Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan lanjutkan perbincangan kami tentang "Bagaimana Menangani Anak yang Egois." Bagi Anda yang baru mengikuti perbincangan ini tidak perlu merasa khawatir karena Bp. Pdt. Paul gunadi akan mengulang sebagian dari apa yang sudah kita bicarakan beberapa waktu yang lalu. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita pernah membicarakan tentang bagaimana menangani anak yang egois, ternyata banyak sisi yang harus kita perhatikan dan waktu itu juga belum selesai kita membahas tuntas. Namun supaya pendengar kita yang baru mendengar kali ini bisa mempunyai gambaran yang lebih lengkap, ada baiknya Pak Paul mengulang secara singkat apa yang telah kita bicarakan, Pak Paul.
PG : Baik Pak Gunawan, pada dasarnya setiap anak lahir ke dunia memiliki sikap egois atau sikap mementingkan diri sendiri. Nah pertumbuhan yang sehat harusnya mendorong anak bukan saja memeningkan dirinya, namun juga mementingkan kepentingan orang lain.
Harus ada keseimbangan antara keduanya, anak yang terlalu mementingkan diri orang lain, sehingga tidak lagi melihat kepentingan dirinya itu juga saya kira anak yang tidak terlalu sehat. Jadi yang dituju adalah keseimbangan antara mementingkan diri sendiri dan juga mementingkan kepentingan orang lain. Nah adakalanya orang tua memberikan perlakuan kepada anak secara tidak sadar malah menumbuhkembangkan sikap egois pada anak. Sehingga anak akhirnya tidak pernah berhasil memperhatikan kebutuhan orang-orang lain, namun malah hanya mengutamakan kepentingannya sendiri. Nah kita bahas bahwa ada beberapa perlakuan orang tua yang bisa membuat anak-anak itu menjadi anak-anak yang egois. Yang pertama, adalah orang tua yang terlalu memberikan perhatian kepada anak, nah ini biasanya diwujudkan dalam kata-kata yang terlalu memuja anak, perlakuan-perlakuan yang terlalu mengagung-agungkan anak, dan misalnya lagi adalah orang tua yang tidak mendisiplin anak dengan baik sehingga semua yang anak-anak minta dituruti tanpa batas. Nah ini adalah beberapa ciri-ciri yang masuk dalam kategori orang tua yang terlalu memberi perhatian kepada anak. Nah sekali lagi perhatian penting, namun perhatian yang berlebihan dan mendewa-dewakan anak, akan membuat anak bertumbuh besar menjadi anak yang egois.
GS : Waktu itu kita juga membahas anak-anak yang egois, Pak Paul?
PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang dominan adalah anak-anak ini sukar sekali untuk mengalah dan dia mau menang terus-menerus. Anak-anak ini juga menuntut agar orang untuk memperlakukan dia ebagai kasus yang khusus, sebagai perkecualian, seolah-olah dia itu bebas dari tuntutan yang diterapkan pada anak-anak yang lainnya, dia harus diperkecualikan.
Yang lainnya lagi adalah anak-anak ini hanya menuntut supaya keinginannya terpenuhi tanpa batas, dia tidak bisa sama sekali mengerem diri, dia menganggap semua orang haruslah mengutamakan kehendaknya.
IR : 5:11 -5: 22 Suara Ibu Ida tidak terdengar.
PG : Betul sekali Ibu Ida, jadi yang menarik adalah anak yang egois bisa muncul dari dua kondisi keluarga yang justru berkebalikan. Yang telah kita bahas adalah kondisi keluarga yang memberiperhatian secara berlebihan, tapi sebaliknya keluarga yang kurang memberi perhatian juga bisa menumbuhkan anak-anak yang egois.
Jadi memang sangat menarik dua keluarga yang sangat berseberangan menghasilkan produk yang persis sama.
GS : Nah dalam hal ini, Pak Paul, apakah kalau misalnya tadi Pak Paul katakan orang tua, ayah dan ibu, misalnya ayahnya kurang memberi perhatian kepada anak itu, dan ibunya memberikan perhatian yang berlebihan, 'kan jadinya seimbang Pak Paul?
