Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga), acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Hendra akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang “Cinta Pandangan Pertama". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, cinta pandangan pertama sering menjadi daya tarik dan dipercaya memiliki kuasa tersendiri sampai-sampai muncul puisi, lagu dan sinetron yang menampilkan indah dan menariknya cinta pandangan pertama. Apa sesungguhnya yang terjadi dengan cinta pandangan pertama itu ?
SK : Pak Hendra, saat yang lalu kita telah membahas segitiga cinta yang menjelaskan adanya tujuh jenis hubungan. Dari ketujuh jenis hubungan tersebut cinta pandangan pertama merupakan kategori tergila-gila atau cinta nafsu atau dalam bahasa Inggrisnya ‘infatuation’ atau hubungan yang hanya memiliki nafsu saja yakni hubungan yang digerakkan oleh ketertarikan yang bersifat lahiriah dan suasana yang kuat oleh gairah seksual, keintiman emosional dan komitmen tidak ada atau belum ada saat itu.
H : Mengingat mungkin saja ada pendengar yang belum sempat menyimak pembahasan tentang “Cinta Segitiga" yang lalu, mungkin Pak Sindu dapat mengulasnya kembali secara singkat ?
SK : Jadi segitiga cinta adalah sebuah model, sebuah cara menjelaskan yang menggambarkan bahwa cinta itu memiliki tiga komponen dasar yakni keintiman, nafsu dan komitmen. Keintiman atau dalam bahasa Inggrisnya ‘intimacy’ adalah komponen afektif atau komponen emosi dan perasaan yaitu adanya kedekatan yang dirasakan oleh dua orang, kedekatan yang sekaligus menjadi kekuatan yang mengikat bersama hubungan tersebut. Komponen kedua adalah nafsu atau bahasa Inggrisnya ‘passion’, adalah komponen yang bersifat lahiriah atau biologis yaitu adanya dorongan untuk mendekat, menyatu dan memuaskan insting seksual atau insting dorongan seksual. Yang ketiga yaitu komponen komitmen atau keputusan, dalam hal ini mewakili komponen kognitif atau komponen pikiran dan pertimbangan yakni pertimbangan untuk mengambil keputusan mencintai, pertimbangan untuk ingin bersama dengan seseorang dan kemudian membuahkan keputusan untuk mengikatkan diri dalam bentuk yang resmi sebagaimana bentuk pertunangan atau menikah serta memertahankan hubungan itu, demikian yang dimaksud dengan segitiga cinta.
H : Kalau kembali ke bahasan cinta pertama, kedengarannya sedikit menakutkan, dikatakan bahwa cinta pandangan pertama merupakan kategori cinta nafsu atau cinta yang tergila-gila. Hubungan yang digerakkan oleh ketertarikan yang bersifat lahiriah dan dengan suasana yang kuat oleh gairah seksual, sementara itu keintiman komitmen belum ada atau tidak ada saat itu, begitu ya pak ?
SK : Benar, memang terasa menakutkan sebagaimana yang kita bisa kenali lewat penjelasan model segitiga cinta, maka cinta yang sesungguhnya cinta yang lengkap memiliki tiga komponen yaitu komponen gairah seksual, komponen keintiman emosional dan komponen komitmen. Sedangkan untuk bisa memiliki komponen keintiman emosional atau ‘intimacy’, hal itu mensyaratkan adanya saling mengenal, sementara yang disebut cinta pandangan pertama itu umumnya belum saling mengenal bahkan baru sekadar bertemu. Mungkin juga hanya sekadar saling menatap dan kemudian seperti merasa jatuh cinta pada si dia. Jadi perkenalan saja kadang belum terjadi, apalagi berteman dan mengenal lebih dekat sebagai landasan terciptanya keintiman emosional. Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa dalam cinta pandangan pertama sama sekali tidak ada atau belum ada komponen keintiman emosional sama sekali.
H : Menarik ketika Pak Sindu menyebutkan bahwa cinta pandangan pertama bisa terjadi ketika bahkan belum berkenalan. Dalam film, sinetron, novel kadang digambarkan bahwa hanya dengan beradu pandang atau tanpa berkenalan seseorang bisa merasa dia mengalami cinta pandangan pertama.
