Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang “Perubahan yang mendatangkan Kebaikan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Perbincangan kita kali ini sebenarnya juga bisa dikatakan sebagai lanjutan dari perbincangan kita terdahulu tentang bagaimana mengadakan atau mengusahakan perubahan, supaya para pendengar kita bisa mengikuti pembicaraan kita dengan lebih baik, mungkin Pak Paul bisa mengulas secara singkat apa yang kita perbincangkan pada kesempatan yang lampau.
PG : Siapa pun dan apa pun posisi kita kadang dituntut untuk berubah, kita jadi harus jeli menentukan apakah memang perubahan itu diperlukan. Sebagai dasarnya saya mengambil contoh Raja Rehabeam yang diminta untuk mengadakan perubahan yaitu meringankan kerja para rodi tapi dia menolak. Akhirnya yang terjadi adalah pecahlah kerajaan Israel yang diperintahnya saat itu. Jadi dari peristiwa tersebut saya menarik beberapa pelajaran yang dapat kita gunakan untuk menentukan apakah perubahan itu diperlukan. Jadi misalkan kita membahas bahwa penting sekali kita melihat substansi tuntutan tersebut dan jangan hanya kita melihat siapakah orang yang menyampaikan tuntutan itu. Kalau kita pandang orangnya kita lakukan, kalau kita tidak hormati orangnya maka kita tidak lakukan. Tapi justru kita harus lihat tuntutan itu kalau memang benar dan beralasan maka harus kita terima dan kita harus berubah. Saya juga tekankan pentingnya untuk kita melihat apakah ini untuk kepentingan satu orang ataukah orang banyak, kalau memang menyangkut kepentingan orang banyak maka kita juga harus lebih memberikan perhatian dan kita berubah karena ini menyangkut kepentingan orang banyak dan mengesampingkan diri kita sendiri. Yang terakhir kita harus melihat dampak penolakan, kalau kita tidak mau berubah maka kita berkata, “Maaf saya tidak mau berubah" maka kita harus sadar apa dampaknya dalam diri kita, kalau orang menilai diri kita tidak berkarakter maka kita harus perhatikan. Jadi jangan sampai penolakan diri kira membuat citra kita akhirnya buruk sekali. Jadi orang harus percaya kalau kita menolak permintaan mereka untuk berubah maka itu keluar dari kehidupan yang bersih dan lurus.
GS : Kalau pun kita setuju untuk berubah dan mengadakan perubahan sebagaimana yang diusulkan, tentunya perubahan ini harus membawa suatu kebaikan bagi semua pihak walaupun sudah tentu kita tidak mungkin memuaskan hati semua orang, karena masing-masing punya tuntutannya. Di dalam hal ini agar supaya perubahan itu punya dampak yang positif, hal-hal apa yang perlu kita perhatikan, Pak Paul ?
PG : Kita kadangkala masuk ke sebuah organisasi atau sebuah kelompok dan kita tidak puas dengan apa yang kita lihat maka kita mau mengadakan perubahan dan sudah tentu kita pikirkan untuk kebaikan. Jadi kita harus bijaksana mengusahakan perubahan tersebut atau menyampaikan tuntutan tersebut. Pertama-tama saya akan coba mengulas dua alasan mengapa dorongan untuk mengadakan perubahan kerap timbul pada saat awal kita bergabung di dalam sebuah kelompok atau organisasi. Yang pertama, kita ini cepat melihat “masalah" karena kita melihat dinamika kelompok atau organisasi itu dari luar ke dalam karena kita orang baru. Tidak bisa disangkal adakalanya jauh lebih sulit bagi kita yang di dalam melihat masalah, jika kita sudah menjadi bagian dari kelompok itu untuk waktu yang lama. Jadi seringkali kalau kita masih baru maka kita lebih cepat dan jeli melihat kalau ini kurang tepat dan ini seharusnya seperti ini. Yang kedua, kenapa sering kita begitu datang dan begitu masuk melihat masalah dan mau melakukan perubahan karena bisa jadi pengalaman yang pernah kita lalui telah mengajarkan kepada kita sesuatu yang berharga, yang sesungguhnya dibutuhkan oleh kelompok atau organisasi dimana kita sekarang berada. Jadi kita tahu ini tidak benar karena dulu saya pernah menghadapi yang sama dan ternyata ini yang saya pelajari. Jadi kita menjadi bersemangat dan merasa ada ide yang bagus dan ingin menyajikan dan memberitahukan. Jadi ini sebetulnya sekali lagi tidak salah dan baik, namun tadi Pak Gunawan sudah munculkan kita harus belajar melakukannya dengan tepat sehingga meskipun ini untuk kebaikan maka tetap kita bisa adakan perubahan itu dengan cara yang pas.
