Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Anak dan Kemajuan Teknologi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, kita melihat sekarang kita hidup di era kemajuan teknologi yang sangat luar biasa. Bagi kita yang lebih dewasa ini, lebih mudah untuk mengantisipasinya tetapi bagaimana dampak kemajuan teknologi ini terhadap anak-anak yang dulu Pak Paul katakan tidak ada pagarnya.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Kita ini memang harus mencermati dampak kemajuan teknologi pada perkembangan hidup anak dan kita harus menyadari bahwa segala sesuatu itu bisa berdampak positif tau pun berdampak negatif, itu sebabnya kita perlu mencermati hal-hal apa saja yang menjadi dampaknya.
Kita tahu sekarang begitu berlimpah ruahnya misalkan permainan video, sekarang sudah menggunakan 3 dimensi. Dan kemudian teknologi informasi itu benar-benar telah membuka keran komunikasi antara anak-anak seperti "chatting", SMS, belum lagi masuk ke internet dan kemudian misalnya membuat "FaceBook", atau bisa melihat di "YouTube" atau membuka blog-blog tertentu dan ini semua memang adalah hal-hal yang baru. Dan anak-anak sekarang ini disebut anak-anak generasi M. Kenapa disebut generasi M, karena di Amerika disebut "multi-tasking" artinya mampu mengerjakan banyak hal sekaligus. Saya memperhatikan anak saya kalau sedang belajar, bukunya di depan tangan sedang menulis tapi kadang-kadang menaruh bolpoint dan langsung "chatting", kadang-kadang membalas email, kita tahu "chatting" dengan email itu berbeda. Dan kadang-kadang masuk ke "FaceBook" dan dia melihat "FaceBook" temannya, kadang-kadang dia masuk lagi ke "YouTube" nonton acara-acara tertentu. Itu semua dilakukan dalam jam yang sama, detik yang sama dan memang fokusnya pada belajar. Itulah generasi anak-anak sekarang ini, kalau kita sekarang disuruh seperti itu, maka mungkin sekali kepala kita akan pening, tapi anak-anak memang terbiasa. Kita sekarang ini akan berbicara kira-kira apa dampak-dampaknya.
GS : Dan memang sejak dini, anak itu rupanya dibuat untuk tidak gagap dengan teknologi. Artinya sangat 'familiar' dengan kemajuan teknologi seperti itu, Pak Paul ?
PG : Dan kita ini sudah tertinggal jauh dengan hal-hal yang mereka miliki itu dan kita sekarang ini memang benar-benar buta teknologi, tapi mereka cepat sekali untuk belajarnya.
GS : Mungkin juga keingintahuan yang besar dari anak ini terjawab dengan adanya kemajuan teknologi seperti itu, Pak Paul.
PG : Saya kira benar, Pak Gunawan, dan sekarang banyak hal yang cepat untuk mereka ketahui lewat teknologi informasi yang sudah begitu canggih.
GS : Tapi seperti tadi yang telah Pak Paul janjikan. Kita akan membahas dampak positif dan dampak negatifnya. Dan sekarang lebih baik kita berbicara dampak positifnya lebih dulu.
PG : Baik. Yang pertama adalah kemajuan teknologi tidak bisa tidak akan membuat anak jauh lebih fasih dengan teknologi, terutama teknologi informasi dan ini adalah dampak baiknya karena kemajua seperti ini membawa banyak kemudahan seperti kemudahan mendapatkan informasi, kemudahan memperoleh kontak.
Belum lagi keterampilan-keterampilan seperti ini dibutuhkan dalam pekerjaannya sebab sekarang ini semua pekerjaan hampir dapat dipastikan akan memakai teknologi informasi dan komunikasi. Jadi benar-benar mereka itu nantinya disiapkan untuk masuk ke dunia kerja mereka.
GS : Dan itu berarti anak ditantang untuk mau berusaha lagi menguasai teknologi yang perkembangannya sangat cepat itu tadi, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, dan kata cepat memang kata yang tepat sebab apa yang sekarang menjadi modern dan baru, tahun depan sudah menjadi kuno bagi mereka. Dengan mereka mengikutinya jadi mereka tida ketinggalan.
GS : Untuk itu mereka kadang-kadang tidak segan-segan untuk mempelajari bahasa asing, khususnya bahasa Inggris untuk memahami teknologi itu sendiri, Pak Paul ?
