Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK akan berbincang- bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang Gemar Ganti Pekerjaan. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Di dalam seseorang bekerja, kalau kita amati ada orang yang sampai bertahun- tahun di satu tempat dan tekun mengerjakan pekerjaannya tapi tidak kalah banyak ada orang-orang yang seperti kutu loncat, pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dan ini tentu ada latar belakang serta ada dampaknya, kenapa sampai bisa seperti ini, dan ini kira-kira bagaimana, Pak Paul ?
PG : Betul. Jadi ada orang-orang yang rasanya mulus bekerja meniti karier, menanjak, kalaupun pindah hanya beberapa kali tapi ada orang yang hampir setahun sekali atau bahkan lebih kurang dari setahun sekali pindah kerja lagi, kenapa bisa seperti itu ? Jadi kita mau membahas sesungguhnya ada sejumlah penyebab, Pak Gunawan. Penyebabnya itu bukanlah satu, jadi kita akan mencoba untuk menguraikannya; yang pertama adalah tidak adanya kejelasan karunia atau kebisaan. Karena dia tidak tahu kesanggupannya apa, karunianya apa maka dia bingung. Dalam keadaan bingung dia terus mencari-cari pekerjaan yang sesuai dengan kesanggupannya. Kalau sampai akhirnya dia menemukan mungkin sekali dia akan terus di situ, tapi ada orang yang bingungnya lama, dia sungguh-sungguh tidak tahu, dia terus-menerus pindah. Dia bukan tidak mau bekerja, tapi dia tidak mengerti apa sebenarnya karunianya.
GS : Sebenarnya itu disebabkan oleh apa, Pak Paul ? Karena ada sebagian orang juga sejak masih sekolah terutama ketika dari SMA ke Perguruan Tinggi bingung untuk menentukan jurusannya dan ini nanti akan berdampak juga dalam memilih pekerjaan.
PG : Betul, Pak Gunawan, memang ada orang yang memunyai karunia yang lebih luas sehingga bisa mencakup sejumlah pekerjaan, tapi ada orang yang memunyai karunia atau kebisaan yang sangat spesifik sehingga kalau ia tidak mendapatkan pekerjaan itu, dia akan mengalami kesukaran untuk mendapatkannya.
GS : Atau bukan orang yang tidak percaya dirinya sendiri, akan kemampuannya seperti apa.
PG : Sudah tentu kalau dia tidak mengerti bisanya apa, ini nanti bisa turut memengaruhi kepercayaan dirinya, dia makin hari makin minder karena dia melihat teman-temannya sudah menanjak, dia terus saja mencari-cari pekerjaan. Jadi itu bisa memengaruhi tapi saya kira itu juga bisa kebalikannya
karena dia tidak memunyai kepercayaan diri, jadi apa pun yang dikerjakannya selalu merasa kalau dia mampu.
GS : Tapi apakah itu tidak dalam semua bidang kehidupannya dia selalu ragu-ragu seperti itu, Pak Paul ?
PG : Ada yang memang dalam semua bidang kehidupan ragu-ragu, termasuk pekerjaan tapi ada juga orang yang dalam hidupnya tidak begitu, khusus dalam hal pekerjaanlah (karena dia tidak mengerti kebisaannya apa) jadi terus mencari-cari.
GS : Penyebab yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah tidak mudah bergaul, nah kita 'kan tahu bahwa orang bekerja tidak sendirian, jarang yang sendirian. Dia harus melapor kepada atasannya, harus bekerjasama dengan rekannya, jadi ada orang-orang yang tidak bisa kerja sama, tidak bisa bergaul, mungkin kaku, mungkin bicara terlalu blak- blakan, mungkin kurang sensitif. Jadi akhirnya dia sukar berteman, sebagai akibatnya lingkungan tidak menerima dia, karena dia merasa orang tidak menerima dia, dia pindah, dia mencari pekerjaan lain tapi karena masalah utamanya tetap sama, di tempat lain dia juga akan mengalami hal yang sama.
