Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga ). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, kali ini kami akan berbincang-bincang tentang kebosanan atau kejenuhan di dalam pernikahan. Kami percaya acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, tidak bisa disangkali, bahwa kita sebagai manusia mudah bosan, baik di dalam pekerjaan, di dalam situasi tertentu, di dalam pelayanan bahkan juga di dalam pernikahan. Sebenarnya hal itu wajar atau tidak wajar, Pak Paul?
PG : Kejenuhan adalah sesuatu yang bisa timbul pada diri kita, Pak Gunawan, jadi saya kira kejenuhan yang muncul secara berkala dan bukan dalam derajat yang tinggi masih bisa dimaklumi dalampernikahan.
Meskipun idealnya kalau itu muncul, kita seharusnya melihat hal itu sebagai tanda awas agar kita melihat kenapa sampai muncul perasaan seperti ini. Sebab kalau pernikahan itu diisi dengan hal-hal dinamis dan menyenangkan kita, seharusnya kejenuhan itu tidak muncul. Tapi sekali lagi saya tekankan kalaupun sampai muncul dalam derajat yang tidak terlalu tinggi dan hanya sekali-sekali, jarang-jarang, saya kira itu masih bisa dimaklumi.
(1) GS : Ya, tapi pada awalnya kita itu menggebu-gebu, bersemangat tinggi untuk menikah. Setelah menikah justru setelah sekian tahun mungkin kita merasa bosan, merasa jemu dengan pernikahan itu sendiri. Sebetulnya faktor-faktor apa yang menyebabkan timbulnya perasaan bosan atau jemu itu, Pak Paul ?
PG : Kita ini manusia yang memang mempunyai daya tarik, atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode trtentu akan kehilangan daya tariknya misalkan segi kecantikan, kita mencintai istri kita karena dia cantik, tapi setelah melewati periode tertentu kecantikannya itu tidak lagi terlalu memukau kita seperti dahulu kala, kita mencintai pria ini juga, salah satu faktor adalah kegantengannya dan kelembutannya tapi lama-kelamaan itu menjadi suatu yang biasa, memang itu adalah kodrat manusiawi.
Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula.
GS : Apakah kegiatan-kegiatan yang monoton di dalam rumah tangga itu akan menimbulkan rasa bosan dalam hubungan pernikahan, Pak Paul?
PG : Adakalanya hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat kita jenuh dalam pernikahan ini. Tapi sebetulnya ada hal-hal yang bisa kita lakukan untuk menghindarkan kejenuan tersebut.
GS : Misalnya apa, Pak Paul?
PG : Hubungan yang saling mengisi, menyuburkan, menggairahkan, seharusnya mengimbangi kecenderungan kita untuk merasa jenuh. Jadi dengan kata lain, pernikahan itu seperti suatu keseimbangan,suatu equilibrium di mana harus ada keseimbangan antara dua faktor itu.
Di satu pihak memang kecenderungan manusia secara kodrati adalah untuk merasa bosan. Dengan cara itulah pernikahan kita akan langgeng.
GS : Berarti setiap pasangan yang memasuki pernikahan sebenarnya diharapkan sadar bahwa kalau dia tidak siap diri atau siap mental, mereka akan terjebak dengan kebosanan itu sendiri.
PG : Ya, tapi Pak Gunawan, selain dari hal-hal yang normal, alamiah, yang bisa membuat kita bosan, sebetulnya yang sering terjadi adalah pernikahan kita itu tidaklah sebaik yang kita harapkan. Dengan kata lain waktu kita melihat hal-hal yang tidak kita sukai tentang pasangan kita, perasaan-perasaan tidak menyukai itu, akhirnya mulai menggerogoti kita, lalu timbul perasaan kurang menyukai pasangan kita itu. Akhirnya yang tidak suka makin menguat, makin banyak, makin melemah pulalah rasa suka kita karena tidak mungkin kita menyukai dan tidak menyukai dalam jumlah yang sama. Biasanya yang satunya akan tambah banyak, yang satunya akan tambah kurang.
IR : Kalau mengalami hal seperti itu, bagaimana cara mengatasinya?
