Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso beserta Ibu Idajanti Rahardjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang bimbingan dan konseling dan juga seorang dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang masalah bagaimana "Berbicara dengan Anak Remaja Kita" atau para remaja kita. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
(1) GS : Pak Paul Gunadi, sebagai ayah dari 2 orang anak remaja saya merasa/menyadari sebenarnya ada suatu perubahan besar yang terjadi di dalam anak-anak saya dalam pola mereka makan, dalam pola mereka itu berpakaian dan sebagainya. Tetapi yang saya rasa sulit sekali itu adalah masalah berkomunikasi, berbicara dengan mereka itu Pak Paul, saya merasa tidak seperti dulu lagi. Dulu waktu masih anak-anak saya ngomong bisa didengarkan dengan baik dan sebagainya, tanpa memberikan alasan-alasan atau bahkan meninggalkan, nah ini yang terjadi bisa seperti itu. Kadang-kadang dia tetap duduk di depan seolah-olah mendengarkan, tapi saya juga yakin bahwa dia tidak sedang mendengarkan saya berbicara, jadi apakah memang ada pola perubahan di dalam gaya atau pengertian mereka berkomunikasi sejak mereka memasuki usia remaja Pak Paul?
PG : Ada Pak Gunawan, jadi anak-anak remaja cenderung memang berdiam diri lebih banyak di hadapan orang tua dibandingkan pada masa kecilnya. Karena apa? Karena pada masa remaja anak-anak mulai elihat tempat dia, bahwa tempat dia adalah di dalam lingkungan remaja.
Anak kecil masih belum mempunyai perasaan tempat itu, jadi anak kecil diajak ngomong oleh orang dewasa, ya dia jawab, diajak ngomong oleh êmpek-êmpek, kakek-kakek dia jawab, diajak main oleh tante-tante umur 50 dia juga main tapi begitu anak-anak remaja diajak main oleh tante-tante umur 50 dia tidak main lagi, malu dia. Diajak pergi oleh orang tuanya, dia juga enggan, jadi perasaan tempat saya itu di sini mulai muncul pada masa remaja.
GS : Jadi kesadaran akan identitasnya itu mulai timbul.
PG : Betul mulai terbentuk di situ, akibatnya memang dia itu akan merasa lebih nyaman bicara dengan yang sebaya, bahkan yang lebih sempit lagi adalah anak-anak remaja karena dalam proses ini di memang sedang membentuk jati dirinya, dia akan lebih diam dengan orang yang dianggapnya tidak sama dengan dia.
Tidak sama bukan saja menyangkut masalah usia, kadang kala juga ini berkaitan dengan cara hidup, misalnya anak remaja yang baik, yang alim disuruh main dengan anak-anak yang lebih badung/lebih nakal misalnya tidak mau. Kebalikannya anak-anak yang merasa dirinya itu badung/dianggap anak nakal di sekolah, disuruh main dengan anak-anak yang lain yang alim, tidak mau. Jadi sering kali anak remaja itu akan menyempitkan lingkup mereka dan memang itu adalah gejala yang wajar. Karena pada tahap inilah mereka membentuk jati diri itu dan jati diri dibentuk secara spesifik bahwa saya ini termasuk anak baik/anak nakal, saya termasuk orang yang suka ngebut naik motor atau naik motornya perlahan-lahan, saya anak yang merokok atau saya anak yang tidak merokok, saya anak yang berani terhadap otoritas sekolah, saya anak yang tidak berani, itu adalah sebetulnya guntingan-guntingan untuk akhirnya mencetak siapa dia itu. Maka orang tua merasa kesulitan berkomunikasi dengan anak remaja karena orang tua itu benar-benar tiba-tiba menjadi orang lain bagi si anak remaja.
(2) IR : Nah bagaimana menyikapi anak yang seperti itu, Pak Paul?
PG : Nomor satu kita mesti menerima Bu Ida, bahwa inilah proses dia menjadi seorang dewasa. Bahwa dia ini bukannya sedang melenceng pergi dan akan menjadi seperti penduduk planet Mars gara-garadia bersikap seperti ini, tidak! Semua yang dilakukannya ini merupakan bagian proses pendewasaan dia dan memang harus dilangkahi semuanya ini.
