Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi,
di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur
Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen
dan kali ini saya bersama Ibu Dientje Laluyan, kami akan berbincang-bincang
dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling
serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali
ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu tentang “Bertumbuh
Bersama”. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan
dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, karena ini perbincangan bagian yang kedua tentang
“Bertumbuh Bersama”, supaya para pendengar kita memunyai gambaran yang lebih
lengkap boleh saya minta kesediaan Pak Paul untuk mengulas secara singkat apa
yang kita perbincangkan pada bagian yang terdahulu, Pak Paul.
PG : Kita berasumsi bahwa untuk sebuah pernikahan bisa tetap sehat
maka dua-dua mesti bertumbuh, relasinya tidak bisa sama dari tahun ke tahun,
jadi kita membicarakan sekurang-kurangnya ada 2 aspek yang mesti bertumbuh,
yaitu yang pertama dalam hal pengenalan mesti bertumbuh sebab lewat pengenalan
kita makin bisa mengerti pasangan kita dan makin mengerti pasangan, kita
akhirnya dapat menyesuaikan diri. Lewat semua itulah terjadi keharmonisan dan
yang kedua adalah kita membicarakan betapa pentingnya masing-masing, baik suami
maupun istri, bertumbuh dalam hikmat karena keputusan dalam pernikahan tidak
hanya berdampak pada 2 orang, tetapi pada 1 keluarga kalau kita tidak berhikmat
dalam hidup, dalam bertindak, dalam mengambil keputusan, dampaknya luas. Jangan
sampai karena kita salah bertindak, terlampau berani, tidak berhikmat, kita
akhirnya jatuh ke dalam dosa, membuat satu keluarga merana atau kita terlibat
perkara hukum harus masuk penjara, keluarga kita juga harus merana atau kita
karena terlalu bernafsu akhirnya merugi semua habis, rumah habis harus pindah
dan sebagainya, akhirnya anak-anak kita juga merana dan ada yang bahkan
menyimpan kepahitan. Kita berdua harus bertumbuh dalam hikmat, tidak boleh
terus-menerus melakukan apa yang kita anggap benar tanpa menghiraukan akan rasa
takut akan Tuhan dan juga tidak rendah hati untuk mau mendengarkan masukan dari
orang terutama dari pasangan sendiri.
DL : Selain pengertian tadi, pengenalan dan penyesuaian serta hikmat,
apa ada lagi, Pak Paul ?
PG : Kita juga mesti bertumbuh dalam kekudusan, yang saya maksud
adalah ini. Ada kecenderungan setelah kita menikah untuk waktu yang lama, kita
menjadi terbiasa dengan pasangan sehingga mulailah kita bersikap atau bertindak
semaunya atau seenaknya. Mungkin misalnya kita berbicara lebih kasar, memanggil
pasangan kita “Bodoh” dan sebagainya. Kita tidak boleh begitu, setelah menikah,
justru makin lama menikah kita harus menjadi orang yang lebih kudus lagi, hidup
yang lebih benar lagi, hidup yang lebih sesuai dengan kehendak Tuhan, jangan
meremehkannya. Jangan menyia-nyiakannya dan sudah tentu jangan sampai kita bermain-main
dengan dosa, sebab tanpa kekudusan pernikahan pasti akan rusak. Jadi kita mesti
hidup dalam kekudusan. Kita juga akan melihat dampaknya pada pernikahan begini,
kita mungkin tidak selalu setuju dengan pasangan kita, perdebatan mungkin
terjadi karena tidak cocok cara berpikir kita, namun kalau kita melihat
pasangan kita orang yang hidupnya kudus, hidupnya benar. Pasangan kita
sungguh-sungguh mencari Tuhan, mencoba untuk menaati Tuhan, tidak bisa tidak
kekudusan pasangan akan menimbulkan respek dalam diri kita. Ini dasar respek
yang kokoh sehingga akhirnya dalam kita berelasi, dalam memecahkan persoalan,
dalam menyelaraskan perbedaan kita tidak sembarangan karena kita mengetahui
bahwa pasangan kita orang yang saleh, orang yang sungguh-sungguh ingin hidup kudus
di hadapan Tuhan.
GS : Jadi kekudusan ini bukan soal berzinah atau bermain-main dengan
pasangan yang lain, bukan hanya itu, Pak Paul ?