PG : Kita memang harus menyadari apa yang tidak kita sukai. Saya harus mengakui dalam pernikahan saya pribadi, pada awal-awalnya saya terbiasa untuk tidak mengutarakan yang tidak saya sukai epada istri saya.
Saya mempunyai anggapan bahwa yang tidak saya sukai saya simpan, yang saya sukai saya beritahu. Istri saya jauh lebih terbuka untuk dua-duanya. Yang dia sukai diekspresikan, yang dia tidak sukai juga dinyatakan kepada saya. Akhirnya saya perhatikan yang saya alami adalah rasa ketertekanan, kadang-kadang bisa meletus, meledak dalam situasi yang lain. Jadi kita perlu menyadari apa yang tidak kita sukai dan kita harus akui. Ya memang ada yang tidak kita sukai, setelah itu kita coba komunikasikan dengan pasangan kita agar bisa mulai kita selesaikan, tidak berarti pasti selesai, namun dengan kita buka mudah-mudahan kesempatan untuk menyelesaikannya lebih ada.
GS : Kebosanan itu terkait erat dengan emosi kita, dengan perasaan kita ya Pak Paul, apakah kalau timbul kebosanan lalu ada perasaan lain yang sebenarnya mengatakan, jangan-jangan kamu ini tidak mencintai pasanganmu lagi?
PG : Ya, itu dugaan yang acapkali muncul Pak Gunawan, jadi kita ini cenderung beranggapan bahwa pasangan kita itu sudah berubah tidak lagi seperti dulu, cintanya kepada kita mulai berkurang.Jadi saya mau katakan bahwa pada dasarnya pernikahan itu memang perlu dipupuk agar kuat, supaya kita yang menjadi insan nikah itu merasakan keamanan.
Rasa tidak aman cenderung membuat kita berpikir apakah dia masih mencintai kita atau tidak. Tapi rasa aman tidak menggugah kita untuk mempertanyakan hal-hal seperti itu. Rasa aman sesuatu yang perlu ditanamkan dan dipupuk dalam pernikahan itu. Nah otomatis ini berkaitan dengan perasaan dicintai itu. Satu hal yang saya juga perlu kemukakan adalah cinta itu bisa padam, jadi ada orang yang beranggapan sekali mencintai, akan selama-lamanya mencintai. Sekali dicintai selama-lamanya akan dicintai, ini harapan pada pasangan kita. Kenyataan itu tidak demikian, cinta itu bisa padam, kita bisa kurang mencintai dan kebalikannya pasangan kita bisa kurang mencintai kita pula.
(2) IR : Apa akibat dari kejenuhan itu, Pak Paul?
PG : Salah satunya karena kejenuhan atau biasanya juga yang sering terjadi adalah karena adanya problem yang tidak terselesaikan atau harapan yang tidak terpenuhi. Jadi dua hal itu seringkal menjadi penyebab munculnya rasa jenuh atau padamnya cinta kita.
Ya saya ulang lagi, dua hal itu adalah problem yang tidak terselesaikan dan harapan yang tidak terpenuhi.
GS : Padahal kalau cinta itu sampai padam, untuk menghidupkan kembali sulit Pak Paul, jauh lebih sulit daripada tadi yang Pak Paul katakan memupuk hubungan pernikahan supaya cinta itu tidak padam.
PG : Ya betul, jadi yang sudah padam untuk dihidupkan lagi sangat susah. Harus saya akui lebih susah menghidupkan yang sudah padam.
(3) GS : Kalau tadi Pak Paul sudah menyinggung sedikit tentang memupuk hubungan pernikahan supaya kebosanan itu jangan menjadi-jadi atau menguasai kehidupan kita, hal apa yang bisa kita lakukan?
PG : Kita memang perlu membangun suatu hubungan yang saling mengisi. Saya mau tekankan kata mengisi ini, sebab saya mau mengibaratkan kita ini seperti wadah yang kosong yang perlu diisi. Sebtulnya kita datang ke pernikahan, tidak bisa tidak mengharapkan pasangan kita mengisi kita.