PG : Seolah-olah menyeimbangkan Pak Gunawan, tapi dalam prakteknya tidak. Ayah yang tidak memberikan perhatian seolah-olah menjadi ayah yang absen dalam kehidupan si anak, si ibu yang memberkan perhatian yang berlebihan justru akan menumbuhkembangkan sikap egois pada si anak itu.
Namun si ayah tidak boleh menyalahkan si ibu sebab dia juga memang absen, dia sendiri tidak terlibat dalam proses menjadi orang tua ini. Si ibu yang berfungsi karena ayah tidak berfungsi, dan kebetulan si ibu memberikan perhatian berlebihan kepada si anak, akhirnya si anak mendapatkan perlakuan seperti raja, lama-lama dia benar-benar menjadi raja di rumah.
GS : Kalau terbalik Pak Paul, jadi ayahnya yang memberikan perhatian yang sangat besar sedangkan ibunya mungkin seorang wanita karier lalu tidak memberikan perhatian, bisa terjadi seperti itu?
PG : Bisa, jadi yang paling banyak diterima oleh si anak itulah yang akan membentuk si anak.
(1) GS : Jadi kalau perhatian yang kurang itu apa yang Pak Paul maksudkan?
PG : Ada beberapa cirinya Pak Gunawan, nah orang tua yang memberi perhatian yang kurang biasanya adalah orang yang memberikan sedikit waktu pada si anak, jadi benar-benar waktu yang diberika sangat minim.
Mereka misalkan repot bekerja, pulang sudah malam, akhir pekan juga mungkin bekerja atau pun kalau tidak bekerja menjadi orang tua yang terlalu letih, akibatnya adalah tidak memberikan waktu yang lebih kepada si anak.
IR : Jadi orang tua dua-dua yang berkarier itu memungkinkan anak menjadi egois Pak Paul?
PG : Bisa, dalam pengertian dia menjadi anak yang memang kurang sekali perhatian dari si orang tua, dia mau apa, dia ulangan jelek, dia ulangan bagus, dia berkelahi dengan temannya, dia disaiti oleh anak lain, orang tua sama sekali tidak mengetahuinya.
IR : Kemudian ciri-ciri perlakuan orang tua yang lain, Pak Paul?
PG : Ini adalah orang tua yang terlalu banyak menolak atau terlalu memberikan banyak penolakan pada anak, misalnya orang tua yang mengkritik anak bahwa dia kurang, bahwa dia seharusnya lebihlagi.
Orang tua yang berkata engkau tidak seperti yang kami harapkan, engkau mengecewakan kami, engkau tidak setinggi yang kami inginkan, tidak sepandai yang kami harapkan dan sebagainya. Nah jadi semua pesan-pesan yang menolak anak membuat anak tertolak, sehingga anak-anak itu menjadi anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian dari si orang tua, nah itu adalah ciri yang kedua dari perlakuan orang tua yang kurang memberikan perhatian.
IR : Bagaimana kalau orang tua itu misalnya tidak bisa memenuhi si anak karena keadaan ekonominya lemah Pak Paul, apakah itu juga memungkinkan anak akan menjadi egois?
PG : Justru kalau hanya masalah ekonomi yang orang tua tidak bisa penuhi itu tidak berpengaruh terhadap sikap si anak. Jadi banyak anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang kurang secara eknomi namun bertumbuh besar dengan sehat karena mendapatkan kelimpahan perhatian dari orang tua.
Justru kebalikannya ada anak yang dibesarkan di rumah yang sangat berkelebihan secara materi namun justru bertumbuh kembang menjadi anak yang kurang sehat. Karena orang tua akhirnya kurang memberi perhatian pada mereka.
(2) GS : Sebenarnya apa yang dibutuhkan oleh anak itu supaya tidak egois?
PG : Dalam kasus di mana anak-anak ini kurang mendapatkan perhatian yang memang dia butuhkan adalah pemberian cinta kasih. Nah ini yang sekarang saya kira menjadi komuditas yang agak langka ada banyak orang sekarang ini yaitu kurangnya ada waktu untuk anak, sehingga cinta kasih kurang diberikan pada anak.
