Anak Bertanggung Jawab Siapa yang Punya?
Tanto dalam usianya yang ke delapan seharusnya sudah dapat melakukan banyak tugas sehari-hari. Nyatanya ia masih memerlukan banyak bantuan dari orang-orang di sekelilingnya. Untuk tugas yang ringan pun ia enggan mengerjakannya sendiri. Tanto bahkan tidak mau bergerak untuk sikat gigi, mandi, memakai sepatu, sebelum disuruh. Bahkan cukup sering ia minta bantuan pembantu di rumahnya untuk melakukan apa yang harus ia lakukan sendiri.
Menelusuri apa yang menjadi latar belakang Tanto, mungkin kita akan maklum dengan perilaku Tanto saat ini. Sejak kecil Tanto jarang mengerjakan sendiri apa yang seharusnya dapat ia lakukan. Ia dengan mudah memperoleh apapun yang diinginkannya dengan berteriak atau menangis. Sang Ibu segera akan datang melayani dan melakukan apa saja untuk menenangkan Tando. Ketika sang Ibu tidak sempat menghampiri Tanto, Ibu akan berteriak meminta bantuan pembantu. Dengan begitu segala usaha Tanto untuk mandiri terpasung oleh pertolingan berlebihan dari orang dewasa di sekitarnya. Tanpa disengaja, Tanto kehilangan rasa percaya diri bahwa ia cukup mampu melakukan berbagai hal secara mandiri.
Senada dengan apa yang dilakukan sang Ibu, Ayah pun memberi pertolongan ketika anaknya menghadapi masalah di sekolah. Ketika Tanto bertengkar dengan temannya di sekolah, sang Ayah segera mencari lawan anaknya itu dan memarahinya. Pokoknya Tanto dilindungi sedemikian rupa agar ia tidak perlu mengalami benturan dalam hidup.
Sifat Anak yang Bertanggung Jawab
Tentu kita menginginkan anak kita tumbuh menjadi individu yang dapat mengelola dan mengatur sendiri hidupnya. Kita semua berharap agar suatu ketika dapat melepaskan anak kita menjadi orang yang mampu menentukan jalan hidupnya sendiri.
Untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada anak, orangtua perlu lebih dulu memperhatikan unsur tanggung jawab yang penting. Dengan berbekal pemahaman akan faktor-faktor yang terkait dengan rasa tanggung jawab ini, orangtua dapat mendidik anak secara lebih terarah.
Pertama, anak yang memiliki rasa tanggung jawab adalah anak yang memahami tugas dan kewajibannya. Untuk setiap usia ada tugas yang perlu dilaksanakan. Karena itu, kita biasanya memandang ganjil anak usia 10 tahun yang belum mampu memakai kaus kaki dan mengikat tali sepatunya sendiri, misalnya. Kebanyakan anak yang tidak pernah diajar dan diberitahu akan tugasnya tidak pernah belajar bagaimana melakukan tugasnya secara bertanggung jawab.
Kedua, rasa tanggung jawab mendorong anak melakukan kewajibannya tanpa terlalu banyak diperintah atau diawasi. Tentu akan sangat melelahkan bila kita mempunyai dua anak atau lebih dan mereka perlu terus-menerus diterintah untuk melakukan tugas-tugasnya. Sebaliknya, anak yang bertanggung jawab mempunyai inisiatif untuk melaksanakan kewajibannya tanpa diminta sekalipun.
Ketiga, anak bertanggung jawab bila ia melakukan kewajibannya sekalipun itu bukan tugas yang menyenangkan baginya. Bagaimanapun menyenangkannya suatu pekerjaan, tentu ada sisi-sisi yang kurang menyenangkan. Rasa tanggung jawab membuat anak tetap menyelesaiikan pekerjaannya dan tidak cepat beralih ke hal lain yang lebih menarik perhatiannya.
