Lengkap
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Belajar Kepemimpinan Musa". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, sebagian besar kita pasti sudah mengenal Musa. Tokoh yang besar yang memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir menuju ke tanah perjanjian. Tapi kalau kita kembali ke Alkitab kita melihat bahwa banyak lika-liku kehidupan yang harus ditempuh oleh Musa dan tentunya banyak pelajaran yang bisa kita petik dari Musa sebagai seorang pemimpin. Apa yang Pak Paul mau sampaikan dari perbincangan kali ini ?
PG : Pak Gunawan, kalau kita menengok ke kiri dan ke kanan, dan melihat lembaga-lembaga pelayanan atau organisasi pelayanan seperti di gereja, saya kira kita mesti mengakui bahwa terlalu banyakmasalah yang timbul di antara anak-anak Tuhan dalam bekerjasama.
Pertanyaannya adalah mengapa sampai seperti itu ? Saya kira salah satu kuncinya adalah kepemimpinan yang efektif. Itu sebabnya saya kira kita perlu menyoroti figur atau sosok Musa sebagai seorang pemimpin karena kepemimpinan Musa itu sebetulnya sebuah kepemimpinan yang sebetulnya sangat sulit alias tidak ideal. Bayangkan dia harus memimpin anak-anak dan orang tua dan itu lebih dari 1.000.000 orang, dari tanah Mesir melewati padang gurun selama 40 tahun. Itu suatu kepemimpinan yang sangat tidak ideal, bahkan memimpin sebuah bangsa di dalam suatu negara yang permanen pun tidak mudah, apalagi ini memimpin sebuah bangsa di dalam perjalanan menuju ke tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan Tuhan. Di tengah-tengah keminiman makanan, minuman, di tengah-tengah terik matahari dan dinginnya gurun pasir di waktu malam, di tengah-tengah ketiadaan rumah karena mereka harus tinggal dalam tenda-tenda dan kurang lebih 1.000.000 orang hidup bersama-sama. Jadi bisa dibayangkan betapa susahnya memimpin dalam kondisi Musa ini. Tapi kita bisa berkata atas anugerah Tuhan, Musa berhasil memimpin Israel selama 40 tahun. Untuk inilah kita sekarang mengadakan acara ini supaya kita bisa menimba apa yang dilakukan Musa sehingga nantinya bisa kita terapkan di dalam pelayanan kita.
GS : Pak Paul saya masih ingat, bangsa yang dipimpin ini bukan bangsa yang mudah untuk diatur.
PG : Betul sekali dan Firman Tuhan sendiri berkata bangsa ini adalah bangsa yang tegar tengkuk, keras kepala. Bangsa yang memang Tuhan katakan kecenderungannya adalah memberontak, tidak mudah tnduk kepada kepemimpinan seseorang bahkan kepemimpinan Tuhan sekali pun.
Jadi benar-benar Musa harus menangani orang-orang yang memang sulit sekali untuk diatur. Dan satu hal lagi adalah pada waktu mereka keluar dari Mesir mereka baru keluar dari perbudakan, dengan kata lain mereka bukanlah orang yang terbiasa hidup dengan baik, terdidik, hidup dengan nyaman, belajar kesantunan dan sebagainya. Kita membicarakan ratusan ribu budak beserta keluarga mereka. Orang-orang yang biasa tertindas, tertekan tidak mudah sekali untuk menerima instruksi atau tidak mudah menerima perintah. Maka kecenderungan mereka yang pertamanya adalah memberontak, tidak mau menerima kepemimpinan siapa pun. Di saat inilah Tuhan menempatkan seorang Musa untuk memimpin mereka.
GS : Memang pada awalnya kita membaca di Alkitab bahwa Musa ini mencoba menghindar dari panggilan Tuhan. Jadi dia mencoba, kalau bisa bukan dia, tapi nyatanya Tuhan tetap memilih dia dan ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Sebetulnya Tuhan sudah tahu siapakah orang yang paling tepat yang Tuhan akan pakai untuk melakukan tugas yang maha besar ini, dan dalam perencanaan Tuhan Musalah orangnya. Nanti kita akan ihat sebenarnya apa yang harus dimiliki dan apa yang harus terjadi sebelum seseorang bisa memimpin dengan baik.
