Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang sikap mengalah di tengah dunia yang mementingkan kemenangan. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, rupanya perbincangan kali ini kita lakukan berdua karena Ibu Ida sedang berhalangan, tapi saya rasa tidak mengurangi manfaat dan makna dari perbincangan ini. Pak Paul, sering kali kalau kita bersikap mengalah, lemah lalu orang lain mengatai kita sebagai orang yang tidak punya pendirian, orang yang bodoh dan sebagainya. Sebenarnya bagaimana pandangan Alkitab terhadap sikap seperti itu, Pak Paul?
PG : Saya ingin menambahkan yang tadi Pak Gunawan sudah katakan, memang sikap mengalah bukanlah sikap yang populer untuk kehidupan kita ini. Justru orang yang mengalah sering kali orang yang dinjak, orang yang akan dirugikan, jadi akhirnya kita cenderung untuk mengembangkan sikap tidak mau mengalah.
Nah, masalahnya adalah sikap tidak mau mengalah ini kita bawa ke dalam aspek-aspek kehidupan kita, termasuk dalam kehidupan bergereja atau bersekutu dengan sesama saudara kita.
GS : Bahkan berumah tangga kita tidak mau mengalah, dengan anak tidak mau mengalah, dengan istri juga tidak mau mengalah.
PG : Tepat sekali dan sekali lagi karena kita ini tidak mau dirugikan dan dianggap lemah, akhirnya kita mencoba untuk bersikeras. Kita bisa setuju, Pak Gunawan, bahwa salah satu bibit atau penybab perpecahan di dalam tubuh Kristus di gereja-gereja adalah sikap tidak mau mengalah ini.
Dan sering kali masalahnya bukan benar atau salah, kalau memang berkaitan dengan dosa kita bisa berkata ini salah. Masalah yang sering kali timbul tidak berkaitan langsung dengan dosa, misalnya karena perbedaan pendapat. Dan masing-masing berpikir saya benar, kenapa saya harus mengalah dan masing-masing berargumen kami memikirkan ini demi kepentingan bersama, dari dua belah pihak berkata demi kepentingan bersama, dua belah pihak berkata mereka melakukan hal yang benar. Di tengah-tengah masalah ini, saya kira sudah waktunya kita kembali melihat apa yang Alkitab ajarkan tentang sikap mengalah ini.
(2) GS : Apa yang Alkitab ajarkan kepada kita, Pak Paul?
PG : Pertama saya akan membahas dua penyebab umum munculnya sikap sukar mengalah. Yang pertama saya akan ambil dari 1 Korintus 8:1-3 di mana dikatakan tentang daging persembahan behala, kita tahu kita semua mempunyai pengetahuan.
Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun. Jika ada seseorang menyangka bahwa ia mempunyai sesuatu pengetahuan, maka ia belum juga mencapai pengetahuan sebagaimana yang harus dicapainya, tetapi orang yang mengasihi Allah ia dikenal oleh Allah. Yang melatarbelakangi pasal 8 ini adalah kontroversi yang terjadi di jemaat Korintus, Pak Gunawan. Saat itu jemaat Kristen adalah jemaat yang masih sangat muda, mereka berlatar belakang dari agama yang menyembah berhala, yang biasanya dilakukan adalah mereka membawa daging yang kemudian dipersembahkan kepada berhala mereka. Nah, sekarang timbul pertentangan di kalangan jemaat di Korintus ini, ada yang berkata tidak apa-apa memakan daging yang dipersembahkan untuk berhala, ada yang berkata jangan itu daging telah dipersembahkan untuk berhala kita tidak boleh memakannya, apa yang harus dilakukan dalam situasi seperti ini? Rasul Paulus memberikan penjelasannya tentang apa yang benar. Nah mulai dari ayat yang ke-4 dia menguraikan bahwa sesungguhnya tidak apa-apa memakan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala, sebab dia berargumentasi bahwa tidak ada berhala itu, jadi tidak apa-apa. Makanan ya makanan, tapi sebelum dia memberitahukan jawaban yang benar itu, dia mengemukakan prinsipnya yang terpenting terlebih dahulu. Kita lihat waktu dia menutup argumentasi masalah ini di pasal 10, dia menggunakan prinsip yang sama yaitu prinsip mengalah. Sebelum dia mengemukakan tentang prinsip mengalah ini, dia memunculkan satu hal atau faktor yang menyebabkan munculnya pertikaian itu. Yakni masing-masing merasa tahu, jadi faktor pertama kenapa kita ini sukar mengalah dan akhirnya terlibat dalam pertentangan adalah kita merasa tahu, kita menganggap kitalah yang mengetahui kebenaran itu dan mengharapkan pihak yang satunya mengiyakan pandangan kita itu.
