Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang harapan yang hilang. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, semua orang pasti mempunyai pengharapan di dalam kehidupannya, tentu berharap menjadi lebih baik dalam kehidupannya ini, baik di dalam pelayanan, pekerjaan, keluarga dan seterusnya. Tetapi fakta nyatanya yang kita hadapi adalah kadang-kadang kita kehilangan arah hidup itu sendiri, harapan untuk melanjutkan hidup itu sehingga ada banyak orang yang mengatakan buat apa saya ini hidup. Dan sebenarnya apa yang terjadi pada orang-orang yang seperti itu, Pak Paul?
PG : Kita perlu menyadari Pak Gunawan, bahwa kita adalah orang yang rapuh, kita seringkali tidak menyadari kerapuhan kita itu. Saya teringat akan kisah tentang seseorang yang menulis lagu "Nyamanlah Jiwaku" atau dalam bahasa Inggrisnya "It is well with my soul", lagu tersebut ditulis oleh H.
G. Spafford. Spafford ini bersama istri dan keempat putrinya merencanakan untuk mengunjungi Eropa dari benua Amerika Serikat. Tepat sehari sebelum dia berangkat, dia harus menyelesaikan urusan dagang sehingga ia membatalkan perjalanannya. Ia meminta si istri dan keempat putrinya untuk pergi dulu ke Eropa. Dalam perjalanan melewati lautan Atlantik, si istri dan keempat putrinya mengalami musibah, kapal mereka karam. Keempat putri tersebut meninggal dunia, si istri yang selamat. Dia pun selamat sebetulnya karena benar-benar karya yang ajaib dari Tuhan. Dia sudah terapung-apung dan dianggap mati. Tapi kemudian ditemukan oleh perahu sekoci yang turun untuk menyelamatkan para penumpang kapal itu, dia diselamatkan, lalu mengirimkan telegram kepada suaminya, mengatakan : "Semua meninggal, kecuali saya". Konon menurut cerita dalam perjalanan menyusul si istri ke Eropa itulah si suami, H. G. Spafford, kemudian menuangkan deritanya itu dan keyakinannya pada penjagaan Tuhan melalui lagu yang sangat terkenal tersebut, "Nyamanlah Jiwaku". Tapi kita ketahui pula bahwa hidup Spafford tidak seperti yang kita bayangkan, selalu kuat, Pak Gunawan. Beberapa tahun kemudian putranya meninggal dunia, karena putranya akhirnya meninggal dunia, gereja tempat di mana dia dulu berbakti menganggap bahwa keluarga ini pasti bermain dengan kuasa gelap, bermain dengan iblis, maka kelima anak-anaknya harus mati. Gereja mengucilkan Spafford dan istrinya, sehingga mereka harus pindah ke tempat yang lain. Akhirnya kita ketahui bahwa di hari tuanya Spafford menderita sakit jiwa dan akhirnya meninggal dunia. Dari contoh itu atau kisah yang sangat nyata dan tragis tersebut, kita bisa melihat bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia memerlukan dukungan sosial, teman-teman, kerabat, itu yang terhilang dalam hidup Spafford. Kehilangan keempat anaknya masih bisa dihadapi dengan tegar, kehilangan putranya yang terakhir itu dia masih bisa hadapi dengan tegar, namun pada akhirnya sewaktu dia harus dikucilkan, seolah-olah dibuang oleh umat Kristen di tempatnya, akhirnya dia menderita sakit jiwa dan di hari tua terus menderita seperti itu. Jadi kita harus menyadari, bahwa kita ini sebetulnya tidak berdiri sendiri, kita ini bisa ada karena ada faktor-faktor yang mendukung kita. Salah satunya adalah teman-teman dan kerabat, yang lainnya lagi adalah tujuannya kita hidup, Pak Gunawan. Sewaktu teman-teman tidak ada lagi, sewaktu tujuan hidup tidak jelas lagi, buat apa kita hidup, kita akan kehilangan harapan dan biasanya dampaknya adalah keputusasaan atau depresi yang sangat kuat.
GS : Berarti kalau seseorang itu terganggu atau kehilangan arah hidupnya atau tidak lagi menyadari dengan jelas apa sebenarnya tujuan hidupnya itu Pak Paul, itu bisa mengganggu kesehatan jiwanya, seperti tadi yang Pak Paul ceritakan?