GS : Dan kita awali dengan apa?
PG : Ada beberapa, Pak Gunawan. Yang pertama adalah mesti adanya panggilan, Tuhan jelas memanggil Musa pada Firman Tuhan di kitab Keluaran 3:10, Tuhan berkata "Jadi sekarang, pergilah, Aku mengtus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir."
Disini kita bisa melihat bahwa kepemimpinan Musa berawal dari panggilan Tuhan. Dia tidak berkata "Saya mau memimpin" dan dia langsung melakukannya tapi kepemimpinan Musa berawal dari panggilanNya. Kita perlu kontraskan dengan 40 tahun sebelumnya, saat itu Musa juga berusaha untuk melakukan sesuatu bagi bangsanya namun tanpa panggilan Tuhan, dia berinisiatif sendiri hendak menjadi seorang pemimpin, waktu dia melihat seorang Israel sedang dianiaya oleh seorang Mesir, dia marah kemudian langsung membunuh orang Mesir tersebut. Kemudian pada waktu yang berbeda dia melihat dua orang Israel sedang bertikai dan dia mencoba melerai, tiba-tiba dua orang itu marah dan berkata, "Siapa yang menunjuk engkau sebagai pemimpin bagi kami." Karena Musa telah diketahui membunuh seorang Mesir dan dicari oleh Firaun maka dia melarikan diri. Di sini kita melihat kalau kita tanpa panggilan Tuhan menduduki tempat, berambisi menjadi pemimpin pada akhirnya kekacauanlah yang kita akan tuai, itu yang terjadi pada Musa karena dia tidak menunggu waktu Tuhan maka akhirnya kekacauan yang harus dituainya, dia ditolak oleh bangsanya dan dia harus lari. Tapi dalam rencana Tuhan memang kepergiannya ke Midian menjadi tempat pendidikan bagi Musa. Intinya adalah Musa mendapatkan panggilan barulah menjadi pemimpin. Kadang kita berpikir ini adalah kesempatan, kalau ada kesempatan berarti ini dari Tuhan tapi itu belum tentu. Musa tadinya berpikir demikian, "Ini adalah kesempatan, saya bisa menunjukkan kepemimpinan saya," tapi bukan itu, jadi memang mesti ada kejelasan bahwa Tuhan memanggil. Sekali lagi kesempatan tidak selalu identik dengan waktu Tuhan dan waktu Tuhanlah yang mesti kita yakini dan tunggu.
GS : Menjadi kesulitan tersendiri, kalau kita mengalaminya pada zaman ini. Bagaimana seseorang bisa dengan jelas dan sadar kalau Tuhan memanggil dia untuk satu jabatan tertentu, Pak Paul ?
PG : Setidak-tidaknya kita tidak boleh tergesa-gesa, kalau memang ada kesempatan yang terbuka untuk kita menjadi seorang pemimpin, kita tidak boleh langsung berkata "Ya", tapi kita mesti datangkepada Tuhan, kita benar-benar bertanya dan meminta kehendak Tuhan, misalkan dalam satu kurun tertentu kita merasakan bahwa inilah tuntunan Tuhan, dalam takut akan Tuhan kita meminta kehendakNya.
