Mimpi di Atas Pohon Jambu

Versi printer-friendly

Saya paling senang pergi ke tempat tinggi untuk mengamati pemandangan sekitar dan menikmati berdiam dengan pikiran saya saat menikmati pemandangan itu. Tanpa saya sadari, kegemaran saya itu dimulai dari sebuah pohon jambu. Saya teringat masa kecil dulu, di belakang rumah kami ada pohon jambu air yang batangnya agak miring sehingga mudah dipanjat oleh anak kecil. Saya sering memanjat pohon itu untuk bermain, mencari jambu air, atau untuk menyendiri. Dari kecil saya sudah menikmati waktu menyendiri dan berimajinasi membangun mimpi. Saya paling suka memanjat hingga dahan yang paling tinggi, duduk di atasnya dan menikmati tiupan angin yang membuat dahan tempat saya duduk bergoyang.

Kadang saya juga dapat mengamati apa yang terjadi di rumah tanpa harus terlibat di dalamnya. Saya diam-diam mengamati ibu yang bekerja di bawah pohon jambu, yang tidak menyadari bahwa saya ada di atas pohon mengamati dia. Saya seolah sejenak keluar dari dunia dan menjadi pengamat saja. Saya dapat menghindar dari ‘dunia’ saat ada di pucuk pohon jambu itu. Dahan paling atas pohon jambu adalah ‘tempat rahasia’ saya ketika ingin menyendiri, berimajinasi, bermimpi, berpuisi dan bahkan menangis atau berdoa.

Di atas pohon jambu ini pun saya sering memimpikan terbang dan berkeliling dunia, melihat banyak hal yang belum dapat saya lihat. Saya juga pernah bermimpi menjadi penolong bagi banyak orang, belajar hingga jenjang pendidikan yang paling tinggi meskipun orang tua saya tak mampu membayarnya, bahkan mengimajinasikan mimpi itu secara detil seperti bentuk drama. Ketika saya berimajinasi menjadi seorang dokter yang merawat pasiennya yang sakit dengan gratis, saya membayangkan apa yang saya katakan pada pasien itu, apa respons si pasien, dan bagaimana saya tetap dapat hidup meskipun tidak memiliki banyak uang. Dari kecil, sekitar usia 7-10 tahunan saya sudah bermimpi dan membuat rencana tentang bagaimana mimpi itu terjadi!!

Pohon jambu itu telah menjadi teman saya bermimpi. Saya merindukan kembali pohon jambu itu untuk mengucapkan terima kasih pada Tuhan. Karena keberadaan pohon jambu itu, saya memiliki waktu untuk membangun mimpi. Mimpi-mimpi yang tak pernah pudar hingga sekarang, bahkan mungkin akan segera terwujud. Saya memang tidak menjadi dokter, tapi saya menjadi konselor yang menolong orang lain tanpa orang itu harus membayar. Sekarang saya ada di Belanda untuk study dan ingin mengelilingi Eropa!