"Dampak Kekudusan pada Pernikahan" oleh Pdt.Dr.Paul Gunadi
Lengkap
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun anda berada, anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Dampak Kekudusan pada Pernikahan", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Judul ini mungkin kurang populer, tapi ternyata sangat penting untuk dibicarakan, karena kekudusan menentukan mutu dari hidup pernikahan, Pak Paul. Tapi bagaimana dampak kekudusan ini di dalam pernikahan itu sendiri, Pak Paul?
PG : Yang Pak Gunawan katakan betul sekali, yaitu topik ini sekarang menjadi topik yang langka dan makin banyak orang yang beranggapan "Kenapa tidak boleh berhubungan seksual sebelum pernikahan Bukankah ini merupakan wujud cinta dan bukankah ini hanyalah kontak fisik dan tidak ada kaitannya dengan kerohanian serta Tuhan".
Dengan makin melonggarnya nilai-nilai ini saya kira sudah waktunya kita kembali melihat tentang kekudusan dalam masa-masa berpacaran. Ternyata kekudusan ini sangat mempengaruhi tiga tonggak pernikahan. Pernikahan itu didirikan diatas tonggak kasih/cinta, tonggak percaya dan tonggak respek. Ketiganya ini sekilas tampaknya tidak berkaitan dengan kekudusan, apa kaitannya pada masa-masa sebelum menikah? Nanti kita akan lihat bahwa kekudusan berpengaruh besar sekali terhadap tiga tonggak ini. Dengan kata lain saya bisa menyimpulkan kalau pada masa berpacaran kita tidak menjaga kekudusan, nantinya akan mempengaruhi tonggak-tonggak pernikahan dan sudah pasti nantinya akan mempengaruhi pernikahan itu sendiri.
GS : Pengertian kekudusan ini bukan hanya karena kontak fisik artinya berhubungan seksual sebelum menikah, tetapi juga melihat gambar-gambar porno dan sebagainya, itu juga akan sangat berpengaruh, Pak Paul?
PG : Betul sekali. Jadi kita memang mementingkan sebuah kehidupan yang berkenan di hadapan Tuhan baik yang nyata dilihat orang atau pun yang kita lakukan. Jadi kekudusan bukan hanya di mata mansia tapi terutama di hadapan Tuhan.
GS : Bagaimana hubungan antara, misalnya hubungan seksual dengan cinta sendiri?
PG : Begini Pak Gunawan, pertama saya mau mengatakan saya mengerti bahwa pada masa berpacaran, menjaga kekudusan itu tidak mudah karena begitu kuatnya dorongan-dorongan seksual dalam diri kita,dan sekarang ada orang di sebelah kita.
Jadi kita mempunyai partner atau rekan dimana kita bisa mudah sekali terjebak di dalam hubungan seksual. Jadi saya mengerti ini gejolak yang susah ditangani. Namun kita perlu bisa mengatasinya karena memang nantinya akan berkaitan dengan hal cinta. Kita tahu ujung dari cinta ialah menemukan bentuk sempurnanya pada keintiman dan keintiman yang paling puncak adalah penyatuan. Itu sebabnya cinta selalu bergerak dari keterpisahan menuju kepada kesatuan, itulah pergerakan cinta. Jadi kalau kita mencintai seseorang memang pergerakan kita adalah menuju kepada penyatuan keintiman yang sempurna yaitu penyatuan. Kita tahu bahwa secara simbolik penyatuan antara kedua pribadi dalam pernikahan itu dilambangkan dalam hubungan seksual. Itu sebabnya pada masa berpacaran tatkala kita bersama dengan orang yang kita cintai, kita ingin sekali untuk intim dengannya dan akhirnya bersatu dengannya. Ini yang dilarang oleh perintah Tuhan sebab Tuhan dengan jelas memanggil hubungan seksual di luar pernikahan sebagai perzinahan, Keluaran 20:14 memuat hukum Tuhan, "Jangan berzinah". Ini yang Tuhan larang dan pertanyaannya adalah apa kaitan dan apa dampaknya? Seyogianya cinta menemukan kesempurnaannya di dalam sebuah keintiman tapi kita melihat ada penyimpangan jikalau kita melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, bukannya menyatu akhirnya yang terjadi justru menguasai, sekali lagi cinta akan mencari bentuk sempurnanya dalam penyatuan tapi kalau kita melakukan hubungan seksual di luar pernikahan bukannya cinta yang saling menyatukan yang nanti kita akan cicipi, justru kebalikannya yang kita akan saksikan adalah upaya-upaya untuk menguasai satu sama lain. Ini yang sering terjadi di dalam masa berpacaran Pak Gunawan, jadi yang satu akan merasa "Saya tidak mau kehilangan kamu, maka saya harus menguasaimu." Jadi akhirnya ujung-ujungnya yang menjadi dasar atau penggerak atau motivasi bukanlah cinta lagi tapi takut, takut kehilangan, "Kamu sudah mengambil dari saya, sesuatu yang sangat berharga, saya tidak boleh kehilangan kamu" maka tindakan-tindakannya adalah berupa menguasai pasangan.
