Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang sikap lemah dan pasif di dalam kekristenan. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
PG : Pak Gunawan, pada beberapa waktu yang lalu ada seseorang yang bernama Clark Sower menulis tentang sikap pasif di dalam kekristenan. Dalam tulisannya itu, Clark Sower mengemukakan pengamatanya bahwa ternyata telah berkembang sikap pasif di kalangan orang-orang Kristen.
Sikap pasif yang akhirnya melumpuhkan orang Kristen dalam kehidupannya. Yang dimaksud dengan sikap pasif adalah kegagalan kita mendayagunakan sepenuhnya karunia yang Tuhan berikan kepada kita atau kegagalan kita untuk hidup sepenuhnya seperti yang Tuhan kehendaki. Nah pertanyaannya mengapa sampai muncul sikap-sikap pasif ini. Clark Sower mengemukakan bahwa adakalanya kita ini takut akan penilaian orang. Karena takut akan penilaian orang, kita tidak melakukan hal yang bisa kita lakukan dan seharusnya dilakukan. Adakalanya kita takut konsekuensi perbuatan kita, sehingga meskipun kita tahu ini yang Tuhan kehendaki dan kita bisa melakukannya, kita memilih untuk tidak melakukannya. Sikap-sikap seperti ini membuahkan masalah, bukan saja pekerjaan Tuhan menjadi tidak terlaksana dengan baik, tapi akhirnya orang mengembangkan sikap bergantung kepada orang lain secara tidak perlu. Mengidolakan yang lainnya secara berlebihan, membawa bobot dan beban-beban yang tidak perlu ke dalam persekutuan dan pekerjaan Tuhan. Jadi dengan perkataan lain, Clark Sower menggugah perhatian kita semua untuk meneliti apakah sikap-sikap ini sudah ada pada diri kita dan kalau sudah ada hendaknya kita belajar untuk mengesampingkannya.
(1) GS : Sikap takut yang salah itu timbulnya dari mana, Pak Paul? Sebenarnya seseorang itu sifat dasarnya adalah menonjolkan diri, menunjukkan kemampuannya, kenapa tiba-tiba dia bisa seperti itu?
PG : Adakalanya kita diminta untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan dan kita tahu akan menimbulkan penilaian-penilaian orang terhadap diri kita. Kita sering kali hanya mau melakukan hal yag populer, yang disenangi, yang diterima oleh orang.
Kalau kita tahu tidak membuat kita populer, kita cenderung akhirnya menyembunyikan diri. Nah di sinilah kita dituntut untuk menjadi orang yang aktif, bukan yang pasif.
GS : Apakah ada kekeliruan penafsiran atau pendapat bahwa seseorang Kristen atau orang yang menjadi rohani itu harus lemah lembut, Pak Paul?
PG : Saya kira tepat sekali, Pak Gunawan, jadi dasarnya adalah pemahaman yang keliru. Sering kali kita ini mengidentifikasikan lemah lembut dengan lemah, Tuhan memanggil orang Kristen untuk menadi orang yang lemah lembut.
Tapi saya kira, Alkitab jelas tidak mengatakan Tuhan memanggil kita untuk menjadi orang yang lemah. Jadi kita perlu membedakan hal itu dengan jelas, pada awalnya lemah lembut tidak identik dengan lemah.
GS : Ada lagi yang bingung tentang rendah diri dan rendah hati. Tuhan memanggil kita untuk rendah hati, tetapi banyak orang Kristen yang nampaknya rendah diri.
PG : Betul sekali, jadi ini adalah salah satu dari sikap pasif tadi, Pak Gunawan, jadi orang berkata, "O.... saya tidak bisa, o... jangan sayalah, o.... saya tidak mempunyai kemampuan", seolah-olah rendah hati, tapi sebetulnya lebih muncul rendah diri karena tidak percaya bahwa dia itu bisa melakukannya.
Akibatnya apa yang seharusnya terjadi tidak terjadi karena kita ini terlalu rendah diri.
GS : Ada kekhawatiran juga yang timbul kalau dikatakan sombong atau mau menang sendiri atau menguasai itu, Pak Paul.
PG : Tepat sekali, kita adalah orang yang tidak nyaman dengan perkataan atau penilaian diri kuat, kita tidak nyaman dengan konsep bahwa kita ini kuat. Kita takut sekali dituduh orang sombong, klau kita merasakan bahwa kita kuat.
Dan memang seolah-olah di dunia kekristenan kita ini telah menebarkan konsep yang tidak alkitabiah, konsep bahwa orang itu seharusnyalah lemah. Waktu seseorang berkata saya rasa saya mampu melakukannya, ini lebih sering ditafsir engkau ingin menonjolkan diri. Jadi sikap yang lebih terpuji adalah "jangan... jangan saya, saya tidak bisa apa-apa", yang akhirnya hanyalah mengulur waktu dan menambah ketidakefisienan.
GS : Apa ada contoh konkret atau petunjuk konkret dari Alkitab, Pak Paul, tentang penyebab-penyebab dari kesalahpahaman?