Nah yang paling penting adalah kita memantaunya, jadi peranan kita yang paling-paling krusial saya kira adalah bagaimana bisa melihat dia dengan jelas. Ke mana dia pergi, dengan siapa dia pergi dan apa yang dia terima dari lingkungannya, setelah itu baru kita juga pantau apa yang dia lakukan kepada orang lain, nah hal-hal itu perlu kita pantau dengan teliti sekali. Kalau kita melihat memang dia mulai bergaul dengan orang-orang yang tidak benar, nah kita mesti memberikan batas meskipun dilawan olehnya. Nah jadi adakalanya masa remaja memang masa pertempuran antara orang tua dan anak, karena anak tidak akan dengan mudah tunduk. Di sini memang anak-anak mulai membentuk juga kehendak diri, pilihan. Manusia adalah manusia yang memang memiliki pilihan dan anak remaja saat-saat ini mulai menyadari dia punya pilihan dalam pengertian dia tidak harus tunduk kepada orang tuanya. Waktu masih kecil anak-anak tidak mempunyai pilihan untuk melawan, sebab dia melawanpun orang tua bisa angkat dia dan langsung memaksakan kehendak orang tua padanya. Waktu anak remaja dia baru sadar o.....saya punya pilihan melawan, begitu Ibu Ida.
GS : Tapi kalau tadi Pak Paul katakan kita memantau kegiatan anak-anak, dan mereka tahu bahwa kita memantau 'kan mereka merasa dimata-matai terus. Apakah tidak menimbulkan kesenjangan antara kita dan anak-anak remaja kita itu?
PG : OK! Bagus sekali Pak Gunawan, yang saya maksud dengan memantau adalah bukan secara aktif memata-matai, bukan secara aktif dan terus-menerus dengan sering kali menanyakan dengan siapa engka pergi? Di mana? Apa saja yang kamu lakukan? Nah anak-anak pasti akan akhirnya terlatih memberikan jawaban klise alias bohong, supaya mereka lepas, dan orang tuanya senang.
Jadi yang perlu kita lakukan adalah sebisanya membuka pintu rumah, jangan setiap hari, kita juga pusing tapi ijinkan anak-anak membawa teman-teman ke rumah. Ada orang tua yang tidak suka anak-anak main-main di rumah, justru yang paling penting adalah pada usia remaja kita menyadari atau mengetahui jelas dengan siapa dia berteman. Nah waktu anak-anak di rumah sebetulnya kita bisa tahu banyak hal, sebab kita bisa melihat cara mereka menyapa kita (yang saya maksud teman-temannya itu) cara mereka makan, cara mereka bercakap-cakap dengan kita, kita bisa ajak mereka bicara juga, ngobrol-ngobrol dengan mereka. Dan kadang-kadang kita bisa sedikit banyak nguping/mendengar, kita tidak usah taruh kuping kita di pintu kamarnya tapi kadang-kadang dari percakapan mereka di pelataran rumah dan sebagainya kita mulai bisa mendengar apa yang mereka percakapkan. Nah informasi inilah yang saya maksud dengan pantauan itu Pak Gunawan.
GS : Ya jadi kalau sebatas itu memang mungkin mereka bisa menerima Pak Paul. Tapi masalah berbicara dengan anak-anak sering kali mereka merasa pembicaraan itu tidak menarik buat mereka, misalnya tentang masa depan, tentang mesti giat belajar dan sebagainya nah itu sangat berpengaruh dengan komunikasi-komunikasi yang selanjutnya, begitu Pak Paul.
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, karena komunikasi itu sangat bergantung pada pengalaman hidup, semakin banyak kesamaan antara pengalaman si pihak yang satu dengan pihak yang satunya makin lebih emudahkan terjadinya komunikasi.