Meskipun kita orang yang mandiri, orang yang sudah sehat tetapi tetap terbersit ya, harapan akan pasangan kita untuk mengisi kita. Saya maksudkan adalah kita mengharapkan, nomor satu ya, pasangan kita itu bisa mengerti kita, kita adalah orang yang sangat butuh akan pengertian, supaya kita ini merasakan hidup ini masuk akal. Kalau kita hidup di tengah-tengah orang yang tidak bisa mengerti kita, kita merasakan hidup ini tidak masuk akal. Dan kedua kita merasa kesendirian atau sepi, tidak ada yang bisa benar-benar memahami kita. Salah satu hal yang mendasar yang kita harapkan dari pasangan kita adalah dimengerti. Seperti yang pernah kita singgung juga dalam siaran radio yang lampau, adakalanya problem belum bisa selesai pada hari yang sama, tapi kalau kita merasakan bahwa pasangan kita sudah mengerti yang ingin kita sampaikan atau kemukakan, kita merasa lebih lega sebetulnya. Jadi kebutuhan untuk dimengerti itu penting sekali, ini adalah salah satu dari jumlah kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Mengisi artinya adalah mengisi kebutuhan mendasar seperti itu, membuat kita misalnya merasakan kita ini berharga, waktu kita ini dicintai, diperhatikan kita merasakan diri kita berharga, itu salah satu kebutuhan. Jadi sebetulnya pernikahan yang bisa terhindar dari kejenuhan adalah pernikahan yang mengisi atau kalau boleh saya gunakan istilah tabungan, orang yang rajin menabung, si suami rajin menabung, istri rajin menabung sehingga tabungannya akan penuh. Itulah tabungan pernikahan yang sebetulnya sangat berharga.
GS : Tapi justru yang sering terjadi Pak Paul, kalau salah satu mulai bosan, pasangannya itu akan sangat mudah terpengaruh untuk jadi bosan sekali, Pak Paul, sehingga sulit diharapkan untuk mengisi yang bosan itu tadi.
PG : Ya, betul sebab seperti ada pepatah bilang, kita tidak bisa bertepuk sebelah tangan Pak Gunawan. Jadi waktu kita merasakan usaha-usaha kita tidak disambut, akhirnya mulai kecil hati da berhenti, lalu tidak mengambil inisiatif lagi.
Salah satu hal yang bisa membunuh pernikahan adalah keputusasaan, Pak Gunawan. Keputusasaan karena kita merasa bahwa yang kita harapkan tidak terpenuhi, yang kita harapkan misalnya pengisian, itu yang tadi sudah saya sebut atau mengharapkan pasangan kita berubah, mungkin dia berubah nanti kalau pekerjaannya lebih baik. Jadi kita senantiasa membuat skenario yang mengharapkan pasangan kita akan berubah, masalahnya adalah kalau dia tidak berubah.
GS : Ya, jadi putus asa.
PG : Kita akan jadi sangat putus asa.
IR : Dan juga faktor waktu ya Pak Paul? Seringkali kalau suami sudah terlalu sibuk, tidak ada waktu untuk berduaan misalnya dengan istrinya, itu bisa juga membuat hubungan bosan ya, Pak Paul?
PG : Betul, itu adalah salah satu faktor pengisian juga Bu Ida, jadi tabungan. Orang yang memberikan waktu untuk pasangannya adalah orang yang menabung sebetulnya. Sebab tidak bisa disangkalbahwa pepatah kita 'semakin kenal akan semakin mencintai' itu memang betul.
Makin kita jauh makin hilanglah ingatan atau memori kita tentang pasangan kita. Makin kuat ingatan kita, apalagi kalau ingatan itu ingatan yang positif makin menghangatkan hati kita, makin mencintai dia. Itu sebabnya hubungan jarak jauh cenderung mengeringkan relasi/hubungan suami istri.
IR : Soalnya ada pengakuan dari pasangan suami istri ya, sudah kawin beberapa puluh tahun. Tapi mereka masih mesra Pak Paul, karena selalu menyediakan waktu, jalan-jalan berdua tanpa anak, keliling, ke pasar juga berdua itu membangun keintiman, Pak Paul sehingga satu dengan yang lainnya itu katanya merasa tidak bosan begitu, masih tetap akrab.
