Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Hendra, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang topik "Cyber Bullying". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, kasus-kasus seperti apa yang masuk kategori cyber bullying akhir-akhir ini ?
SK : Yang bisa kita ikuti di media, misalnya kasus Florence, seorang mahasiswi Fakultas Hukum di Kota Yogya yang melalui Instragram pernah mengajak orang Jakarta dan Bandung untuk tidak lagi ke kota Yogya karena merasa diperlakukan kurang baik ketika antri membeli bensin Pertamax. Akhirnya muncullah orang yang bertubi-tubi menghakimi, menyerang Florence, bahkan itu disebarkan dari Instagram ke media sosial yang lain. Itu salah satu kasus yang marak di Indonesia.
H : Pak, kalau kasus Florence itu bisa masuk kasus cyber bullying, mungkin pendengar kita bertanya-tanya, sesungguhnya apa yang dimaksud dengan cyber bullying ?
SK : Cyber bullying didefinisikan sebagai bentuk pelecehan dimana sang pelaku menggunakan bentuk-bentuk perangkat digital atau komunikasi berbasis internet bahkan mungkin dilakukan secara anonim – artinya si pelaku menyembunyikan identitasnya atau menyebutkan identitas dengan benar tapi tidak dilakukan secara langsung atau tatap muka. Jadi lewat perangkat digital atau berbasis internet. Ini juga termasuk intimidasi lewat telepon seluler, SMS, e-mail, blog, jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, situs, termasuk chat-room, dan lain-lain. Inilah cyber bullying.
H : Jadi kalau boleh saya simpulkan sementara, kasus Florence itu dia "membully" warga Yogya melalui perangkat digital, ya Pak ?
Sk : Dalam hal ini kedua belah pihak, Pak Hendra. Florence melakukan semacam bullying terhadap warga kota Yogya dengan menyatakan kemarahannya, mengajak orang-orang Jakarta dan Bandung untuk tidak lagi ke kota Yogya - karena kota itu mungkin dianggapnya kampungan karena kurang ramah terhadap Florence. Tapi sebaliknya Florence dibalas bertubi-tubi oleh orang-orang lain di jejaring sosial. Dan itu juga terjadi pada Ridwan Kamil Walikota Bandung, juga pada artis-artis maupun orang-orang lain, dimana mereka memposting sebuah opini atau pertanyaan karena sedang dirundung masalah namun direspon dengan caci maki. Bukan sehari dua hari bahkan berhari-hari sampai akhirnya mereka memilih untuk menarik diri dari jejaring sosial itu supaya tidak terus-menerus tertekan karena terpaan itu.
H : Kalau kita perhatikan ruang lingkup cyber bullying ini apakah hanya terbatas pada seseorang mengolok-olok, mempermalukan, mengintimidasi seseorang melalui perangkat digital ataukah bisa lebih luas dari itu, Pak ?
SK : Iya. Cyber bullying berasal dari kata Cyber dan Bullying. Bullying adalah tindakan pelecehan, kekerasan, intimidasi, agresifitas yang membuat orang takut dan merasa terintimidasi. Sementara Cyber mewakili komunikasi digital lewat handphone, email, media sosial dan perangkat-perangkat elektronik.
H : Jadi termasuk tindakan mengancam lewat SMS ataupun kontak pribadi ?
SK : Iya. Jadi tidak selalu sifatnya jejaring sosial atau kelompok, tapi juga bisa pribadi. Misalnya saya menerima SMS gelap yang bernada negatif atau fitnah, saya diancam, "Nanti anakmu akan kena bahaya. Nanti istrimu akan mengalami kecelakaan." Itu ‘kan teror. Teror lewat SMS juga termasuk dalam lingkup cyber bullying.
H : Artinya tidak terbatas pada menghina dan mempermalukan tapi juga termasuk menyebarkan teror, menyebarkan intimidasi yang membuat orang resah melalui media sosial, juga bisa dikategorikan cyber bullying.
SK : Ya. Termasuk dalam jejaring sosial tadi adalah grup atau kelompok yang luas, akhirnya tersebar kabar buruk bahkan fitnahan untuk membentuk opini yang merendahkan sang korban. Selain dalam bentuk kata-kata tertulis atau teks, juga bisa berupa gambar. Misalnya saya menerima gambar-gambar porno, gambar-gambar yang mengerikan dan tidak pantas, dan itu berkali-kali. Itu termasuk bentuk penyerangan dan cyber bullying.
H : Termasuk hacking (peretas)?