GS : Memang kadang-kadang banyak orang merasa tidak apa-apa di dalam pacaran, "Saya tidak akan melakukan itu". Tapi proses penyatuan itu begitu cepatnya terjadi, jadi mereka katakan, "Aku tidak sadar melakukan ini?" tapi sebenarnya apakah mereka tidak sadar melakukan itu?
PG : Sudah tentu dalam kesadaranlah perbuatan ini dilakukan namun kalau mereka mengatakan "Kami tidak merencanakannya!" itu saya percaya. Sebab tadi sudah saya singgung gejolak seksual memang bgitu kuat dan pada masa berpacaran kita memang mencintai dan cinta memiliki kadar yang hangat maka keinginan untuk intim dan bersatu begitu kuat sekali, namun kita mesti menjaganya sebab reaksi yang biasanya muncul setelah hubungan seksual pada masa berpacaran adalah takut, takut kehilangan sebab kita telah memberikan yang belum semestinya diberikan akhirnya kita mau menjaga agar pasangan kita tidak kemana-mana, akan terus setia kepada kita sebab dia harus bertanggungjawab.
Sehingga akhirnya relasi cinta yang seharusnya menumbuhkan relasi dengan lebih alamiah, cinta bertumbuh dengan lebih alamiah tidak lagi bertumbuh alamiah. Cinta tiba-tiba disusupi oleh rasa takut yang tadinya mau menyatukan malahan desakannya kuat sekali, lebih agresif ingin menguasai. Dengan kata lain, pertumbuhan relasi cinta itu sudah terkontaminasi.
GS : Tapi yang ingin menguasai bukan dari pihak wanita yang dikatakan telah kehilangan kesuciannya itu tadi, tapi juga dari pihak pria yang melakukannya, dia merasa sudah menguasai partnernya?
PG : Tepat sekali. Jadi bukan dialami oleh si wanita saja sebab ini juga sering dialami oleh si pria karena dia merasa "Sekarang engkau saya punya, saya telah menidurimu" dan dia telah menikmatnya sehingga dia tambah ingin menguasai pasangannya, jangan sampai kemana-mana.
Jikalau relasi berkembang ke arah itu, itu sangat tidak sehat sebab bukankah dalam masa berpacaran kedua orang ini seyogianya saling melihat kecocokan, saling menyesuaikan diri sehingga akhirnya dua individu bisa menyatu yang berbeda latar belakangnya. Namun kalau sudah ada susupan ketakutan mau menguasai dan sebagainya, tidak bisa tidak upaya menyesuaikan yang seharusnya itu berlangsung secara alamiah terganggu. Kadang kita melihat tidak cocok, kadang kita disadarkan hal ini tidak seharusnya kita teruskan tapi karena sudah berhubungan seksual kita takut kehilangan dia, kita ingin menguasainya dan kita berkata, "Itu mudah, itu bisa selesai sendiri, nanti dalam pernikahan semua itu bisa selesai". Kita mulai meminimalkan perbedaan dan masalah yang ada diantara kita. Bukankah ini berbahaya sekali untuk pernikahan pada akhirnya.