Nah sekali lagi anak-anak ini menjadi anak-anak yang haus akan cinta kasih, akan perhatian dari orang tuanya. Anak-anak itu haus perhatian dalam pengertian, waktu dia bersalah dia sebetulnya menginginkan teguran orang tua. Anak yang berbuat apapun tidak mendapatkan teguran dia akan merasa justru kurang dikasihi, karena teguran orang tua diinterpretasi oleh si anak sebagai bentuk cinta kasih. Anak yang dimasabodohkan tidak mendapatkan cinta kasih, dia merasa justru sangat diabaikan.
GS : Ada pasangan orang tua yang mengatakan, yang penting bukan lamanya saya berkumpul dengan anak, yang penting itu mutunya, saya tahu ini hanya dalih saja, tapi bagaimana menjawab hal itu, Pak Paul?
PG : Mutu memang harus ada, namun tidak bisa tidak, mutu itu baru ada jikalau ada kwantitasnya, ada waktu yang diberikan, ada interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak. Dan yang keduaargumen saya adalah bagaimanakah kita tahu ini bermutu bagi si anak, sebab bukankah yang menentukan ini bermutu atau tidak adalah si anak.
Hal-hal yang diingat oleh si anak sebagai hal yang berdampak positif sering kali bukanlah yang orang tua ingat, banyak hal yang anak-anak akan ingat dan dikemukakan pada kita, yang kita sendiri sudah lupakan. Yang kita anggap ini adalah hal yang penting dan kita harapkan anak-anak kita ingat justru tidak ingat-ingat, begitu.
IR : Bagaimana kalau anak yang didisiplin terlalu ketat Pak Paul, terlalu berkelebihan juga bisa menjadi anak yang egois?
PG : Bisa, jadi anak-anak yang justru kurang mendapatkan keleluasaan, kebebasan dalam hidup terlalu dituntut atau terlalu didisiplin yang berkelebihan menjadi anak-anak yang tertekan. Dan seali lagi disiplin yang berlebihan serta tuntutan yang terlalu tinggi di luar batas kemampuan si anak, justru memberikan pesan kepada si anak bahwa dia itu seolah-olah hanyalah sebagai objek di rumah.
Dia bukanlah seseorang yang dihargai dan dikasihi tapi dia adalah sebuah alat yang dipakai oleh orang tua untuk menyenangkan hati orang tua. Nah semua ini kalau diterima oleh si anak, dia berpotensi untuk membuat si anak menjadi anak yang egois. Alasannya sangat sederhana sekali, dia kurang mendapatkan perhatian, dia kurang mendapatkan cinta kasih sehingga dia menjadi anak yang sangat haus akan perhatian. Nah waktu dia menjadi anak yang sangat haus pada perhatian dia menjadi anak yang egois. Jadi seolah-olah seperti kita ini kehausan tidak ada air, waktu kita mendapatkan sedikit air meskipun kita tahu ada orang lain yang kekurangan air, kita berusaha memenuhi kebutuhan kita terlebih dahulu. Nah anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian, begitu sudah mulai besar justru berpotensi mengembangkan perilaku egoisnya, meskipun kadang kala tidak nampak dengan segera. Misalnya akan nampak kalau dia sudah menjadi lebih dewasa, waktu dia mulai mendapatkan perhatian dari seseorang dia akan menuntut orang tersebut memberikan perhatian terus-menerus secara konstan dan untuk memberikan dia banyak perhatian. Kalau orang mulai memberikan perhatian pada yang lainnya dan membagi perhatian dia tidak bisa terima, dia harus mendapatkan sepenuhnya untuk diri dia. Dan waktu orang mulai membantahnya dia menganggap orang menolak dia, seolah-olah orang tidak menghargainya sebab bagi dia cinta kasih sama dengan kepatuhan yang mutlak. Nah tanpa disadari berkembang menjadi seorang yang egois, meskipun muncul dari keluarga yang kurang memberikan perhatian. Nah jadi sekali lagi kita melihat suatu dinamika yang menarik di sini, dua keluarga yang berseberangan, yang berbeda. Yang satu memberi perhatian yang berlebihan, yang satu kurang memberikan perhatian, namun hasil akhirnya sama yaitu anak-anak yang egois.