PG : Yang pertama akan saya ambil dari 2 Korintus 12:9-10, di sini tercatat: Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karuniaKu padamu, sebab justru dalam kelemahanlah kuaaKu menjadi sempurna."
Sebab itu terlebih suka aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah maka aku kuat. Yang pertama yang harus kita perhatikan adalah orang yang lemah. Paulus dengan spesifik membicarakan situasi tertentu dalam kehidupannya, yaitu situasi yang menyiksanya, situasi yang sedang menganiayanya, dengan kata lain dia dalam keadaan menderita. Dia mengemukakan dalam keadaan menderita demi Kristus memang dia merasa lemah, sebab kita tahu dalam penderitaan yang menerpa dan menyiksa kita tidak bisa tidak kita akan merasa lemah. Jadi sekali lagi, lemah di sini bukan berarti secara keseluruhan Paulus itu menganggap dirinya orang yang lemah. Dia sedang membicarakan dalam kondisi tersiksa yang lemah dan ini adalah hal yang sangat manusiawi sekali. Namun sering kali kita salah mengerti dalam hal ini, seakan-akan Paulus sedang mengatakan saya senang menjadi orang yang lemah, bukan, Paulus sedang membicarakan secara spesifik kondisi tersebut, kondisi yang sedang menyiksanya itu. Yang dia maksud lemah bukannya dirinya secara keseluruhan, jangan sampai kita salah tafsir bahwa yang Tuhan inginkan adalah kita ini lemah, dan orang yang menganggap dirinya kuat sudah pasti itu adalah orang yang sombong dan salah.
GS : Memang beberapa kali kita baca kesaksian Paulus sendiri bahwa dia memegahkan diri seolah-olah kalau dibaca sepintas seperti orang yang sombong, Pak Paul. Tetapi ada juga pemahaman yang benar tentunya tentang sikap lemah itu sebenarnya, bagaimana itu Pak Paul?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Paulus memang berkata dalam kondisi tersiksa itu dia lemah karena pada saat itulah kuasa Tuhan dinyatakan dengan lebih jelas. Karena dalam keadaan dia terkuras, aktu kuasa Tuhan datang, kuasa Tuhan itu memberikan tenaga bangkit kembali, dengan perkataan lain, dia lebih melihat curahan kuasa Tuhan.
Saya berikan suatu pengibaratan kalau kendaraan kita ini kehabisan bensin tinggal sisanya itu ½ liter dan kapasitas mobil kita adalah misalnya 40 liter, waktu diisi bisa masuk 40 liter. Tapi kalau misalkan kita mengisi 20 liter sebab sudah ada 20 liter dalam tangki kita, sudah tentu yang bisa masuk hanya 20 liter. Jadi Paulus sudah membicarakan hal yang sangat-sangat bersifat fakta. Pada waktu dia menderita kekuatannya habis, tetapi dia bisa menerima kekuatan Tuhan yang jauh lebih besar, karena itu Tuhan berkata: kekuatanKu dibuat sempurna artinya diberikan dengan begitu jelas. Berikutnya yang Paulus katakan adalah dia bukannya orang yang lemah, tapi yang dia mau katakan dibandingkan kekuatan Tuhan dia orang yang lemah. Dibandingkan dengan kekuatan Tuhan, kekuatannya jauh lebih kecil. Kita sebagai orang Kristen bisa berkata saya lemah dalam perbandingan dengan Tuhan, kekuatanku sangat kecil dibandingkan dengan kekuatan Tuhan, tapi tidak berarti saya orang yang lemah dalam hidup ini.
GS : Ada memang kelemahan yang dikatakan Rasul Paulus karena memang dia tidak bisa lagi mengatasinya, Pak Paul, seperti dia sudah minta kepada Tuhan untuk mencabut durinya dan Tuhan bilang cukup. Jadi dia menyadari kelemahan itu, tapi dia merasakan kuasa Tuhan. Apakah dalam hal ini seseorang harus menyadari kelemahannya seperti itu, Pak Paul?
PG : Saya kira ada baiknya dan selalu baik bagi orang Kristen atau bagi semua orang untuk menyadari kelemahannya, sehingga dia bisa terus membawa kelemahan itu dalam doa sehingga kelemahan itu idak menjatuhkan kita.
Kelemahan tidak identik dengan kejatuhan, orang yang tidak menyadari kelemahannya berpotensi besar untuk jatuh. Tapi orang yang menyadari kelemahannya memperkecil kemungkinan dia jatuh, karena dia selalu membawa dalam doanya dan ini yang terjadi pada Paulus. Dia terus meminta Tuhan, dia terus berdoa kepada Tuhan membawakan kelemahannya itu dalam doa dan Tuhan juga memberikan kata-kata penghiburan dan kekuatannya, sesuai dengan yang telah kita baca tadi, "cukuplah anugerahKu bagimu."
GS : Paulus sendiri menyadari bahwa kelemahan itu diizinkan oleh Tuhan ada di dalam dirinya supaya tidak sombong. Dalam hal ini apakah ada contoh lain dalam Alkitab, kita tadi sudah cukup banyak berbicara tentang Paulus, tetapi saya yakin sekali bukan satu-satunya Paulus itu di dalam Alkitab, karena saya merasa ini konsep umum.