SK : Iya. Itu juga marak terjadi. Akun seseorang di jejaring sosial atau email di hacking, mengaku-ngaku sebagai si pemilik akun, padahal si pemilik akun itu tidak pernah menampilkan, mengirimkan, mempostingkan pesan, permintaan, gambar atau foto. Jadi terjadi pembajakan.
H : Peretasan.
SK : Iya. Ini termasuk cyber bullying.
H : Saya ingat waktu akun Facebook teman saya dibobol oleh orang yang tidak dikenal, kemudian dia menggunakan akun itu untuk mengirimkan pesan kepada teman yang lain untuk meminjam uang, minta ditransfer, akhirnya dilakukan. Ini juga termasuk cyber bullying ya, Pak ?
SK : Betul. Kasus lain yang pernah saya dengar langsung mirip seperti itu tetapi beda bentuknya, yaitu meminta foto-foto erotis. Jadi laki-laki ini membajak, menghacking akun teman wanitanya, kemudian dia mengirim kepada para wanita di daftar teman akun tersebut untuk meminta foto-foto yang bercorak erotik. Akhirnya ketahuan. Ini bagian dari cyber bullying.
H : Selain foto, video juga termasuk. Kalau video itu disebarluaskan lalu mempermalukan seseorang.
SK : Betul. Ketika seseorang mungkin berpakaian bebas, pakaian minim, foto atau video ketika dia sedang diolok-olok, kemudian diposting di Youtube. Wah, itu sebuah tindakan mempermalukan sang korban, menghina, mengintimidasi. Ini bagian dari cyber bullying.
H : Selain itu, virus juga bisa disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ini termasuk juga ?
SK : Betul. Virus yang dikirim ke alamat email seseorang sehingga alamat email itu atau pun komputer pribadi sang korban rusak gara-gara virus yang dikirimkan. Ini termasuk cyber bullying. Juga misalnya berpura-pura menjadi teman, meminta informasi, mengaku-ngaku tetapi kemudian informasi ini disalahgunakan. Atau komentar-komentar cabul. Merendahkan, ditampilkan di dalam profil jejaring sosial. Misalnya dia sedang marah, lalu dia mengolok-olok, mencaci maki dan menghujat teman yang menyakiti hatinya di status facebook karena dia kesal, galau, be-te. Ini bagian dari cyber bullying. "Saya ‘kan korban yang disakiti. Ya saya curhat saja. Tidak apa-apa ‘kan saya curhat." Tapi dalam konteks jejaring sosial, ini dibaca oleh banyak orang. Ini bagian dalam pembentukan opini untuk menghakimi dan menghujat sang korban. Jadi dia salah karena ini ruang umum, inilah bagian dari cyber bullying.
H : Jadinya itu menodai bahkan merusak reputasi seseorang ya ?
SK : Betul.
H : Kita juga melihat, misalnya foto tokoh-tokoh tertentu yang diedit, dimanipulasi, ditambahi kata-kata atau emoticon yang sekilas tampaknya lucu, tapi itu ‘kan sedang "mengolok-olok" tokoh tersebut. Ini juga termasuk cyber bullying ya, Pak ?
SK : Betul. Sebenarnya itu sudah jelas mengolok-olok ya, bukan dalam tanda kutip lagi. Hal-hal inilah yang menyadarkan kita bahwa ada wilayah-wilayah yang sebenarnya dalam realitas kita sehari-hari, cara kita bergaul sehari-hari ada mengolok-ngolok. Misalnya semasa kita sekolah ada yang menempelkan kertas di punggung teman bertuliskan, "Tolong tendang aku" akhirnya ada teman yang menendang ! Akhirnya semuanya tertawa. "Lha itu ada tulisan "Tendanglah aku." Nah ini bullying. Di masa SD, SMP dan SMA kita anggap itu sebagai olok-olokan pelajar, tapi itu sudah bullying. Inilah, ketika kita sudah dewasa, kita pindahkan ke media digital dan menjadi cyber bullying. Memang sebuah masalah dan bukan hal yang lucu lagi.
H : Ini situasi yang memprihatinkan ya, Pak. Kalau saya mendengar penjelasan Bapak, kelihatannya ruang lingkup cyber bullying ini tidak sempit. Ruang lingkupnya luas. Tapi yang menjadi sorotan media, misalnya kita lihat di televisi atau media cetak elektronik dan sebagainya, yang disorot lebih banyak kasus-kasus tertentu saja. Seolah-olah kelihatannya ruang lingkupnya sempit. Bagaimana pandangan Bapak ? Padahal seharusnya masyarakat menyadari bahwa ruang lingkupnya luas.