PG : Betul sekali, memang ada orang yang berkata jangan sering-sering ketemu, nanti sering cekcok. Tapi sebetulnya itu menandakan hubungan yang dangkal ya Bu Ida, justru hubungan yang baik sperti yang tadi Bu Ida ceritakan, yaitu hubungan yang dilandasi oleh interaksi, yang cukup sering.
Mereka jarang ketemu akhirnya makin mematikan pohon itu.
GS : Mungkin yang dibutuhkan di sana kreatifitas ya Pak Paul, dari suami istri itu untuk membuat supaya pasangannya itu tidak bosan. Tadi Pak Paul katakan di awal pembicaraan kita bahwa kecenderungan setiap kita itu adalah menyenangi hal-hal yang baru. Masalahnya di sana Pak Paul, kita tidak terbiasa untuk berkreasi di dalam hubungan pernikahan.
PG : Betul, Pak Gunawan, saya melihat pernikahan sebagai sesuatu yang mempunyai 2 sisi. Sebetulnya dua sisi yang kelihatannya paradoks. Kita menikah karena pernikahan itu memenuhi kodrat kit sebagai manusia sosial, kita menginginkan kedekatan, keintiman itu sebabnya kita menikah.
Dan pernikahan itu memberikan wadah untuk terpenuhinyalah kebutuhan keintiman tersebut. Di pihak lain sebetulnya pernikahan itu mempunyai sisi yang berlawanan dengan kodrat kita yaitu kita ini memang orang yang tidak tahan lama dengan sesuatu yang sama, sejak kecil kita terbiasa hidup dengan yang baru. Mainan yang lama yang tidak kita sukai akan kita singkirkan, kita minta dibelikan mainan yang baru. Tiba-tiba kita sekarang sudah besar kita menikah dengan orang yang kita cintai, tapi lama-kelamaan mulai ada problem, ada konflik. Cinta itu tidak lagi segemerlap yang sebelumnya, kejenuhan itu muncul. Tapi kita tidak bisa mengatakan ya karena engkau barang bekas, aku sudah bosan aku hendak melepaskan engkau dan mencari yang baru. Itu bertentangan dengan yang Tuhan minta, tapi sesungguhnya kita harus mengakui itu dalam kodrat manusiawi kita. Kita tidak suka mempertahankan barang yang lama terus-menerus karena kehilangan daya tariknya. Mobil kita pakai hanya 5, 6 tahun, 10 tahun kemudian kita mengganti dengan mobil yang baru. Seenak apapun mobil itu kalau kita sudah memakainya lama-lama kita merasa bosan. Jadi pernikahan memang mempunyai sisi atau aspek yang paradoks dan kita harus bekerja keras untuk mempertahankannya dan melawan sifat manusiawi kita itu. Tadi yang Pak Gunawan singgung, yaitu kita harus kreatif, Pak Gunawan dan Ibu Ida, agar kita bisa mengatasi kodrat manusiawi kita yang cenderung jenuh. Sebetulnya saya harus berkata bahwa yang namanya kreatif tidak memerlukan kreatifitas yang sangat tinggi, yang tadi Ibu Ida contohkan berjalan berdua, pergi belanja berdua, itu sesuatu yang bisa dilakukan baik oleh yang lulusan SD, yang tidak sekolah maupun yang lulusan perguruan tinggi, itu bisa dilakukan oleh semua orang sebetulnya.
(4) GS : Pak Paul, kebosanan itu sebenarnya tidak datang tiba-tiba ya Pak Paul, sebenarnya sebagai pasangan kita bisa mengenali tanda-tanda bahwa pasangan kita sedang bosan dalam pernikahan itu. Dan tanda-tanda apa yang lazimnya muncul?
PG : Salah satu tanda adalah kita cepat merasa terganggu dengan pasangan kita. Yang saya maksud adalah kita misalkan ditanya oleh pasangan kita kenapa pulangnya terlambat, kita terganggu, kia jengkel, kita marah.