GS : Jadi kalau seseorang mengatakan dia mengasihi partnernya, sebenarnya dia harus mampu menahan dirinya untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah?
PG : Betul sekali, justru demi menjaga kesehatan relasi itu sendiri, sebab bukankah nanti merekalah yang memetiknya juga dan seringkali takut kehilangan dan tindakan menguasai kita bawa ke dala pernikahan bukan saja berlangsung pada masa berpacaran tapi kita bawa ke dalam pernikahan.
Jadi akhirnya pola relasi kita sudah terbentuk pada masa berpacaran, pola takut, pola ingin menguasai dan akhirnya tidak aman dan tidak aman. Kalau kita tidak aman, kita menuntut pasangan menciptakan rasa aman itu untuk kita, kita akan membatasi dia, memonitornya, meminta dia memperlakukan kita dengan lebih spesial dan sebagainya karena sudah ada benih tidak aman. Jadi dari sudut cinta saja seks dalam berpacaran sebelum pernikahan memang akan merusakkan dan kerusakannya dibawa sampai nanti ke pernikahan.
GS : Pak Paul, sekarang apa hubungannya seks dengan kepercayaan pada seseorang?
PG : Tadi kita sudah singgung tonggak berikut dalam pernikahan adalah percaya dan kita tahu saling percaya itu mutlak harus ada. Tanpa adanya saling percaya sebetulnya tidak ada pernikahan yangsejati.
Di dalam pernikahan seks justru makin mengokohkan saling percaya sebab bukankah seks itu merupakan puncak keterbukaan kita dan puncak kerentanan kita, apa adanya kita tidak bisa lagi ditutupi atau dilihat oleh pasangan dan dalam keintiman yang paling dalam itu benar-benar kita akan membuka diri. Dan di dalam kondisi seperti itulah kerentanan dan keterbukaan sehingga kepercayaan makin dipupuk sebab kita hanya bisa memberi diri serentan dan seterbuka itu pada orang yang kita percaya. Makin kita bisa melakukannya dan mendapatkan yang kita inginkan dengan baik, makin tumbuhlah rasa percaya itu. Ternyata kalau kita lakukan itu di luar pernikahan misalnya pada masa berpacaran maka efeknya justru kebalikannya bukannya menguatkan rasa percaya justru mengeroposkannya, Pak Gunawan. Kenapa? Sebab sewaktu sesuatu yang tidak seharusnya diberikan malah diberikan kepada seseorang dampaknya pada diri kita adalah kita kehilangan kepercayaan kepadanya, seolah-olah begini Pak Gunawan, kita itu tahu ini berharga sekali yaitu kesucian kita, kekudusan kita dan seharusnya tidak diambil, meskipun kita memberikannya dengan persetujuan tapi kenapa diambil juga oleh pasangan kita dan itu mengecewakan dan efeknya juga justru mengeroposkan rasa percaya kita kepada dia. "Saya memberikan kepada kamu, dan kamu dengan mudah mengambil", dengan kata lain justru kita mau melihat respons pasangan yang sebaliknya yaitu "Tidak saya tidak mau, saya mau menjaga, saya tidak mau mengambil apa yang bukan milik saya sekarang ini". Kalau pasangan justru bersikap seperti itu kita akan malah mempercayai, merasa lebih aman karena kita akan diyakinkan bahwa pasangan kita itu tidak sembarangan, hanya akan mengambil sesuatu yang memang miliknya, kalau bukan waktunya untuk dia memilikinya, dia pun menolak dan ini akan memperkuat kepercayaan. Jadi justru kalau seks dilakukan sebelum pernikahan maka kepercayaan itu akan makin hilang.
GS : Tetapi ada dari pihak wanita yang mengatakan, Pak Paul, dia memberikan kehormatannya itu supaya pasangannya percaya bahwa dia sungguh-sungguh mencintai calon suaminya itu tadi.