GS : Jadi sekalipun sebenarnya orang itu tahu sesuatu atau tahu lebih banyak, dia tidak perlu sombong, ya Pak Paul?
PG : Sesungguhnya tidak perlu, tapi Paulus di sini memberi kita satu keterangan yang penting, yakni sifat dasar pengetahuan adalah sombong. Artinya kalau tidak hati-hati, pengetahuan mudah sekai membuat orang sombong.
Kata yang digunakan untuk menjelaskan sombong adalah kata yang sebetulnya berarti berkembang menjadi besar atau menggelembung, membesar, membengkak. Jadi dengan kata lain pengetahuan cenderung membuat orang merasa besar, nah ini yang diidentikkan, diterjemahkan dengan kata sombong, sebab memang itu yang terjadi. Kalau kita merasa tahu kita merasa diri benar dan ini makin menyulitkan kita untuk mengalah, demikian pula waktu kita misalnya bertentangan dengan rekan-rekan sejawat di kantor atau di gereja atau dengan suami atau istri kita, kalau kita tahu yang benar kita rasanya tidak rela untuk mundur dan kita akan mempertahankan pandangan kita itu.
GS : Bagaimana sikap kita supaya pengetahuan yang kita miliki tidak membuat kita jadi sombong, Pak Paul?
PG : Paulus memberikan satu pelajaran yang sangat indah, dia menegaskan bahwa pengetahuan sejati bukanlah pengetahuan yang bersifat intelektual atau pengetahuan yang bersifat kognitif, yakni daam pikiran kita.
Kita ini dianggap berpengetahuan jika kita mempunyai kasih, itu yang Paulus tekankan. Jadi seolah-olah Paulus sekarang berkata kepada kita semua, ada hal yang jauh lebih penting daripada tahu yaitu mengasihi. Maka dia berkata pengetahuan membuat orang sombong, tapi cinta kasih membangun orang lain artinya kalau kita datang atau berangkat dengan keyakinan kita tahu dan orang harus tunduk pada kita, tidak akan membuat orang itu dibangunkan, dihargai justru akan membuat orang dilecehkan dan diremehkan. Jadi Paulus berkata datanglah kepada orang dengan sikap mengasihi, karena waktu kita datang dengan sikap mengasihi, sikap kita itu akan membuat orang dibangunkan, disegarkan, dihargai. Nah Paulus memberi tekanannya di sini bukankah itu yang lebih penting daripada soal tahu itu. Kemudian Paulus memang di ayat-ayat berikutnya memberikan penjelasan tentang memakan daging. Akhirnya dia berkata daripada saya ini menjadi batu sandungan dan orang tersandung karena makan daging, dia berkata saya rela tidak makan daging atau kalau boleh saya terjemahkan dengan lebih bebas seakan-akan Paulus berkata karena soal makan daging kita menjadi ribut, saya rela berkorban tidak makan daging lagi. Meskipun makan daging tidak salah, yang sebetulnya kurang informasi adalah pihak yang satunya. Tapi di sini Paulus menekankan prinsip mengasihi yaitu bukankah kita dipanggil Tuhan justru untuk lebih toleransi pada orang yang lebih lemah, yang pengetahuannya kurang. Bukan justru kita memarahi, mengabaikan pandangannya, karena kita anggap dia tidak tahu apa-apa dan dia di pihak yang lemah, tapi Paulus menekankan sebagai orang Kristen bahwa Tuhan memanggil kita justru untuk mengangkat yang lemah bukan seolah-olah mencampakkan mereka.