Kalau pengalaman hidup sangat berbeda berarti tidak ada lagi yang bisa dipercakapkan, hilanglah titik kesamaan itu. Nah orang tua di sini yang memang harus proaktif untuk mencari titik kesamaan ini, anak remaja kalau dipaksa untuk memahami pikiran kita dan dia yang disuruh harus berubah supaya sama dengan kita dia kehilangan hal yang paling penting yaitu dia kehilangan kesempatan membentuk jati dirinya. Yang memang seperti tadi saya singgung harus melalui tahapan tadi Pak Gunawan, jadi kitalah yang seharusnya terjun ke dalam dunia dia. Hal-hal kecil yang bisa kita lakukan yang sebetulnya tidak terlalu susah Pak Gunawan misalkan sekarang anak saya sudah menginjak remaja, dia mendengarkan kaset-kaset yang juga modern dan saya belikan. Nah saya belikan tapi waktu beli mendengarkan sama-sama dengan dia, saya berikan juga ini bagus, ini tidak bagus, nah bagi saya bagus tidak bagusnya terus-terang bukan dari kata-kata atau liriknya karena saya kira anak-anak juga tidak begitu perhatikan lirik saat-saat ini. Kecuali mereka itu memang berbahasa Inggris terus-menerus baru perhatikan liriknya kalau tidak, anak-anak remaja itu biasanya mendengarkan musik atau memilih musik karena lagunya atau nadanya. Nah waktu saya mendengar lagu-lagu misalnya seperti saya juga sering dengarkan juga misalnya "New Kids on the Block", "Michael Learns to Rock", nah bagi saya misalnya "Michael Learns to Rock" saya cukup senang, meskipun itu bukan lagi selera musik saya, tapi saya senang sebab saya melihat musik ini bagus, dinyanyikan dengan 3, 4 suara secara harmonis waktu saya melihat di video clipnya di televisi juga cukup sopan. Nah jadi waktu anak-anak saya ingin membeli saya ijinkan dan saya tawarkan bagaimana kalau membeli "Michael Learns to Rock" atau misalnya yang sekarang dia suka dengarkan adalah "Barbie Doll" ya tidak apa-apa. Waktu dia mendengar kita juga dengar, sehingga dia tahu ada yang sama antara dia dengan kita.
GS : Itu memudahkan kita berkomunikasi, jadi mau tidak mau harus belajar dengan apa yang mereka sukai artinya berbicara dalam bahasa mereka.
GS : Dan itu memang membutuhkan pengorbanan kita sebagai orang tua untuk bisa berbicara dengan mereka dalam bahasa mereka, dan dengan gaya mereka Pak Paul. Kita 'kan lebih condong untuk gengsi Pak Paul supaya mereka itu mendengarkan kita. Tapi memang ada beberapa remaja itu yang senang ngomong, jadi gampang sekali dia ngomong tapi ada juga remaja yang sulit untuk berkomunikasi, juga dengan temannya pun kadang-kadang sulit berkomunikasi, dasarnya memang pendiam. Bagaimana menghadapi kalau berbeda seperti itu, Pak?
PG : Dalam prinsip komunikasi, salah satu prinsip yang penting adalah bukan berapa banyak kata yang diucapkan tapi berapa terbukanya si pembicara itu. Jadi keterbukaan melebihi berapa banyak kaa-kata yang diucapkan.
Nah bagi anak yang memang dasarnya pendiam, yang kita mau arahkan adalah atau yang kita mau cari adalah keterbukaannya. Kalau anak itu terbuka, kalau kita tanya dia jawab jujur, bagi saya itu sudah penting. Sebab ada anak-anak yang begini, cerita dengan mamanya atau papanya, ngomong banyak, tapi dia juga melakukan hal-hal lain yang dia tidak pernah cerita kepada orang tuanya. Jadi dia hanya cerita hal-hal yang ingin dia ceritakan saja tapi di samping itu dia melakukan hal-hal yang tersembunyi dari mata orang tua, itu lebih berbahaya.
GS : Jadi orang tua itu terkelabui oleh banyaknya kata-kata yang diucapkan oleh remaja itu tadi.
PG : Betul, dan mungkin orang tua merasa sangat senang anak-anak sering cerita dengan saya, baik dengan saya, terbuka dengan saya padahalnya banyak hal lain yang dia tidak ketahui.
GS : Yang ditutupi jauh lebih banyak mungkin.
IR : Nah anak-anak itu cenderung bebas dalam bergaul seperti tadi yang dikatakan Pak Paul bahwa anak-anak itu sebaiknya terbuka. Tapi kenyataannya anak-anak itu sering di dalam pergaulan dengan teman-temannya itu seolah-olah orang tua itu tidak perlu tahu bahkan kalau sudah cocok dengan teman, sekalipun teman itu tidak baik, si orang tua tidak bisa mencegah untuk tidak bergaul dengan anak itu, dia itu begitu fanatik dengan temannya, nah begitu itu bagaimana Pak Paul?
PG : OK! Memang Sangat sulit mengharapkan anak remaja itu jujur, terbuka sepenuhnya kepada kita, sulit sekali. Karena ada kecenderungan anak remaja akan melakukan hal yang dilarang oleh kita, jdi salah satu ciri remaja adalah bereksperimen pasif, mencoba hal-hal yang baru.