Kedua, kita bisa datang kepada orang yang lebih rohani, yang lebih dewasa dari pada kita dan kita juga meminta nasehat mereka, kita membaca Firman Tuhan pula, kita juga menantikan Firman Tuhan bersabda kepada kita. Dan dari semua itu kita nanti perlahan-lahan melihat apakah ini sesuatu yang datang dari Tuhan. Seringkali, Pak Gunawan, kalau ini memang dari Tuhan yang akan muncul di benak kita adalah kita tidak sanggup sebab pekerjaan ini terlalu besar, justru kalau kita berkata, "Saya pasti sanggup, ini mudah dan sebagainya," kita mesti berhati-hati sebab bisa jadi itu justru bukan dari Tuhan. Kalau dari Tuhan pada umumnya kita akan merasakan kegentaran yang besar sekali, karena kita merasa kita tidak sanggup melakukannya. Di dalam ketidakberdayaan inilah kita datang kepada Tuhan dan kalau dalam pergumulan itu kita mendapatkan kekuatan Tuhan, peneguhan dari Tuhan dan dari anakNya yang lain maka barulah kita berkata "Tuhan saya yakini ini berasal dariMu, maka saya bersedia." Kalau dalam perjalanan "Ini salah! Saya salah menafsir kehendak Tuhan, Tuhan hentikanlah, ciptakanlah situasi, halangilah langkah saya supaya saya terhenti." Kalau saya berdoa seperti itu dan dalam jiwa yang merendah memohon pimpinan Tuhan, saya percaya Tuhan akan menjawab dan menunjukkan kehendakNya sebab Tuhan tidak mempunyai kepentingan sedikit pun menyesatkan kita, kepentingan Tuhan adalah menuntun kita dijalanNya supaya kita bisa hidup sesuai dengan kehendakNya. Maka sekali lagi kalau kita sudah menjalaninya, berdoa seperti itu, maka kita terus maju dan kita lakukan dengan ketaatan.
GS : Peranan keluarga dalam memberikan kepastian, juga sangat penting, Pak Paul?
PG : Ini point yang penting sekali Pak Gunawan, jadi jangan sampai melakukan sesuatu namun keluarga kita belum siap. Sebab kalau keluarga kita belum siap maka akan menjadi beban yang menghalang kita untuk melakukan tugas dan kewajiban kita.
GS : Tetapi masalahnya Pak Paul, seringkali di organisasi menuntut keputusan-keputusan yang cepat sedangkan kita memerlukan waktu untuk pergumulan dan ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Saya kira memang kita mesti berani berkata kepada orang yang meminta kita bahwa kita memerlukan waktu dan kita bisa memberikan satu kurun misalkan selama satu bulan supaya kita bisa benar-enar berdoa dan meminta kehendak Tuhan karena kalau memang dari Tuhan, kita tidak perlu takut hal ini akan lepas dari tangan kita atau organisasi ini akan hancur, kalau memang ini sudah dari Tuhan sudah pasti Tuhan memegang kendali penuh atas kehidupan kita dan juga atas masa depan organisasi tersebut.
Jadi kita bisa bersandar dengan tentram pada kedaulatan dan kekuasaan Tuhan.
GS : Pak Paul, selain panggilan yang harus jelas untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, apakah ada hal lain, Pak Paul?
PG : Yang kedua adalah mestinya adanya misi, kita tahu bahwa sewaktu Tuhan memanggil Musa, Tuhan memberinya sebuah tugas yaitu membawa umat Tuhan keluar dari Mesir. Dan di ayat sebelumnya di Keuaran 3:9 Firman Tuhan berkata, "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka."
Dengan kata lain di sini Tuhan memberikan penjelasan alasan kenapa Tuhan memanggil Musa, alasan ini adalah misinya, tugasnya, amanahnya. Setiap orang yang dipanggil Tuhan mesti menyadari misi yang Tuhan embankan, tanpa misi kepemimpinan menjadi tanpa arah, dalam tugas kepemimpinannya seorang pemimpin harus jelas dengan misinya sehingga dia dapat mengarahkan dan membawa pengikutnya berjalan bersamanya sampai kepada penggenapan misi itu. Malangnya Pak Gunawan, banyak pemimpin yang mulai dengan misi yang jelas namun kemudian berubah santai dan kehilangan misi itu. Maka saya mau mengatakan jikalau seorang pemimpin sudah mulai kehilangan misi yang Tuhan sudah embankan, tidak tahu lagi apa yang mesti diperbuat, kalau sampai itu dialaminya memang ada baiknya dia bertanya, "Apakah ini saatnya saya mengundurkan diri ?"
