Berita TELAGA

Penghiburan dalam Kedukaan

Versi printer-friendly
Agustus

Hidup bukanlah sebuah sirkuit balap. Hidup lebih mirip dengan sebuah perjalanan pendakian. Kita dapat melihat letak gunungnya namun kita tidak selalu tahu dengan pasti jalan untuk mendakinya. Intinya kita tidak tahu semulus atau sesulit apakah medan yang terbentang di depan. Di akhir tahun 2014 kita dikejutkan dengan terjadinya musibah pada penumpang pesawat Air Asia QZ8501.

Bagi para kerabat pesawat Air Asia QZ8501, hidup mengharuskan mereka untuk merangkak agar dapat mendaki gunung kehidupan ini. Guncangan akibat kehilangan orang yang dikasihi secara mendadak benar-benar membuat mereka kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Begitu banyak pertanyaan yang tak terjawab dan begitu kuat kecamuk sedih dan marah di dalam batin. Beberapa waktu yang lalu saya diundang untuk memimpin kebaktian penghiburan di sebuah rumah yang tadinya dihuni oleh sebuah keluarga—ayah, ibu, dan keempat putranya. Rumah itu sekarang tidak berpenghuni sebab seluruh keluarga turut lenyap bersama hilangnya pesawat Air Asia. Bukan hanya mereka, satu lagi kerabat mereka, juga telah tiada. Sewaktu saya berbicara dengan seorang kerabatnya, yang menjadi tuan rumah kebaktian tersebut, dengan sedih ia menceritakan bahwa dalam sehari ia kehilangan dua adiknya.

Apakah yang harus dilakukan bila kita berada pada posisinya—dalam sekejap mata kehilangan bukan satu, tetapi tujuh orang yang dikasihinya? Sudah tentu tidak ada jalan pintas atau rumus mutlak yang dengan manjur akan dapat melenyapkan derita akibat kehilangan yang begitu dalam dan mengagetkan itu. Sungguhpun demikian, ada beberapa pedoman yang dapat kita gunakan untuk menolong kita meniti jalan yang bermedan mahaberat ini.