PG : Betul. Dan kalau berbicara tentang bahasa Inggris, sekarang pun sudah ada begitu banyak program 'online' agar kita bisa belajar bahasa dengan lebih cepat. Jadi memang sekali lagi kemajuan ni membawa mereka sangat fasih dan memudahkan mereka mendapatkan pengetahuan dan informasi.
GS : Bagaimana dengan pergaulan, Pak Paul ? Pergaulan anak-anak sampai remaja ini.
PG : Pada zaman kita, pergaulan itu dibatasi oleh lingkup atau geografi tapi sekarang tidak lagi. Jadi ada anak-anak yang mempunyai teman di belahan dunia berbeda atau di pulau berbeda dan di dlam satu kolam, mereka itu berkumpul, bisa bercakap-cakap melalui "FaceBook", mereka bisa berbagi, menjadi anggota atau menjadi anggota dari "mailing list" dan itu semua disatukan.
Sehingga yang tadinya jauh, sekarang menjadi dekat. Jadi ini adalah salah satu dampak positifnya juga.
GS : Bahkan kadang-kadang ada di antara mereka sampai berpacaran dan akhirnya menikah hanya lewat dunia maya seperti ini.
PG : Dan memang ada, yang saya kenal seperti itu. Pacarannya lewat email, berkenalan, kirim foto, kemudian berjumpa beberapa kali lalu menikah dan mudah-mudahan memang mereka siap menikah dan iu memang benar-benar terjadi.
GS : Bagaimana dengan dampak positif yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah dampak kemajuan teknologi telah menciptakan beragam permainan kreatif dan menantang. Banyak anak yang termasuk kategori ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) diuntngkan oleh permainan ini oleh karena tingkat kreatifitas dan tantangan yang tinggi.
Jadi orang tua yang dibuat letih oleh anak-anak super aktif ini dan sukar konsentrasi, dia mendapatkan kelegaan, istirahat, karena si anak bisa duduk main video games yang memang menantang dan kreatif itu sehingga akhirnya dia bisa duduk juga, duduk tenang dan berkonsentrasi. Jadi sekali lagi saya tidak anti dengan permainan video games yang dapat juga bermanfaat digunakan secara tepat untuk anak-anak yang memang memerlukan daya konsentrasi tinggi.
GS : Jadi dengan bimbingan seorang konselor yang handal, kemajuan teknologi ini bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang bermasalah seperti itu.
PG : Betul. Saya seringkali memberikan saran kepada orang tua, biarkan untuk anak-anak yang super aktif ini untuk duduk dan main video games, tapi yang penting waktunya harus dibatasi dan biarkn mereka bermain karena itulah yang dapat membuat mereka duduk tenang untuk belajar berkonsentrasi, dari pada dia sama sekali tidak ada alat bantu untuk menolongnya duduk diam maka lebih baik gunakan itu, kalau tidak maka dia akan lari ke sana-ke sini dan mungkin akan banyak menimbulkan dampak kerugian.
Dengan adanya video games atau permainan seperti ini maka mereka bisa duduk tenang dan belajar untuk berkonsentrasi pula.
GS : Dan itu meningkatkan kreatifitas mereka Pak Paul, dalam menggambar atau melakukan yang baik dan sebenarnya banyak.
PG : Betul sekali. Karena memang kebanyakan games ini diciptakan oleh orang-orang yang mempunyai daya kreatifitas yang tinggi. Jadi anak-anak yang bermain itu, lama-kelamaan akan belajar mencipakan seperti video games.
GS : Bahkan sampai robot-robot yang sederhana banyak diciptakan oleh anak-anak yang masih relatif muda.
PG : Betul sekali dan memang sekali lagi menuntut kreatifitas yang tinggi pula.
GS : Namun kita tidak menutup mata bahwa disamping ada dampak-dampak positif seperti itu, tentu ada dampak-dampak negatifnya, Pak Paul ? Itu apa saja, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa, Pak Gunawan dan yang pertama adalah kemajuan teknologi berpotensi membuat anak cepat puas dengan pengetahuan yang diperolehnya sehingga menganggap apa yang dibacanya di interet adalah pengetahuan yang terlengkap dan final.