GS : Tapi wujud dari egoisme anak atau pengekspresiannya sama atau tidak Pak Paul, antara mereka yang kurang mendapatkan perhatian dan berkelebihan mendapatkan perhatian?
PG : Sering kali dalam banyak hal sama Pak Gunawan, jadi keinginannya itu kuat sekali dan keinginannya itu susah untuk dibatasi atau dihadang. Sebab dia merasa yang dia inginkan itu sesuatu ang berharga bagi anak yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang memberinya perhatian.
Begitu berharganya yang dia miliki atau yang dia inginkan sehingga waktu dihadang oleh orang dia harus melawannya, dia harus memaksakan kehendaknya. Atau dia menjadi orang yang memang sangat posesif, dia harus memiliki orang yang sedang memberikan perhatian sehingga kalau dia sudah menikah misalnya, justru pasangannya akan mengalami kesulitan menangani dia. Sebab segalanya harus dituruti, waktu tidak dituruti langsung menuduh engkau tidak mencintaiku lagi, jadi semua diatasnamakan cinta kasih, kalau tidak memberikan apa yang dia inginkan dikatakan tidak lagi mencintainya. Jadi perilaku egois itu muncul dengan kuat sekali.
IR : Cara mengatasinya bagaimana, Pak Paul?
PG : Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Bu Ida, yang pertama adalah kita memang harus membesarkan anak dengan suatu pengertian bahwa anak itu membutuhkan dua hal yang hakiki. Yang pertma adalah anak-anak membutuhkan cinta kasih, itu sudah kita ketahui, tapi anak-anak juga membutuhkan disiplin.
Anak-anak perlu diberikan kebebasan tapi sekaligus anak-anak perlu diberikan batasan, jangan sampai anak-anak hanya menerima kebebasan tanpa batasan. Nah waktu diberikan kebebasan anak-anak akan memperoleh hak, namun jangan sampai lupa, di samping hak-hak anak-anak perlu menumbuhkembangkan konsep pertanggungjawaban. Dia harus bertanggung jawab, jadi sekali lagi harus ada keseimbangan antara kedua unsur ini dalam mendidik anak, yang satu dilebihkan secara tidak proporsional daripada yang satunya, niscaya menimbulkan problem dalam anak itu.
GS : Mungkin yang sulit justru menolong orang tuanya Pak, bagaimana menolong orang tua yang sudah terlanjur misalnya mencurahkan perhatiannya yang terlalu banyak kepada anak, sehingga anaknya menjadi egois atau sebaliknya?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan, sebab adakalanya orang tua memberi perhatiannya berlebih kepada anak atau kebalikannya kurang memberi perhatian kepada anak karena mereka sendiri bermasalah dlam hubungan nikah mereka.
Misalkan ada rumah tangga yang bermasalah sehingga si ibu kurang mendapatkan perhatian suaminya, nah dia melimpahkan cinta kasih pada si anak, sehingga terlalu mendewakan si anak misalnya seperti itu. Ada seorang ayah yang merasa tidak bisa berkomunikasi dengan istrinya sehingga dia menggunakan si putrinya untuk menjadi juru bicaranya menyampaikan keluhannya kepada mamanya atau istrinya. Nah otomatis dia harus mendewakan si putri ini, menjadikan si putri ini seolah-olah menjadi anak yang berkuasa di rumahnya. Nah memang akhirnya susah mengubah pola ini karena sering kali ini yang terjadi, anak-anak itu baik diberikan perhatian yang berlebihan atau justru kurang diberikan perhatian karena orang tua memang memiliki masalah dalam hubungan nikah mereka. Jadi yang harus dibereskan pada awalnya adalah hubungan orang tua itu.
GS : Padahal mereka sebagai orang tua mengatakan anaknya yang bermasalah, anak saya ini egois.
PG : Betul, jadi memang akhirnya dalam upaya menolong si anak kita harus melibatkan si orang tua dan menunjukkan bagaimana si anak menjadi egois. Ternyata ada prosesnya, nah prosesnya ternyaa dimulai dari hubungan orang tua yang kurang harmonis itu.