PG : Bukan, Pak Gunawan, jadi memang menyangkut kehidupan yang rohani,
yang dikehendaki oleh Tuhan. Hidup yang benar sehingga kita tidak hidup
sembarangan dengan pasangan, tidak sembarangan dengan anak karena kita
mengetahui bahwa kita mencerminkan Tuhan dalam keluarga kita.
GS : Jadi lebih banyak aspek yang menekankan kita untuk hidup kudus
di sini, memang kehidupan kita sudah terpisah dengan yang lainnya supaya kita
fokus kepada keluarga yang sekarang bersama-sama dengan kita.
PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi begini, kalau misalnya kalau saya
sekarang menempatkan diri di posisi anak. Anak melihat papanya, mamanya hidup
kudus, tidak main-main dengan orang lain. Hal itu berdampak sangat besar pada
keluarga, bandingkan misalnya si anak melihat ayahnya bila bertemu dengan
perempuan tidak bisa diam, sepertinya ingin mendekati perempuan terus. Anak
tidak melihat kekudusan dan pasti itu membuat dia susah respek kepada ayahnya.
Atau mama bila marah kepada suaminya, anak-anak melihat mama memaki-maki
suaminya, bagaimana anak melihat kekudusan pada mama ? Anak-anak tambah tidak
hormat kepada mama, tambah benci kepada mama akhirnya muncul masalah demi
masalah dalam keluarga itu. Jadi penting masing-masing hidup kudus di hadapan
Tuhan sehingga nanti itu memberi dampak yang sangat baik pada keluarga kita.
DL : Jadi harus ada saat teduh pribadi dari masing-masing, kemudian
saat teduh bersama.
PG : Misalkan kita benar-benar menunjukkan usaha mencari Tuhan, bahwa
Tuhan itu penting dalam hidup kita. Kita mau mendengarkan suara Tuhan karena
itu di pagi hari atau di malam hari kita datang ke hadapan Tuhan, kita berdoa,
kita membaca firman-Nya, kita saat teduh. Belum lagi kalau ini dilihat oleh
pasangan atau anak kita, sudah tentu kita melakukan hal itu bukan supaya
dilihat oleh anak atau pasangan kita. Kalau mereka melihat betapa seriusnya
kita mencari kehendak Tuhan, itu akan menjadi teladan, hal yang dapat dihormati
oleh anak.
GS : Selain hal itu, faktor lain untuk menumbuhkan hubungan suami
istri itu apa, Pak Paul ?
PG : Yang berikut adalah kita juga mesti bertumbuh dalam kebaikan.
Kita mengetahui bahwa pernikahan didirikan di atas kasih namun kasih harus
diwujudkan dalam tindakan nyata, yaitu dalam bentuk kebaikan. Tidak bisa kita
berkata, “Saya mengasihi kamu”, tapi kita tidak melakukan hal-hal yang baik
kepada pasangan kita. Makin banyak kebaikan, makin cepat pernikahan bertumbuh.
Sebaliknya makin jarang kebaikan dilakukan, makin besar jurang pemisah dan
makin mengering relasi nikah. Intinya kita senang menerima kebaikan, kita
senang menerima bantuan, itu sebabnya kita harus sering-sering berbuat baik
kepada pasangan kita dan untuk pasangan kita. Jadi lebih ringan tangan untuk
menolongnya dan sudah tentu harus lebih murah hati, sikap tidak
menghitung-hitung, rela memberi, rela berkorban tanpa imbalan. Sewaktu kebaikan
menjadi sesuatu yang alamiah, otomatis dalam keluarga kita, pernikahan itu
pasti bertumbuh juga.
GS : Ada orang yang memang sejak kecilnya atau memunyai latar
belakang yang memungkinkan seseorang ini baik hatinya, murah hati tapi ada juga
sebagian orang yang kesulitan sekali untuk mewujudkan kebaikan itu, Pak Paul.
DL : Karena latar belakang keluarga mungkin terlalu keras.
PG : Kadang-kadang ada orang yang memasuki pernikahan dengan sikap
atau sifat murah hati dan baik, tetapi ada orang yang tidak memunyai sifat itu.