Sebab apa, anak remaja itu sebetulnya ingin tahu berapa jauh saya bisa melangkah, berapa jauh saya melakukan hal yang dilarang oleh orang tua saya, begitu. Jadi dia akan melakukan atau cenderung melakukan hal-hal yang dia tahu tidak diijinkan oleh orang tuanya, maka hal bohong menjadi hal yang cukup sering terjadi pada anak-anak remaja. Tujuannya adalah untuk membuat orang tua itu tetap mengijinkan dia keluar karena kalau dia jujur dia tidak bisa lagi mendapatkan yang dia inginkan itu. Nah jadi kita mesti sadari anak-anak remaja akan cenderung menutupi yang kita sebetulnya larang tapi dia akan tetap lakukan. Nah kembali lagi pada yang tadi Ibu tanyakan bagaimana kita menyikapi kalau misalnya anak kita ini berteman dengan orang yang keliru, kita sadari ini keliru tapi dia tetap ngotot mau main dengan anak itu. Nah saya kalau sudah mencoba bicara dan dia melawan, OK! Saya tahu dia memang tidak mau dengar, selanjutnya yang saya akan lakukan adalah saya tidak akan sebut nama orang itu lagi, sebisanya saya akan justru lebih menyodorkan kepada dia karakteristik orang yang baik, teman yang baik atau karakteristik manusia yang berkenan kepada Tuhan dan sebagainya, itu yang menjadi tekanan utama saya. Sebab kalau saya sodorkan atau saya sebut-sebut nama temannya itu dia akan bereaksi membela diri dan malah menyalahkan kita. Jadi saya akan hindarkan menyebut-nyebut nama temannya itu tapi lebih berbicara tentang karakteristik teman yang baik, orang yang benar dan sebagainya dengan harapan melalui semua itu si anak perlahan-lahan mulai sadar bahwa temannya itu tidak baik. Namun kalau kita tahu bahwa anak kita sedang berteman dengan orang yang sangat tidak baik, sangat berbahaya saya akan ambil tindakan yang lebih tegas, saya akan melarang dia keluar, saya akan pantau dia baik-baik supaya dia jangan bermain lagi dengan orang tersebut. Jadi kita memang harus menilai berapa seriusnya keburukan tersebut.
GS : Ya hal itu berarti bahwa kita itu sebagai orang tua kadang-kadang harus berbicara secara tegas kepada anak remaja kita seperti yang tadi Pak Paul katakan, tapi ada saat-saat tertentu di mana kita itu bisa lebih rileks, lebih santai berbicara dengan mereka dalam bentuk-bentuk yang mungkin tidak terlalu formal.
PG : Misalnya dengan teman yang tidak baik tersebut, kita bisa mulai mencari titik temu yaitu kita mulai dengan menanyakan apa yang baik tentang teman tersebut. Sebab ada yang dia sukai dari tean tersebut, nah, kita mulai dari situ.
Titik pijaknya kalau sudah mulai terbentuk kita bisa mulai menjalin komunikasi, kita misalnya bisa berkata o....dia itu orangnya setia kawan ya, itu sebabnya kamu senang berteman dengan dia misalnya anak kita bilang "Ya, sebab saya percuma berteman dengan si A, si B yang di luarnya baik tapi padahalnya orangnya tidak setia kawan, tidak membela saya waktu saya ada masalah di sekolah dengan teman saya yang lain mereka diam-diam saja, justru teman saya yang ini yang membela saya." Nah hal-hal itu kita komentari, kita bisa beritahu dia "Ya, dia anaknya baik ya, dia itu bisa membela kamu seperti itu," nah kalau bisa kalau memungkinkan memang kita ajak orang itu ke rumah kita, ajak ngomong, ajak bicara-bicara dengan kita supaya kita juga bisa komunikasi langsung dengan dia, lebih mengenal teman anak kita. Nah perlahan-lahan kalau anak itu sudah sadar bahwa kita di pihak dia mungkin dia akan lebih terbuka melihat dengan jelas temannya itu, sisi negatif dan sisi positifnya. Sebab tidak ada persahabatan yang murni 100% menyenangkan hati anak atau hati kita tidak ada. Mungkin hari ini tidak, tapi mungkin minggu depan akan muncul hal-hal yang si anak tidak sukai tentang temannya itu, nah di situ baru kita bisa mengajarkan dia karakteristik teman yang baik atau orang yang berkenan kepada Tuhan. Misalnya teman kita itu membohongi orang lain, meskipun dia tidak membohongi kita, nah kita bisa beritahu dia bahwa berbohong kepada orang lain tidak diperkenankan oleh Tuhan, maksudnya begitu.