GS : Seringkali di dalam perjalanannya, misi ini menjadi tidak jelas seperti yang Pak Paul katakan. Tetapi dia dipaksakan untuk memimpin karena tidak ada lagi orang yang mau menduduki jabatan itu apalagi didalam kepemimpinan gerejawi yang biasanya orang tidak terlalu berminat dan ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Di dalam kondisi seperti itu kita mesti melihat kalau sampai tidak ada yang melakukannya apa yang menjadi dampaknya ? Seringkali itu menjadi pertimbangan pertama Pak Gunawan, kalau sampai idak ada yang memimpin, dampaknya itu misalkan kebutuhan jemaat akan terabaikan dan sebagainya dan meskipun kita masih tidak begitu jelas dengan misi kita namun karena adanya kebutuhan, sebaiknya kita memang langsung melakukannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Namun kita juga mau bersiap-siap untuk terbuka terhadap pimpinan Tuhan yang lain, berdoa misalkan untuk orang yang nanti Tuhan akan kirim, yang lebih efektif yang nantinya dapat meneruskan pekerjaan kita. Jadi pekerjaan Tuhan harus kita lakukan meskipun saat itu kita merasakan "Rasanya ini bukanlah kemampuan saya, karunia saya tapi memang tidak ada orang lain, kalau kita tidak melakukannya maka dampaknya lebih buruk, merugikan jemaat Tuhan." Dari pada hal itu terjadi, maka kita yang harus sediakan diri, kita lakukan sampai nanti Tuhan mengirimkan orang yang lebih tepat untuk menggantikan kita.
GS : Biasanya misi sudah ditentukan oleh orang yang ada di kelompok organisasi itu. Jadi misalnya kita dipanggil untuk menjadi pemimpin di sana, mereka hanya menyodorkan "Misinya seperti ini dan kamu kerjakan".
PG : Dalam hal ini seorang yang dipanggil untuk memimpin, harus menyelaraskan misi yang diterimanya dari Tuhan dan misi yang dimiliki dari organisasi tersebut. Kalau memang tidak ada keselarasa dari awalnya, sebaiknya dia tidak bergabung sebab pada akhirnya sebuah organisasi harus mengikuti langkah pemimpinnya dan sebuah organisasi atau pengikut-pengikut tidak seyogianya memiliki misi tersendiri yang berbeda dari misi yang ada pada diri si pemimpin itu.
Maka perlu kejelasan bahwa misi kedua pihak bisa bersatu, kalau tidak bisa maka sebaiknya tidak bersatu.
GS : Pak Paul, ada faktor lain apa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif ?
PG : Kalau kita lihat dari panggilan Musa dan kepemimpinan Musa, kita juga melihat adanya kesiapan. Tuhan memilih Musa setelah Tuhan mempersiapkannya terlebih dahulu. Misalkan kita bisa melihatpada penggalan pertama hidupnya, Musa digembleng ilmu kenegaraan, peperangan di Mesir, selama 40 tahun menjadi cucu raja, belajar kenegaraan, belajar ilmu perang dan sebagainya.
Penggalan kedua, berikutnya Musa mengalami bentukan karakter yakni kasih dan kesabaran, di padang gurun di Midian Tuhan membentuk karakter Musa sehingga nantinya dia siap untuk menjadi seorang pemimpin. Pada penggalan ketiga, 40 tahun terakhir barulah Tuhan memakai Musa dan seorang yang menjadi pemimpin haruslah melihat dan merasakan tangan Tuhan yang telah mempersiapkannya. Jadi dengan kata lain, kalau kita menengok ke belakang dan berkata, "Saya sama sekali tidak mempunyai persiapan dan rasanya ini bukan saya." Kita mesti dengan jujur berkata kepada orang yang meminta kepada kita, "Bukan saya orangnya, saya tidak memiliki persiapan dari Tuhan untuk tugas ini," dan di pihak yang satunya yakni yang memilih seorang pemimpin juga harus menilai kesiapan orang yang dipilih tersebut, jangan kita mengambil orang yang dengan jelas kita ketahui mereka tidak memiliki persiapan untuk tugas memimpin. Jadi saya simpulkan Pak Gunawan, pada dasarnya kesiapan terdiri dari 2 unsur yaitu kemampuan dan karakter. Ada pemimpin yang mempunyai kemampuan namun tidak memiliki karakter yang dibutuhkan, dia akan merusak orang yang dipimpinnya, sebab dia bisa memimpin, mempunyai kemampuan tapi tidak punya karakter, tidak punya kasih, tidak punya kepedulian, kesabaran, maka dia akan merusakkan orang yang dipimpinnya. Sebaliknya ada orang yang tidak mempunyai kemampuan namun mempunyai karakter yang mendukung maka orang ini akan menimbulkan kekacauan, orangnya baik, mau memimpin, sabar, penuh kasih tapi tidak mampu memimpin, tidak bisa tegas dan akhirnya yang terjadi adalah kekacauan. Maka mesti ada dua unsur, baik itu kemampuan atau karakter untuk menjadikan kita siap melakukan tugas.