IR : Kalau anak-anak egois itu misalnya berpisah dari orang tua Pak Paul, dia misalnya kost di tengah-tengah teman-temannya apakah itu memungkinkan anak yang egois ini bisa berubah Pak Paul?
PG : Bisa Bu Ida, jadi anak-anak yang ditempatkan dalam situasi yang berbeda dan dibentuk lingkungannya dengan kuat, mempunyai dua pilihan. Pilihan yang pertama adalah dia bersikukuh dia tidk mau untuk berubah, nah bentukan dari luar tidak berguna, malahan yang terjadi adalah bentrokan, sebab dia mempertahankan dirinya untuk tetap sebagai anak yang egois dan dia akan pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya, ke tempat di mana dia bisa melaksanakan kehendaknya tanpa dirintangi oleh teman-temannya.
Nah yang ideal adalah yang kedua itu di mana dia akhirnya akan berubah, nah anak-anak yang pertama yang tadi saya sebut akhirnya bentrok terus-menerus dengan orang lain kalau dia masih kuat dia akan bentrok, adu kuat dengan anak-anak lainnya. Yang juga berbahaya adalah kalau suatu ketika dia tidak kuat lagi, karena dia terisolasi terus-menerus dari lingkungannya dan adu bentrok dengan anak-anak lain, akhirnya dia patah. Nah waktu dia patah dia akan mengucilkan dirinya, dia menganggap dunia tidak mengerti dia, dia menganggap dia bukanlah bagian dari dunia ini dan dia harus hidup sendiri, nah itu yang berbahaya, sebab dia akan menjadi orang yang memang tidak ada pergaulan sosial sama sekali.
GS : Tapi kadang-kadang orang tua juga sudah begitu baik mendidik anaknya, mencoba untuk mendidik sebaik-baiknya. Tapi di antara kita bukankah ada peran nenek dan kakek Pak Paul, nah seberapa jauh peran mereka itu untuk kadang-kadang membuat anak menjadi egois?
PG : Kakek dan nenek itu memang sering kali memanjakan cucu, jadi hal ini sepintas memang seolah-olah tidak berbahaya kalau memang bisa diimbangi oleh peranan orang tua yang baik. Tapi kalauperanan orang tua sedikit absen atau kurang kuat, sementara kakek dan nenek terlalu memanjakan si anak, ini bisa berdampak negatif.
Karena si anak akan bisa beranggapan memang dia itu seindah dan sehebat apa yang digambarkan si kakek kepadanya. Tapi kalau orang tua masih bisa berfungsi mengatakan engkau memang punya kelemahan di sini, bisa mendisiplin si anak, bisa membatasi keinginan si anak, meskipun kakek-nenek memanjakan si anak, dampaknya biasanya tidak sampai membahayakan atau tidak berdampak negatif pada si anak.
GS : Biasanya justru mereka itu memberikan perhatian yang berlebihan Pak Paul, jarang ada kakek-nenek yang kurang memberikan perhatian. Kalaupun kurang saya rasa tidak terlalu berdampak pada diri anak kecil itu.
PG : Tidak, sebab yang anak-anak akan sangat butuhkan adalah perhatian dari orang tuanya, bukan dari kakek atau neneknya.
GS : Juga peran baby-sitter dan sebagainya itu ada atau tidak Pak pengaruhnya?
PG : Anak-anak yang dibesarkan oleh baby-sitter dari kecil akan kehilangan kesempatan untuk pertama-tama menerima kasih sayang langsung dari orang tua, nah itu suatu kerugian besar bagi si aak.
Kedua dia kehilangan kesempatan melihat orang tua bereaksi atai bersikap atau hidup, sedangkan anak-anak perlu melihat orang tua bereaksi dalam hidupnya, sehingga dia bisa mulai mencontoh orang tuanya. Nah otomatis dia akan kehilangan waktu-waktu tersebut dan kehilangan model-model itu dan otomatis yang ketiga kehilangan kesempatan untuk berinteraksi atau bergaul dengan orang tuanya. Karena orang tua itu tidak ada waktu lagi di rumah, malam pulang sudah letih dan semua ditugaskan kepada pengasuh atau suster sehingga si anak memang kehilangan kesempatan untuk bergaul dengan orang tua. Dan itu sebetulnya salah satu hal yang mutlak diperlukan oleh seorang anak.