Keempat, anak yang bertanggung jawab memiliki kontrol diri yang kuat sehingga ia mampu mendahulukan penyelesaian tugasnya meskipun ia memiliki kesempatan untuk bersenang-senang. Ada semacam rasa tidak enak yang mendorongnya untuk terus bertahan dalam pekerjaannya, sehingga ia mampu mengabaikan hal lain. Namun rasa bersalah ini tidak membebani sedemikian rupa sehingga anak tidak lagi fleksibel dalam menghadapi hidupnya sehari-hari. Selain itu, perasaan sang anak yang bertanggung jawab juga dapat dikendalikan membuatnya tidak cepat frustasi atau tidak berdaya ketika menghadapi kesulitan.
Kelima, anak yang bertanggung jawab akan menghadapi akibat buruk yang harus diterimanya ketika ia tidak mampu menuntaskan tugasnya atau melakukan perbuatan tertentu yang mempunyai resiko tidak enak. Tentu menjengkelkan bila anak menyangkal telah melakukan perbuatan tertentu yang dilarang, sekalipun secara nyata kita menyaksikannya melakukan hal tersebut. Sebaliknya kita bangga terhadap anak kta yang berani mengaku salah dan bersedia menerima konsekuensi perbuatannya.
Bagaimana Melatih Anak?
Orangtua yang telah mengenali target perilaku yang diharapkan dari anaknya dapat mulai melatih anaknya agar lebih memiliki rasa tanggung jawab. Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan orangtua berkaitan dengan hal tersebut:
Orangtua perlu memberi teladan mengenai tanggung jawab dengan melakukan kewajibannya secara konsekuen.
Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Pepatah ini juga berlaku dalam hal tanggung jawab. Bila orangtua sigap melakukan berbagai tugasnya, setia terhadap pasangannya, dan rajin dalam mendidik anak-anaknya, anak-anak pun akan meneladani kerajinan orangtuanya ini. Orangtua yang setia terhadap pasangannya memberi teladan mengenai rasa tanggung jawab terhadap keluarga. Begitu pula sikap orangtua yang tidak saling menyalahkan bila ada masalah memperlihatkan pada anak sikap tidak mudah menimpakan kesalahan pada orang lain.Orangtua perlu mengajarkan dan melatih anak melakukan tugas sehari-hari sesuai dengan tingkat usia mereka.
Rasa tanggung jawab umumnya tidaklah muncul sekonyong-konyong. Anak perlu dilatih melakukan tugas sehari-hari mereka, mulai dari yang paling sederhana, dan secara bertahap pada tugas-tugas yang lebih kompleks. Yesus mengatakan, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar" (Lukas 16:10 ). Hal ini juga berlaku ketika kita memberikan kepercayaan kepada anak. Karena itu untuk melatih anak dalam hal tanggung jawab, dituntut kesabaran kita untuk melatih tahap demi tahap dan diawali dengan hal-hal yang sederhana sebelum beranjak ke hal-hal yang lebih rumit. Sebagian orangtua berpendapat bahwa anak hanya perlu mengejar prestasi di sekolah dan jangan lagi dibebani berbagai pekerjaan rumah tangga, merapikan kamar, membereskan tempat tidur, mencuci piring dan baju, atau memasak. Akibatnya, ketika anak beranjak remaja, mereka enggan mengerjakan tugas-tugas rumah. Sebagian anak bahkan merasa terhina ketika diminta untuk melakukan pekerjaan seperti itu. Pada hal bekal keterampilan mengurus diri ini sangat diperlukan ketika kita harus melepas mereka saat mereka dewasa. Karena itu, penting bagi orangtua untuk membagi tugas mengerjakan pekerjaan rumah tangga bahkan juga ketika kita mempunyai pembantu rumah tangga.Orangtua perlu menumbuhkan rasa percaya diri pada anak ketika anak mengalami kegagalan dalam usahanya untuk mandiri.