PG : Sangat bisa sekali Pak Gunawan, kebetulan dulu saya menulis thesis saya dalam hal ini Pak Gunawan, jadi kaitannya antara kesehatan jiwa dan makna hidup. Dan thesis saya itu mengkonfirmasi iset-riset yang telah diadakan sebelumnya oleh banyak orang, yakni bahwa makna hidup itu sangat mempengaruhi makna jiwa.
Orang yang mempunyai tujuan hidup atau makna hidup yang jelas, kesehatan jiwanya cenderung lebih baik, dibandingkan dengan orang yang tidak lagi mempunyai tujuan hidup, kesehatan jiwanya akan merosot sekali, dia tidak lagi berfungsi dengan baik. Hal lain yang perlu kita sadari adalah tujuan hidup atau makna hidup kita secara pribadi, acapkali terkait erat dengan konsep siapa saya ini. Misalnya kita adalah seorang pianis yang piawai, pandai bermain piano, tiba-tiba kita mengalami musibah misalkan tabrakan, sehingga kedua tangan kita tidak dapat kita gunakan bermain piano lagi, karena patah. Mungkin sekali dalam titik itu kita mengalami goncangan hidup, karena tiba-tiba kita tidak mengenal diri kita lagi, yang sebelumnya telah kita kenal, kita selalu mengenal diri kita sebagai seorang pianis dan itu menjadi bagian hidup serta tujuan hidup kita. Yaitu bermain piano, jadi tujuan hidup yang personal ya. Tapi kecelakaan tersebut tiba-tiba membuyarkan tujuan hidup kita serta identitas diri kita, waktu kita tidak lagi mengenal diri kita, kita mengalami stress yang berkepanjangan. Kalau kita bisa fleksible dan mengkompensasikannya dengan hal-hal yang lain, barulah kita akan keluar dari keputusasaan tersebut.
(1) IR : Pak Paul, untuk menghadapi orang-orang yang seperti itu apa yang harus kita lakukan?
PG : Yang pertama, kita harus bersama dengan dia di dalam kesedihannya, sebab sebetulnya yang dialaminya adalah dia sedang berdukacita, dia kehilangan hidupnya, seperti yang dia bayangkan dahulu. Dia perlu berdukacita dan menangisi kehilangannya itu, kita jangan berkata kepada dia, kamu tidak seharusnya meratapi kehilangan ini, Tuhan bisa menggantikannya dengan yang lain. Itu mudah untuk kita ucapkan tapi sangat tidak mudah untuk kita jalani. Setelah kita bersama dengan dia yang kedua adalah pada akhirnya kita mau menemani dia melalui perjalanan itu sampai ia bisa menerima kenyataan itu. Kita tidak bisa mempercepat proses itu, kecenderungan kita adalah mempercepatnya, meminta dia untuk menerima fakta apa adanya. Sangat tidak mudah untuk menerima fakta seperti itu, saya teringat pembicaraan saya dengan seseorang yang di puncak hidupnya sudah siap untuk memberikan kontribusi, sumbangsih-sumbangsih yang bermakna. Kemudian dia mengalami suatu penyakit yaitu dia mengalami serangan stroke, dia lumpuh untuk sementara waktu sampai ya puji Tuhan, dia akhirnya bisa keluar dan sembuh. Dan saya pernah bertanya kepada beliau, apa kiat supaya bisa melewati masa itu, dan beliau berkata satu hal yang saya ingat sekali, kita harus menerimanya tidak mempertanyakannya lagi, tapi menerimanya. Saya teringat juga kisah Johnny Ericsson Tada seorang pelukis yang menggunakan mulutnya untuk melukis. Pada usia 17 tahun dia mengalami musibah yang luar biasa, dia terjun ke danau dan kepalanya tertumbuk pada dasar danau, dipikirnya air danau itu dalam padahal airnya surut. Dia koma untuk waktu yang cukup lama, akhirnya setelah sembuh dari koma, keadaannya sangat menyedihkan, mulai dari leher sampai ke bawah lumpuh tidak bisa digerakkan sama sekali. Dia bergumul dan memarahi Tuhan luar biasa pada saat itu. Mungkin selama berbulan-bulan dia tidak bisa menerima fakta itu, sampai dia akhirnya berdamai dengan Tuhan dan menerima fakta tersebut. Sekarang di Amerika Serikat, Johnny Ericsson Tada dipakai Tuhan luar biasa untuk menolong para penyandang cacat. Sebelum Johnny Ericsson Tada memulai pelayanannya memang belum ada yang memperhatikan masalah ini sebegitu besarnya sampai dimulai oleh Johnny Ericsson Tada. Jadi kalau kita lihat itulah hidup yang memuliakan Tuhan, sudah tentu kalau tidak ada kejadian itu, Johnny Ericsson Tada akan senang, bisa berjalan, bisa naik kuda seperti yang pernah dia saksikan, yang saya pernah dengar sendiri. Tapi kita melihat hidupnya sekarang ini membawa kemuliaan yang begitu besar bagi Tuhan. Begitu banyak penyandang cacat yang menerima perhatian yang sangat besar dari gereja-gereja Tuhan di Amerika Serikat dan itu karena satu orang yang akhirnya telah menerima fakta hidup itu dari Tuhan. Ya memang tidak enak, tapi akhirnya membawa kemuliaan yang besar bagi Tuhan.