  • Pertama, izinkanlah diri untuk berkabung, secara khusus berilah kesempatan kepada diri untuk menangis. Tidak ada yang salah atau kurang rohani dengan berduka. Tuhan tahu bahwa menangis adalah sesuatu yang perlu untuk melepaskan tekanan derita yang mendalam. Jadi, jangan sampai kita beranggapan bahwa menangis adalah tanda bahwa kita lemah atau kurang beriman. Tidak! Menangis adalah sekadar tanda bahwa kita tengah bersedih. Berkaitan dengan itu, saya pun ingin menyampaikan, janganlah takut untuk menangis DAN menangis lagi. Jangan menghindar dari ingatan tentang orang yang kita kasihi itu. Jangan melenyapkan barang-barang peninggalan -nya — setidaknya jangan sekarang. Lihatlah dan hadapilah semua; jangan menghindar, meskipun sebagai akibatnya kita akan menangis lagi. Maka makin cepat kita keluar dari lembah kedukaan ini.
  • Kedua, ungkapkanlah kehilangan itu lewat perkataan kepada orang yang mengenal orang yang kita kasihi itu. Ungkapkanlah rasa kehilangan itu dan bagikanlah memori tentang orang yang kita kasihi itu semasa hidupnya. Dengan kita membicarakannya, seakan-akan kita tengah memasukkan potret-potret kenangan itu ke dalam sebuah album.
  • Ketiga, berilah kesempatan kepada diri untuk menyendiri – jika kita memerlukannya – dan jangan ragu untuk meminta ditemani – bila kita membutuhkannya. Ada waktu di mana kita ingin menyendiri di dalam kesedihan. Ini hanyalah memperlihatkan bahwa adakalanya kita tidak ingin diganggu dan bahwa kita ingin"berdua" dengan orang yang kita kasihi itu. Namun kadang kala kita justru takut untuk ditinggal sendirian dan butuh ditemani. Jika itu yang dirasakan, jangan ragu untuk meminta kesediaan orang untuk menemani kita. Ini hanyalah pertanda bahwa kita tengah lemah dan membutuhkan topangan agar kita dapat kembali menghadapi masa yang kelam ini.
  • Keempat, jangan tergesa-gesa mengubah kehidupan yang telah kita jalani bersama orang yang kita kasihi. Jangan cepat-cepat mengambil keputusan untuk menjual rumah atau pindah kota. Jangan menjalin relasi baru untuk menggantikan relasi yang lama, secara khusus relasi romantis. Pada masa berkabung, sebaiknya kita tidak membuat keputusan yang besar dulu.
  • Kelima, sedapatnya isilah waktu yang biasa dihabiskan bersama orang yang kita kasihi itu, dengan kegiatan lain. Semasa hidup, orang yang kita kasihi itu telah menjadi bukan saja bagian dari jiwa, tetapi juga bagian dari kehidupan kita secara nyata. Ada sejumlah hal yang biasa kita lakukan, baik itu untuknya atau dengannya. Nah, kepergiannya menciptakan lubang kekosongan dan inilah yang sering kali menyulitkan kita untuk melanjutkan hidup. Itu sebab sedapatnya kita mengisi lubang-lubang waktu dan aktivitas itu dengan hal lain.
  • Keenam, jalanilah rutinitas kehidupan seperti biasanya walaupun hati sudah tidak lagi ingin. Biasanya kepergian orang yang kita kasihi membuat kita tidak lagi mempunyai keinginan untuk melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan. Nah, jika itu terjadi, kita mesti melawan godaan untuk berhenti melakukan kegiatan rutin itu. Sedapat mungkin kita harus tetap melakukannya kendati kita tidak menginginkan atau menikmatinya lagi. Masa berkabung dapat diibaratkan dengan masa sakit. Pada masa sakit kita tidak begitu mempunyai selera makan. Tidak jarang, citarasa pun berubah menjadi hambar. Namun kita tetap harus memaksa diri untuk makan sebab tanpa makanan, tubuh makin melemah. Dan, bukankah sedikit demi sedikit citarasa itu akan kembali dan kita pun dapat menikmati makanan yang disantap? Jadi, paksakanlah untuk terus melakukan kegiatan rutin—apa pun perasaan kita. Jika kita berhenti, besar kemungkinan kita akan mengalami kesulitan memulainya lagi.
  • Terakhir, jangan menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk mencari jawaban, mengapakah musibah ini terjadi. Sudah tentu kita tahu dan percaya bahwa Tuhan telah berkehendak dan bahwa Ia mempunyai rencana yang tidak kita pahami. Namun yang kita butuhkan adalah sebuah jawaban yang spesifik —mengapa musibah ini terjadi pada diri kita. Saya mafhum bahwa ada rasa keingintahuan yang begitu besar untuk mengetahui, mengapakah musibah ini terjadi. Kita beranggapan, jika saja kita mengetahuinya, maka kita akan dapat menerima kenyataan ini dan melanjutkan hidup. Saya tahu ada orang yang mendapatkan jawaban yang memuaskan dan ini menolong mereka untuk menerima kenyataan pahit ini. Namun, sering kali jawaban itu tidak ditemukan, melainkan DATANG kepada kita. Ya, sewaktu kita tidak mencari-cari, jawaban itu datang dan membuat kita mengerti rencana Tuhan yang lebih dalam dan besar.
Kehilangan orang yang kita kasihi menimbulkan, bukan saja kesedihan tetapi juga kerinduan. Kita merasa kehilangan dan ingin berjumpa dengannya, tidak soal bahwa orang itu telah pergi bertahun-tahun yang lalu. Tidak apa! Jangan memberi batas waktu pada kerinduan. Ingat pada saat ini—bertahun-tahun kemudian—kita tidak lagi berkabung, kita hanyalah merindukannya. Tidak apa merindukannya, bahkan setelah bertahun-tahun kemudian. Satu hal lagi. Kematian juga mengingatkan bahwa hidup di dunia suatu hari kelak akan berakhir. Namun, akhir kehidupan di dunia bukanlah akhir dari kehidupan. Hidup akan berlanjut. Pertanyaannya adalah, apakah kita mengetahui dengan pasti di manakah kita akan menghabiskan sisa waktu hidup yang kekal itu? Yohanes 3:16 berkata,"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Anak tunggal Allah, Yesus, telah datang dan menebus dosa kita. Dia pulalah yang akan menyambut kita dan membawa kita masuk ke rumah Bapa di surga. Jadi, datanglah kepada-Nya, percayalah kepada-Nya, dan hiduplah untuk-Nya. Di surga nanti kita pun akan hidup bersama-Nya. Inilah pengharapan dan penghiburan kita di dalam kedukaan.

Oleh: Pdt. Paul Gunadi Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs www.telaga.org dengan kode T460 B.

"Turut berduka untuk
korban bencana alam
di Lombok dan wilayah sekitarnya
yang terkena dampak gempa bumi hingga 6,5 SK"




Syalom,
Saya perempuan berumur 18 tahun. Waktu saya kelas 2 SMA saya sempat jatuh ke dalam pencobaan yang sangat gelap bahkan saya sampai berani free seks dengan pacar saya (sekarang sudah jadi mantan). Dulu saya mau, karena waktu itu dia sedang marah dengan saya dan tidak mau ke gereja, akhirnya dia mau ke gereja kalau ada syarat yaitu dengan meminta kesucian saya. Saya waktu itu bimbang dan akhirnya justru iman saya yang tidak kuat. Dia selalu meminta"itu" tapi saya berusaha menolaknya karena saya takut masuk ke dalam dosa yang besar lagi. Saya berusaha menolak tapi saya gagal karena setiap kali saya menolak dia marah dan tidak mau ke gereja. Tapi ternyata Tuhan Yesus dahsyat, Dia memisahkan saya dengan pacar dengan cara yang menyakitkan namun Dia mengembalikan saya lagi ke dalam pelukan-Nya. Disitu saya bersyukur bisa bebas dari pacar saya yang sifatnya juga mudah marah. Pertanyaan saya, Pak apa yang harus saya lakukan? Saya ingin kembali ke Tuhan tapi saya sangat malu untuk mengaku dosa, tapi dalam doa saya berjanji pada Tuhan untuk tidak mengulangi hal tersebut kembali sebelum menikah.