GS : Memang kecenderungan menjadi orang egois itu semakin besar kalau tidak siap Pak Paul ya? Karena masyarakat kita banyak yang individualistis, yang lebih mementingkan dirinya sendiri, Bukankah cenderung ke sana Pak Paul?
PG : Betul, jadi anak-anak yang egois ini Pak Gunawan akhirnya hanya melihat hidup dari kacamatanya, itu masalah utamanya.
IR : Nah itu kalau terjun di dalam pelayanan juga sulit ya Pak Paul untuk bekerjasama dengan teman sepelayanannya?
PG : Tepat sekali Bu Ida, karena dia tidak akan bisa memahami perasaan atau kacamata orang lain. Dia akan selalu menganggap dirinya benar, dan sewaktu terjadi ketidakcocokan pandangan denganorang lain dia akan cepat-cepat melabelkan bahwa orang lain tidak mengerti dirinya, orang lain tidak memahami dirinya.
Dan gagal melihat orang lain kenapa orang lain berpikir seperti itu tentang dirinya, dan semua dilihat dari dirinya saja. Jadi memang sering kali akhirnya bermasalah dalam hubungan dengan orang-orang lain, kalau dia menjadi atasan ya sama, akan menerapkan sistem hidup yang sama yaitu pandangannya betul dan orang lainlah yang salah. Orang lainlah yang tidak bisa mengerti pikiran dia.
IR : Nah kalau dia akan menjadi seorang pendidik Pak Paul, bagaimana mendidik anak-anak didiknya?
PG : Nah itu masalah, karena setelah dia nanti besar menjadi orang tua, menjadi seorang ayah atau ibu kecenderungannya adalah dia menjadi otoriter. Dia akan menuntut anak-anak untuk memahamidirinya sedangkan kesediaan dia memahami anak tipis sekali, apalagi hubungan dengan pasangannya dia juga akan mengalami kesulitan melihat pandangan pasangannya itu, dia menuntut pasangannya untuk mengikuti kehendaknya.
Jadi sekali lagi anak-anak yang egois kalau sudah dewasa dan menikah atau menjadi seorang pekerja cenderung sangat otoriter.
GS : Jadi begitu besar peran orang tua di dalam pendidikan anak ini Pak Paul, dan apa yang Tuhan mau katakan kepada kita khususnya orang tua yang masih mempunyai anak-anak yang kecil supaya kita bisa memberikan pendidikan yang pas.
PG : Saya akan bacakan dari 1 Timotius 3:12, "Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik." Saya akan menggarisbawahi kalimat menurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.
Nah Tuhan meminta orang tua mengurus anak-anak dengan baik karena memang itulah tanggung jawab yang Tuhan embankan kepadanya. Nah mengurus berarti sekaligus bukan saja mengelola supaya rumah tangganya itu berjalan dengan damai, tenteram, menerapkan disiplin yang seharusnya tapi juga menyediakan kebutuhan emosional si anak. Nah orang tua yang kurang memberi perhatian kepada anak menjadi orang tua yang tidak bertanggung jawab dalam mengurus kebutuhan anak-anaknya. Dan akhirnya bisa jadi anak ini bertumbuh besar menjadi anak yang egois, yang haus sekali akan perhatian sehingga menjadi sangat egois dalam pendapatnya atau keinginannya.
GS : Jadi memang firman Tuhan itu tepat sekali untuk kita semua, khususnya yang dipercayai oleh Tuhan untuk mendidik anak-anak yang masih kecil supaya mereka berguna di masa yang akan datang dan tidak menjadi orang-orang yang egois.
Demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan sebuah perbincangan lanjutan tentang menangani anak yang egois, bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 52 B
- Apakah yang dimaksud perhatian yang kurang dari orang tua…?
- Apa yang dibutuhkan si anak agar tidak egois….?