GS : Tapi katakanlah dia bekerja sendiri sehingga mau tidak mau harus
berhubungan dengan orang lain, misalnya dengan supplier, dengan customer, bukankah ini orang lain ? Apakah dia akan selalu berganti-ganti profesinya, Pak Paul ?
PG : Akan mendingan, Pak Gunawan. Misalkan dia tidak harus berdiskusi, bernegosiasi, bekerjasama, kalau dia hanya berhubungan dengan orang misalnya menjual barang mungkin lebih gampang, tapi yang memang lebih susah misalnya waktu harus bersama-sama memutuskan sesuatu, berdiskusi, tukar pikiran, kadang-kadang orang seperti ini susah dan cenderungnya karena itu 'kan teman kerja dilihatnya tidak ramah, tapi kalau dengan orang lain mungkin orang itu datang kemudian pergi lagi tidak apa-apa, tapi kalau dengan rekan kerja yang tiap hari bertemu dengannya, sikapnya tidak berbicara dengan enak, kalau bicara terlalu to the point jadi menyinggung orang, akhirnya dijauhi oleh teman-temannya.
GS : Tapi sebenarnya kemampuan bergaul ini sangat dibutuhkan walaupun dia bekerja sendiri, bernegosiasi dengan para suppliernya, bernegosiasi dengan customernya. Kalau tidak maka sulit customer mau mendekati dia.
PG : Betul dan akhirnya kalau mereka melihat susah berurusan dengan orang ini, maka mereka akan mencari orang lain.
GS : Penyebab yang lain mungkin masih ada, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah mudah bosan, ada orang yang memang sungguh-sungguh tidak bisa bertahan, berlama-lama di suatu pekerjaan. Kenapa begitu, karena dia mudah bosan, dia senantiasa menginginkan sesuatu yang baru, dia mengerjakan apa pun, sudah mulai dikuasainya, mulai dikenalinya, hari lepas hari akan sama karena namanya juga pekerjaan maka akan jarang berbeda, akhirnya dia tidak tahan, dia merasa bosan dan mau pindah. Ini memang yang lebih sulit, Pak Gunawan, karena jiwanya yang cepat bosan menyulitkan dia untuk mengerjakan apa pun.
GS : Kadang-kadang kebosanannya bukan hanya terhadap pekerjaan, Pak Paul.
Terhadap teman-teman sekerjanya dia juga cepat bosan.
PG : Bisa, akhirnya dia sudah mengenal orang-orang ini, tidak ada minat lagi untuk meneruskan persahabatan, mulai menjauhkan diri, tidak merasa penting untuk bergaul dengan teman-teman, nah itu bisa menjadi penyebab teman-teman menjauhkan diri dari dia.
GS : Itu sebenarnya masalah dia pribadi, dan bagaimana dia mengatasi kebosanannya dengan berkreasi dan sebagainya, Pak Paul ?
PG : Memang yang cepat bosan ini saya bisa kategorikan dalam 2 golongan. Yang pertama kalau memang orang itu menderita gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder), cenderung cepat bosan kecuali dia mengerjakan sesuatu yang sangat pas dengan dirinya, misalnya mereka suka dengan permainan game online, dia bisa menciptakan games dan tidak bosan-bosan. Kalau memang ada pekerjaan yang membukakan pintu untuk dia menciptakan sesuatu yang baru, dia bisa, karena dia tidak bisa terus-menerus mengerjakan hal yang sama. Ini golongan yang pertama. Yang kedua, dia terlalu dimanja. Orang tuanya selalu memberikan apa yang diinginkannya. Sedikit-dikit dia menyerah, sedikit-dikit tidak suka dan menyerah nanti orang tua yang pusing mengerjakannya, mencarikan jalan keluar, dia tidak terlatih untuk bisa bertahan dalam situasi yang tidak disukainya.