GS : Bagaimana Pak Paul dengan remaja pria dan remaja wanita, apakah ada perbedaan di dalam mereka mendekati kita sebagai orang tua, artinya yang saya tanyakan itu apakah memang kalau remaja pria itu lebih gampang bicara dengan ayahnya atau sebaliknya ada pengaruhnya atau tidak Pak Paul?
PG : Sebetulnya tidak ada pengaruhnya, pada usia remaja sebetulnya anak-anak itu memberikan kesempatan yang sama kepada orang tua untuk mengenalnya. Sebab pada masa-masa remaja, anak-anak itu basanya pulang sekolah sudah jam 03.00
sekarang ini. Jam 03.00 mungkin dia les atau apa, jam 04.00, jam 05.00 jadi sebetulnya anak-anak remaja baru bersama-sama orang tua pada malam hari setelah PR selesai dan sebagainya. Nah justru pada usia remaja, suami dan istri sudah memiliki kesempatan yang sama sebetulnya, nah siapa yang bisa lebih dianggap dekat oleh anak adalah dia yang mencoba mengerti si anak dengan lebih baik. Kalau si anak merasa berbicara dengan papa kena/nyambung dia akan berbicara dengan Papanya. Kalau berbicara dengan papa justru dimarahi, dikoreksi, dipersalahkan, dia tidak berbicara lagi dengan Papanya. Kalau dia berbicara dengan Mamanya justru diterima, diberikan nasihat yang baik, dia akan berbicara lagi, begitu.
GS : Dan itu kalau tidak didapatkan dari kedua orang tuanya dia akan lari ke temannya begitu Pak Paul?
PG : Ke temannya betul, bahkan didengarkan pun oleh orang tua tetap akan berbicara dengan teman juga. Jadi kita mesti menyadari kebanyakan anak-anak remaja akan lebih percaya pada temannya dibading dengan kita.
GS : Tapi dengan dia berbicara dengan temannya kalau masih memakai telepon misalnya kita bisa agak mengerti apa yang dia bicarakan. Tapi kalau dia sudah mulai keluar rumah Pak Paul, jadi untuk bisa berbicara dengan temannya itu dia memerlukan keluar rumah, dia cuma bilang kepada kita "Pa mau pergi ke sana, Pa mau pergi ke sana" itu habis waktu kita Pak Paul.
PG : Saya akan sarankan agar kita menetapkan hukum atau aturan dalam rumah tangga kita, misalkan hari-hari biasa kita larang anak kita keluar, pokoknya pulang sekolah pulang ke rumah sebab tugamu adalah belajar.
Nah akhir pekan, Sabtu dan Minggu baru kita ijinkan dia keluar, ada jam-jam tertentu dia boleh keluar.
GS : Itu dalam rangka mendisiplin tapi juga di dalam kita punya kesempatan lebih banyak Pak Paul untuk berkomunikasi dengan anak-anak remaja ini.
PG : Dan saya pikir komunikasi dengan remaja lebih tepat secara informal dibandingkan formal. Ada orang yang berkata begini, ya saya akan ajak anak saya makan, saya khawatir si orang tua merasasenang seolah-olah telah melakukan tanggung jawabnya bersama-sama dengan keluarga makan, namun tujuan akhirnya tidak tercapai.
Jadi informal yang saya maksud adalah dengan ngobrol-ngobrol, ketok pintu anak kita, masuk ke kamarnya ngobrol-ngobrol, cerita-cerita sedikit. Contoh yang gampang adalah misalkan kita melihat anak kita sendu, sedih, nah kita hampiri dia kita tanya: "Kok engkau nampaknya sendu hari ini, ada yang membuat kau sedih?" Nah perhatian kecil seperti itu membawa anak akhirnya sadar bahwa dia diperhatikan. Nah mungkin hari ini kita tanya dia, dia tidak menjawab, tapi mungkin minggu depan waktu dia sangat tertekan dan kita tanya, dia menjawab begitu.