GS : Karena setiap orang punya idealisme dan kita masuk ke dalam organisasi atau keluarga dengan membawa idealisme itu, itu yang hendak kita coba praktekkan di dalam organisasi itu, dan ini menuntut perubahan luar biasa tapi seringkali ditolak.
PG : Jadi memang kita harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam upaya kita mengadakan perubahan, kegagalan kita bersikap hati-hati atau bijak acapkali berakibat buruk. Misalnya mungkin kita harus meninggalkan organisasi itu atau kita justru memicu perpecahan dalam kelompok tersebut atau setidaknya menimbulkan konflik yang merugikan lebih banyak orang. Mohon diperhatikan saya tidak mengatakan bahwa kita selalu harus menutup mata dan mengunci mulut. Tapi kita harus tetap melakukan perubahan dan siap menanggung akibat meskipun kita misalnya harus dikeluarkan dan sebagainya. Yang ingin saya sampaikan adalah kita harus berhati-hati dan bersikap bijak dan tidak emosional. Nanti akan saya coba paparkan mengapa kita harus berhati-hati dan bagaimana seharusnya kita ini mengusahakan perubahan.
GS : Kita langsung saja masuk ke permasalahan itu atau ke usulan Pak Paul, sebenarnya apa yang harus kita perhatikan didalam melakukan atau mengusulkan perubahan itu supaya mendatangkan kebaikan, Pak Paul ?
PG : Pertama-tama kita harus berhati-hati dan bersikap bijaksana karena kendati mungkin saja pengamatan kita benar bahwa memang ada masalah dalam kelompok itu, kita tidak mengetahui kondisi secara menyeluruh. Ini penting, kita mengakui tidak mengetahui kondisi secara menyeluruh. Keuntungan melihat masalah dari luar adalah kita bisa melihatnya secara objektif, dan itu betul. Namun kerugiannya adalah kita tidak bisa melihat masalah dari dalam secara subjektif. Saya berikan contoh, mungkin kita menilai bahwa seorang pemimpin bersikap terlalu kaku dan tegas dalam menerapkan peraturan, kita beranggapan bahwa sebaiknya ia lebih fleksibel dan lebih memaafkan namun sebelum kita mengeluarkan saran ini, sebaiknya kita mencoba mengerti mengapakah ia bersikap demikian. Mungkin kita harus bertanya, “Apakah memang ini adalah bagian dari sifatnya ataukah ia hanya bersikap seperti ini dalam konteks bekerja". Mungkin kita juga harus menyelidiki lebih lanjut apakah memang cara yang lebih lunak pernah diterapkan olehnya dan kalau pernah apa hasilnya, kadang orang lebih tanggap terhadap penerapan aturan yang tegas dan memang kurang siap serta kurang bertanggung jawab terhadap kepemimpinan yang lunak. Singkat kata sebelum kita menuntut perubahan, pelajari terlebih dahulu kondisi dimana kita berada. Jadi jangan cepat-cepat, pelajari dulu baru setelah itu kita ajukan permintaan untuk berubah.
GS : Memang dibutuhkan kesabaran yang luar biasa, di satu sisi kita yang melihat dari luar ingin cepat-cepat mengadakan perubahan, tetapi seperti yang Pak Paul anjurkan tadi kita butuh waktu untuk melihat situasi yang sebenarnya dari dalam itu dan seringkali kadang-kadang bahkan membatalkan seseorang itu melakukan perubahan setelah tahu dalamnya.
PG : Ini bisa kita terapkan bukan hanya dalam organisasi yang besar, tapi juga dalam organisasi yang kecil misalnya keluarga. Kita melihat suami kita selalu berpikirnya jauh ke depan nanti muncul kekhawatiran dan selalu fokus pada kemungkinan terburuk, kita sebagai istri tidak suka dan kita ingin sebagai istri agar suami jangan melihat negatifnya tapi melihat yang positifnya. Sebelum kita menuntut dia atau mungkin marah-marah kepadanya maka kita harus pelajari dulu kenapa dia begitu. Mungkin sekali dari percakapan kita mengerti bahwa di masa lampau keluarganya, misalnya sebelum menikah dengan kita, keluarganya pernah mengalami kerugian atau kebangkrutan gara-gara misalnya orang tuanya tidak berhati-hati. Jadi dia sebagai anak belajar, kita harus selalu memikirkan kemungkinan yang terburuk karena orang tua saya dulu pernah gegabah sehingga kami mengalami kebangkrutan. Jadi sebelum kita menuntut orang untuk berubah, sebaiknya memang kita mencoba mengerti kenapa begitu dan apa kondisinya sehingga dia begitu.