Sudah tentu yang memang tidak punya akan jauh lebih susah untuk menumbuhkannya,
namun kita kembali lagi kepada yang tadi telah kita bicarakan. Kalau pasangan
telah melihat bahwa kita hidupnya benar, hidupnya kudus dan dia pun melihat
Tuhan memberkati kita, lama-lama dia bisa lebih tergerak, akan mencontoh untuk lebih
murah hati karena Tuhan telah memberkati kita juga. Ini bisa menjadi pemicu
juga atau yang lain lagi adalah waktu dia melihat bahwa pasangan kita baik, mau
menolong, mau memberi dan kita pun ditolong oleh dia, dia bukan hanya menolong
orang lain, akhirnya dia merasa lebih tergerak untuk menolong juga, untuk
berbuat baik juga dan tidak usah menghitung-hitung. Kalau kita merasa pasangan
kita tidak murah hati dan menghitung-hitung, kemudian kita membalas dengan
menghitung-hitung maka tidak ada habisnya. Justru kalau kita membalas dengan
kemurahan hati, tidak apa-apa berkorban untuk dia maka lama-kelamaan dia akan
disadarkan, mengapa saya begitu berbeda dengan dia, dia begitu murah hati, saya
begitu perhitungan. Nah, dia lebih tergerak lain kali untuk lebih murah hati
kepada pasangannya.
GS : Tapi juga seringkali terjadi kebaikan hati seseorang itu
disalahgunakan oleh pihak lain, Pak Paul, sehingga merugikan bukan hanya orang
itu tetapi sekeluarga sehingga ada pasangannya yang berkata, “Karena itu kamu
jangan terlalu baik” dan dia melihat kebaikan ini merugikan seluruh keluarga.
PG : Kita sudah membahas bahwa kita perlu juga bertumbuh dalam
hikmat. Kalau tidak memunyai hikmat akhirnya kita terjeblos ke lubang yang sama
berkali-kali. Jadi adakalanya misalkan kita ditipu, tapi ditipu karena kita
sudah menyelidiki, sudah berhati-hati tetapi tetap ditipu. Kalau misalnya kita
terus sembrono atau kurang hati-hati, itu berarti kita tidak berhikmat dan yang
dituntut oleh pasangan dan oleh anak-anak kita bahwa kita telah berupaya untuk
berhikmat, tidak gegabah (kurang berhati-hati). Selama mereka melihat kita
telah berusaha tidak gegabah, biasanya mereka bisa menerima kalau misalnya kita
berbuat salah lagi. Tetap kebaikan harus disandingkan juga dengan hikmat sebab
tanpa hikmat kebaikan bisa membuka pintu kita akhirnya terus-menerus
dimanfaatkan oleh orang.
DL : Selain kebaikan apa lagi yang bisa menumbuhkan dalam pernikahan
itu, Pak Paul ?
PG : Berikut adalah pengenalan akan Allah, Bu Dientje. Hidup ini
berasal dari Allah jadi kita hanya dapat memaknai hidup dari kacamata Allah
sendiri, itu sebabnya kita mesti menambah pengenalan akan karakter Allah, cara
Allah bekerja dan rencana Allah atas manusia dan kehidupan ini. Dengan kita
menambah semua itu kita akan lebih jelas melihat makna hidup dan juga kita
dapat akhirnya menjalani hidup dengan lebih benar. Kita mengetahui bahwa inilah
cara Allah bekerja dan inilah yang memang dikehendaki oleh Allah. Jika kita
berdua berjalan di jalur yang sama, kita akan makin disatukan dan dikuatkan
dalam hidup ini. Sebaliknya bila kita hidup di jalur yang berbeda, kita
memaknai hidup secara berlainan pula akhirnya kita makin terpaut dan sering
bertabrakan alias berkonflik dengan pasangan kita. Jadi penting kita mengenal
Allah dengan lebih tepat, dengan lebih mendalam, mengenal cara kerja Allah dan
mengenal rencana Allah dalam hidup ini sehingga kita berdua bisa sejajar. Saya
berikan contoh konkretnya, misalnya kita mengerti bahwa bagi Allah yang penting
adalah supaya manusia hidup takut akan Dia dan hidup memuliakan Dia. Itu saja
akan bisa merumuskan tujuan hidup sepasang suami istri, bahwa yang terpenting
adalah kita mengenal Allah dan kita memuliakan Allah dalam hidup ini, itu
menjadi rumusan tujuan hidup suami istri. Begitu kita berdua bisa merumuskan
yang sama, semua tindakan kita, keputusan kita akan kita selaraskan dengan
tujuan itu dan kita pasti akan bertumbuh kalau memunyai tujuan yang memang
sudah pas dan sesuai dengan kehendak Allah.