SK : Sebenarnya masyarakat juga belum sepenuhnya menyadari. Justru inilah yang menjadi sebuah kebutuhan. Itulah kenapa kita angkat topik ini di Telaga. Ini bagian dari cara edukasi, mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa cyber bullying adalah hal yang serius, bukan masalah sepele. Mungkin masyarakat masih berpikiran di eranya bullying itu tidak apa-apa. Tapi dengan kesadaran kita kepada harkat dan martabat manusia yang perlu dihormati, proses penyadaran diri yang meningkat, maka ini bukan sekadar hiburan atau gurauan. Tetapi menjadi wilayah yang serius yang bisa mengganggu sang korban termasuk mengganggu kesehatan jiwa sang pelaku, apalagi kalau dilakukan berkali-kali dan bertahun-tahun, merusak nilai empati, solidaritas, bela rasa. Sehingga akhirnya dalam bentuk yang lain, terjadilah kasus-kasus pembunuhan yang kejam, yang sebenarnya berawal dari hal yang sifatnya cyber bullying, kekerasan lewat video games, kekerasan yang hanya karena menonton, tapi karena menjadi pola keseharian bertahun-tahun, membuat nilai kemanusiaan kita tererosi dari waktu ke waktu, sampai pada titik puncak meledak tanpa sadar kita melakukan hal yang sadis terhadap orang lain.
H : Kalau saya lihat apa yang Bapak maksudkan, masyarakat kadang tidak berpikir jangka panjang tentang dampak tindakan yang dianggap gurauan ringan, padahal ada dampak yang luar biasa panjang sampai pembunuhan dan lain sebagainya.
SK : Betul. Ini memupuk sifat kebencian, pola kebencian. Kita mengajak orang untuk membenci orang lain. Mungkin kita memang dilukai, tapi ‘kan tidak serta merta kita perlu bersikap reaktif mengajak orang lain untuk beramai-ramai membenci orang yang sempat menyakiti kita. Ini ‘kan wilayah privasi tapi dibawa ke ruang publik, baik yang memakai identitas anonim, dipalsukan, maupun identitas terang-terangan. Kalau kita buka situs-situs berita di internet, di bagian komentar cukup banyak komentar orang-orang yang mencaci maki atas nama agama, suku dan daerah. Dalam konteks kebangsaan memang sudah jelas, kita kehilangan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia yang ramah, yang bermoral, yang beragama, bangsa yang memiliki etika dan sopan santun. Ini jadi masalah yang semakin serius.
H : Sebagian orang berkata bahwa setiap orang punya kebebasan untuk berekspresi dan menyatakan pendapat. Kalau seperti ini ‘kan jadi merasa dibatasi. "Kalau saya bicara begini salah, bicara begitu salah." Padahal ‘kan hak asasi dia untuk berekspresi termasuk di media sosial. Kalau dia tidak puas dengan seseorang, dia harus ekspresikan. Menurut Bapak bagaimana ?
SK : Itu namanya tindakan liar ya. Kebebasan kita itu dibatasi oleh kebebasan orang lain. Kalau kebebasan itu tanpa batas artinya anarkis, kita menjadi penjajah dan penindas bagi kebebasan orang lain. Jadi kebebasan itu ada batasannya. Makanya muncul kebebasan yang beretika dan bertanggung jawab. Itulah etika publik, etika masyarakat, etika sosial adalah isu yang krusial atau sangat penting.
H : Artinya, sebenarnya dia boleh curhat tapi dengan seseorang yang tidak disebarluaskan, begitu ?
SK : Betul. Itu lebih sehat dan bisa dipertanggungjawabkan.
H : Karena waktu dia curhat ke publik, dia ungkapkan ke ranah luar seperti itu, artinya dia cuma mau melampiaskan tapi tidak mau memikirkan dampak panjang dari apa yang dilakukan itu.
SK : Ya. Akhirnya muncul gejala narsistik atau narsisme. Artinya dia terlalu berpusat pada diri sendiri akhirnya merendahkan nilai kepentingan, keberhargaan, dan kemanusiaan orang lain. "Aku yang paling penting. Kamu menyakiti aku, aku akan balas ribuan kali." Itu ‘kan tindakan tidak adanya kemanusiaan, bahkan tindakan iblis yang ada di dalam diri kita.
H : Jadi bisa kita katakan memang ada niatan untuk membalas dendam ya, Pak ?
SK : Ya. Ini yang tidak bisa kita benarkan apalagi dalam konteks iman Kristiani. Gigi ganti gigi, mata ganti mata, itu saja adalah hukum dunia yang bukan hukum Kristus.