GS : Kebosanan bisa menimpa siapa saja, tapi kalau orang ini cepat bosan, ada yang tidak beres dalam diri orang itu, Pak Paul ?
PG : Kecuali yang pertama tadi, dia memang sangat jenius senang menciptakan sesuatu, ya tidak apa-apa.
GS : Ada orang-orang tertentu yang tidak senang berada di belakang meja, dia akan memilih pekerjaan yang keluar kantor, keluar kota bahkan ke luar negeri dan seterusnya daripada dia harus di belakang meja terus-menerus. Apakah ini termasuk orang yang pembosan atau bagaimana, Pak Paul ?
PG : Tidak, lain lagi. Orang yang cepat bosan, misalnya ia bekerja 30% di belakang meja karena ada yang harus dikerjakan tapi 70% di luar, dia jalan ke sana ke sini mengurus ini dan itu, bertemu dengan orang ini dan itu. Setelah melewati satu jangka waktu maka akan begitu terus, 30% di belakang meja, 70% jalan, menemui orang, mengerjakan ini, itu dan sebagainya. Ia akan bosan lagi karena bagi dia akan sama. Orang yang memang sangat kreatif dan mendekati jenius, mereka cepat bosan jadi mereka ingin mengerjakan sesuatu yang baru. Kalau mereka bisa menciptakan sesuatu yang baru ya tidak apa-apa.
GS : Alasan yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Ada orang yang gonta ganti pekerjaan karena berambisi besar, orang ini tidak tahan bekerja lama pada suatu tempat karena ambisinya besar sekali. Dia ingin cepat-cepat besar sehingga selalu mencari kesempatan untuk mewujudkan impiannya. Begitu dia melihat ada peluang lain langsung pindah, dia melihat ini bisa menaikkan kariernya, pindah lagi. Ambisinya sangat besar, kalau kebetulan dia mempunyai target yang jelas dan dia tahu kebisaannya apa, ya tidak apa-apa sebab dimana pun dia berada, dia bisa memberi sumbangsih
misalkan begitu. Tapi kalau tidak ada hasilnya, nantinya repot. Orang tidak mau lagi memakai dia.
GS : Sebetulnya di dalam pekerjaan, selalu dibutuhkan orang yang memunyai ambisi sehingga dia bisa maju dan membawa perusahaan itu maju. Ini ambisi yang seperti apa yang bisa menyebabkan dia gonta-ganti pekerjaan terus ?
PG : Misalkan dia melihat pekerjaannya yang sekarang bukanlah titik akhir dari kariernya, dia mau memunyai pabrik sendiri. Itu targetnya, jadi dia bekerja mau mencari koneksi orang-orang yang nanti mau kerja sama dengan dia, memodali dia dan sebagainya. Dia sudah masuk dan tidak melihat ada orang yang bisa menolong dia, kemudian dia mencari lagi yang lainnya, cari lagi siapa yang bisa diajak kerjasama memodali dia. Jadi ada orang-orang yang karena terobsesi dengan ambisi akhirnya tidak bisa kerja lama pada satu tempat.
GS : Yang sering saya jumpai adalah mereka yang terkait dengan ambisi, yaitu gaji
yang lebih tinggi dari gaji yang diterimanya sekarang, begitu Pak Paul.
PG : Itu adalah salah satu motivasi yang lain kenapa orang pindah kerja karena menginginkan gaji yang lebih besar. Kadang-kadang itu tidak apa-apa, karena gaji kita tidak selalu cukup, kalau ada kesempatan kita bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih besar kita akan tergoda untuk pindah. Sekali lagi kita harus berhati-hati karena kalau kita terus-menerus gonta ganti pekerjaan karena ambisi yang begitu tinggi, kuatirnya kita tidak bisa mendapatkan pekerjaan lagi.
GS : Padahal selisihnya kadang-kadang tidak terlalu besar, dia hanya ingin mendapatkan sesuatu yang lebih, maka dia rela pindah.