(2) GS : Tadi Pak Paul katakan kita itu begitu rapuhnya, sehingga membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitar kita. Bagi kita yang berkeluarga, mungkin dukungan dari suami atau istri itu besar sekali maknanya untuk memulihkan atau mengembalikan rasa percaya diri. Masalahnya adalah apakah pasangan kita mengetahui tujuan hidup kita itu?
PG : Itu pertanyaan yang bagus, Pak Gunawan. Adakalanya kita lalai untuk mengutarakan hal-hal seperti ini, tapi saya kira meskipun kita utarakan tujuan hidup kita ini apa, adakalanya kita tidakbisa melepaskan diri dari tujuan hidup yang lebih konkret atau yang bersifat material, Pak Gunawan.
Jadi kalau saya kaitkan tujuan hidup ini dengan misalnya yang membangun keluarga, mempunyai penghasilan yang baik, terus membesarkan anak-anak, menyekolahkan mereka di sekolah yang baik, seringkali itu yang menjadi tujuan yang terdekat bagi kita dan kita menumpukan diri kita atau harga diri kita pada hal-hal seperti itu. Nah bisa jadi sesuatu hal menimpa kita sehingga yang kita harapkan tidak terwujud. Anak-anak tidak bisa bersekolah di sekolah yang kita inginkan, karena faktor keuangan misalnya, pekerjaan kita tidak menanjak secepat yang kita inginkan, hal-hal seperti itu akhirnya bisa juga memukul kita, Pak Gunawan, apalagi kalau ini adalah seorang suami, memukul si suami sehingga ia merasakan kehilangan tujuan hidupnya, bukannya hilang sebetulnya tapi dia merasa dia tidak bisa lagi mencapainya. Sebelum-sebelumnya dia berusaha keras untuk mencapai target tersebut, tapi setelah berusaha bertahun-tahun dan akhirnya dia harus menerima fakta bahwa keadaannya akan begini terus. Tiba-tiba dia kehilangan makna hidup itu, dia kehilangan pegangan/arah hidup itu, sehingga dia merasa tidak ada lagi harganya dan dia merasakan bahwa istrinya tidak menghargai dia lagi dan dia pun tidak bisa menghargai dirinya lagi, ini menjadi suatu situasi yang tidak sehat bagi keluarga itu sendiri. Tapi saya pahami, Ibu Ida dan Pak Gunawan, bahwa kita memang seringkali mengaitkan penghargaan diri kita dengan hal-hal yang lebih konkret dan nyata ini, yang bersifat material.
GS : Padahal sebenarnya ada tujuan hidup yang tidak nampak dengan jelas, yang tidak material, tapi lebih penting ya Pak Paul, seperti tadi kita singgung sedikit mengenai kehidupan yang memuliakan Tuhan. Seperti contoh yang tadi Pak Paul sampaikan, walaupun lumpuh, katakan kepalanya saja yang masih berfungsi dengan baik, tapi dia masih melakukan sesuatu.