Orangtua perlu memberi ruang bagi anak untuk bereksperimen melakukan berbagai hal. Tentu apa yang dilakukan anak tidak akan sesempurna apa yang orang dewasa lakukan. Kesediaan orangtua memberi kesempatan bagi anak untuk melakukan kesalahan dan belajar memperbaiki kesalahannya membuat anak lebiih berinisiatif dan rela menanggung akibat perbuatan mereka sendiri. Sebagai contoh, anak yang tanpa sengaja menumpahkan air minum atau memecahkan gelas cukup diminta untuk membantu mengambilkan kain pel dan mengeringkan lantai, bergantung pada usia anak. Sebaliknya, bila anak sengaja menumpahkan minumannya untuk membuat jengkel orangtuanya, anak perlu diberikan sanksi, misalnya dengan mencuci semua gelas kotor pada hari yang bukan gilirannya mencuci.Orangtua perlu menggunakan pujian dan dukungan ketika anak melakukan sesuatu tanpa disuruh.
Kebanyakan orangtua akan merasa frustasi mengajarkan tanggung jawab yang sederhana sekalipun, seperti misalnya meminta anak menyiapkan buku pelajaran sekolahnya sendiri atau untuk sekadar menyiram kloset sehabis buang air. Pada awalnya anak selalu harus diingatkan dan diawasi. Bila kebiasaan ini mulai tertanam, akan ada saat ketika anak melakukan tugas ini tanpa disuruh. Segeralah memujinya dan beri dukungan ketika Anda melihat hal ini. Dalam hal melatih perilaku yang bertanggung jawab, umumnya pujian dan dukungan akan lebih efektif. Hukuman baru kita berikan bila anak sudah tahu dan mampu menunaikan tanggung jawabnya, namun dengan sengaja melanggarnya untuk menentang orangtuanya. Namun hukuman akan sangat diminimalisir bila orangtua tampak bertanggung jawab atas hidupnya dan dapat membina keluarga harmonis.Orangtua perlu mengajarkan bahwa tidak ada yang tersembunyi di mata Tuhan.
Kita juga perlu memperkenalkan Tuhan yang hadir dalam kehidupan kita. Anak perlu mengenal Allah yang membenci dosa dan menuntut kesucian hidup. Sekalipun kita yang percaya telah ditebus oleh-NYA, kita tidak dapat lagi hidup di dalam dosa. Ajarkan anak untuk memohon ampun atas dosa yang diperbuatnya dan bertobat dari perbuatan dosanya dengan tidak melakukannya lagi. Dengan demikian anak akan belajar mempertanggungjawabkan perilakunya di hadapan Tuhan.Orangtua perlu membantu anak mengontrol dirinya sendiri.
Adakalanya anak sulit mengontrol dirinya dan meluapkan kemauannya yang memaksa untuk segera dipenuhi. Dalam situasi seperti ini, orangtua hendaknya menahan diri untuk tidak menuruti demikian saja kemauan anaknya bila permintaan itu cenderung merusak anak. Mainan dan tontonan yang kurang sehat, juga kebiasaan-kebiasaan buruk sering menjadi ajang adu urat leher bagi anak. Orangtua yang pernah menuruti kemauan anaknya dalam hal ini akan mengalami kesulitan besar untuk menenangkan anaknya, karena anak tidak mampu menahan frustasi. Sebaliknya, tanggapan orangtua yang tenang, tegas, namun tetap mendengarkan perasaan anak akan membantu anak mengontrol dirinya.
Jadi, siapakah yang akan memiliki anak yang bertanggung jawab? Jawabnya adalah orangtua yang memberi contoh tanggung jawab serta secara sabar dan konsisten melatih serta memupuk rasa tanggung jawab itu pada diri anak-anaknyalah yang paling besar kemungkinannya memiliki anak bertanggung jawab.
- Log in dulu untuk mengirim komentar
- 11737 kali dibaca