PG : Ya, ada yang begitu juga. Tidak bisa tidak, kita harus berhati-hati dalam hal gonta-ganti pekerjaan ini, Pak Gunawan.
GS : Bukan hanya dari segi karier tapi juga dari segi penghasilannya. Alasan yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Yang terakhir adalah ketiadaan arah hidup yang jelas, artinya dia bekerja tanpa mengerti tujuan hidupnya, sehingga dia kerap merasakan kehampaan, akhirnya dia berhenti karena tidak dapat lagi menikmati pekerjaan. Ia pindah kerja berharap bahwa kali ini dia akan lebih terpenuhi tapi ternyata tidak juga. Kenapa ? Karena dia hanya bekerja untuk bekerja, dia tidak memunyai tujuan hidup, lama-lama kehilangan kenikmatan, untuk apa hidup, untuk apa bekerja
? Begini begini saja, nah ini ciri orang yang tidak memunyai kerangka atau
tujuan hidup yang jelas.
GS : Misalnya bagaimana contohnya tujuan hidup ini, Pak Paul ?
PG : Misalkan kita ini memunyai tujuan hidup yang jelas bahwa kita ini dipanggil Tuhan untuk membawa kemuliaan bagi nama Tuhan maka tidak bisa tidak waktu kita bekerja kita akan fokuskan pada nantinya bagaimana bisa membawa kemuliaan bagi nama Tuhan. Saya ingat waktu saya masih kuliah saya bingung mau pilih di bidang apa, saya tidak mengerti dan kemudian saya ikut Pemahaman Alkitab dan di situ si pembimbing mengajarkan kepada saya bahwa tujuan hidup adalah memuliakan nama Tuhan. Saya merasakan sekali kedamaian karena tiba-tiba saya berkata, Tidak apa-apa saya menjadi apa
pun selama tujuannya jelas yaitu membawa kemuliaan nama Tuhan. Jadi ini yang menjadi motivasi saya untuk hidup dan bekerja, Saya mau membawa kemuliaan bagi nama Tuhan. Orang-orang yang tidak punya ini tidak punya tujuan hidup, akhirnya bekerja dan bekerja tapi rasanya capek dan bosan karena tidak ada arahnya semua ini.
GS : Tapi ada sebagian orang yang walaupun punya tujuan hidup untuk memuliakan nama Tuhan tetapi di satu pekerjaan mulanya dia merasa di situ dia bisa memuliakan nama Tuhan, tapi setelah bekerja katakan setengah tahun atau kurang dari setahun dia merasa tidak cocok lagi dan lebih baik bekerja di tempat lain dimana saya bisa memuliakan nama Tuhan, akhirnya akibatnya seperti kutu loncat juga.
PG : Iya, jadi jangan sampai kita mengatas namakan semua atas nama Tuhan
padahalnya semua ada pada kita dan kitalah yang cepat bosan dan sebagainya. Jadi mesti jelas tujuan akhir hidup kita ini sehingga apapun yang kita kerjakan hanyalah mendekatkan kita pada tujuan akhir itu.
GS : Kalau orang yang suka gonta-ganti pekerjaan seperti ini akibatnya apa, Pak
Paul ?
PG : Tidak bisa tidak pola seperti ini akan merusakkan masa depan akhirnya tidak ada orang yang bersedia menerimanya sebab takut dia nanti tidak akan bertahan lama, jadi daripada membuang waktu melatihnya lebih baik menolaknya mencari orang lain yang lebih menunjukkan kestabilan kerja, itu sebab penting bagi kita untuk memersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum memulai bekerja.
GS : Dengan dia gonta-ganti pekerjaan itu sebenarnya kelihatan di 'curriculum vitae'nya, dia kelihatan setahun di sini, setahun di situ dan ini menimbulkan pertanyaan bagi orang yang mau merekrut dia, tapi dengan bangganya dia berkata, Pengalaman saya banyak jadi saya bisa memanfaatkan pengalaman yang sekian banyak dan relasi yang sekian banyak untuk bekerja di sini.