PG : Betul, tapi saya harus mengakui Pak Gunawan, bahwa sulit sekali untuk kita ini mempunyai tujuan hidup yang semulia itu. Kita biasanya hanya sampai pada tujuan hidup yang mulia itu, kalau kta kehilangan kemampuan yang bersifat material.
Jadi dalam contohnya Johnny Ericsson Tada itu, saya kira kalau dia tidak kehilangan fungsi tubuhnya kemungkinan besar dia tidak menjadi orang yang seperti sekarang ini, yang memperhatikan para penyandang cacat. Tapi karena dia kehilangan fungsi tubuhnya, barulah dia memperhatikan para penyandang cacat.
GS : Mungkin kesadaran bahwa seseorang atau kita itu ditebus oleh Tuhan Yesus dengan harga yang begitu tinggi itu akan menumbuhkan rasa berarti di dalam kehidupan ini, Pak Paul, bahwa Tuhan rela mati untuk saya yang berdosa.
PG : Betul, seharusnya inilah yang menjadi dasar tujuan hidup kita, fondasi kita bahwa saya berharga dan sebegitu berharganya sehingga Tuhan rela mati bagi hukuman dosa saya dan saya tahu bahwapada akhirnya saya akan pulang ke Tuhan kembali.
Jadi sebagai orang Kristen, kita tidak hidup seperti perahu yang diombang-ambingkan oleh angin topan, gelombang yang besar, karena kita tahu ke mana kita pergi, kita tahu jelas itu, bukannya suatu dugaan tapi suatu kepastian.
GS : Mungkin itu yang perlu terus-menerus dibangun di dalam kehidupan kita ini.
PG : Betul dan waktu kita membangun hal itu memang pada kenyataannya kita melawan arus, kita harus mengakui Pak Gunawan, sebab dalam hidup ini tetap yang dinilai tinggi sebagai tujuan hidup adaah kemapanan material.
GS : Yaitu sistem kehidupan di sekitar kita seperti itu, ya Pak Paul?
PG : Betul dan kita akhirnya tergiring pula untuk mempunyai pandangan yang sama, sehingga sewaktu kita tidak berhasil mencapai status tersebut, kecenderungannya adalah kita merasa telah gagal utuk mencapai tujuan hidup itu, kita tidak lagi bisa memiliki tujuan hidup seperti itu.
(3) GS : Yang cukup realistis, yang seringkali kita hadapi, kenyataan sekarang ini banyaknya orang kehilangan pekerjaannya secara mendadak. Bahkan ada pasangan suami istri yang suaminya baru saja di PHK dan tidak bisa menerima kenyataan itu. Sebenarnya apa yang bisa dilakukan?
PG : Si istri kalau misalkan si suami yang kehilangan pekerjaan, si istri harus dengan sensitif mengungkapkan penerimaannya dan cintanya, komitmennya bahwa kehilangan pekerjaan tidak berarti sisuami tidak ada lagi harganya di mata istri, jadi itu terus yang harus dikomunikasikan.
Berikan waktu kepada si suami untuk berdukacita karena kehilangan itu, namun disamping itu si istri bisa mulai memberikan bantuannya yaitu dengan cara misalnya menggunting iklan lowongan pekerjaan yang ditemukan di surat kabar, kemudian mendiskusikannya dengan si suami, atau pada malam hari berdua bersujud di hadapan Tuhan dan berdoa minta bantuan Tuhan. Saya kira dengan sentuhan-sentuhan yang penuh penerimaan seperti ini, si suami tidak akan merasa terhina dan dia merasa masih berfungsi dalam rumah tangga ini. Yang paling keliru adalah kita langsung memarahi si suami karena melihat dia tidak bangun-bangun, kelihatan sedih sekali. Jadi biarkan misalnya waktu seminggu atau dua minggu si suami itu mengalami pukulan dan seolah-olah dia diam di rumah, malu, itu hal wajar, tapi setelah itu doronglah si suami untuk maju lagi.
GS : Bagaimana halnya kalau bukan kehilangan pekerjaan, tapi kehilangan kesehatannya Pak Paul, yang tadi kita katakan misalnya tiba-tiba kena serangan jantung atau stroke, orang bisa putus asa?
PG : Bisa sekali, Pak Gunawan. Saya mengambil pengalaman ini sebagai pengalaman di tengah-tengah, Pak Gunawan. Pengalaman di tengah-tengah artinya di tengah antara masa lalu dan masa yang akan atang.