GS : Mungkin itu sebabnya Amsal mengatakan takut akan Tuhan itu awal dari semua hikmat, Pak Paul?
PG : Tepat sekali, jadi kalau kita takut kepada Tuhan kita mengerti inilah yang Dia minta dan kita melakukannya. Waktu kita melakukannya, itulah suatu tindakan yang penuh hikmat, inilah tindaka yang akan memelihara persatuan kita semua.
Jadi sekali lagi sikap mengalah sering kali susah muncul karena faktor yang pertama tadi, Pak Gunawan, kita merasa kita yang paling tahu. Jadi Paulus berkata meskipun engkau tahu, meskipun engkau benar, ada hal yang terlebih penting dan itu pengetahuan yang paling puncak, pengetahuan pada puncaknya adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama kita. Dan ia menegaskan mengapa itu penting. Pada ayat yang ke-3 dia berkata: karena orang yang mengasihi Allah ia dikenal oleh Allah. Ini ayat indah sekali, Pak Gunawan, seolah-olah Paulus mau menekankan bahwa kalau engkau berargumen, ribut dengan seseorang seolah-olah mewakili Allah dan engkau merasa diri yang paling tahu. Ingat yang membuat engkau dikenal Allah bukan pengetahuanmu, melainkan cinta kasihmu kepada Allah dan kepada sesamamu.
GS : Bagaimana mengekpresikan kepada seseorang atau sekelompok orang, Pak Paul, bahwa kita sebenarnya terpanggil untuk mengasihi mereka walaupun kita tahu ada sesuatu yang lain misalnya kalau mereka salah kita menegurnya, menegur dalam bentuk mengasihi mereka menurut kita, tapi mereka bisa salah mengerti. Bagaimana menurut Pak Paul?
PG : Saya kira kesalahpahaman tidak selalu bisa kita hindarkan, tapi kita bisa meminimalkan. Dengan cara waktu kita menghampiri dia untuk menegurnya, pertama-tama kita menceritakan dulu motivas kita bahwa kita datang kepada dia dengan pergumulan.
Kenapa harus bergumul? Karena kita mengasihi dia, kita tidak mau menyulitkan dia, tapi karena kita mau menaati Tuhan dan membangun dia, maka ini yang kita lakukan.
GS : Hal yang lain, yang menjadi penyebab sukarnya kita mengalah itu apa, Pak Paul?
PG : Ya berikutnya adalah kita merasa diri berhak, nah ini dibahas oleh Rasul Paulus di I Korintus 9:14 dan 15. "Demikian pula Tuhan telah menetapkan bahwa mereka yang memberiakan Injil harus hidup dari pemberitaan Injil itu.
Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satu pun dari hak-hak itu, aku tidak menulis semuanya itu supaya akupun diperlakukan juga demikian, sebab aku lebih suka mati daripada sungguh kemegahanku tidak dapat ditiadakan siapapun juga". Setelah Paulus membahas makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala dan menjelaskan sikap yang harus mereka miliki, Paulus di sini memberikan contoh pribadinya dan dia mengutarakan bahwa dia itu berhak menerima imbalan, bantuan keuangan dari jemaat di Korintus, karena bukankah dia yang memelihara kehidupan rohani mereka. Tapi Paulus di sini kemudian menegaskan bahwa dia memilih atau tidak menerima bantuan keuangan dari jemaat di Korintus. Di sini Paulus seolah-olah mau berkata: "Saya bukan hanya mengajarkan engkau untuk siap mengalah, saya pun melakukannya". Yang dia lakukan adalah dia tidak memberikan tuntutan kepada jemaat di Korintus. Jadi begini, Pak Gunawan, kalau pengetahuan mempunyai kecenderungan membuat orang merasa benar dan akhirnya sombong, hak mempunyai kecenderungan membuat seseorang merasa layak menuntut pihak yang lain, jadi dari hak lahirlah tuntutan. Paulus di sini sedang memfokuskan pada aspek ini dan saya kira kenapa kita akhirnya juga terlibat dalam pertikaian dengan orang lain, karena kita merasa kita berhak, misalnya dalam konteks jemaat dan sebagainya. Bukankah orang yang merasa lebih senior akan menuntut yang lainnya, yang lebih muda darinya menghormati dan mengedepankan dia. Atau misalnya seorang suami yang menganggap dia kepala keluarga menuntut istrinya mematuhi dia secara membabi buta, dalam segala hal. Dalam hal-hal seperti itulah, akhirnya merasa diri berhak membuat kita susah mengalah dan memperpanjang masalah.
GS : Tapi memang kadang-kadang kalau kita tidak memberitahukan hak kita, orang itu cenderung tidak menghargai, Pak Paul. Seolah-olah memang kita sudah seharusnya melakukan hal itu.
PG : Paulus memberitahukan jemaat di Korintus akan hak dia. Jadi Paulus di sini tidak langsung menghaluskan haknya, dia memberikan suatu keterangan yang memang benar kepada jemaat di Korintus. ku mempunyai hak untuk mendapatkan dukungan dari engkau, setelah dia mengatakan yang benar baru dia mengemukakan bagian berikutnya yang lebih penting yaitu hak yang paling agung ialah bukannya hak untuk memperoleh, tapi untuk melepaskan.
Dengan perkataan lain, hak melahirkan tuntutan untuk memperoleh sesuatu. Paulus di sini mengungkapkan sesuatu bahwa justru hak orang Kristen yang lebih agung lagi adalah melepaskan hak itu, justru rela melepaskan hak yang seharusnya kita peroleh. Nah, di sini penjelasan Paulus sejajar dengan yang dia kemukakan tentang Tuhan Yesus waktu datang ke dunia ini, yang ditulis di
Filipi 2:5-11. Meskipun di sorga tapi tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, dengan perkataan lain, Tuhan Yesus tidak beranggapan hak sayalah untuk berada di sorga terus menerus jadi tidak mau turun ke bumi menjadi manusia, tidak. Dia meninggalkan haknya dan dicatat Dia menjadi seorang hamba, akhirnya sampai mati di kayu salib. Jadi dengan perkataan lain, justru mau menegaskan hak-hak yang paling agung adalah melepaskan hak untuk memperoleh itu.
GS : Tapi bagaimana orang bisa mempunyai konsep seperti Rasul Paulus yang tidak mementingkan haknya, malah melepaskan haknya untuk kepentingan orang lain dan untuk kemuliaan Tuhan, Pak Paul?
PG : Paulus di sini memberikan alasannya dan alasannya tercatat di 1 Korintus 9:23 di mana tertulis, "Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil supaya aku mendapat bagian daamnya."
Dengan perkataan lain, kenapa Paulus melepaskan haknya, sebab dia tahu pekerjaan Tuhan harus terlaksana. Karena hak, mempertahankan hak, menuntut untuk memperoleh yang kita rasa berhak, sehingga pekerjaan Tuhan terhadang. Nah kalau kita menilik keadaan kita misalkan di gereja, bukankah itu yang sering kali kita saksikan juga, Pak Gunawan. Bukankah pekerjaan Tuhan acap kali terhadang oleh kita yang terlalu mementingkan hak untuk memperoleh sesuatu. Contoh yang paling mudah pemilihan pengurus, sebetulnya seseorang tidak begitu cocok menduduki tempat tertentu, tapi kita tahu dia akan tersinggung kalau tidak kita berikan suatu jabatan, maka kita berikan jabatan tersebut. Dia bukan menjadi berkat, malah menjadi penyusah bagi pekerjaan Tuhan, sehingga akhirnya orang hendak melakukan sesuatu tidak bisa karena dia menghalangi. Atau ada hal-hal yang seperti itu juga, seseorang yang karena merasa ini haknya, dia harus mendapatkannya maka dia menuntut untuk memperolehnya dan akhirnya dia mendapatkan, tapi pekerjaan Tuhan yang seharusnya terlaksana dengan lebih lancar malah terhalangi. Jadi kita melihat contoh seperti ini dalam kehidupan kita dan saya kira cukup banyak, baik di jemaat atau di tempat pekerjaan atau bahkan di rumah tangga juga.
