu Hana pergi ke Bait Suci menengok anaknya.
GS : Ya dan itu pendidikannya bagaimana, bagaimana imam Eli bisa mengasuh anak yang kecil ini sedangkan anaknya sendiri, anak kandungnya, dia tidak mampu mengasuhnya.
HE : Tidak sepenuhnya kita bisa pahami di sini, tetapi saya percaya pendidikan yang sangat dini oleh Hana sama seperti juga ibu dari Musa itu mendidik Musa, itu rupanya tertanam dalam, membekassedemikian dalam.
Tetapi memang ada satu hal yang saya sebetulnya tidak terlalu berani menafsirkannya tetapi mungkin kalau saya duga Samuel tidak mendapat suatu teladan bagaimana harus mendidik anak sehingga anak-anak Samuel sendiri juga tidak berkenan di hadapan Tuhan. Dan juga anak-anaknya itu tidak baik, tetapi Samuel sendiri tidak dihukum oleh Tuhan sama seperti Tuhan menghukum imam Eli. Karena Samuel mempunyai hati seperti hati Tuhan, ketika Samuel di kemudian hari melihat raja Saul yang diurapinya itu berbuat dosa dia berduka, sedemikian berduka sehingga Tuhan menghibur hati Samuel ini.
GS : Pak Heman, kalau kita melihat dari sisi yang lain, sebenarnya imam Eli itu dalam pengertian kita orang yang bisa dikatakan baik. Kita senang kalau ada orang yang lemah lembut, tidak suka marah dsb. Kebanyakan anak-anak itu senang dengan orang tua yang seperti itu.
HE : Ya Pak Gunawan, ternyata memang imam Eli ini orang yang baik, yang sabar, yang tidak berani marah, ini memang merupakan keunggulan dari imam Eli tapi sekaligus juga merupakan kelemahan bagnya.
Bayangkan saja bagaimana imam Eli tidak serta merta mengusir Hana yang kelihatannya sedang mabuk pada saat itu meskipun dia sebetulnya sedang berdoa dan meratap di sana. Tetapi Eli kalau misalnya dia pemarah dia tentu langsung mengusir si Hana, tapi dia tidak demikian. Dan dia juga tidak tega terhadap anak-anaknya, di samping itu ada satu peristiwa penting lagi yaitu ketika Tuhan berfirman lewat Samuel yang masih muda, yang tinggal di rumah imam Eli tentang sesuatu yang merupakan kutuk bagi keluarga imam Eli. Nah reaksi dari imam Eli ini sedemikian lunak, dia mengatakan jadilah yang menurut Tuhan baik. Nah, di sini kita melihat bahwa Eli menyadari kesalahannya dan dia tidak memberontak kepada Tuhan. Coba kita bandingkan dengan misalnya raja Saul waktu dia berhadapan dengan Daud dan ketika Daud itu mendapatkan berkat dari Tuhan, raja Saul begitu marah kepada Daud tetapi imam Eli sama sekali tidak merasa iri kepada Samuel muda yang dipercayakan Tuhan untuk menggantikan dirinya.
GS : Apakah kepribadiana Eli memang seperti itu?
HE : Ya, memang kadang-kadang kita berpikir juga kepribadiannya seperti itu, tapi masalahnya juga adalah bahwa mau tidak mau kalau kita sudah menjadi orang tua, ada tanggung jawab yang harus kia pikul dan tanggung jawab itu juga selalu berarti bahwa kita harus belajar memikul tanggung jawab itu, harus berani.
Dan di sini sekali lagi Alkitab mengatakan bahwa imam Eli ini lebih menghormati anak-anaknya daripada menghormati Allah. Dan rupanya di sini prinsipnya, jadi prinsipnya adalah sikap hidup itu lebih ditekankan, kalau kita memiliki sikap hidup yang benar sekalipun kita mempunyai kelemahan-kelemahan di dalam kepribadian kita seharusnya kita juga bisa melatih diri kita sehingga kita berjalan lebih sesuai dengan kehendak Tuhan.