Ini adalah dampak negatif sebab pada faktanya ada banyak hal yang mesti digali lewat pembelajaran tradisional dan internet tidak bisa menggantikan kedalaman. Maka kalau tidak dicermati, akan ada kecenderungan bagi generasi mendatang untuk menjadi generasi yang cepat puas dan cenderung berpikir dangkal. Saya mau tekankan hal ini yaitu membaca 300 halaman buku yang ditulis secara cermat lewat proses pemikiran yang panjang, tidak sama dengan membaca beberapa lembar halaman berisikan kesimpulan di layar komputer. Jadi ada anak-anak yang cenderung beranggapan, "Saya sudah tahu, saya sudah baca", di mana membacanya ? "Di internet". Kita tahu informasi yang ditayangkan di internet seringkali lebih bersifat ringkasan-ringkasan, bukan merupakan sebuah penulisan yang mendalam. Dan ini kita mesti cermati, sebagai orang tua ada baiknya kita harus mendorong si anak untuk membaca buku-buku bermutu, disamping memanfaatkan informasi dari internet. Misalkan juga secara berkala kita mengajak anak berdiskusi sebab proses pengambilan keputusan yang efektif tercapai lewat dialog dua arah. Karena lewat dialog, anak dilatih untuk mendengarkan masukan atau pendapat lain sekaligus memberikan respons yang tinggi, dari pada dia duduk pasif, membaca, menyimpulkan, maka ajak dia bicara, diskusi sehingga dia belajar menarik kesimpulan berdasarkan sebuah dialog. Dialog itu memaksa anak untuk melihat dari kaca mata orang lain, kalau dari internet atau yang dia baca yaitu searah, dengan adanya dialog dia belajar untuk melihat dari kaca mata orang, belajar membela pendapatnya juga, belajar menghargai pendapat orang lain juga dan itu saya kira tidak bisa digantikan oleh kemajuan teknologi.
GS : Ada dampak negatif yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah oleh karena kemajuan teknologi itu membawa banyak kemudahan maka generasi mendatang berpotensi menjadi generasi yang tidak tahan dengan kesulitan. Dengan kata lain, asumsiyang tersirat dalam diri anak adalah bahwa hidup ini seharusnya mudah.
Singkat kata akhirnya anak berpacu untuk menyederhanakan masalah dan berupaya menghindari kesukaran. Sudah tentu sebagai orang tua kita tidak perlu melarang anak untuk menikmati kemudahan-kemudahan ini, tugas orang tua di sini adalah mendampingi anak, tatkala anak menghadapi kesulitan. Jadi amatilah kecenderungannya untuk mencari jalan pintas dan ajaklah dia untuk memikirkan alternatif penyelesaian. Jadi jangan sampai anak kita itu akhirnya terkotak di dalam suatu pola hidup yang terlalu mudah menyerah pada kesukaran dan selalu mau mencari jalan pintas. Dan ini sebetulnya secara tidak langsung disebabkan oleh kemajuan teknologi yang terlalu banyak membawa kemudahan.
GS : Memang prinsipnya kebanyakan mengatakan, "Kalau bisa dikerjakan dengan mudah, kenapa kita harus mencari yang sukar ?" seperti itu, Pak Paul.
PG : Memang kalau kita bisa mendapatkan jalan keluar yang lebih mudah, itu baik dan silakan. Tapi masalahnya adalah karena kita itu tidak lagi mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap kesukara maka kecenderungan kita akhirnya tidak mau menghadapi masalah atau bukan saja kita lari dari masalah namun ada kecenderungan menyederhanakan masalah yang seharusnya rumit.
Sehingga karena kita tidak lagi mau melihat masalah secara utuh, kita hanya memotong sana-sini akhirnya tidak lagi bisa membereskan masalahnya dengan tepat. Dan saya kira anak-anak juga harus diamati di dalam hal seperti ini, waktu dia menghadapi kesulitan, kecenderungannya untuk lari dan sebagainya itu mesti kita perhatikan, kita ajak dia bicara, kita ajak dia untuk memikirkan, memertimbangkan apa jalan keluarnya, apa alternatifnya sehingga dia belajar untuk diam, untuk bisa menghadapi. Sudah tentu kita jangan bereaksi marah "Kamu ini cepat menyela", langsung memarahi dia, itu tidak efektif tapi dampingi dia dan ajaklah dia untuk melihat alternatif penyelesaiannya.
GS : Menjadi sifat anak untuk cepat lari dari kenyataan yang tidak enak seperti itu. Jadi memang dia atau mereka lebih berusaha untuk menyelesaikan masalah itu cepat-cepat atau lari dari kenyataan itu.