H : Kalau kita perhatikan, ada kemungkinan pelaku cyber bullying ini sudah menjadi korban sebelumnya ? Ada kemungkinan begitu ya ? Misalnya kalau kita lihat ada beberapa kasus, sebelumnya dia merasa disakiti oleh pihak tertentu kemudian dia membalas dengan mengumumkannya ke publik. Kira-kira tanda-tanda seseorang terindikasi menjadi korban cyber bullying itu dilihat darimananya ?
SK : Kita bisa lihat khususnya ini untuk panduan bagi orang tua ya yang mungkin anaknya jadi korban cyber bullying. Kita bisa melihat orang tersebut mengalami kondisi ketertekanan emosi selama menggunakan internet atau handphone. Kita lihat sikapnya tertekan, takut-takut membuka HP, membacanya dengan penuh perasaan cemas. Itu salah satu tanda yang bisa kita lihat secara fisik. Muncul rasa gugup dan gelisah ketika mendapatkan pesan email atau SMS, atau si korban itu menghindari diskusi tentang kegiatan komputer dan handphone. Misalnya ketika kita bertanya, "Bagaimana dengan teman-teman media sosialmu ?" dia langsung menghindar dan ketakutan. Atau sikapnya sangat protektif melindungi rahasia tentang handphonenya, tentang media sosialnya, menarik diri dari teman-teman dan kegiatan-kegiatan yang suka diikutinya, menghindari pertemuan sekolah, mengunci diri di kamar dan itu bukan pola kesehariannya, mengalami penurunan prestasi belajar, sikapnya emosional meledak-ledak, marah, menangis, menjerit, di luar kebiasaan normalnya, terjadi perubahan suasana hati, perubahan cara-cara kebiasaannya, tidurnya terganggu, pola makannya juga berubah secara drastik. Kita sebagai orang tua atau temannya bisa menindaklanjuti atau mengecek hal-hal ini. Jangan-jangan teman atau anak kita itu menjadi korban cyber bullying.
H : Kalau saya simpulkan sementara tentang tanda-tanda korban cyber bullying yang harus diperhatikan oleh orang-orang sekitarnya. Misalnya tadi Bapak sebutkan orang tua terhadap anak-anaknya yang masih sekolah atau misalnya teman kuliah dengan teman satu kostnya, begitu Pak ? Jadi mereka harus memerhatikan ya, Pak ?
SK : Betul.
H : Setelah mereka memerhatikan dan melihat tanda-tanda ini, apa yang harus mereka lakukan ?
SK : Tentunya mengecek kepada orang tersebut, "Apa yang terjadi kenapa kamu seperti ini ? Biasanya kamu tidak seperti ini ? Coba ceritakan. Saya akan berusaha menolong kamu. Saya peduli denganmu. Silakan cerita." Pertama kita minta dia untuk mengungkapkan apa yang sesungguhnya dialami.
H : Tapi kadang orang-orang tersebut kesulitan untuk bercerita atau mengungkapkan apa adanya. Kira-kira itu kenapa ya, Pak ?
SK : Rasa aman. Salah satunya mungkin kuatir nantinya kalau ketahuan. Misalnya konteksnya si korban adalah anak-anak, "Aduh, nanti handphone atau tablet atau laptopku ditarik dan tidak boleh lagi menggunakannya." Misalnya konteksnya kita sebagai orang tua, kita bisa mengatakan sebelum dia bercerita, "Papa dan mama tidak akan marah. Justru kalau kamu cerita, papa dan mama akan mendukung kamu. Ayo ceritakan, papa dan mama sayang kamu."
H : Bisa rasa aman dan bisa juga dia malu ya. Karena mungkin isi olok-olokannya itu bisa semakin melukai hatinya kalau dilihat oleh orang-orang dekatnya ?
SK : Betul. Dalam hal ini, orang tua atau rekan si korban, kalau tahu faktanya, cobalah untuk tidak reaktif. "Oh, ternyata ini ya! Ternyata !" kalau kita meledak dengan emosi kita, si korban itu akan merasa, "Nah ‘kan, aku sudah mengira. Buat apa terbuka. Aku dapat amarah, tambah tegang bukannya berkurang." Nah, kita sendiri harus konsisten untuk bisa menguasai diri kita ketika mengetahui fakta sesungguhnya itu.
H : Belum lagi kalau dia mendapat ancaman di dalam isi pesan itu, ya Pak. misalnya kalau dia cerita kepada orang tua atau teman maka dia akan mendapat perlakuan yang lebih buruk di kemudian hari.
SK : Betul.
H : Jadi solusi efektif untuk menolong korban cyber bullying ini seperti apa ?