SK : Memang demikian Pak Hendra, penggambaran cinta pertama yang selama ini dimunculkan oleh dunia media tanpa sadar itu menjadi sebuah bentuk kampanye, sebuah bentuk pembenaran tentang yang disebut cinta pertama dan betapa cinta pertama itu adalah hal yang patut kita syukuri atau patut bahkan melandasi hubungan cinta yang berikutnya.
H : Kalau tadi dijelaskan cinta pada pandangan pertama tidak memiliki komponen keintiman emosional bagaimana dengan komponen komitmen, Pak Sindu ?
SK : Komitmen itu lahir dari sebuah proses pengambilan keputusan yang memutuskan secara sadar dan sengaja bahwa ia bersedia memertahankan sebuah hubungan menjadi bersifat langgeng atau bersifat jangka panjang, sementara cinta pandangan pertama tidak melewati sebuah proses pengambilan keputusan yang sadar dan sengaja, cinta pandangan pertama itu bersifat spontan, refleks, gerak, spontan tanpa sadar, tanpa dipikir panjang, tidak ada sama sekali pertimbangan rasionalitas. Maka bisa kita simpulkan cinta pandangan pertama memang sama sekali tidak memiliki atau belum memiliki komponen komitmen.
H : Jadi sekali lagi bisa ditegaskan bahwa cinta pandangan pertama itu hanya memiliki komponen nafsu lahiriah atau dorongan seksual semata.
SK : Memang benar demikian, Pak Hendra. Cinta pandangan pertama memang hanya memiliki komponen nafsu lahiriah atau dorongan seksual semata, komponen nafsu lahiriah disini bukan berarti serta merta identik dengan hasrat berhubungan seksual dengan orang tersebut, tapi minimal pertimbangan yang dipakai semata-mata memang bersifat fisik dan pemuasan diri sendiri.
H : Pertimbangan yang dipakai semata-mata bersifat fisik dan pemuasan diri sendiri, berarti cinta pandangan pertama adalah cinta karena ketertarikan fisik.
SK : Benar. Cinta pandangan pertama umumnya berbentuk ketertarikan fisik, tertarik pada wajahnya, cantik, manis, tampan atau wajahnya itu khas sekali, berwajah etnik. Atau misalnya tertarik pada bentuk matanya, yang mata besar/bulat atau sipit, pada warna bola matanya, pada bentuk hidungnya, bibir, dahi, dagu atau bagi seorang gadis tertarik karena kumis si pria itu, cambangnya, model rambutnya. Ketertarikan fisik ini termasuk tertarik pada bentuk tubuh atau perawakan seseorang, baik itu yang disebut ‘ku-ti-lang’ (kurus tinggi langsing) atau gemuk, ada orang tertentu memang tertarik pada lawan jenis yang badannya terkesan gemuk atau padat berisi, atletis tinggi besar. Ketertarikan fisik ini bisa juga dimaknai pada ketertarikan caranya menampilkan diri, caranya berpakaian misalnya modis, rapi, wangi, dandanannya berkelas, menarik. Atau ada yang sebaliknya tertarik cinta pandangan pertama karena salah satunya dia punya gaya penampilan santai ‘casual’, cinta pandangan pertama itu bisa juga berdasarkan ketertarikan pada gerak tubuh atau bahasa tubuh seseorang, misalnya caranya berjalan yang tegap, caranya yang lemah gemulai, cara duduknya, gerak tangannya, tatapan mata ataupun caranya dia memerlakukan orang lain. Jadi memang luas dalam hal ini ketertarikan fisik itu, termasuk karena tertarik warna kulit, latar belakang suku seseorang, tertarik pada sikap, perilaku, tutur kata. Ada yang memang gampang tertarik atau merasakan cinta pertamanya, karena begitu melihat merasakan orang ini hangat dalam memerlakukan orang lain atau sebaliknya misalnya cowok ini, cowok yang pemberani atau si pemuda tertarik pada pemudi yang terlihat feminin, keibuan atau sebaliknya ada yang tertarik karena tampilannya tomboy si cewek ini. Ada yang memang menghayati dimana cinta pertamanya itu karena melihat lawan jenisnya itu banyak bicara, tambah banyak bicara, tambah cerewet, tambah menawan di hati. Jadi tertarik karena unsur ‘sanguin’, sementara yang lain mudah tertarik karena penampilannya, suaranya lembut bahkan tidak banyak bicara, diam, tapi justru diam yang menimbulkan rasa tertarik begitu besar, semakin terdiam seribu bahasa semakin misterius, bahkan mungkin benar-benar dingin orang itu malah semakin menggoda hati untuk jatuh cinta. Sementara itu ada juga yang jatuh cinta pada pandangan pertama, karena lawan jenisnya itu memang tampilannya ketus dan galak, justru ini yang membuatnya mengalami cinta pandangan pertama.