PG : Dan saya takut sekali, Pak Gunawan, di dalam generasi mendatang ini kecenderungan itu akan memburuk. Sebetulnya kita harus akui, ada di antara generasi kita ini yang misalnya usianya paro aya dengan generasi orang tua kita yang sudah tujuh puluh atau delapan puluhan, sebetulnya itu sudah ada gap.
Generasi orang tua kita saya kira adalah generasi yang lebih sabar, lebih tahan menderita karena zaman-zaman itu kemudahan-kemudahan teknologi belum ada dan hidup itu jauh lebih sulit, jadinya orang lebih terbiasa dengan kesulitan namun karena kita hidup dalam generasi yang sudah lebih baik atau lebih banyak kebaikan dan kemudahan maka kita itu sebetulnya tidak terlalu kuat lagi menghadapi kesukaran-kesukaran dan derita, dan saya takut nanti generasi di bawah kita akan lebih buruk lagi karena kemudahan-kemudahan itu makin melimpah ruah sehingga mereka semakin tidak tahan dengan yang namanya susah, sukar, atau menderita, mereka semakin tidak tahan. Jadi akhirnya terburu-buru dan sebagai contoh adalah salah satu hal yang makin hari makin menjamur adalah perceraian. Perceraian adalah bukti bahwa bukan saja kita itu keliru memilih pasangan hidup karena terlalu tergesa-gesa, tidak melihat semua secara utuh. Tapi salah satu penyebab utamanya adalah kesulitan kita untuk duduk diam dengan penderitaan itu dan kita ingin segera lari, akhirnya mengambil jalan pintas yaitu cerai saja.
GS : Tapi masalah juga berkembang begitu rupa sehingga masalah-masalah saat ini jauh lebih kompleks dari pada generasi orang tua kita atau bahkan kita.
PG : Itu betul. Memang sekarang masalah lebih beragam tapi kalau kita bicarakan tentang kadar intensitas atau derajat keparahannya, saya kira sama. Setiap zaman mempunyai masalah-masalah terseniri yang tidak kalah beratnya.
Misalnya waktu orang tua kita masih muda hidup di dalam kondisi yang sangat minim karena masih dalam penjajahan dan sebagainya, sudah tentu itu adalah suatu tekanan ekonomi yang berat untuk mereka yaitu hidup di dalam keterbatasan tapi mereka menerima dan belajar untuk menghadapinya. Dan saya kira generasi-generasi mendatang lebih tipis lagi kemampuan untuk bertahan di dalam derita itu.
GS : Mungkin ada dampak negatif yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah kemajuan teknologi mempercepat segalanya dan tanpa disadari anak-anak pun dikondisikan untuk tidak tahan dengan kelambanan dan keajegan. Misalkan dengan internet, dulu untk kita bisa masuk ke internet memakai saluran telepon, dan kita menunggu lama barulah bisa masuk tapi sekarang tidak perlu lagi karena bisa menggunakan 'wireless' dan makin hari makin cepat.
Jadi sekarang begitu kita membuka, kita bisa langsung masuk. Sekarang misalnya program-program sudah begitu cepat sekali sehingga sekarang masuk, kemudian berpindah, itu sudah begitu cepat melalui internet sedangkan dulu lebih lambat. Maka untuk kita yang terbiasa dengan cepat, waktu menghadapi kelambanan, susah untuk menerimanya artinya kalau kita tidak hati-hati, generasi mendatang ini akan menjadi generasi yang susah sabar Pak Gunawan, susah sekali menoleransi kelambanan dan ada satu lagi yang sama pentingnya adalah susah menerima keajegan yang sama, karena maunya yang bervariasi. Makanya anak-anak kalau tidak hati-hati sangat mudah jemu, sedikit-sedikit merasa bosan, kalau diajak orang tua alasannya adalah bosan. Kalau kita bandingkan dengan dulu, bukankah kita jarang mengatakan bosan karena memang kurang hiburan, pilihannya terbatas. Jadi kalau diajak ke luar walau hanya satu minggu sekali atau dua minggu sekali, rasanya sudah senang sekali. Tapi anak-anak sekarang kalau diajak pergi ke suatu tempat dan diminta ke sana lagi mereka sudah bosan. Jadi derajat kemampuannya untuk menoleransi yang sama itu makin hari, makin menipis. Kita mesti mengajar anak untuk belajar sabar dan juga belajar untuk menerima keajegan. Makanya sebagai hamba Tuhan saya juga semakin menyadari bahwa untuk jemaat muda agar mereka duduk diam mendengarkan khotbah, makin hari makin susah karena ini bukan lagi sebuah dialog tapi sebuah monolog, satu orang berbicara dan dia harus mendengarkan sampai empat puluh menit dan ini bukanlah sebuah hal yang mudah lagi buat generasi muda ini.