PG : Memang itu seolah-olah nilai jual tapi saya kira hampir semua perusahaan itu lebih menekankan kesetiaan dan kestabilan dibanding dengan sumbangsih seperti apa yang dia banggakan, karena kebanyakan perusahaan itu membutuhkan adanya kestabilan, kalau orang gonta-ganti itu akan sangat mengganggu kinerjanya. Jadi kebanyakan manajer atau direktur akan mencari orang yang stabil.
GS : Bagi orang yang suka berganti pekerjaan seperti ini, sebenarnya apa yang bisa
dia kerjakan untuk mengurangi tingkat kepindahannya ini, Pak Paul ?
PG : Saya kira langkah pertama sebelum kita memulai bekerja lagi, mencari pekerjaan yang lain lagi pastikanlah pekerjaan yang kita cari merupakan pekerjaan yang sesuai dengan karunia yang kita miliki. Dan jangan cepat-cepat berkata, Ambil sajalah nanti dapat lagi jangan, tapi bersabar sedikit dan cari pekerjaan yang kita tahu sesuai dengan kebisaan kita, sebab kalau kita pindah kerja ke tempat yang lain dan ini terus juga bukan sesuai dengan kebisaan kita biasanya kita juga tidak tahan lama dan berhenti lagi. Jadi kita harus memutuskan siklus itu dengan memastikan apa kebisaan kita dan mencari pekerjaan yang lebih sesuai.
GS : Bagi orang yang kesulitan menemukan di mana minatnya, maka ada test untuk mengetahui minat dia, apakah itu menolong, Pak Paul ?
PG : Menolong sekali. Jadi kalau dia sama sekali tidak mengerti pergilah ke seorang psikolog maka mintalah di test dan biarlah informasi ini bisa menolong dia untuk mencari pekerjaan yang lain yang sesuai.
GS : Itu biasanya yang ditanyakan apa, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa misalnya kita ditanyakan sifat kita, kepribadian kita apa, ditanyakan juga apa yang biasa kita lakukan dalam pekerjaan sebelumnya, apa yang kita sukai tentang pekerjaan itu, dan sewaktu sekolah bidang apa yang kita bisa dan kita juga sukai, dan juga mungkin kita mau melihat pengaruh dari orang tuanya apakah ada penjurusan tertentu, apakah orang tua juga punya kebiasaan tertentu sebab seringkali anak mewarisi kebisaan orang tua. Jadi dari kebisaan itu nanti digabung dan dianalisis kira-kira apa kebisaannya.
GS : Hal yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Apabila kita tidak berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan karunia yang kita miliki maka sebaiknya kita memilih pekerjaan yang tersedia, kalau kita sudah mencari-cari tapi tidak ada, maka terimalah pekerjaan yang tersedia. Diamlah pada pekerjaan itu sampai kita mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan karunia yang kita miliki. Jadi sekali lagi jangan gara-gara pekerjaan sudah merasa tidak cocok ada yang lain maka diambil saja. Jangan seperti itu, tapi benar-benar tahan sampai kita akhirnya mendapatkan pekerjaan yang lebih sesuai dengan karunia kita.
GS : Karena di tempat pekerjaan yang tidak mengenakkan bagi kita, kadang Tuhan sedang membentuk kita untuk sabar, untuk tekun dan sebagainya.
PG : Betul sekali. Karena memang pertumbuhan disiplin itu keluar dari ketahanan mengerjakan sesuatu yang tidak kita sukai.
GS : Hal ketiga yang bisa kita lakukan apa, Pak Paul ?