H : Ternyata ketertarikan fisik itu mencakup hal yang sangat luas. Jadi ketertarikan fisik ini tidak hanya pada orang-orang yang dikategorikan cantik, tampan dan menarik, Pak Sindu ?
SK : Memang benar, sebagian besar bangunan persepsi kita dengan apa yang disebut cantik, tampan, menarik, itu memang sebagian besar dibentuk oleh budaya dimana kita hidup, budaya yang mengitari diri kita dan termasuk media yang selama ini kita baca, dengar atau tonton. Kalau saya sendiri boleh bertanya kepada Pak Hendra sebagai seorang pria, menurut Pak Hendra yang disebut cantik, menarik, menurut era sekarang ini seperti apa ?
H : Kalau menurut era sekarang ini saya melihatnya mungkin definisi cantik itu seperti karakter-karakter yang ada di bintang iklan atau misalnya artis film seperti itu.
SK : Seperti apa kalau Pak Hendra mau menggambarkan lebih rinci ?
H : Yang penampilannya ada aura bintangnya, jadi kalau istilah dalam audisi dikatakan dia punya ‘camera face’, kalau dia tampil di televisi atau layar kaca, rasanya kita tertarik untuk melihat film atau aktifitas yang dibintanginya atau dilagakannya.
SK : Kalau dalam bentuk fisik ukurannya seperti apa, cantik menarik menurut era sekarang ini ?
H : Untuk ukuran wanita yang banyak kita lihat adalah yang langsing, tinggi, kulitnya halus, bersih yang wajahnya cerah. Mungkin seperti itu.
SK : Saya bisa mengiyakan apa yang disampaikan Pak Hendra dalam mengamati cantik dan menarik menurut era sekarang dan itu memang terjadi dalam konteks sekarang, sementara kalau kita menyaksikan, melihat dokumentasi di tahun 1950-an dalam masyarakat dunia barat yang disebut cantik saat itu justru bukan yang kurus atau langsing, tapi justru yang postur tubuhnya dikatakan padat berisi, sementara di masyarakat Afrika di era tertentu justru yang dikatakan cantik kalau badannya gemuk, jadi bukan sekadar padat berisi, tapi benar-benar gemuk, itulah yang disebut cantik. Sementara kalau di negeri Birma di masa lalu atau sekarang disebut sebagai negara Myanmar yang disebut cantik di era lalu, justru kalau lehernya panjang maka di era sekian puluh tahun yang lalu, gadis-gadis Birma pada masa lalu suka memerpanjang lehernya dengan gelang-gelang yang semakin bertambah dan membuat lehernya bertambah panjang, melampaui ukuran normal leher orang-orang lain. Sesuatu yang memang menjadi aneh buat kita di hari ini, tapi itulah kecantikan, ketampanan, menarik, itu sesungguhnya bersifat persepsi dan bukan berupa ukuran yang bersifat mutlak, sangat dipengaruhi oleh budaya zaman dan juga bagaimana media itu membentuk persepsi kita.
H : Fakta yang sangat menarik. Jadi memang sebagian besar bangunan persepsi kita tentang cantik, tampan dan menarik itu dibentuk oleh budaya dan media, kemudian sebagian yang lain itu dari mana, Pak Sindu ?