GS : Memang idealnya seperti itu Pak Paul, tapi yang seringkali dijumpai justru ada orang yang punya karakter tapi tidak punya kemampuan. Kemudian oleh organisasi itu dipaksakan dengan alasan nanti kalau kamu sudah masuk di dalam organisasi itu, maka dia akan dilatih supaya dia memiliki kemampuan yang mencukupi untuk memimpin organisasi itu, ini bagaimana?
PG : Kalau memang benar-benar tidak ada orang lain dan memang orang inilah yang tersedia mungkin saja dilakukan uji coba, kita berikan kepadanya untuk memimpin dan nanti dievaluasi dalam satu krun apakah orang ini mulai belajar dan mengembangkan kemampuannya, sebab ada orang yang memang belum memiliki kemampuan karena tidak pernah mempunyai kesempatan itu.
Dalam waktu yang singkat kalau dia mulai mengembangkan kemampuan barulah kita mulai berharap bahwa orang ini bisa lanjut melakukan tugas kepemimpinannya. Tapi sekali lagi kita memang mesti berhati-hati, saya masih ingat sekali dengan cerita dari Pdt. Rick Warren dengan gerejanya "Sandle back", dia berkata bahwa untuk satu kurun dia tidak mempunyai pembina remaja meskipun saat itu kelompok remajanya sudah begitu besar, saya tidak tahu persis jumlahnya kurang lebih 1.000 orang, namun untuk jangka waktu yang panjang dia hanya menggunakan tenaga-tenaga yang lebih merupakan relawan bukan tenaga purna waktu, seorang staf pembina. Kenapa ? Sebab dia katakan belum menemukan orang yang cocok. Jadi Pdt. Rick Warren sangat menekankan pentingnya orang yang cocok, dia berkata pelayanan itu mempunyai dua syarat untuk bisa dipanggil sebagai pelayan. Harus ada kebutuhan untuk melakukan sesuatu, ada yang harus dikerjakan dan yang kedua adalah mesti ada orangnya. Kalau pun ada kebutuhannya namun tidak ada orangnya maka jangan memaksakan diri atau kebalikannya kalau pun ada orang namun tidak ada kebutuhan maka jangan lakukan apa-apa sebab kita hanya melakukan sesuatu yang tidak ada. Jadi kita hanya bisa melayani kalau ada sebuah kebutuhan tapi intinya adalah dia rela untuk bersikap tegas tidak menetapkan orang yang keliru, sampai dia benar-benar yakin telah menemukan orang yang cocok untuk pelayanan tersebut. Jadi memang ini sebuah faktor yang mesti dipertimbangkan.
GS : Yang lebih sulit adalah orang yang punya kemampuan tapi tidak punya karakter Pak Paul, dan rupanya ini menjadi jauh lebih sulit.
PG : Betul sekali. Sebab pada akhirnya orang ini seringkali malahan lebih menimbulkan kerusakan di dalam orang-orang yang dipimpinnya.
GS : Faktor yang lain apa, Pak Paul?
PG : Mesti ada kesalehan, Pak Gunawan dan ini penting. Apa pun yang Musa lakukan, dia selalu mendasarkan pada Firman Tuhan, misalkan sewaktu dia berhadapan dengan Firaun, dia menyampaikan Firma Tuhan, sewaktu dia harus berhadapan dengan gejolak di tengah bangsanya dia pun kembali kepada Firman Tuhan.