DL : Mengenal Allah itu harus selalu mendalami firman Tuhan. Ada
seorang ibu yang sudah tua dan tidak bisa membaca firman Tuhan tetapi hidupnya
begitu memancarkan karakter Tuhan sampai orang-orang yang datang berkunjung
malah dihiburkan. Berarti kalau saya melihat, mengenal Allah bukan saja dekat
dan baca firman Tuhan, tetapi dekat di hati Tuhan.
PG : Setuju, Ibu Dientje. Sudah tentu sedapat-dapatnya selagi kita
bisa membaca, kita membaca firman Allah sebab firman yang kita baca dan kita
renungkan akhirnya menjadi bagian dari hidup kita. Kita pun akan hidup di dalam
hadirat Allah, itu memang yang penting sekali. Jadi waktu kita hidup sedekat
itu dengan Tuhan, tidak bisa tidak kita akan menjadi orang yang lebih teguh,
tidak mudah terombang-ambingkan oleh situasi kehidupan. Kita menjadi lebih kuat
dan dampaknya bagi pernikahan kita lebih kokoh. Kalau ada satu orang yang mudah
diombang-ambingkan, yang kuat pun lama kelamaan menjadi oleng karena terbawa
oleh pasangannya. Jadi kalau dua-dua bisa bertumbuh, makin hari makin kuat,
makin beriman, makin tidak mudah goyang, itu benar-benar membuat pernikahan
mereka juga lebih solid. Yang lainnya lagi adalah dampaknya kita juga semakin
respek kepada pasangan yang sungguh-sungguh kuat, tidak mudah cemas,
benar-benar kokoh di dalam Tuhan. Kita pun menaruh respek kepadanya dan hal ini
akan menambah kedekatan kita, kita juga makin bertumbuh dalam relasi nikah
kita.
GS : Pengenalan akan Allah ini memang membuat seseorang bertumbuh
tetapi untuk pertumbuhan pada pasangannya, itu ‘kan tidak secara instan bisa
terjadi, Pak Paul. Misalnya si suami memang seorang yang tekun belajar mau
mengenal Allah tapi istrinya belum tentu tertarik dengan gaya hidup seperti
itu.
PG : Biasanya yang membuat ia tertarik adalah waktu dia melihat
hasilnya, Pak Gunawan, sikapnya. Dia melihat pasangannya begitu kuat dan tenang
menghadapi pukulan-pukulan hidup dia tidak terhempas, dia tidak merasa bingung,
dia tidak merasa kecewa, bisa terus jalan dengan kuat. Nah, buah itu menjadi
daya tarik yang kuat. Mungkin ia akan berpikir, “saya juga mau menjadi seperti
pasangan saya”, sebab dia hidupnya begitu tenteram. Dengan perkataan lain, dia
lebih terdorong meskipun tetap dia memunyai pilihan mau atau tidak mau. Namun
setidak-tidaknya hal itu menjadi suatu daya tarik, akhirnya ketika dia mau
bertumbuh, dia belajar kuat dan sebagainya, mengenal Tuhan lebih dalam lagi.
Pernikahan itu akhirnya mengalami pertumbuhan, tapi kalau kita menolak, kita
tidak mau, kita tetap mau seperti apa adanya sekarang ini, tidak mau mengenal
Tuhan lebih dalam lagi, saya takutnya kita berada pada level anak-anak, tidak
pernah matang. Selalu ada apa, ada apa, menyalahkan pada pasangan, kita merasa
bingung, merasa kecewa diombang-ambingkan oleh hidup. Terus begitu, sudah tentu
nanti dampaknya pada pernikahan juga ada, sebab orang tidak tahan bila
digantung seperti itu.
GS : Yang menjadi masalah justru pengenalan akan Allah biasanya hanya
sebatas rasio. Mengerti memang mengerti, menekuni belajar dan sebagainya tetapi
itu tidak terwujud di dalam kehidupan nyata sehari-hari. Ini menjadi batu
sandungan atau penghalang bagi pasangan itu untuk mendekat kepada Tuhan.
PG : Sudah tentu benar, bahwa kita tidak bisa hanya duduk membaca
firman tetapi kita harus berdiri dan berjalan di dalam firman.
DL : Bertindak di dalam firman.
PG : Betul, itu yang akhirnya menjadi kesaksian yang kuat. Misalkan
kita membaca firman tetapi bila ada sesuatu kita sudah merasa panik, kacau, mau
mencari jalan yang salah. Akhirnya pasangan berkata, “Percuma”, baca firman
seperti itu tetapi kehidupannya masih begini.