Masalahnya adalah kita tidak bisa lagi kembali ke masa lalu, kita tidak bisa lagi berkata kalau saja saya sehat, ya kita tidak bisa. Tapi di pihak lain masa depan kita sangat tidak jelas, dan yang paling menakutkan adalah kita akhirnya berkata bahwa kemungkinan besar saya akan hidup seperti ini di akhir hayat saya. Itulah pengalaman hidup di tengah-tengah yang saya maksud, Pak Gunawan. Dan ini menjadi pengalaman yang sangat menakutkan, tapi saya kira sekali lagi perlu suatu kesadaran bahwa pengalaman di tengah-tengah ini bukanlah suatu pengalaman yang luput dari perhatian Tuhan, yang tetap disengaja dan di luar rencana Tuhan, tidak, semua dalam rencana Tuhan. Contohnya adalah yang dialami oleh Fanny Crosby, seorang penulis lagu-lagu Kristen, yang menggubah lebih dari 1000 lagu-lagu rohani, sejak dia berusia beberapa minggu dia sudah buta karena dokter salah memberikan obat mata padanya. Pernah suatu kali dia ditanya oleh seseorang, pernahkah engkau merasa menyesali perbuatan dokter tersebut? Dia berkata tidak pernah, sebab ia berkata justru karena saya tidak mempunyai mata jasmani, mata rohani saya bisa begitu celik dan dia melihat ini sebagai bagian atau porsi yang Tuhan telah tetapkan untuk kehidupannya. Dia hidup dengan usia yang cukup panjang, kalau tidak salah 80-an lebih dan hidup yang sangat produktif sekali, menjadi kekuatan bagi banyak orang. Lagu-lagunya penuh dengan pengucapan syukur dan kalau kita tidak tahu bahwa dia seorang yang buta, kita akan berpikir bahwa dia adalah seorang yang celik mata. Jadi sekali lagi dia menerima pengalaman di tengah-tengah, sehingga hidupnya bisa dibelokkan Tuhan dan menjadi kemuliaan Tuhan. Saya pernah membaca suatu tulisan yang berkata, di dalam kamus Tuhan tidak ada kegagalan, yang ada adalah pertumbuhan yang dipaksakan oleh Tuhan, artinya Tuhan memaksa kita bertumbuh melalui peristiwa yang kita anggap sebagai kegagalan tersebut. Jadi pengalaman di tengah-tengah adalah pengalaman yang memang tidak kita duga, memang tidak kita harapkan, tapi itu adalah suatu belokan, tikungan yang memang Tuhan sengaja berikan kepada kita, agar Dia bisa memakai kita untuk kemuliaanNya. Bahkan di dalam keadaan kita yang seolah-olah tidak ada lagi gunanya, tidak ada lagi fungsinya.
IR : Itu dibutuhkan orang yang harus dekat dengan Tuhan, ya Pak Paul, sehingga kita punya pegangan, apapun yang Tuhan izinkan dalam hidup ini, Tuhan itu mempunyai rencana ya?
PG : Tepat sekali Bu Ida, memang yang lebih mudah adalah mengatakan kalau Tuhan baik dan berencana atas hidupku. Tapi bila kita mengatakan Dia memberikan saya rencana yang begitu buruk, kita suah sekali menerima hal ini dan kita bisa tergoda, terjebak untuk berkata Tuhan ini tidak baik, sebab Tuhan yang baik tidak mungkin memberikan saya peristiwa yang tidak enak.
Atau kebalikannya kita bisa berkata Tuhan baik, karena Tuhan baik itulah saya harus beranggapan bahwa Dia tidak berkuasa menolong saya waktu saya ditimpa oleh masalah itu, dua-duanya salah. Tuhan baik dan Tuhan berkuasa, tapi memberikan kita pukulan atau musibah yang begitu besar, kita harus berkata kita tidak mengerti sepenuhnya, tapi itu tetap dalam rencana Allah dan tetap memuliakan Tuhan. Entah bagaimana yang tidak kita sadari.
GS : Justru biasanya kita terjebak di sana dengan pertanyaan apa sebenarnya rencana Tuhan itu, kenapa Dia membiarkan kita mengalami hal-hal yang tidak enak itu ?