Saya kira itu suatu tanda bahwa kita ini bosan atau tidak lagi menikmati hubungan ini. Misalkan kita pulang belum makan atau sudah makan, ditanyai oleh pasangan kita, sudah makan belum, mau makan, kita kemudian marah terganggu, kalau saya mau makan saya beritahu kamu, tidak perlu kamu tanya- tanya. Kalau dulu hal itu tidak mengganggu sekarang tiba-tiba mengganggu, saya kira itu tanda awas, kemungkinan yang terjadi adalah pasangan kita tidak terlalu menikmati kita lagi. Saya identikkan tidak menikmati kita sama dengan mulai merasa jenuh atau jemu dengan kita, tidak ada lagi yang menarik tentang kita seperti dulu atau mungkin ya tetap ada tapi sudah sangat berkurang.
GS : Tapi kalau kemarahan seperti itu, ketersinggungan itu faktornya banyak, Pak Paul. Mungkin di kantor ia baru dimarahi atasannya atau tidak cocok dengan temannya lalu dibawa pulang ke rumah, bisa seperti itu tandanya.
PG : Kalau terjadinya secara periodik ya, berkala memang pasangan lagi ada masalah di kantor, kita pulang kemudian merasa terganggu, saya rasa itu wajar, itu adalah bagian dari kehidupan kita. Yang berbahaya adalah kalau itu makin sering terjadi, apapun yang ditanyakan atau dikomentari oleh pasangan kita, cukup membuat kita terganggu. Saya kira sudah memasuki tahap yang tidak sehat.
GS : Biasanya adalah kita tidak mau mengakui bahwa kita itu sedang bosan Pak Paul, kalaupun seandainya pasangan kita menanyakan secara terbuka, walau kita sedang bosan, sulit mengatakan kita sedang bosan, nanti dia tersinggung.
PG : Sebaiknya kita tidak menggunakan kata bosan, jadi bagus sekali yang Pak Gunawan tanyakan, sebaiknya kita langsung masuk kepada problemnya. Sebab kejenuhan harus saya identikkan dengan roblem, ada hal-hal yang tidak kita sukai, sebetulnya itu intinya.
Baik itu keinginan kita atau kebutuhan kita yang tidak terpenuhi ataupun problem yang kita lihat. Itu adalah problem, jadi masalah dan akhirnya membawa kita kepada kejenuhan. Jadi langsung saja soroti pada problemnya, apa yang kita harapkan yang tidak terpenuhi, problem apa yang belum terselesaikan dalam hubungan kita ini, apa yang tidak kita sukai tentang dirinya, yang terus-menerus kita harus terima, nah hal-hal itu langsung harus kita bicarakan.
GS : Jadi berani membuka masalah, ya Pak Paul? Jadi menyelesaikan masalahnya, bukan kebosanannya.
PG : Betul, jadi kita langsung masuk ke permasalahannya.
GS : Apakah dengan menyelesaikan masalah itu, lalu kebosanan bisa sirna, Pak Paul?
GS : 50 % teratasi karena kebosanan timbulnya juga dari problem itu tadi?
PG : Betul, tapi memang harus ada langkah-langkah lainnya untuk menambah kesuburan pernikahan kita.
(5) GS : Pak Paul, di dalam kebosanan yang mulai timbul, itu biasanya mudah sekali untuk orang ketiga masuk ke sana. Bagaimana hal itu bisa diatasi oleh pasangan suami istri yang salah satu mungkin atau bahkan dua-duanya sedang dilanda oleh kebosanan.
PG : Saya ingin mengutip satu bagian firman Tuhan, Pak Gunawan, yang mungkin bisa menjadi kesimpulannya juga. Ini adalah cerita tentang pencobaan Tuhan Yesus di gurun pasir. Yang dikatakan oeh si pencoba atau Iblis itu kepada Tuhan kita, dicatat di Matius 4 : 1 ini adalah "Jika Engkau Anak Allah perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti", tetapi Yesus menjawab "ada tertulis manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."