SK : Bagi si korban cyber bullying, SMS atau email bullying itu jangan dibuang, jangan dihapus tapi disimpan sebagai barang bukti. Kemudian kalau dapat SMS atau email yang menyerang atau membullying, silakan jangan ditanggapi, jangan dibalas. Kalau perlu ganti nomor handphone, ganti alamat email, supaya tidak sampai terus-menerus dia menjadi korban teror tersebut.
H : Tutup akun Facebook juga, begitu Pak ?
SK : Bisa.
H : Kadang-kadang soal tidak menjawab atau tidak menanggapi, Pak. Kalau hati sudah panas diolok-olok seperti itu, rasanya kalau diam saja kadang sulit. Kita ada dorongan ingin membalas, ingin melakukan sesuatu untuk menghentikan. Bagaimana cara mengatasinya, Pak ?
SK : Dalam hal ini kita memang tidak bisa sendirian, butuh rekan, bagi seorang anak dia butuh orang tua. Jadi mari sesegera mungkin beritahukan kepada orang dewasa lain untuk mendampingi dan menolong kita. Jadi supaya prosesnya tidak sampai buruk. Karena sikap emosional pelaku bullying ditanggapi secara emosional juga, eskalasinya akan meningkat. Artinya ketegangan emosi akan bertambah-tambah, malah pelakunya akan semakin santer melakukan balasan dan malah lebih sadis. Jadi silakan kalau perlu berikan handphone itu kepada rekan untuk membalas, atau berikan handphone kepada orang tuanya biar orang tuanya yang membalas. Karena misalnya dia seorang pelajar dan yang membalas adalah orang tua korban, akan mencegah pola bullying yang berkelanjutan.
H : Pak, dengan diberikan kepada orang lain, misalnya orang tua, itu bisa berbeda. Maksudnya seperti apa ?
SK : Misalnya kalau perlu hubungi lewat telepon, misalnya, "Halo, ini Ruben ya ? Saya ayahnya Budi. Saya minta nak Ruben untuk tidak melanjutkan mengirim SMS-SMS seperti itu. Kalau nak Ruben punya ganjalan, tidak apa-apa, Oom siap untuk mendengar. Ayo kita ketemu. Oom tidak akan marah, tapi Oom justru mau menyelesaikan dengan cara yang baik."
H : Si pelaku bisa terkejut juga ya, dia tidak menyangka akan mendapatkan reaksi yang berbeda dari apa yang dia duga.
SK : Betul. Jadi tindakan-tindakan kejutan ini akan menghentikan pola yang berkelanjutan.
H : Baik, Pak. Apa ada lagi tips praktis untuk menghadapi cyber bullying ini ?
SK : Kalau pelajar yang mengalami ini, tidak apa-apa untuk melaporkannya ke pihak sekolah, kalau perlu bisa juga melaporkannya ke polisi. Memang sudah ada undang-undang IT singkatan undang-undang yang berkaitan dengan informasi, teknologi dan elektronik. Jadi undang-undang ini bisa kita manfaatkan sebagai katup dari pola bullying yang berkelanjutan. Dengan cara ini ada efek jera dan menjadi pelajaran bagi orang-orang lain untuk tidak melakukan cyber bullying.
H : Dengan catatan, bukti-buktinya jangan sampai terhapus ya. SMS, gambar-gambar itu harus tersimpan ya, Pak.
SK : Betul.
H : Baik, Pak. Yang terakhir, bagaimana pencegahannya ?
SK : Dalam hal ini pencegahannya adalah pendidikan etika ya. Itu menjadi sebuah kebutuhan. Saya meyakini bahwa sekolah, gereja, komunitas masyarakat itu perlu mensosialisasikan etika dalam berkomunikasi bersosialisasi di jejaring sosial, dunia maya, SMS, email, supaya komunikasi ataupun kontak-kontak itu dibangun di atas rasa hormat, bukan di atas emosional dan merendahkan orang lain.
H : Apa pesan firman Tuhan terkait cyber bullying kali ini, Pak ?
SK : Saya bacakan dari Surat Efesus 4:29, "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, dimana perlu. Supaya mereka yang mendengarnya beroleh kasih karunia." Jadi firman Tuhan ini mengingatkan kita, dalam kita berkomunikasi dalam dunia digital, di jejaring sosial, di dunia internet, lewat SMS atau email, tetaplah hal-hal yang baik yang membangun dan memberikan kasih karunia bagi orang lain, inilah yang menjadi semangat dalam kita bermedia ataupun berkomunikasi. Dengan cara inilah cyber bullying dengan sendirinya kita hindari.
H : Terima kasih, Pak Sindu, untuk percakapan kita yang sangat menarik ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Cyber Bullying". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.