DL : Berarti dia harus mengimani apa yang dibacanya, mesti dilakukan.
PG : Kalau tidak maka efeknya bukan hanya tidak ada tetapi seringkali
efeknya negatif, jadi kebalikannya membuat pasangan atau anak bertambah tidak
mau, tidak respek.
GS : Jadi dalam hal itu sebenarnya orang tersebut tidak bertumbuh,
begitu Pak Paul hanya bertambah pintar sedikit tetapi pertumbuhan dalam relasi
nikah tidak ada sama sekali.
PG : Saya ingat berbicara dengan seorang istri yang sangat terkejut
mengetahui bahwa suaminya berselingkuh. Mengapa ia sangat terkejut ? Ia
berkata, “Suami saya pencinta buku rohani, bukunya berderet-deret, ia selalu
melahap buku-buku rohani”. Karena itu si istri sangat tidak menduga. Nah ini
bukti bahwa hanya menambah masukan secara rasional intelektual tidak membuat ia
bertumbuh. Ketaatanlah, penyerahanlah, mengimaninyalah yang membuat orang
bertumbuh dalam Tuhan.
GS : Tapi memang ada orang yang dengan sengaja melakukan hal-hal itu untuk
menutupi dosanya khususnya di hadapan istrinya sehingga ia tidak dicurigai. Ia
sering ke gereja, sering membaca buku-buku rohani, Alkitab dan sebagainya jadi
istrinya percaya penuh, ternyata kepercayaan ini disalahgunakan.
PG : Sudah pasti ada yang begitu, sengaja menutupi.
GS : Apakah ada hal lain yang perlu ditumbuhkan, Pak Paul ?
PG : Ini yang terakhir dan sudah tentu penting juga yaitu kita harus
menumbuhkan rasa syukur, berdua dengan istri dan suami menumbuhkan rasa syukur,
kita harus berupaya keras tidak terjebak dalam siklus mengeluh, jangan
sedikit-sedikit mengeluh, menggerutu. Kita harus berusaha untuk hidup dalam
sikap bersyukur, artinya melihat dan menghargai pemberian Tuhan pada kita,
lihat apa yang Tuhan telah berikan. Itulah yang kita syukuri, relasi nikah
sulit bertumbuh jika kita sedikit-sedikit tidak puas, tidak puas dengan apa
yang telah diberikan Tuhan. Ini yang terjadi, kalau kita terus menggerutu, pasangan
pun akhirnya tidak betah dekat-dekat dengan kita. Sebaliknya bila kita sering
bersyukur, kita akan menceriakan suasana dan justru memberikan dorongan kepada
pasangan untuk melanjutkan hidup dengan lebih riang dan ringan, sebab kita
mesti sadari ini, rasa bersyukur adalah sikap positif yang menular. Kalau kita
dekat dengan orang yang rasa bersyukurnya kuat, sering memuji Tuhan maka kita
juga akan terpengaruh oleh dia dan semangat menghadapi hidup. Oleh karena itu
kita cenderung mau dekat dengan orang yang memunyai rasa bersyukur yang kuat.
DL : Tapi ada juga orang yang sering mengeluh, “negative thinking”,
bagaimana kita dapat menghadapi orang yang seperti itu misalnya ada pasangan
yang seperti itu, Pak Paul ?
PG : Sekali lagi memang kita perlu memberitahukan tapi harus berhati-hati
karena orang-orang yang seperti ini bila kita langsung beritahukan tidak bisa
menerima. Dia akan berkata, “Kamulah yang tidak realistik, saya ‘kan mau
realistik ingin melihat ini – ini – ini......”. Jadi kita tidak usah terlalu
sering memberitahukan dia, yang mesti lebih sering kita lakukan adalah begini,
waktu terjadi sesuatu kita ingatkan, “Aduh, Tuhan yang memberkati ini”. Pada
waktu kita menerima sesuatu sekecil apa pun kita katakan, “Ayo kita berdoa,
kita syukuri, Tuhan telah berbuat begitu baik kepada kita”, jadi kita libatkan
dan undang dia untuk hidup dengan lebih bersyukur, dengan cara lebih melihat
dengan jeli hal-hal kecil yang Tuhan telah berikan kepada kita.
DL : Dengan demikian maka anak-anak pun akan ikut, mulai “positive
thinking”, mulai bersyukur.