PG : Betul, dan jawabannya memang tidak bisa kita ketahui dengan cepat, bahkan sampai mati pun adakalanya tidak kita ketahui. Saya teringat akan seseorang yang ditulis oleh Alkitab yang bernamaAyub.
Kita tahu dia seorang yang kaya raya, kehidupan keluarganya begitu baik dan dia seorang yang sangat takut akan Tuhan, tapi akhirnya Tuhan membiarkan dia mengalami musibah demi musibah yang begitu berat. Kehilangan anaknya, kehilangan hartanya, dan pada akhirnya kehilangan kesehatannya. Di dalam
Ayub 14:7-10 dicatat : Karena bagi pohon masih ada harapan : apabila ditebang, ia bertunas kembali, dan tunasnya tidak berhenti tumbuh. Apabila akarnya menjadi tua di dalam tanah, dan tunggulnya mati di dalam debu, maka bersemilah ia, setelah diciumnya air, dan dikeluarkannyalah ranting seperti semai. Tetapi bila manusia mati, maka tidak berdayalah ia, bila orang binasa, di manakah ia? Inilah yang dikatakan Ayub dalam penderitaannya, begitu dia terpukul sekali, Tuhan membiarkan dia mengalami musibah yang begitu besar. Dia menyambung di sini, seperti air menguap dari dalam tasik, dan sungai surut lalu menjadi kering. Demikian juga manusia berbaring dan tidak bangkit lagi, sampai langit hilang lenyap, mereka tidak terjaga, dan tidak bangun dari tidurnya. Benar-benar dia sangat menderita, dia akhirnya berkata kiranya Engkau yaitu Tuhan menyembunyikan aku di dalam dunia orang mati. Jadi memang dalam penderitaannya dia berharap seolah-olah Ayub tidak pernah hidup yaitu seolah-olah dia berharap lebih baik dia mati. Ini cetusan yang juga dikeluarkan oleh Yeremia seorang nabi Tuhan yang lain, jadi kadangkala memang meskipun kita orang yang kenal Tuhan Yesus, kita percaya padaNya sama seperti H. G. Spafford yang tadi saya sebut, tapi adakalanya waktu badai terlalu keras menerpa kita, kita bisa goyang, tapi yang menjadi penghiburan kita adalah dalam keadaan seperti itu pun Tuhan tidak menolak kita, Tuhan menerima, mengerti bahwa kita ini manusia yang rapuh dan bisa goyang. Dan Dia dengan caraNya yang ajaib menyadarkan kita akan makna hidup ini kalau kita terus mencari Dia seperti yang Ibu Ida katakan, terus mencari Tuhan dan dekat kepadaNya. Dia akan membisikkan kepada kita tujuan hidup ini.
IR : Sehingga mengalami kemenangan iman, ya Pak Paul?
PG : Betul, sehingga kata Paulus meskipun tubuhnya makin hari makin habis, tapi manusia rohaniah atau batiniahnya terus diperbaharui oleh Tuhan.
GS : Dengan kata lain, bagi orang-orang yang beriman kepada Tuhan Yesus, tidak ada istilah hilang harapan sama sekali dalam arti kata yang sebenar-benarnya, ya Pak Paul?
GS : Karena harapan itu tetap ada, sebagaimana Tuhan Yesus itu ada, sehingga harapan kita pada diri Tuhan Yesus itu sendiri ya?
PG : Betul, jadi adakalanya kita tidak melihat dengan jelas harapan itu namun tidak berarti terhilang, sebab harapan kita ada pada Tuhan sendiri dan Tuhan tidak mungkin akan membiarkan kita senirian.
GS : Itu yang patut kita camkan dan patut kita syukuri bersama, selama kita diberi kesempatan untuk hidup di dunia ini.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan ke hadapan Anda, sebuah perbincangan tentang harapan yang hilang, tetapi bagi kita yang beriman kepada Tuhan, tidak ada harapan yang betul-betul hilang karena di dalam Tuhanlah kita mendapatkan pengharapan yang sejati itu. Perbincangan ini kami lakukan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Sekali lagi bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda untuk menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan, saran-saran, dan tanggapan. Dan dari studio kami ucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.END_DATA