GS : Apakah hal itu berarti juga bahwa kita itu boleh membicarakan apa saja dengan anak remaja kita sebagai topik pembicaraan itu, Pak Paul?
PG : Apa saja dalam pengertian hal yang memang relevan untuk kehidupan dia, selama itu relevan dan bisa membantu dia kita ceritakan. Salah satu asset ya, harta kekayaan yang bisa kita bagikan kpada dia adalah pengalaman hidup kita.
Kalau kita membagikannya dengan cara yang bisa dia terima, sangat bermanfaat, yang tidak bisa dia terima adalah kalau kita membagikannya seperti seorang guru. "Saya dulu waktu masih muda harus kerja keras makanya kamu juga harus kerja keras", itu tidak akan didengar oleh si anak. Tapi misalkan kita menceritakan kegagalan kita "Saya dulu juga pernah patah hati," dia akan kaget "O....Mama pernah patah hati?" Sebab dia tidak menyangka mamanya itu juga sama seperti dia dulu. Jadi kalau Mamanya dulu berkata: "Mama dari dulu hati-hati pilih teman, Mama tidak mau pria yang seperti begini, seperti begini, seperti begini," nah si anak justru tidak bisa dekat dengan si Mama, nah itu boleh disambung, itu boleh diberitahukan kepada si Mama. Tapi bukan berarti melulu itu saja yang diberitahu.
IR : Tapi biasanya Pak Paul, anak-anak itu berkomunikasi kalau dengan ibu, sekali waktu mereka itu bisa terbuka sekali. Nah bagaimana kita itu bisa memberikan masukan kepada para Papa, seorang ayah untuk bisa berkomunikasi dengan lebih dekat pada anak ya Pak Paul?
PG : OK! Saya anjurkan begini, kalau Papa itu cenderungnya memang berorientasi pada program aktifitas. Ajak anak untuk pergi berdua, misalkan ajak kencan, misalnya waktu itu saya ajak anak sayayang paling besar untuk saya bilang kencan.
Kami berdua pergi makan es, ngobrol-ngobrol, terus setelah pulang saya bilang saya tadi berkencan denganmu saya bilang, sebab saya ingin mengajarkan kamu berkencan itu seperti apa. Dan supaya nanti lain kali waktu kamu berkencan dengan teman kamu, kamu tahu itulah yang kamu lakukan. Jadi saya pikir itu bisa dilakukan, ajak anak itu pergi berdua misalkan anak perempuan dengan si ayah bisa atau anak laki dengan si ayah juga tidak apa-apa pergi berdua, terus di sana bisa ngobrol-ngobrol, tukar pikiran tentang film yang ditonton misalnya. Bagaimana menurut pandanganmu, ajak dia ngomong nah anak-anak biasanya apalagi anak laki kalau ditanya tentang hal-hal pribadi dia tidak mau ngomong, akhirnya ya film itu menjadi jembatan, bahan percakapan nah itu bisa juga menolong ayah akhirnya dekat dengan si anak begitu. Dan si anak pun belajar mengenal si ayah, karena mungkin di rumah dia dimarahi, ditegur dia tidak begitu kenal si ayah siapa, tapi waktu dia bicara tentang film yang ditontonnya itu o....dia sadar ayahnya itu pikirannya luas dan sebagainya.
(3) GS : Ya memang salah satu topik yang agak sulit dibicarakan dengan remaja itu justru masalah-masalah seks Pak Paul, yang bersifat pribadi tadi. Jadi kami mengatasinya dengan cara seperti apa Pak Paul?
PG : Kalau seks, saya punya prinsip ya kita ini secara proaktif memberitahu dia, sebab kalau kita menunggu dia bertanya pada usia remaja tidak bakalan terjadi. Anak hanya bertanya tentang seks ada masa dia kecil, setelah itu dia stop bertanya, sudah remaja kita yang mesti beritahu dia.
GS : Jadi mungkin itu satu topik menarik yang lain kali atau lain kesempatan kita bisa coba akan angkat di dalam perbincangan kita bagaimana berbicara masalah seks dengan anak-anak remaja kita.
PG : Baik topik yang penting sekali Pak Gunawan.
GS : Jadi para pendengar sekalian, demikianlah tadi telah kami persembahkan sebuah perbincangan seputar masalah keluarga khususnya masalah berbicara dengan para remaja kita. Anda tadi telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga) dan kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.