PG : Betul, berapa banyak anak yang akhirnya bertumbuh negatif karena
kita sebagai orang tua terlalu sering mengeluh. Justru orang tua yang beriman,
bersyukur, memberikan modal besar kepada anak-anak untuk mencontoh dan akhirnya
hidup dengan penuh syukur. Dan satu hal yang saya mau tekankan di sini, syukur
itu bukanlah perasaan, jangan sampai kita salah mengerti. Syukur adalah sebuah
sikap atau tindakan. Kita mesti menentukan bagaimanakah kita melihat hidup,
kita dapat melihat hidup dari 2 kacamata. Yang pertama, kacamata kurang dan
yang kedua kacamata cukup. Bila kita terus memakai kacamata kurang, maka semua
akan kurang, tetapi jikalau kita menggunakan kacamata cukup maka kita akan
cepat bersyukur pada Tuhan dan kasih setia-Nya.
GS : Apakah ada contoh konkret, Pak Paul, orang yang mengucapkan
syukur bukan hanya dengan kata-kata tetapi dengan suatu sikap hidup dan orang
lain bisa mengetahuinya bahwa ini adalah hidup yang penuh syukur.
PG : Saya berikan contoh, saya pernah naik becak dan menanyakan
kepada si tukang becak, “Pak, bagaimana kalau bapak melihat orang yang memunyai
rumah gedongan sedangkan bapak sendiri menarik becak”. Jawabnya, “Oh untuk saya
tidak apa-apa, karena Tuhan ada rejeki buat masing-masing orang, buat mereka
itulah rejekinya, buat saya juga ada rejeki untuk saya, jadi tidak apa-apa
untuk saya”. Mendengar hal itu saya diingatkan juga oleh firman Tuhan yang
berkata, “Ujilah diri sendiri apa yang kita lakukan barulah kita nanti bisa
bertumbuh, jangan banding-bandingkan diri dengan orang lain”. Ternyata sikap
hanya melihat diri, uji diri dan jangan banding-bandingkan dengan orang lain,
sikap yang membuat kita bertumbuh. Semakin membanding-bandingkan semakin tidak
bertumbuh karena yang akan keluar justru menggerutu bukan bersyukur.
DL : Itu karena melihat ke atas terus, kita perlu juga melihat ke
bawah, jadi dengan kunjungan kepada orang-orang yang susah, di situ kita akan
merasa bersyukur karena keadaan kita begini.
PG : Jadi syukurilah apa yang Tuhan telah berikan jangan kita
memikirkan apa yang tidak kita miliki. Yang kita punya itulah yang kita pegang
dan kita katakan, “Terima kasih, Tuhan”.
GS : Memang pola hidup bersyukur ini pun perlu dilatih, Pak Paul, dan
perlu dukungan dari pihak pasangan maupun anak-anak atau kita mendukung
anak-anak untuk melatih mereka supaya mereka tahu bersyukur karena tanpa itu
memang manusia ini punya kecenderungan untuk melihat apa yang dia inginkan
terus dan hal itu menghalangi seseorang untuk bisa bersyukur. Pak Paul, apakah
ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan untuk menyimpulkan
perbincangan kita ini yang sampai 2 sesi ini.
PG : Kita telah membicarakan tentang “Bertumbuh Bersama” dan
pernikahan itu mesti bertumbuh, kita dengan pasangan kita dan akhirnya anak-anak
kita mesti bertumbuh. Nah firman Tuhan untuk kita adalah dari Mazmur
103:17-18, “Tetapi kasih setia Tuhan dari selama-lamanya sampai
selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia dan keadilan-Nya bagi anak
cucu, bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk
melakukan titah-Nya”. Jadi janji Tuhan, Dia akan mencurahkan kasih
setia-Nya kepada kita, orang yang takut akan Tuhan dan Dia juga akan memberikan
keadilan-Nya, kasih setia-Nya kepada siapa ? Anak cucu kita, orang-orang yang
melakukan titah-Nya, jadi kita bertumbuh bersama sewaktu kita memang memusatkan
mata kita kepada Tuhan, pada kasih setia-Nya, pada takut akan Dia dan hidup
sesuai dengan titah-Nya.
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk
perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima
kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi,
dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang
tentang “Bertumbuh Bersama” bagian yang kedua dan yang terakhir. Bagi
Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda
menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga
Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan
alamat telaga@telaga.org
kami mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org.
Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya
dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa
pada acara TELAGA yang akan datang.