GS : Masalahnya adalah bagaimana melatih diri atau mempersiapkan diri menghadapi orang yang mempunyai persepsi terhadap kita kalau kita mau mencoba mengasihi, mau mencoba memberikan hak kita kepada mereka, Pak Paul?
PG : Kita bisa menunjukkan siapa kita, bahwa kita adalah orang yang mengerti hak kita bahwa kita adalah orang yang tahu apa yang bisa kita berikan dan apa yang seharusnya kita terima. Namun waku terjadi benturan kita berkata daripada menghalangi pekerjaan Tuhan, daripada akhirnya masalah berlarut-larut maka saya mengalah.
Saya kira waktu orang melihat sikap kita seperti itu, orang tidak bisa tidak menghargai kita. Berbeda dengan kalau dari awal kita ini ikut saja, kita berkata kepada rekan kita pokoknya yang engkau putuskan, aku ikut saja. Sikap seperti itu tidak akan membuahkan respek dari orang terhadap kita, karena kita tidak mengutarakan pendirian kita. Jadi saya kira ada tempatnya mengutarakan pendirian kita dan ini yang Paulus lakukan, dan waktu dia mengutarakan pendapatnya dia mengutarakannya dengan tegas dan jelas. Jadi kita juga bisa mencontoh apa yang Paulus lakukan, kita memberikan pandangan, prinsip kita dengan jelas. Jadi orang mengerti, kita bukanlah orang yang plin-plan, dan kalau misalnya perlu kita mencoba juga berusaha meyakinkan orang-orang akan apa yang sedang kita katakan ini. Jadi ada tempatnya meyakinkan orang, namun waktu kita melihat tidak bisa dan rasanya akan berakhir dengan pertikaian yang akan merugikan berbagai pihak dan kita tahu ini lebih banyak dampak negatifnya kalau sampai ini terjadi. Akhirnya kita berkata, demi menjaga keutuhan saya akan mengalah. Saya kira tindakan seperti itu biasanya akan mengundang respek orang terhadap kita, bukan malah orang mencibir kita bahwa kita orang yang tidak berprinsip.
GS : Tapi ketika kita mengutarakan pandangan-pandangan kita dan mulai dipahami oleh sebagian orang, lalu kita mengatakan mengalah. Orang-orang yang sudah mulai mengerti dan mengatakan kenapa kamu tidak mau terus menyerang, kenapa kamu memilih melarikan diri. Bagaimana kalau seperti itu, Pak Paul?
PG : Saya kira ada perbedaan antara melarikan diri dan mengalah. Waktu kita mengalah, kita tidak melarikan diri, kita diam di tempat, tapi kita tidak memaksa masuk, kita tidak menerobos masuk krena kita tahu akan melukai atau menginjak hati orang-orang tertentu.