GS : Itu ada suatu ketidakseimbangan saya melihat Pak Heman, antara kelemahlembutan yang begitu menonjol dan ketegasan atau disiplin yang kurang sekali nampak di dalam diri imam Eli ini Pak.
HE : Ya ini suatu kesimpulan yang baik sekali, jadi imam Eli ini tidak seimbang. Di satu pihak dia cukup mengasihi tetapi terlalu membiarkan. Dan Alkitab juga mengatakan bahwa imam Eli suka memaskan hawa nafsunya sendiri yaitu dia tidak bisa tegas artinya dia juga ikutan makan, makanan rampasan itu yang seharusnya dipersembahkan kepada Tuhan.
GS : Jadi tidak konsisten dengan apa yang disampaikan kepada anak-anaknya itu.
HE : Betul, dan Alkitab juga mengatakan bahwa imam Eli ini menggemukkan dirinya dengan yang bukan haknya.
GS : Pak Heman, untuk merangkum semua pembicaraan kita kali ini apakah ada ayat firman Tuhan yang mendukung itu?
HE : Saya ingin bacakan dari kitab Ibrani 12:28-29, demikian bunyinya: "Jadi karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadahkepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya dengan hormat dan takut.
Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan." Jadi kepada kita telah diwariskan kerajaan sorga, tetapi kita dituntut untuk beribadah dengan cara yang berkenan kepadanya dengan hormat dan takut.
GS : Ya mungkin ini perlu kita sadari karena kadang-kadang sering kali kita sendiri itu datang beribadah dengan perasaan yang asal-asalan saja karena sudah rutin setiap kali dilakukan seperti itu, Pak Heman.
HE : Ya betul, di dalam tempat ibadah sering kali kita terlambat atau kita memakai handphone dan handphone kita tidak kita matikan dan sebagainya. Ini cara-cara yang kurang patut.
GS : Dan kalau kita mau mendidik anak kita agar mereka sejak sedini mungkin itu hormat dan sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan bukankah mesti diajarkan Pak? (HE : Betul kita harus ajarkan itu). Dan mungkin teladan itu yang sangat diperlukan supaya mereka melihat bagaimana kita beribadah kepada Tuhan.
HE : Ya dan disiplin diri itu juga penting.
GS : Kadang-kadang anaknya mengajak ke gereja tapi orang tuanya berkata wah....kali ini tidak usahlah, kita jalan-jalan dulu, bisa terjadi hal itu. Dan itu akan sangat membekas di dalam diri anak-anak itu.
HE : Ya membuat anak-anak meneladani sesuatu yang sebetulnya kurang menghormati Tuhan.
GS : Juga di dalam memberikan persembahan misalnya Pak, kita sering kali mengatakan jangan banyak-banyak, kasihkan saja yang kecil.
GS : Itu sebenarnya mencuri hak Tuhan itu ya?
GS : Pak Heman, hukuman apakah yang Tuhan berikan kepada imam Eli itu?
HE : Nah ketika terjadi perang antara Israel dengan Filistin, kedua anak imam Eli ini mati dibunuh oleh musuh dan ketika berita itu disampaikan kepada imam Eli, imam Eli waktu itu ada di depan intu gerbang, karena badannya gemuk, dia jatuh terlentang dan kemudian lehernya patah dan dia meninggal.
Dan demikian juga istrinya yaitu menantunya waktu itu akan melahirkan dan ketika melahirkan dia memberi nama anaknya itu Ikabot dan kemudian si menantunya ini juga meninggal.
GS : Jadi itu betul-betul suatu tragedi yang tidak perlu terjadi di kalangan kita sendiri Pak.
HE : Dan dikatakan di Alkitab bahwa keturunannya tidak ada seorang kakek, jadi kakek itu pasti meninggal duluan begitu.
GS : Terima kasih Pak Heman, untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Heman Elia, M.Psi dalam acara Telaga Tegur Sapa Gembala Keluarga. Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ironi-ironi Imam Eli". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk No. 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan fasilitas e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan; akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda, dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.