Tidak heran kita melihat ada dwi kepemimpinan yaitu Tuhan dan Musa, Tuhan dan Musa selalu bersama memimpin. Pemimpin yang efektif berjalan di atas rel Firman Tuhan dan bergaul akrab denganNya, sewaktu pemimpin mulai jauh dari Tuhan, dia akan semakin sering memunculkan gagasan-gagasan yang berasal dari ambisi-ambisi pribadi dan kehilangan sentuhan dengan kepentingan Tuhan. Salah satu tandanya adalah dia sulit menerima masukan dari pihak lain karena ambisi pribadilah yang lebih berperan. Maka kita bisa simpulkan makin kita dekat dengan Tuhan maka makin kita tidak menggengam posisi maupun pendapat pribadi dan inilah ciri kesalehan.
GS : Ini menjadi ciri khas tokoh-tokoh atau pemimpin-pemimpin di seluruh Alkitab sampai pada Gideon. Gideon berkata, "Bukan karena dia tapi karena Tuhan," jadi bukan upaya dirinya sendiri, Pak Paul. Tetapi memadukan dan mewujudnyatakan dwi kepemimpinan di dalam suatu organisasi menjadi masalah tersendiri, Pak Paul.
PG : Memang tidak mudah tapi kalau kita bergaul akrab dengan Tuhan maka akan nampak, di Alkitab dikatakan sewaktu Musa turun dari gunung Sinai setelah bergaul dengan Tuhan, bertemu dengan Tuhan wajahnya pun menyinarkan sinar Tuhan.
Jadi memang orang yang bergaul akrab dengan Tuhan akan tampak kesalehannya.
GS : Mungkin masih ada faktor yang terakhir, Pak Paul ?
PG : Yang terakhir adalah mesti adanya kasih dan ketegasan, berulang kali Musa harus menghadapi pemberontakan bangsanya dan semua dia hadapi dengan kasih dan ketegasan. Dia mengasihi Israel, it sebabnya dia melarang untuk memusnahkan bangsanya namun ia juga tegas kepada mereka yang bersalah, dia tidak ragu menghukum orang yang bersalah.
Pemimpin yang tidak mengasihi pengikutnya akan terus memobilisasi mereka demi kepentingannya, pemimpin yang mengasihi pengikutnya memikirkan kepentingan mereka dan bersedia berkorban bagi mereka. Sebaliknya pemimpin yang tidak mengasihi justru terus meminta pengikutnya untuk berkorban seolah-olah untuk kepentingan bersama namun sebenarnya untuk kepentingan pribadinya, pemimpin juga harus tegas karena tanpa ketegasan dia akan menuai kekacauan. Sekali pemimpin tidak tegas maka pengikut akan mulai kehilangan respek dan arah, sehingga pada akhirnya pengikutnya akan berbuat sekehendak hati.
GS : Pak Paul, ini memang sesuatu yang penting dan Musa pun tidak luput dari kekurangan-kekurangannya itu sebabnya dia juga pernah dinasehati oleh mertuanya dan bahkan ditegur oleh Tuhan karena cara kepemimpinannya. Pada saat-saat seperti itu Pak Paul, apa yang sebetulnya diperlukan oleh seorang pemimpin?
PG : Satu sikap yaitu sikap rendah hati, ini satu kuncinya. Maka Firman Tuhan berkata, "Barang siapa hendak menjadi yang terdahulu, dia harus menjadi yang paling akhir." Dia harus justru melayai, kunci di situ adalah kerendahan hati.
Ini adalah sebuah tugas berat bagi seorang pemimpin untuk mempertahankannya, sebab makin berhasil, makin gemilang kepemimpinan maka makin sombong, makin mudah jatuh kedalam keangkuhan, maka dia harus selalu bergumul, berjuang di hadapan Tuhan supaya dia tetap rendah hati supaya dia bisa mendengarkan teguran Tuhan maupun orang-orang yang Tuhan kirim kepadanya.
GS : Ditengah-tengah krisis kepemimpinan artinya begitu sulitnya mencari seorang pemimpin, tentunya perbincangan kita ini sangat berguna bagi para pendengar kita, Pak Paul, baik di gereja, di organisasi-organisasi Kristen juga di dalam rumah tangga kristen yang membutuhkan suatu kepemimpinan seperti Musa ini. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Belajar Kepemimpinan Musa". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.