GS : Selain kita harus hati-hati dan bersikap bijaksana, apakah ada hal lain yang harus kita perhatikan, Pak Paul ?
PG : Kita harus menyadari bahwa kadang ketidaksempurnaan lebih baik daripada usaha untuk menyempurnakannya. Sekali lagi saya menekankan bahwa saya tidak mengatakan janganlah mengandalkan perubahan dan biarkan tidak sempurna, bukan seperti itu. Yang ingin saya sampaikan adalah kita harus mengetahui apakah memang ada pilihan lain yang lebih baik pada saat ini. Jadi sekali lagi saya ulang, kita harus mengetahui apakah memang ada pilihan lain yang lebih baik. Adakalanya kita hanya terpaku pada satu sisi yaitu perubahan tanpa memikirkan sisi lainnya, yakni apa yang terjadi tatkala perubahan dilakukan dan apakah sudah tersedia orang atau perangkat yang siap untuk menggantikannya, saya berikan contoh tentang Musa. Salah satu alasan kenapa Tuhan harus menempatkan Musa di Gurun Midian jauh dari hiruk-pikuk kegemilangan istana Mesir adalah supaya Musa belajar rendah hati dan lebih bergantung kepada Tuhan ketimbang pada kekuatan sendiri. Singkat kata, jika Tuhan membiarkan Musa mengadakan perubahan saat itu yakni melepaskan Israel dari perbudakan, 40 tahun lebih awal maka dapat dipastikan hasilnya akan jauh lebih buruk. Kenapa ? Sebab saat itu Musa belum siap untuk menjadi pemimpin yang baik. Jadi dimana pun kita berada sebelum menyuarakan perubahan maka kita selalu harus memikirkan apakah memang ada alternatif lain yang lebih baik.
GS : Jadi di sini perubahan itu hampir tidak mungkin terjadi kalau kita paksakan, tapi kita lebih membutuhkan banyak waktu untuk menyiapkan orang lain dan diri kita sendiri masuk di dalam proses perubahan itu sendiri, begitu Pak Paul ?
PG : Jadi memang untuk bisa memastikan apakah kita perlu mengadakan perubahan, itu perlu proses yang agak panjang dan harus kita pikirkan apakah ada alternatif yang lebih baik. Kalau memang kita melihat ada yang lebih baik, ada orangnya, ada perangkatnya dan sebagainya maka silakan. Tapi kalau tidak ada kadang-kadang kita harus berkata, “Kondisi yang tidak sempurna tetap lebih baik ketimbang kita paksakan sebuah perubahan tanpa ada kesiapan untuk menggantikan yang lama itu".
GS : Disitu timbul suatu kekhawatiran terhadap orang-orang yang mau mengadakan perubahan adalah dia khawatir dikatakan bahwa dia seorang pemimpin yang gagal. Gagal di sini adalah gagal melakukan perubahan padahal dia melihat tidak dirubah pun tidak apa-apa.
PG : Jadi kita kadang terlalu cepat terpesona dengan istilah perubahan, tanpa benar-benar memikirkan dampak panjangnya. Jadi itu sebabnya banyak peristiwa yang dapat kita sebut dimana perubahan itu membawa lebih banyak kekacauan ketimbang lebih banyak kebaikan. Jadi sekali lagi kalau kita memang mau menyuarakan perubahan terhadap pimpinan kita, kita juga harus tahu apa ada alternatif yang lain.
GS : Dan desakan dari orang-orang lain khususnya orang-orang yang di sekitar kita yang kita jumpai tiap hari, sangat besar dan mereka menuntut perubahan itu cepat-cepat dilakukan padahal kita butuh waktu untuk mengevaluasi dan menilai apakah memang betul perlu perubahan itu dan itu bisa bertahun-tahun, Pak Paul.
PG : Betul sekali, jadi tidak ada jawaban yang pasti untuk masalah seperti ini karena biasanya yang satu mau cepat dan yang satu merasa ingin perlahan, tapi sebagai prinsip umum ternyata kalau kita perhatikan dari firman Tuhan, Tuhan itu tidak terlalu tergesa-gesa mengadakan perubahan dan dia seringkali bekerja dengan perlahan dan salah satu penyebabnya adalah sebagaimana saya singgung tentang Musa, karena memang perlu ada kesiapan. Kalau Musa 40 tahun pertama di Mesir dia mengadakan sebuah revolusi mau membebaskan umat Israel dari Mesir dan dia bergantung pada diri sendiri dan dia melihat dirinya memunyai kemampuan, tapi dapat dipastikan kalau saat itu dia mangadakan sebuah revolusi, maka akhirnya akan jauh lebih buruk. Tapi karena Tuhan pisahkan dia 40 tahun menjadi seorang hamba yang rendah hati yang bergantung kepada Tuhan sepenuhnya maka dia siap membawa Israel menjalani 40 tahun masa yang sulit sekali di padang gurun dan kita tahu hasil akhirnya baik. Jadi kita harus selalu berpikir jauh.