Yesus Tuhan kita sudah tentu dalam problem yang besar yaitu tidak makan setelah 40 hari 40 malam berpuasa. Dan jalan pintas yang tercepat adalah memerintahkan batu menjadi roti, dan Ia mampu melakukannya. Tapi Tuhan Yesus di sini memberikan suatu jalan keluar yang lebih panjang tidak sepintas seperti tadi itu, yakni mempercayakan problem hidup ini, kesulitan hidup ini kepada Tuhan. Sebab yang lebih penting daripada jalan pintas ini adalah menaati perintah Tuhan itu sendiri. Maka Dia berkata yang lebih penting adalah firman yang keluar dari mulut Allah sendiri. Bagi siapa yang sedang mengalami kejenuhan, kebosanan, godaan untuk mencicipi yang lebih besar di luar, luar biasa besarnya dan itu jalan pintas yang akan mengobati kejenuhan kita, akan menyemarakkan kehidupan kita, tapi masalahnya itu tidak keluar dari mulut Allah, itu keluar dari mulut si Iblis. Nasehat dari Tuhan adalah pentingkanlah yang keluar dari mulut Allah, memang jalannya lebih pintas tapi itu keluar dari mulut si Iblis. Jalan Allah mungkin lebih panjang tapi keluar dari mulut Allah sendiri.
GS : Jadi memang dibutuhkan ketaatan kepada firman Tuhan itu, Pak Paul?
GS : Supaya kita tidak mudah menyerah.
IR : Tidak jatuh dalam pencobaan.
IR : Soalnya seringkali kalau sudah jenuh, ada orang ketiga yang bisa menyegarkan seringkali orang itu jatuh ke situ, Pak Paul?
GS : Saya rasa pasti awalnya ini sesuatu yang baru, orang ketiga ini.
PG : Betul, dan dia akan lebih wangi karena kita ketemu dia hanya dalam beberapa waktu yang pendek itu, suasana yang memang sudah terkondisi untuk wangi dan baik ya.
GS : Saya percaya sekali bahwa firman Tuhan itu merupakan salah satu hal yang sangat penting di dalam menyuburkan kehidupan pernikahan itu Pak Paul, supaya jangan cepat bosan dan sebagainya, untuk mengokohkan ikatan pernikahan dari firman Tuhan. Jadi membaca firman Tuhan bersama-sama artinya sharing dari firman Tuhan antara suami istri itu penting sekali Pak Paul.
PG : Betul, akhirnya memang ketakutan atau takut kita akan Tuhanlah yang memandu kehidupan kita, kita tidak mengambil jalan pintas seperti yang tadi kita bicarakan sebelum siaran ini. Ada orng yang menanyakan melalui surat ya dalam ceramah saya.
Apakah boleh menceraikan pasangan saya karena hubungan seksual kami tidak lagi memuaskan.
GS : Mungkin mereka bosan dengan hubungan seksualnya itu.
PG : Betul, dan jawabannya tidak boleh. Sebab kalau boleh saya gunakan firman Tuhan ini manusia tidak hidup dari hubungan seksual saja, tapi dari firman Tuhan yang keluar dari mulut Allah sediri.
GS : Pengertian tentang pernikahan itu yang penting buat mereka. Jadi tidak menekankan pada hubungan seksualnya itu, ya Pak Paul?
PG : Betul, meskipun kebutuhan itu ada dan perlu dipenuhi, harapan kita yang tidak terpenuhi pasti melukai kita. Namun kita harus berjaga-jaga jangan terlalu cepat mengambil jalan pintas.
GS : Ya, saya percaya Tuhan akan menolong kita masing-masing untuk bisa keluar dari kejenuhan, dari kebosanan dan bergairah kembali di dalam hubungan pernikahan kita.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan sebuah perbincangan tentang kebosanan atau kejenuhan di dalam hidup pernikahan kita, dan perbincangan kita ini kami selenggarakan bersama Bp. Pdt. DR. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Dari studio kami mengucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
PERTANYAAN KASET T 36 A
- Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya perasaan bosan atau jemu…..?
- Apa penyebab munculnya kejenuhan…..?
- Hal apa yang perlu dilakukan untuk memupuk hubungan pernikahan…..?
- Bagaimana mengenali tanda-tanda bahwa pasangan kita sedang bosan….?
- Bagaimana mencegah atau mengatasi masuknya orang ketiga di dalam kehidupan suami istri yang sedang mengalami kebosanan….?