Yang kedua apakah masih ada pria yang masih mau dengan saya? Saya sungguh menyesal atas apa yang pernah saya lakukan saya merasa batin saya tertekan, saya berusaha mendekatkan diri saya ke Yesus kembali, Pak. Apakah Tuhan mengampuni dosa-dosa saya? Saya sangat sedih dengan diri saya. Terima kasih sebelumnya.

Jawab:

Menjumpai Sdri. NN,
Terima kasih untuk keterbukaan Anda pada kami di Telaga. Perbuatan dosa yang diakui dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, tentu saja Tuhan akan mengampuninya, apalagi Anda didalam doa telah berjanji untuk tidak mengulangi hal tersebut. Hal ini harus diyakini dengan sungguh. Mengenai pria yang masih mau dengan Anda, silakan berdoa dan mohon kepada Tuhan agar Dia memberikan kepada Anda, seseorang yang benar-benar beriman dan takut akan Tuhan.

Demikian tanggapan yang dapat kami berikan, mudah-mudahan bisa menolong dalam permasalahan yang dihadapi.








T 517 A Kepribadian Ambang
T 517 B Kepribadian Skizotipal
T 518 A Kepribadian Menghindar
T 518 B Kepribadian Antisosial
T 519 A Kepribadian Dependen
T 519 B Kepribadian Agresif Pasif
T 520 A Kepribadian Neurotik ( I )
T 520 B Kepribadian Neurotik ( II )
T 521 A Dinamika Anak Pendeta
Seri Berawal dari Satu (T522 – T527):
T 522 A Pasangan Beremosi Tinggi
T 522 B Pasangan yang Berfungsi secara Tidak Efektif
T 523 A Pasangan yang Jauh Secara Emosional
T 523 B Pasangan yang Menuntut tinggi
T 524 A Pasangan yang Menyiksa
T 524 B Pasangan yang Mudah Stres
T 525 A Pasangan yang Tidak Aman Secara Sosial
T 525 B Pasangan yang Tidak Bertanggung Jawab
T 526 A Pasangan yang Tidak Konsisten secara Moral dan Spiritual
T 526 B Pasangan yang Tidak Setia
T 527 A Pasangan yang Sakit
T 527 B Pasangan yang Menderita Gangguan Jiwa
T 528 A Mengapa Wanita Berselingkuh?
T 528 B Mengapa Pria Berselingkuh?


  1. Bersyukur untuk pimpinan dan penyertaan Tuhan kepada negara kita sehingga dalam bulan ini kita bisa memeringati 73 tahun merdeka.
  2. Bersyukur selama bulan Agustus 2018 Tuhan telah menggerakkan beberapa orang untuk memberikan sumbangannya, yaitu : Sdri. Kurnia Dewi – Rp 113.000,- dan Rp 65.000,-, NN di Malang – Rp 500.000,-, Ibu Gan May Kwee di Solo – Rp 500.000,- dan Ibu Paulina Susanti di Tangerang – Rp 1.000.000,-
  3. Bersyukur untuk tambahan 5 judul rekaman bersama Ev. Sindunata Kurniawan sebagai narasumber. Doakan untuk kesediaan Ev. Carolina Soputri menjadi salah seorang narasumber juga.
  4. Bersyukur Sdri. Melody Gunadi, putri bungsu Bp. Paul Gunadi akan menikah pada tgl. 1 September 2018 ini di L.A.
  5. Delapan bulan telah kita lewati dalam tahun 2018, tetap doakan untuk tambahan radio yang bersedia bekerjasama dengan Telaga.
  6. Doakan untuk Bp. Rocky Manuputty dan istri dalam pelayanan di Timor Leste, khususnya untuk mendapatkan program yang tepat dalam menindaklanjuti pelayanan bagi anak-anak yang telah selesai mengikuti EBF (Eskola Biblia Feriadu) atau Sekolah Injil Liburan.
  7. Doakan untuk kelanjutan pembuatan database Telaga dengan panduan dari Bp. Thomas Zakarias.
  8. Bersyukur untuk sumbangan dari donatur tetap dalam bulan ini yaitu dari Ibu Triniwati sebesar Rp 150.000,-.




" Terima kasih untuk hari ini, Terima kasih untuk setiap momen yang membawa aku ke hari ini, Terima kasih kepada situasi yang sulit karena membuat aku menghargai situasi yang baik Terima kasih untuk semua pelajaran karena dibutuhkan bagi perkembanganku, Terima kasih untuk mataku yang menjadi saksi keajaiban hari ini dan hari esok, Terima kasih atas segala sesuatu yang aku terima begitu saja, Terima kasih untuk semua berkat, Terima kasih untuk dorongan dan semangatku, Terima kasih untuk kekuatanku, Terima kasih untuk keberanian untuk menghadapi situasi yang sulit, Terima kasih kepada orang-orang yang ada di hidupku yang saya cintai dan yang aku pelajari dari mereka Terima kasih atas semuanya, Terima kasih."

Halaman