GS : Dan disitu Musa sebenarnya tidak sadar kalau dia sedang dipersiapkan untuk memimpin bangsa yang begitu besarnya itu. Dia hanya menerima apa yang Tuhan berikan saat itu, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Dan bisa saya berikan contoh yang lain dari Amerika Serikat. Boleh dikata krisis terbesar yang pernah dialami Amerika Serikat adalah sewaktu mereka perang saudara dimana negara-negara bagian di Selatan mau memisahkan diri dari yang di Utara. Kita tahu yang menjadi presiden saat itu adalah Abraham Lincoln. Abraham Lincoln adalah seorang presiden yang mengalami begitu banyak krisis dalam kehidupannya, misalnya dari umur 7 tahun saja dia satu keluarga diminta keluar dari rumah karena mereka orang miskin, pada waktu dia umur 9 tahun mamanya meninggal dunia, papanya buta huruf, kerja sebagai buruh serabutan dan dia sendiri tidak pernah mengecap bangku sekolah dan hidupnya penuh dengan kegagalan demi kegagalan, mau menjadi wakil rakyat berkali-kali ditolak dan mau usaha bisnis sampai bangkrut berkali-kali. Jadi akhirnya semua itu membentuk dia menjadi orang yang memang bisa mengatasi krisis sehingga sewaktu dia menjadi presiden Amerika mengalami krisis yang paling besar, dia bisa mengatasinya dengan baik. Jadi sekali lagi kita melihat cara Tuhan bekerja dan Tuhan siapkan satu orang yang memang pas untuk jabatan dan tugas tersebut. Jadi kita juga harus berhati-hati dan jangan tergesa-gesa kita harus melihat apakah memang ada alternatif lain yang lebih baik, karena kadang ketidaksempurnaan lebih baik daripada usaha untuk menyempurnakannya itu.
GS : Hal lain yang harus diperhatikan apa, Pak Paul ?
PG : Kita harus menyadari perubahan yang permanen memerlukan bukan hanya sistem dan pemimpin yang baik, tetapi juga orang yang dapat mendukung perubahan itu. Kadang kita berpikir yang terpenting ganti pemimpinnya saja dan perbaharui sistemnya maka semua akan berjalan baik. Pemikiran ini keliru sebab terbukti bahwa pada akhirnya untuk memertahankan sistem pengelolaan yang baik, dibutuhkan orang atau sumber daya yang dapat mendukungnya. Coba kita lihat lagi contoh Musa. Jika saja Musa mengadakan perubahan 40 tahun lebih awal, itu berarti dia akan harus berhadapan dengan Firaun yang adalah salah satu paman angkatnya. Kita tahu Musa itu diadopsi menjadi putra salah seorang putri Firaun. Jadi pada masa kecilnya Firaun yang memerintah adalah kakeknya, itu berarti setelah dia dewasa Firaun yang memerintah adalah salah seorang paman atau mungkin salah seorang sepupunya. Kenyataan bahwa Musa itu bebas keluar masuk istana setelah dia kembali dari Gurun Midian pada usia 80 tahun, untuk mengeluarkan Israel dari Mesir, kita tahu dia bebas keluar masuk istana dan tidak ada usaha untuk menangkapnya, memerlihatkan bahwa besar kemungkinan Firaun yang memerintah 40 tahun kemudian itu adalah salah seorang keponakannya, generasi muda di bawah Musa yang mengagumi prestasi Musa ketika menjadi perwira di Mesir dan melihatnya sebagai salah seorang paman. Singkat kata, satu generasi harus lewat terlebih dahulu sebelum Tuhan mengadakan perubahan mengeluarkan Israel dari Mesir. Kadang kita harus simpulkan perubahan tidak dimungkinkan dan tidak dianjurkan karena memang tidak ada orang yang sanggup untuk meneruskan dan memelihara perubahan. Jika dipaksakan akan terjadi kekacauan dan tidak jarang perpecahan. Jadi sebelum mengadakan perubahan kita senantiasa harus memikirkan kesiapan sumber daya dan jika memang belum siap maka kita harus menyiapkan sumber daya terlebih dahulu.