Jadi demi pekerjaan Tuhan jangan sampai terhalangi, demi nama Tuhan supaya tetap dimuliakan akhirnya kita memutuskan untuk berdiam, tidak mundur, tidak maju. Mungkin pada kesempatan yang lain Tuhan akan berikan, jadi di sini kita perlu belajar menunggu waktu Tuhan. Belajar menunggu waktu Tuhan, saya tahu bahwa hal ini tidak selalu jelas, kita tidak selalu bisa dengan tepat membedakan apakah ini waktu Tuhan atau bukan. Sebab adakalanya Tuhan memanggil kita juga untuk berjalan meskipun tidak disetujui oleh orang lain. Dan saya kira kriteria yang paling jelas kenapa kita harus jalan adalah kalau berkaitan langsung dengan dosa. Kita perhatikan contoh-contoh di Alkitab waktu anak Tuhan berhadapan dengan dosa dan orang-orang yang berdosa, anak-anak Tuhan tidak mundur, anak-anak Tuhan maju terus meskipun membayar resiko yang tinggi. Contoh lainnya karena Yeremia mengumandangkan dan menyerukan perintah Tuhan, peringatan Tuhan, akhirnya dia menderita luar biasa, disiksa, dibuang ke sumur. Karena Yahya Pembaptis atau Yohanes Pembaptis menegur Herodes, akhirnya dia meninggal kehilangan kepalanya. Karena Tuhan Yesus mengritik orang-orang Farisi dan Saduki yang hidup dengan tidak konsisten, akhirnya dia juga kehilangan nyawaNya. Jadi untuk hal yang berkaitan dengan dosa dan hanya masalah perbedaan pendapat ternyata anak-anak Tuhan diminta untuk sabar menunggu waktunya Tuhan sampai nanti ada perubahan. Daripada memaksakan dan akhirnya memecahkan, sebab tubuh Kristus yang terpecah saya lihat tetap, meskipun alasan-alasan yang dikemukakan itu betul, pada akhirnya menimbulkan luka, dan lebih mencoreng nama Tuhan Yesus. Orang akan bisa berkata, "Lihat itu orang Kristen saling cakar mencakar, lihat itu para majelis saling berkelahi, lihat itu hamba-hamba Tuhan saling jotos menjotos". Akhirnya tetap menjadi buah bibir yang negatif dan tidak membawa kemuliaan Tuhan. Jadi sikap mengalah saya kira sikap yang memang lebih merefleksikan siapa Tuhan kita.
GS : Ada satu bagian di dalam perjalanan Paulus, di mana dia tidak mau mengalah dengan Barnabas, ya Pak Paul?
PG : Betul sekali, jadi pada saat itu Barnabas dan Paulus berselisih pandang tentang Yohanes Markus, apakah harus membawa Yohanes Markus dalam pelayanan berikutnya. Paulus menentang, Barnabas mminta tetap membawa Yohanes Markus.
Akhirnya mereka berpisah, tetapi tidak disebut mereka itu berselisih pandang sampai akhirnya ribut. Akhirnya berpisah, Paulus berjalan dengan Silas, Barnabas dengan Yohanes Markus. Jadi saya kira dalam perbedaan pandangan kita tidak harus selalu akhirnya tidak berbuat apa-apa. Saya kira ada waktunya juga akhirnya kita harus berkata kita harus melakukannya, namun karena tidak didukung di sini ya tidak apa-apa dengan baik-baik saya pamit, saya akan melakukannya dengan yang lain. Jadi akan ada waktunya itu pun kita lakukan, yang penting adalah kita ini tidak mencoreng nama Tuhan dengan kita berkelahi, ribut, memaksakan hak kita, menganggap diri kita tahu mana yang baik, mana yang kurang baik sehingga akhirnya lebih banyak kekacauan yang kita timbulkan.
GS : Ya, tentunya kita akan diajak oleh Tuhan untuk melihat suatu kepentingan yang lebih besar yaitu kemuliaan nama Tuhan sendiri, ya Pak Paul. Dan itu membutuhkan penyangkalan diri, pengorbanan, sikap mengalah yang mungkin orang lain menganggap kita kalah, tetapi di hadapan Tuhan saya rasa itu bukan sesuatu yang kalah dan salah.
PG : Tepat sekali, Pak Gunawan.
GS : Jadi demikianlah tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang sikap mengalah di tengah dunia yang mementingkan kemenangan. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami sampaikan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.