PG : Mungkin saja dalam hal itu betul, calon suami itu akan berkata "Baiklah, sekarang saya percaya kamu mengasihi saya". Mungkin saja, tapi keuntungannya yang kecil itu dibayarnya terlalu mahal. Sebab kenapa? Sebab pertama kalau seorang pria sampai berkata "Saya baru percaya kamu mencintai saya jikalau kamu memberikan tubuhmu", ini bukanlah seorang pria yang baik, ini seorang pria yang manipulatif. Dia memang ingin berhubungan seksual tapi dia menjebak si perempuan dengan cara meyakinkannya kamu harus membuktikan cinta lewat memberikan tubuhmu. Salah ! Bukti cinta justru adalah kesetiaan bukan penyerahan tubuh. Waktu pasangannya tidak berbuat apa-apa, tidak mengkhianatinya dan sebagainya tetap setia kepadanya, ini justru bukti yang nyata bahwa dia mencintai. Bukan justru menyerahkan tubuh. Ini yang pertama yang kita harus sadari dan harganya terlalu mahal, dan justru rasa percaya si pria ini hilang. Kenapa? Sebab dia akan berkata dalam hatinya, "Perempuan ini mudah sekali, saya tipu begitu saja mau." Apa yang terjadi, dia mulai berpikir, "Jangan-jangan dulu dia dengan pacarnya seperti itu juga, okelah sekarang dia masih gadis tapi tidak tahu sudah seberapa jauh dia berhubungan sebab dia begitu mudah, saya minta begitu saja dia mau berikan tubuhnya". Kepercayaan mulai hilang, jadi dari si pria pun hilang kepercayaan itu dan si wanita pun yang menyerahkan tubuhnya akan berkata "Iya pasangan saya belum apa-apa sudah meminta hubungan seksual sebagai bukti cinta, apakah dia akan berbuat hal yang sama kepada orang lain nantinya atau sebelum-sebelumnya", meskipun dia berkata dia tidak berbuat apa-apa waktu berpacaran dulu tapi sekarang minta ini kepada saya, jangan-jangan itu pun yang dia minta kepada pacar-pacarnya yang terdahulu, dan kalau dia meminta itu sebagai bukti cinta dari orang-orang yang terdahulu tidak menutup kemungkinan dia akan meminta yang sama kepada perempuan-perempuan lain yang nanti akan ditemukannya.
GS : Jadi hubungan seks pranikah ini, bukan mengokohkan kepercayaan tapi malah justru mengeroposkan kepercayaan antara mereka berdua, Pak Paul?
PG : Tepat sekali. Jadi akhirnya mereka memasuki mahligai pernikahan justru dengan modal sudah tidak percaya, sudah mawas diri, sudah berhati-hati dan ini sebetulnya sudah tidak sehat. Bukankahmasuk ke dalam pernikahan seharusnyalah dengan modal percaya "Saya aman denganmu", tapi justru malah sudah berhati-hati, "Kamu jangan-jangan sudah berbuat, kamu jangan-jangan akan mengulang lagi, kamu mengambil sesuatu yang belum waktunya kamu ambil".
Justru mulailah kropos, hilanglah kepercayaan itu dan nanti akan mudah sekali meletup dalam pernikahan. Pulang terlambat, saat ditanya kenapa terlambat? Selalu penjelasannnya tidak mudah diterima dan makin banyak hal-hal seperti itu yang nanti muncul tapi mereka tidak menyadari sebetulnya itu akibat hilangnya kekudusan dalam masa berpacaran.
GS : Dan di dalam hal ini pihak wanita yang lebih banyak dirugikan dari pada pihak pria, Pak Paul?
PG : Tepat sekali, Pak Gunawan.
GS : Lalu sekarang apa hubungannya dengan tonggak yang ketiga yaitu respek, Pak Paul?