PG : Jika masalahnya terletak pada kesulitan kita bersosialisasi itu berarti kita tidak seyogianya terjun ke dalam pekerjaan yang menuntut kita untuk berhubugan dengan manusia. Jadi carilah pekerjaan yang bersifat praktis di lapangan atau bersifat teknis menggunakan alat dan sebagainya dan bukan pekerjaan manajemen yang berhubungan dengan manusia dan sebagainya. Kadang kita itu berpikir tidak apa-apa saya tidak memunyai ini saya bisa kembangkan tapi masalahnya nanti dalam proses pengembangannya kita jatuh bangun dan makin terpuruk dan orang makin tidak terima kita dan kita makin takut untuk memulai pekerjaan yang baru. Jadi mulailah bekerja di bidang yang kita bisa dan coba kita kembangkan dari situ.
GS : Atau kita memelajari pekerjaan yang baru yang sifatnya memang tidak terlalu banyak berhubungan dengan orang misalnya jadi montir atau reparator alat elektronik yang lain.
PG : Betul.
GS : Hal yang lain yang bisa kita lakukan apa, Pak Paul ?
PG : Bila kita ini mudah bosan, mungkin kita ditakdirkan untuk memulai atau merintis dan bukan untuk memelihara pekerjaan. Jadi kalau memang itulah diri kita maka carilah jalan untuk memulai pekerjaan dan pilihlah orang yang dapat
meneruskannya kelak. Jika kita belum memunyai orang yang dapat melanjutkannya sebaiknya kita tidak memulainya terlebih dahulu. Dengan kata lain kalau pintu itu belum terbuka maka kita tetap berdisiplin diri untuk tetap bekerja. Ada orang yang begitu inovatif sekali memulai yang baru, tapi kalau dia belum ada orang yang meneruskan karena dia cepat sekali bosan maka nanti ambruk kecuali dia bisa menjual perusahaan itu, sebab perlu orang yang bisa meneruskan dan yang mengerti dari awal. Jadi sebaiknya kalau dia tipe begitu dan memang ada kemampuan atau modal untuk melakukan itu, maka harus ada orang yang dia tahu bisa diserahkan tanggung jawab untuk meneruskannya.
GS : Tapi katakan tidak ada orang yang bisa meneruskannya maka bagi dia ruginya tidak terlalu banyak, mungkin dia bisa mengalihkan dananya untuk hal yang lain yang baru. Maka tidak apa-apa, Pak Paul ?
PG : Kalau dia bisa menjualnya, tapi kalau tidak bisa menjualnya dan dia sudah menanamkan modal di situ dan kemudian dia bosan serta mau pindah tapi tidak ada yang bisa diteruskan dan yang mau beli juga tidak ada, maka di situ repotnya kecuali memang bisa dijual karena kita tahu sekarang misalnya di Amerika Serikat banyak sekali orang-orang yang memulai perusahaan baru secara online dan ada investor yang bersedia untuk memodali sebab mereka percaya ini bisa membuahkan hasil. Memang ada yang berhasil tapi ada juga yang gagal dan cukup banyak yang gagal, akhirnya uang mereka terbenam disitu karena gagasan itu tidak membuahkan hasil.
GS : Yang repot justru kalau dia membuat usaha baru dan memiliki pegawai- pegawainya, kemudian dia membubarkan pekerjaan maka pegawainya mau kemana ?
PG : Betul sekali. Jadi saya kira butuh perancangan dan jangan, Yang penting dilakukan dulu, nanti baru dilihat bagaimana sebaiknya ada perancangan, ada orang yang bisa kita serahkan tanggung jawab ini.
GS : Tadi kalau ada hal tentang orang yang sangat berambisi, ini bagaimana menanganinya, Pak Paul ?
PG : Resepnya saya kira adalah menahan diri agar tidak bertindak gegabah, banyak
orang yang karena berambisi besar malah kehilangan segalanya. Jadi ambisi harus diseimbangkan dengan kenyataan, bila tidak ada yang mendukung maka sebaiknya kita menahan diri dan jangan tergesa-gesa minta ini dan meyakinkan orang pasti bisa dan sebagainya, akhirnya bisa benar-benar menghancurkan keluarga.
GS : Mestinya bisa bertanya kepada teman atau orang yang dekat dia atau dengan dia sebenarnya ambisinya ini realistis atau tidak ?