GS : Mungkin yang Tuhan pakai untuk melakukan perubahan bukan kita dan bisa jadi orang lain yang Tuhan siapkan untuk melakukan perubahan itu demi kebaikan kita semua.
PG : Betul sekali. Jadi kita tidak tahu cara Tuhan yang akan Tuhan gunakan, kadang memang dituntut kesabaran.
GS : Seperti orang tua atau suami kadang-kadang tidak bisa merubah istri atau anaknya, bahkan sampai dia mati pun istrinya atau anaknya tidak berubah, tapi setelah kematian dari kepala keluarga ini ternyata ada perubahan yang terjadi di tengah-tengahnya.
PG : Itu membuktikan Tuhan bisa memakai cara-cara yang memang tidak pernah terbayangkan oleh kita dan kita pikir kitalah yang harus melakukannya, tapi tidak bisa dan nanti Tuhan yang akan pakai situasi atau orang lain.
GS : Memang untuk menerima itu bukan hal yang mudah dan inginnya kita melihat perubahan pada waktu kita masih hidup, sehingga kita bisa membanggakan diri, “Ini saya yang sudah menuntut perubahan itu".
PG : Saya masih ingat istri Dr. James Dobson namanya Shirley Dobson, ditanya “Apakah semua yang diajarkan oleh suamimu berhasil, karena suaminya adalah seorang psikolog Kristen yang kondang“ dan dia berkata, “Tentu tidak" sebab kalau semua yang diajarkan suami saya berhasil, maka suami saya akan beranggapan dialah yang cerdas, dialah yang mampu menelurkan pemikiran-pemikiran yang brilian itu, justru dia bilang “tidak" supaya suami saya selalu sadar Tuhanlah yang membuat itu berhasil dan bukan dia.
GS : Itu menunjukkan betapa rendah hatinya dia, dia sudah mau menyangkali dirinya sendiri, Pak Paul.
PG : Betul.
GS : Dan itu adalah bagian yang tersulit bagi seseorang yang punya semangat berkobar-kobar untuk melakukan perubahan, tetapi dia harus memendam itu dalam-dalam sebelum siap, yang dirubah ini belum siap.
PG : Kita tidak bisa selalu melihat hasil, kita maunya melihat hasil dengan lebih cepat, tapi kadang dia mesti percaya dengan iman bahwa Tuhan mendengarkan doa kita dan perubahan itu akan terwujud mungkin bukan dalam masa hidup kita, tapi dalam masa hidup setelah kita, tapi kita harus mengimani Tuhan mendengarkan dan suatu hari kelak Tuhan akan bekerja.
GS : Yang ajaibnya itu seringkali pada saat perubahan itu terjadi orang yang mau melakukan perubahan sudah malas untuk berubah, seperti Musa sendiri, selalu berdalih kepada Tuhan agar “Jangan dia yang menjadi pemimpin" atau seperti ayahnya Yohanes Pembaptis yang berkata, “Saya sudah tua, dulu minta anak tidak diberi dan sekarang sudah tua". Itu juga suatu perubahan, Pak Paul.
PG : Betul. Jadi kita lihat setelah 40 tahun di Gurun Midian, Musa sudah tidak lagi punya minat atau cita-cita luhur membebaskan umat Israel, dia sudah serahkan semuanya kepada Tuhan dan dia sudah tidak peduli lagi.
GS : Tapi justru saat itu Tuhan memilih Musa.
PG : Betul.
GS : Pelajaran apa yang bisa kita pelajari dari peristiwa itu, Pak Paul ?
PG : Saya akan bacakan dari Lukas 5:37-39, “Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula. Dan tidak seorangpun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: anggur yang tua itu baik." Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang kantong kulit untuk menyimpan anggur setelah dipakai untuk waktu yang lama maka kantong kulit akan menjadi kering dan kaku, itu sebab sewaktu anggur baru dituangkan kedalamnya seringkali kantong kulit itu pecah, Tuhan Yesus mengerti betapa sulit mengubah sebuah sistem yang telah berakar, itu sebabnya Dia tidak berusaha masuk menjadi bagian dari komunitas rohaniwan di Israel saat itu, sebaliknya Dia memilih 12 murid yang bukan berasal dari kelompok rohaniwan. Dengan kata lain, Dia memilih kantong yang baru dan menyiapkannya selama 3 tahun. Jadi kita yang menggebu-gebu mau mengadakan perubahan kita harus mengingat perumpamaan Tuhan Yesus ini, mengisi anggur yang baru ke dalam kantong yang lama seringkali membuatnya pecah. Jadi lebih baik membuat yang baru saja.
GS : Terima kasih untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Perubahan yang Mendatangkan Kebaikan" . Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.