SK : Masing-masing kita bertumbuh dengan persepsi tertentu tentang sisi apa yang membuat kita tertarik pada lawan jenis, kalau saya memberi istilah masing-masing kita tumbuh dengan lingkar selera. Artinya adalah bahwa masing-masing kita punya lingkar yang menunjukkan di sisi mana kita merasa tertarik pada seseorang, orang lain bisa mengatakan ini yang cantik, ini yang tampan, ini yang menarik tapi kita bisa memiliki persepsi yang berbeda. Masing-masing kita memiliki lingkar selera yang bisa berbeda satu sama lain, termasuk berbeda dengan apa yang dibentuk oleh budaya dan media kita. Jadi bagi kebanyakan orang penampilannya biasa saja, tidak terlalu cantik dan ganteng tapi ada bagian tertentu dari diri seseorang ini yang bisa menarik perhatian bagi orang lain dan terasa cantik, dia tampan, dia menarik mungkin senyumnya, caranya berjalan, warna suaranya, caranya bicara dan sisi yang menarik ini bisa berasal dari kemiripan dalam sisi yang sama dengan orang-orang yang pernah dekat dengan kita atau dengan orang-orang yang kita kagumi dan sisi yang menarik ini memang tidak selalu bersifat positif, tapi bisa juga ketertarikan itu justru pada hal-hal yang bersifat negatif misalnya seseorang tertarik pada wanita yang menampilkan gaya tertentu yang sesungguhnya sudah menunjukkan kalau dia punya potensi wanita yang tidak setia dalam pernikahan, tapi si pria ini justru tertarik pada wanita yang justru berpotensi tidak setia pada pernikahan, sementara pada diri wanita tertentu justru tertarik pada pria-pria tertentu yang sebenarnya lagak lagunya sudah menunjukkan dia berpotensi berperilaku kekerasan dalam rumah tangga. Jadi ada sesuatu yang aneh dan tidak wajar, tapi itu yang terjadi. Tertarik justru pada orang-orang yang berpotensi menimbulkan sisi merugikan pada dirinya sendiri dan ini memang bisa terjadi umumnya karena merupakan penyerapan dari pola yang tidak sehat dari orang tuanya sendiri.
H : Ternyata sangat relatif sekali semua penjabaran yang disampaikan, kalau begitu halnya cinta pandangan pertama yang hanya memiliki komponen nafsu lahiriah atau dorongan seksual semata itu, hal ini mengandung bahaya yang bisa berupa hasrat berhubungan seksual dengan orang tersebut tapi yang ingin saya simpulkan sepertinya semua itu berasal dari pertimbangan yang dipakai semata-mata bersifat fisik dan pemuasan diri sendiri. Jadi cinta pertama itu bersifat egois, Pak Sindu ?
SK : Cinta pandangan pertama memang sangat berpusat pada diri kita sendiri. Hal-hal yang baik dan menyenangkan bagi diri sendiri, hal-hal yang memuaskan impian dan hasrat kitalah yang semata-mata menjadi dasar cinta pandangan pertama termasuk hal-hal yang mempermudah hidup kita dalam arti yang lebih utuh memang sesungguhnya cinta pandangan pertama bukanlah cinta yang sesungguhnya, melainkan nafsu dorongan untuk memuaskan diri sendiri dimana sebenarnya tidak berpijak pada kenyataan yang sesungguhnya dari orang yang kita anggap menarik itu, tetapi cinta pandangan pertama itu kita bangun berdasarkan gambaran yang serba ideal, serba indah, serba menarik dan termasuk serba memuaskan diri kita sendiri, yang sesungguhnya itu memang bukan kenyataan, bukan realitas tetapi sebenarnya fantasi kita. Maka bisa dikatakan secara ironis, cinta pandangan pertama adalah cinta pada cinta itu sendiri, bukan cinta pada pribadi orang yang kita anggap menarik tadi.
H : Maksudnya cinta pada cinta ?