GS : Kita sebagai orang tua ini akan mengajar anak untuk tetap ajeg, untuk tetap tenang mendengarkan itu atau kita yang merubah pola kita menyampaikan, ini yang mana yang harus kita lakukan ?
PG : Saya kira perlu ada dua-duanya, Pak Gunawan, karena kita mau menjangkau generasi muda yang sudah mempunyai kemajuan teknologi, tidak ada salahnya kita memanfaatkan dua-duanya. Karena kita au menjangkau generasi muda yang sudah mempunyai kemampuan teknologi, tidak ada salahnya kita juga memanfaatkan kemajuan teknologi.
Karena di luar konteks gereja, itulah yang mereka hadapi, semua serba bervariasi, semua serba cepat tidak ada yang sama, semua cepat sekali berubahnya. Maka dalam presentasi-presentasi misalkan di perguruan tinggi, di sekolah, atau pun di gereja tidak disangka kita harus memanfaatkan kemajuan teknologi itu pula. Tapi disamping itu kita tetap harus mendampingi anak untuk menumbuhkembangkan kesabaran, untuk mengajarkan anak menerima bahwa tidak semua orang secepat yang dia inginkan, tidak semua orang bisa menciptakan sesuatu yang sangat menarik, kalau tidak anak-anak itu akan cepat sekali menyalahkan lingkungan dengan alasan membosankan, orang ini selalu sama, menjemukan. Jadi cepat sekali menyalahkan orang, tidak mempunyai lagi kemampuan untuk menoleransi bahwa orang itu berbeda darinya bahwa mungkin sekali memang orang ini tidak mampu untuk melakukan yang dia inginkan. Jadi lama-lama derajat toleransi makin menipis, ini yang kita harus pupuk terus pada anak-anak kita, harus belajar menerima dengan mengajaknya berbicara untuk memberikan kepada dia pandangan-pandangan yang berbeda dan ini nanti yang berguna bagi dia.
GS : Apakah masih ada dampak teknologi yang negatif terhadap anak, Pak Paul ?
PG : Ada satu lagi Pak Gunawan, yaitu kemajuan teknologi berpotensi pula mendorong anak untuk menjalin relasi secara dangkal karena waktu untuk bercengkerama secara langsung sekarang berkurang,sebab waktu tersita untuk menikmati semua kemajuan-kemajuan teknologi ini dalam kesendirian, dia duduk di depan komputer, telinganya dipakaikan "headset" mendengarkan iPod misalnya, kemudian tangannya cetak-cetik SMS di handphone kemudian balik lagi pada email, "chatting" dan semuanya dilakukan sendiri.
Jadi ini tidak bisa menggantikan relasi sebab permainan bersifat individual. Jadi makin hari, anak-anak itu tidak mempunyai jalinan relasi, nanti waktu mereka bekerja, waktu mereka menikah, ini bisa menjadi masalah karena kemampuan mereka berelasi tidak dipupuk dengan maksimal sebab banyak anak sekarang, daripada pergi bercengkerama dengan teman-teman lebih baik di kamar, cetak-cetik sendirian di kamar bisa berjam-jam. Sedangkan nanti bukankah dia harus berkecimpung dalam masyarakat, bergaul dengan orang lain, nantinya dia harus berkeluarga dan semua itu harus menuntut kemampuan berelasi. Semua ini yang akan menjadi duri dalam hidup mereka.
GS : Berarti itu akan memupuk anak untuk menjadi egois ?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan, karena mereka susah sekali menoleransi perbedaan, kenapa orang tidak mau cepat mengerti pemikirannya, jadi lebih baik tidak perlu, pokoknya semua kembali kepada irinya sendiri.
Sedangkan untuk membuat pergaulan itu akrab, dia harus selalu belajar menempatkan diri di posisi orang lain, melihat posisi orang lain, mendengarkan orang lain dan inilah yang makin hari makin berkurang. Maka sebagai orang tua kita harus jeli melihat ini dan juga harus membatasi jam mainnya. Selain dari main itu, kita ajak dia keluar, ajak dia pergi dengan teman-temannya, sebab ini tidak boleh digantikan karena sangat penting untuk perkembangan jiwanya.