PG : Idealnya begitu, kalau dia bisa mendengarkan maka baik tapi untuk orang yang berambisi besar susah mendengarkan orang meskipun sudah berkali-kali jejak rekamnya menunjukkan seringnya gagal, tapi ada orang yang makin sering gagal sepertinya makin terpanggil, Kali ini pasti benar dan pasti bisa. Jadi yang kita bilang ini adalah kepribadian yang mirip seperti berjudi, Mungkin sekarang adalah hari keberuntungan saya tapi akhirnya habis.
GS : Tapi orang itu sebetulnya tidak perlu mematikan ambisinya dan itu bisa merupakan sesuatu yang positif juga bagi orang itu, Pak Paul ?
PG : Bisa. Jadi yang penting bukan mematikan ambisi tapi mematangkan ambisi dengan cara menahan diri tidak buru-buru mencoba untuk mewujudkannya, tapi perlu benar-benar dipikirkan.
GS : Dalam hal ini menghadapi orang-orang atau mungkin pendengar kita yang juga mengalami sering ganti pekerjaan ini, apakah ada ayat firman Tuhan yang bisa dijadikan panduan, Pak Paul ?
PG : Efesus 1:5-6 menjelaskan, Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan
kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. Ada dua hal
yang termaktub dalam hal ini yaitu status dan tugas kita. Status kita sebagai orang yang telah ditebus oleh Kristus adalah menjadi anak-anak Tuhan, ini status yang luar biasa mulia, dimana pun kita berada termasuk di tempat pekerjaan kita harus ingat status kita, kita anak-anak Tuhan. Kedua, kita diserahi tugas untuk membawa kemuliaan bagi kasih karunia Tuhan yang mulia. Jadi setelah diberikan status anak-anak Tuhan kita diberikan tugas membawa kemuliaan bagi nama Tuhan, bagi nama Bapa kita yang di surga. Sepanjang hidup kita harus berusaha agar nama Yesus, Tuhan kita dipermuliakan dan itu dapat dilakukan lewat pekerjaan dan penghasilan kita. Jadi inilah tujuan dan panggilan hidup kita sebagai anak-anak Tuhan.
GS : Bahkan ada sebagian orang yang menyadari bahwa dimana pun dia bekerja dia adalah hamba Tuhan dan ini tanggung jawabnya adalah mantap sekali bagi orang-orang ini sehingga dia tidak berani cepat-cepat pindah, kalau dia tidak yakin bahwa Tuhan tidak mengutus dia untuk pindah.
PG : Saya pernah bicara dengan seorang supir taksi yang benar-benar dia melihat pekerjaannya sebagai supir taksi sebagai pelayanan, dia benar-benar mengantarkan orang dengan tujuan melayani orang dan dia tahu ini adalah bagian dari pelayanannya kepada Tuhan. Jadi dia selalu penuh dengan sukacita dalam perjalanan dia akan ngobrol dengan penumpangnya. Jadi dia memunyai tujuan sehingga apapun yang dikerjakannya bermakna bagi dia. Kalau kita tidak memunyai tujuan, pekerjaan sebaik apa pun akhirnya kehilangan makna.
GS : Jadi kembali lagi orang yang suka ganti pekerjaan ini adalah karakter dari
orang itu sendiri ?
PG : Iya, meskipun juga tadi saya katakan mungkin juga karena kebetulan dia belum tahu apa karunianya jadi perlu waktu yang lebih lama untuk menemukan karunianya itu.
GS : Tetapi ayat tadi dengan tegas sekali menegaskan status masing-masing kita dimana pun kita berada harus jelas sebagai anak-anak Tuhan dan tugas kita untuk membawa kemuliaan bagi nama Tuhan sehingga bukan jenis pekerjaannya tapi bagaimana kita melakukan pekerjaan itu di hadapan sesama dan Tuhan.
Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan saat ini, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti
perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang Gemar Ganti Pekerjaan. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran- saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.