Sudahkah Lupa dengan Janji Baptis Anak Anda?
Di dalam tahun-tahun terakhir ini nampaknya semakin jarang orang tua yang melaksanakan perintah Tuhan yang tercatat dalam Ulangan 6:6-9 dan Amsal 22:6 juga Mazmur 78:3-8. Gereja perlu mengingat kembali perannya dengan mengajar dan mengingatkan hal ini berulang-ulang kepada jemaat seperti perintah Tuhan yang tercatat dalam Ulangan 6:6-9, agar orang tua mendidik anak mereka berulang-ulang.
E.G. Hominghausen dan I.H. Enklaar dalam bukunya "Pendidikan Agama Kristen" mengutarakan sebagai berikut:
Jangan hendaknya kita memberikan baptisan selama orang tua belum mengerti akan hakikat dan tuntutannya. Betapa sering baptisan kanak-kanak merosot menjadi suatu kebiasaan saja dan kosong belaka, atau berubah sifatnya menjadi suatu upacara gaib untuk mengenyahkan setan-setan dan melindungi jasmani dan rohani anak-anak dari segala pengaruh jahat iblis, atau hanya diminta supaya anak itu jangan masuk neraka, seandainya ia nanti sakit dan mati.
Hendaknya orang tua itu menerima baptisan kudus itu sebagai suatu bagian dari berita Injil, yang menyampaikan dan menyungguhkan rakhmat Allah dalam Yesus Kristus dalam Yesus Kristus kepada anak mereka yang lemah dan berdosa itu. Oleh sebab itu baptisan harus diindahkan dan digunakan menurut titah Tuhan Gereja, supaya anugerah Tuhan menjadi nyata dan dipermuliakan oleh karenanya.
Di samping itu, baptisan Kristen meletakkan tanggungjawab dan tugas yang penting pada orang tua. Mereka harus menyahut beberapa soal yang dihadapkan kepada mereka, antara lain mengenai kewajiban mereka untuk mendidik anak-anaknya sendiri sebagai anak-anak Tuhan pula. Allah telah menepati janji-Nya terhadap orang tua dan anak itu; sekarang tibalah giliran orang tua untuk mewujudkan nazarnya kepada Tuhan.(1)
John MacArthur dalam bukunya yang berjudul "Kiat Sukses Mendidik Anak dalam Tuhan" mengutarakan sebagai berikut:
Gereja perlu kembali lagi pada tugas yang sesungguhnya: mencari dan menyelamatkan yang terhilang. Hanya jika banyak orang dalam masyarakat berpaling kepada Kristus maka hal tersebut akan membawa masyarakat itu sendiri mengalami perubahan yang luar biasa. Sementara itu, keluarga-keluarga Kristen mempunyai suatu kewajiban untuk menanam pohon tempat bernaung bagi generasi anak-anak di masa depan.(2)
Banyak keluarga yang melupakan janji baptis/penyerahan anak, dalam hal ini pun Gembala Sidang dan para rohaniwan ikut ambil bagian yang tidak mengingatkan kembali para orang tua untuk mematuhi perintah yang tertulis dalam Ulangan 6:6-9, Amsal 22:6 juga Mazmur 78:3-8. Seakan-akan para orang tua dari keluarga Kristen tersebut membaptiskan/menyerahkan anaknya hanya sekadar memenuhi tata gereja saja, sudah seharusnya Gembala Sidang yang mewakili gereja mengarahkan para orang tua dari keluarga Kristen yang akan membaptiskan/menyerahkan anaknya dengan memberikan katekisasi khusus bagi para orang tua dari keluarga Kristen tersebut dengan jangka pertemuan seminggu sekali dalam kurun waktu minimal 3 bulan, dengan menjelaskan asas perintah Tuhan yang tertulis dalam Ulangan 6:6-9, Amsal 22:6 juga Mazmur 78:3-8. Dengan demikian diharapkan mereka akan bisa menepati janji baptis/penyerahan anak di hadapan Tuhan, pendeta dan jemaat.
Mudhi Sabda H. Lesminingtyas menulis dalam buku "Menjadi Mitra Allah", yang diterbitkan GKI Kwitang, ketika memeringati HUT ke 75 sebagai berikut:
Saat orang tua membaptiskan anaknya, mereka berjanji untuk mengajarkan kepada anak tentang arti janji keselamatan dan selalu mendidik mereka menurut Firman Tuhan. Karena janji baptis merupakan janji orang tua kepada Allah, maka sudah seharusnya orang tua memegang teguh dan berusaha menepati janji tersebut. Sebagai pemenuhan atas janjinya, orang tua harus mendidik anak-anak dalam terang dan kasih Kristus hingga mereka tumbuh menjadi pribadi dewasa yang layak di hadapan Allah dan mengaku percaya atau sidi. Namun pada kenyataannya ada begitu banyak keluarga Kristen yang membaptiskan anaknya hanya untuk memenuhi tata gereja. Banyak di antara orang tua yang merasa sudah lega setelah menyerahkan anaknya kepada Tuhan melalui ritual sakramen baptisan. Mereka menyangka bahwa baptisan identik dengan keselamatan. Mereka lupa bahwa baptisan hanya merupakan meterai dan justru merupakan awal perjanjian orang tua dengan Tuhan.(3)
Janji baptis sepatutnya tidak sekadar diucapkan, namun harus ditepati dengan senantiasa bersedia mendidik anak yang dipercayakan Tuhan pada mereka dan memenuhi perintah Tuhan yang tertulis dalam Ulangan 6:6-9. Tugas dan tanggungjawab orang tua tidaklah mudah, selain harus mencari nafkah bagi keluarganya juga memperoleh mandat untuk mendidik anak yang dipercayakan Tuhan pada mereka. Satu hal yang perlu diyakini bahwa Tuhan akan memberikan hikmat untuk bisa mendidik anak yang Tuhan percayakan pada setiap kita yang dikaruniai anak.