SK : Maksudnya cinta pandangan pertama bukan berpijak pada pengenalan yang utuh atau apa adanya tentang seseorang yang kita anggap cintai, cinta pandangan pertama hanya berangkat dari naluri dan insting yang kita anggap ideal dan baik untuk diri kita sendiri, padahal cinta yang sesungguhnya membutuhkan saling mengenal dan saling memberi, cinta yang sesungguhnya memiliki unsur dimana kita perlu berkorban, kita perlu bertoleransi dan memang itu berarti tidak sepenuhnya harapan dan impian kita tentang pasangan hidup bisa terpenuhi, sementara yang menjadi subjek atau pusat perhatian cinta pandangan pertama itu memang bukan orang lain karena yang terjadi kita sesungguhnya kita belum mengenal orang tersebut, sehingga yang menjadi subjek atau pusat perhatian kita saat mengalami cinta pandangan pertama sesungguhnya adalah justru perasaan bergairah itu sendiri, sensasi, nafsu, fantasi kita tentang cinta, maka tidak heran ketika seseorang menjalin hubungan hanya semata-mata berdasarkan cinta pandangan pertama maka akan berujung pada kekecewaan dan rasa putus asa, karena mengalami putus hubungan dengan alasan, “Kita sudah tidak ada kecocokan", kami sudah tidak ada perasaan cinta. Dalam hal ini bisa juga dalam bentuk lain ketika hubungan pacarannya sudah mulai terasa tidak menggairahkan lagi, tiba-tiba dia sudah menjalin hubungan dengan lawan jenis yang lain, mulai berpaling ke orang lain. Memang mudah berpaling, mudah bercabang hati karena sekali lagi yang ia cintai adalah cinta itu sendiri bukan seseorang. Maka tepatlah kalau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai cinta nafsu atau tergila-gila, memang berada dalam situasi yang kurang waras karena pergerakan tindakannya itu tanpa pertimbangan yang rasional dan bertanggung jawab.
H : Kesimpulannya apakah yang bisa kita lakukan ketika kita mengalami gejala cinta pandangan pertama ini, Pak Sindu ?
SK : Pertama kita bisa berkata pada diri sendiri, “Saya bukan sedang jatuh cinta pada seseorang", tapi kita bisa katakan pada diri kita sendiri, “Saya sedang tertarik, saya sedang terpesona, saya sedang kagum" dan itu berangkat dari fantasi saya tentang dia, bukan realitas kenyataan dia apa adanya. Jadi dengan pernyataan yang pertama ini menolong kita untuk tidak mengagung-agungkan cinta pandangan pertama karena sesungguhnya ini bukan cinta, tetapi sesungguhnya hanyalah nafsu, ketertarikan berdasarkan hal yang memang bersifat fantasi, imajinasi kita dimana kita sungguh-sungguh belum mengenal orang itu seperti apa. Yang kedua, yang perlu kita perhatikan ketika mengalami gejala cinta pandangan pertama adalah demikian, bagi yang sudah berpasangan apalagi sudah menikah tentu sepatutnya tidak menindaklanjuti ketertarikan itu karena bisa berujung pada perselingkuhan, minimal perselingkuhan di dalam pikiran kita, sementara bagi yang belum berpasangan atau belum menikah jika orang yang kita tertarik itu memang masih lajang atau bujangan, kita bisa memertimbangkan sejauh mana kita perlu menjajagi, pengenalan dan mengenalnya supaya pengenalan kita makin membumi dan tidak terjebak pada fantasi kita. Atau kita juga bisa memilih untuk mengabaikan perasaan cinta pandangan pertama itu, karena mungkin bagi kita dia kurang bisa kita jangkau, dia memang kurang sesuai dengan kriteria sesungguhnya tentang calon pasangan hidup yang kita idam-idamkan.
H : Terakhir, apa pesan firman Tuhan terkait dengan topik kita ini, Pak Sindu ?
SK : Saya akan bacakan dari surat Yakobus 3:13-16, “Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan. Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." Dari beberapa bagian ayat firman Tuhan ini kita bisa menarik satu pelajaran bahwa penting bagi kita untuk tidak mengambil keputusan, bertindak karena berdasarkan pertimbangan, kepentingan diri sendiri semata, dimana kita hanya bergerak mementingkan diri sendiri, tidak memertimbangkan dalam kita mengenal orang lain, berkorban untuk orang lain, disanalah ada ancaman terjadinya kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Maka kalau kita kembali mengaitkan dengan cinta pandangan pertama, sesungguhnya cinta yang berangkat dari mementingkan diri sendiri. Ini tidak bisa kita jadikan dasar bagi hubungan yang sejati, tetapi perlu dilanjutkan dalam kita mengenal lebih baik tentang orang itu dan dengan demikian kita membangun hubungan yang lebih bersifat memberkati orang lain.
H : Terima kasih, Pak Sindu untuk perbincangan yang sangat menarik ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Cinta Pandangan Pertama" . Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
Dating Insight
Min, 13/04/2014 - 8:57pm
Link permanen
Link untuk pembahasan Christian Dating