PG : Respek pada diri maupun pasangan cenderung menurun drastik setelah melakukan hubungan seks sebelum pernikahan. Meskipun kita ini mungkin berpandangan liberal "Tidak apa-apa hubungan seks dn sebagainya", tapi saya percaya orang yang berpandangan liberal seperti itu pun kalau ditawarkan, dua orang untuk menjadi pasangan yang satu menjaga kekudusan, yang satu mudah sekali tidur dengan dia, manakah yang lebih dihormatinya? Saya percaya, meskipun pandangannya begitu bebas dan sebagainya tapi di hati kecil dia akan berkata, "Saya lebih respek pada yang menjaga kekudusan".
Disitu kita bisa melihat satu hal yang penting, Pak Gunawan, ternyata memang seks itu berkaitan dengan respek, dengan penghargaan diri. Jadi ini modal yang teramat penting untuk kita bawa ke dalam pernikahan sebab nantinya kalau kita tidak lagi punya respek pada satu sama lain, yang lain-lainnya cepat rontok. Dalam pertengkaran pun kita akan lebih mudah mengatakan kata-kata yang kasar, menghina dia dan sebagainya. Jadi respek itu mempengaruhi relasi dengan sangat-sangat dominan, jadi perlu kita jaga, kalau kita tidak jaga, kita jadi hilang respek. Pada siapa yang mudah memberikan tubuhnya kita kehilangan respek tapi ada efek yang juga menarik, kita pun juga kehilangan respek pada diri kita. Justru kalau kita melihat kita itu bisa bertahan, kita melihat diri semakin positif tapi kalau kita melihat pasangan kita dan kita mudah sekali berbuat, respek kepada dua-duanya akhirnya merosot. Kadang-kadang kita temukan hal-hal yang menyakitkan misalnya ada orang yang menjaga kekudusan baik-baik, bertahan setengah mati dan akhirnya bertemu dengan seorang, dia berpacaran dan dia berpikir dia orang baik-baik dan memang dia orang baik-baik, anak-anak Tuhan, pelayanan dan sebagainya tapi dalam berpacaran akhirnya pasangannya cerita, "Maaf saya mau berbuka dengan kamu, sebelum saya bertemu dengan kamu, saya berpacaran dan saya sudah melakukan hubungan seks". Apa yang biasanya dilakukan oleh orang yang sudah menjaga kekudusan akhirnya mendengar kabar bahwa pacarnya yang dianggapnya baik padahalnya jatuh begitu dalam. Nomor satu kecewa, luka, sedih tapi ini yang penting sekali, respeknya berkurang. Saya tidak berkata berarti tidak ada lagi pengharapan, tidak! Tuhan bisa mentransformasi seseorang, Tuhan memberi ampun kepada kita karena kita ini tidak sempurna dan berdosa, kita bisa memulai hal yang baru, itu betul. Tapi saya kira awalnya dia akan kehilangan respek pada pasangannya.
GS : Dan untuk membangun respek itu kembali, itu menjadi suatu pekerjaan atau tugas yang sangat sulit, Pak Paul?
PG : Sangat sulit sebab begini, Pak Gunawan, biasanya kalau kita sudah kehilangan respek pada orang, yang seringkali muncul adalah kebencian meskipun dalam tahap yang lebih kecil tapi sudah muli ada rasa benci, rasa sedikit muak, jijik dan rasa seperti itu sudah ada.
Akhirnya nanti akan mudah sekali menambahkan minyak, api pertengkaran dalam rumah tangga karena sudah tersimpan rasa kurang menghargai, rasa jijik muak, sehingga nanti perasaan itu keluar meskipun kita seolah-olah tidak mau menyebut-nyebut karena kita takut melukai hati pasangan kita. Tapi itu sebetulnya yang terkandung adalah kita menganggap kita murahan, dan kita tidak lagi menghormatinya sebagai orang yang kita kagumi. Dan kita pun melihat diri kita sebagai orang yang murahan, kita orang yang gampangan, kita pun dengan diri sendiri tidak senang ada rasa benci. Apa yang akan kita lakukan kalau kita dengan diri sendiri sudah tidak senang, sudah tentu akan berdampak pada relasi, kita lebih sering marah-marah, emosi kita lebih suka turun naik karena kita sendiri sudah tidak senang dengan diri, sudah tidak menghargai diri dan kita cenderung menuntut pasangan untuk membuat kita lebih nyaman, "Kamu yang harus bertanggung jawab harus membuat saya merasa lebih enak sekarang", karena hatinya sudah tercabik tidak lagi menghargai diri.