Mudhi Sabda H. Lesminingtyas menulis dalam buku "Menjadi Mitra Allah", di bab yang sama dengan di atas mengungkapkan sebagai berikut :
Keluarga Kristen perlu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengajarkan kepada anak-anak melalui kata-kata, sikap dan teladan nyata untuk mengasihi Allah, mengasihi sesama dan juga mengasihi orang-orang yang memusuhi dan membenci kita. Setiap tutur kata dan tindakan orang tua juga harus mencerminkan iman, pengharapan dan kasih, sehingga anak-anak pun dengan mudah mengerti, mengamini, dan memancarkan ketiga hal tersebut.(4)
Anne Parapak menulis dalam buku "Menjadi Mitra Allah", yang diterbitkan GKI Kwitang, ketika memeringati HUT ke 75 sebagai berikut :
Setiap pasangan seharusnya menggumuli komitmen mereka untuk mengasihi dan mendidik anak, jauh sebelum mereka memiliki anak. Keputusan untuk memiliki anak harus merupakan pilihan yang didasarkan pada tanggung jawab mereka dalam pengembangan anak……. Aktualisasi diri orang tua dalam bekerja memang penting sebagai tanggung jawab di hadapan Tuhan. Namun demikian, motivasi orang tua untuk menyerahkan anak kepada pengasuh pengganti juga harus dianalisa…… Setiap keluarga harus menyadari bahwa pelayanan gerejawi bukanlah satu-satunya bentuk pelayanan kepada Tuhan…… Pelayanan gerejawi seperti rapat majelis dan kegiatan lainnya harus diatur sedemikian rupa sehingga setiap keluarga jemaat memiliki cukup waktu untuk menikmati kebersamaan.
Seringkali terjadi, salah satu pasangan yang seharusnya memiliki waktu kebersamaan dengan keluarga di hari Minggu atau di hari tertentu, sebagai majelis atau pengurus salah satu kategorial, harus mengikuti rapat bulanan hingga jauh malam. Alhasil waktu kebersamaan dan komunikasi dengan keluarga bahkan dengan anak yang masih kecil menjadi sangat kurang, bahkan tidak menutup kemungkinan anak-anak menjadi curiga atau tidak senang dengan kegiatan gerejawi karena dalam pandangan mereka orang tua mereka tidak mementingkan mereka lagi. Anak-anak merasa 'kalah bersaing' dengan kegiatan-kegiatan orang tua mereka. Yang disaksikan anak, orang tuanya terlalu sibuk kerja dan pelayanan, tanpa pernah menyediakan waktu buat anak-anaknya.
Bila gejala ini muncul di gereja, para rohaniwan sebagai mercu suar perlu mengingatkan para pasutri agar menyadari pelayanan utama mereka adalah mendidik anak, jangan sampai terjadi anak-anak kita malah hidup jauh dari Tuhan hanya karena hidup kita sebagai orang tua tidak memiliki teladan dan kesaksian yang baik.
Jika gereja bisa berperan sebagai mercu suar dan membekali orang tua yang akan membaptiskan anak mereka dalam semacam kelas katekisasi dengan konsisten dan mengingatkan mereka secara kontinu, niscaya di masa mendatang akan hadir kaum remaja dan pemuda yang teguh dan kokoh imannya, dan tak mungkin akan ada jemaat yang kualitasnya seperti Yudas Iskariot yang berani menjual Tuhannya demi sesuatu yang kurang berarti.
Sudahlah waktunya hal tersebut di atas menjadi pemikiran, pertimbangan dan dilaksanakan sedini mungkin. Rencana katekisasi yang dipelopori oleh Dept. Pembinaan dari sebuah gereja, agar bisa mengingatkan pasutri akan pentingnya mendidik anak sejak dini, jika pasutri dikaruniai anak 2 - 3 orang, maka mereka diwajibkan mengikuti katekisasi tersebut 2 - 3 kali sesuai jumlah anak. Pihak gereja pun perlu memertimbangkan dalam melibatkan orang tua muda dalam pelayanan di gereja. Amin.
Catatan: Naskah ini pernah dimuat di Buletin "Basic" edisi pertama 2009
1. E.G. Hominghausen dan I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta, PT.BPK GUNUNG MULIA, 2001), halaman 123 2.John MacArthur, Kiat Sukses Mendidik Anak dalam Tuhan (Jakarta, Immanuel, 2005), halaman 7-8 3. Mudhi Sabda H. Lesminingtyas, Menjadi Mitra Allah (Jakarta,GKI Kwitang, 2004), halaman 262 4. Ibid, halaman 271- Blog admin
- Log in dulu untuk mengirim komentar
- 12388 kali dibaca