GS : Mungkin itu sebabnya makin banyak anak yang asosial, Pak Paul, yang sulit untuk bersosialisasi.
PG : Pengamatan Pak Gunawan tepat. Makin hari akan banyak anak yang tidak begitu bisa bergaul dan maunya hanya menyendiri dan anak yang seperti itu susah sekali untuk diajak bekerjasama atau bedialog, susah sekali mengalah, kehendaknya harus terjadi.
Makin hari makin banyak yang egois seperti itu.
GS : Dan itu akan membentuk suatu komunitas, yang masing-masing egois dan buat dia sebenarnya tidak masalah karena dia juga acuh dengan saya.
PG : Betul sekali dan inilah bahayanya, Pak Gunawan. Sebab mereka sekarang sudah menemukan kolam pergaulan, di mana anak-anak yang hidup di dalam pergaulan itu serupa dengan mereka sehingga merka tidak perlu lagi di luar kolam ini karena mereka sudah merasa di sini sudah ada teman.
Tapi resikonya adalah relasi mereka adalah relasi yang dangkal dan ini hanyalah untuk sementara. Bukankah pada akhirnya mereka harus bekerja, harus bersama orang, apalagi kalau menjadi pimpinan, harus mengatur manusia lain, belum lagi menjadi seorang suami atau istri, menjadi seorang ayah atau ibu, semua menuntut kemampuan untuk berelasi. Jadi tetap kita harus mendorong anak untuk keluar dari sangkar.
GS : Karena pada kenyataannya tidak semua anak mempunyai kesempatan menggunakan teknologi maju seperti sekarang ini sehingga timbul suatu gap antara mereka yang menggunakan teknologi dan mereka yang tidak mampu menggunakan teknologi itu.
PG : Tepat sekali Pak Gunawan, dan ada kecenderungan, yang sudah begitu canggih dengan teknologi akan susah sekali sabar dengan yang lain-lain dan dia akhirnya makin terkucilkan dari pergaulan.
GS : Jadi tanggung jawab kita sebagai orang tua cukup berat, kita sendiri tidak terlalu menguasai teknologi, menghadapi anak yang lebih memahami teknologi. Tapi kita mau mempersiapkan mereka menghadapi suatu kehidupan yang lebih baik, Pak Paul.
PG : Jadi memang kita harus mengatakan bahwa ini semua banyak baiknya, banyak manfaatnya tapi kita juga harus mengajarkan kepada anak-anak akan beberapa dampak negatifnya ini. Supaya mereka menadari bahwa ada beberapa yang harus mereka perhatikan dan jangan hanya tenggelam di dalam teknologi-teknologi ini.
GS : Tapi mereka ini sedang dipersiapkan untuk masa depan dimana teknologi ini memang banyak digunakan di dalam kehidupan mereka, Pak Paul.
PG : Betul. Dan sekali lagi kita tekankan kepada anak-anak bahwa teknologi komunikasi tidak bisa menggantikan komunikasi itu sendiri, bahwa komunikasi itu tetap harus dilakukan muka dengan muka relasi itu hanya bisa bertumbuh di dalam kenyataan bukan di dalam dunia maya.
Jadi inilah hal-hal yang harus kita tekankan kepada anak-anak, bagaimana kamu harus belajar bersabar, menoleransi perbedaan, mengerti orang yang tidak sama dengan kamu. Ini adalah hal-hal yang mesti kita tekankan agar jangan sampai anak-anak itu nantinya terlalu egois.
GS : Yang terpenting kita harus kembalikan ke dalam Firman Tuhan karena yang dikhawatirkan adalah mereka mempertuhankan teknologi itu. Dalam hal ini apakah ada Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Yesaya 30:15 berkata, "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Yang terpenting adalah kita mengajar anak bahwa semuakemajuan teknologi tidak boleh menggantikan Tuhan dalam hidupnya.
Pada akhirnya semua ini tidak akan dapat menyelamatkannya dari dosa , hanya Tuhan dan kasih karuniaNya yang menyelamatkan kita dari dosa. Problem teknologi dapat dipecahkan lewat teknologi, namun masalah relasi dan hati manusia tidak akan bisa diselesaikan lewat teknologi.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Anak dan Kemajuan Teknologi." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.