GS : Tapi dalam hal ini yang merasa tidak dihargai atau yang merasa tidak patut dihormati itu adalah kedua belah pihak. Jadi baik yang berinisiatif untuk melakukan seks pranikah maupun yang menjadi korban dari hubungan seks pranikah itu Pak, kedua-duanya sama?
PG : Tepat sekali, jadi kehilangan penghargaan diri ini biasanya akan dialami oleh kedua belah pihak, Pak Gunawan. Jadi kehilangan respek terhadap satu sama lain terjadi dan kehilangan respek trhadap diri sendiri pun terjadi.
Akhirnya ini yang kita bawa ke dalam pernikahan dan bagaimanakah membangun pernikahan tanpa respek lagi kepada pasangan. Bukankah kecenderungan kita nantinya itu menghinanya, merendahkannya. Ini benar-benar sebuah tabungan yang sangat negatif kita bawa masuk ke dalam pernikahan.
GS : Jadi hanya dengan melakukan satu perbuatan yaitu melakukan hubungan seks pranikah ini, tiga tonggak itu langsung hancur semua, Pak Paul?
PG : Betul sekali. Kita akan benar-benar merapuhkan tonggak-tonggak ini sehingga nanti waktu menghadapi tantangan hidup ke dalam pernikahan mudah sekali rubuh, Pak Gunawan. Akhirnya kita menyalhkan satu sama lain tapi sesungguhnya relasi itu sudah salah, sudah menjadi sangat rapuh sejak masa berpacaran gara-gara hilangnya kekudusan itu.
GS : Jadi kalau sudah begitu Pak Paul, apakah sebaiknya hubungan ini dilanjutkan ke jenjang pernikahan atau dibatalkan saja?
PG : Saya menganjurkan di tahap itu untuk dibekukan, dirawat dulu, diobati dulu. Datanglah ke seorang pembimbing, akuilah dosa yang telah diperbuat, akuilah semua perasaan-perasaan cinta itu da coba untuk nanti dibangun lagi relasi yang sudah hancur ini dan kita lihat dalam pertumbuhannya apakah berhasil menumbuhkan, kalau berhasil menumbuhkan ketiga tonggak ini barulah nanti masuk ke dalam pernikahan.
Jangan berpikir bahwa pernikahan bisa menyulap semuanya tiba-tiba menjadi baik dan bagus lagi.
GS : Padahal biasanya pihak keluarga itu mendorong supaya mereka itu cepat-cepat menikah, Pak Paul?
PG : Itu tidak tepat karena memang untuk menutupi aib dan sebagainya, tapi tinggal tunggu tanggal mainnya pernikahan ini nanti yang akan rontok.
GS : Jadi ini sesuatu yang penting untuk diperhatikan baik oleh muda-mudi maupun oleh orang tua, apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Di Imamat 19:2 Tuhan berfirman, "Kuduslah kamu, sebab Aku TUHAN, Allahmu, kudus". Tuhan meminta kita kudus supaya kita itu sama sepertiNya, Tuhan mau menaikkan kita ke standartNya tapi inijuga untuk kepentingan kita, tadi kita sudah lihat.
Justru kekudusan akan menciptakan berkat demi berkat bagi pernikahan kita dan bukankah kita nanti yang akan memetik buah-buahnya. Jadi inilah kebaikan Tuhan, tatkala Dia memberikan perintah kepada kita, memang pertama untukNya tapi sebetulnya juga untuk kita.
GS : Ya terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Dampak Kekudusan pada Pernikahan". Bagi anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, kami juga mengundang anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org , saran-saran, pertanyaan serta tanggapan anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.