PG : Jadi kita ini perlu sekali lagi kembali ke Alkitab, ada hal-hal yang terlalu terbiasa kita serap dan kita anggap itulah kebenaran. Ada baiknya sekali-sekali kita kembali melihat apa yang frman Tuhan katakan.
Mengenai orang-orang yang berkata lebih baik kita ini lemah, mari kita lihat contoh-contoh di Alkitab. Alkitab memberi kita beberapa tokoh yang menunjukkan mereka itu orang yang kuat, bukan orang yang lemah. Misalnya kita tahu Yusuf menderita luar biasa sejak usia mudanya dan dia akhirnya bertahan dalam Tuhan waktu dia menjadi seorang Perdana Menteri di Mesir, dia bukan orang yang lemah, dia mungkin saja depresi berat tapi dia tidak membiarkan dirinya larut dalam kesedihan. Contoh yang lain, Daniel meskipun ditentang sewaktu dia berdoa kepada Allah, dia tetap berdoa kepada Allah. Dia tidak mengompromikan kepercayaannya, kita melihat misalnya Musa juga harus menghadapi raja Firaun, tetap dia jalani, tetap dia tidak takut. Jadi contoh-contoh itu memberikan kita satu kejelasan bahwa anak-anak Tuhan justru adalah orang-orang yang kuat, yang tabah, yang tegar. Waktu mereka datang meminta kekuatan Tuhan tidak berarti mereka itu menjadi orang yang ketakutan, lemah, tidak, mereka akan diisi dan berani keluar. Pada waktunya memang kita ini lemah, ada waktunya kita takut, kita ini tidak sempurna. Contoh yang jelas adalah Elia, waktu Izebel hendak membunuhnya dia lari ketakutan, tapi setelah mendapat kekuatan Tuhan ia turun kembali dari gunung dan menghadapi raja Ahab. Jadi kita melihat contoh-contoh tersebut, bahwa anak-anak Tuhan adalah orang-orang yang kuat. Pertanyaannya kenapa mereka kuat, mereka adalah orang yang sudah menerima kuasa Tuhan sebagaimana kita pun seharusnya sudah menerima kuasa Tuhan. Sebagaimana tercatat dalam
Kisah Para Rasul 1:8, bahwa kuasa Roh Kudus akan turun ke atas kamu. Kata kuasa yang digunakan sebetulnya berasal dari bahasa Yunani, yang sekarang digunakan untuk kata dinamit. Dunamos itu kekuatan besar yang bisa meledakkan, yang bisa mengubahkan, bisa meruntuhkan, jadi Tuhan memberikan kuasa dan bukan kuasa yang kecil melainkan kuasa yang besar. Kita harus hidup sesuai dengan kuasa yang Tuhan telah berikan. Jangan sampai kita tidak menyadari hal ini sehingga dalam hidup sehari-hari kita justru seringnya merengek-rengek kepada Tuhan, kita tidak pernah dewasa, terus menjadi kanak-kanak.
GS : Sikap seperti itu sebenarnya mempermalukan Tuhan secara tidak langsung ya, Pak Paul?
PG : Ya, betul sekali Pak Gunawan, bukankah dalam doa kita selalu mengulang-ulang kami lemah Tuhan, tolong dalam kelemahan kami. Saya kira ada waktunya kita berkata seperti itu dalam kondisi yag memang kita sedang lemah, silakan berdoa seperti itu.
Tapi kita tidak perlu berbasa-basi dengan Tuhan secara formal, Tuhan kami lemah sebab kata-kata itu dikhawatirkan malah mengindoktrinasi kita dan membuat kita percaya bahwa kita orang yang tidak berdaya. Nah, apa artinya kuasa yang telah Tuhan berikan kepada kita itu.
GS : Dan ada bagian Alkitab yang mengatakan bahwa kita diberi oleh Tuhan bukan roh penakut, tapi roh yang kuat, yang berkuasa sebenarnya, ya Pak Paul?
PG : Tepat sekali, jadi Tuhan di situ menjelaskan bahwa Roh yang Tuhan berikan itu bukannya roh yang akan membuat kita lari ketakutan, bersembunyi. Roh yang Tuhan berikan, Roh yang membuat kitaberani untuk maju ke depan.
Ada waktunya Tuhan melindungi kita, kita lari ke Tuhan meminta perlindungan, maka di Mazmur pun Daud menggunakan pengistilahan gunung batuku, Tuhan gunung batuku. Nah saya kebetulan pernah melewati gurun pasir, saya melihat batu yang begitu besar dan memang seperti bukit, bukit-bukit di padang pasir yang terbuat dari batu, batu cadas yang besar. Saya bisa membayangkan waktu orang-orang Israel berperang, waktu Daud berperang bukankah betul itu tempat perlindungan, mereka tidak bisa dipanah, ditombak atau disiram dengan api atau apa. Jadi Tuhan sekali waktu akan berbuat begitu dan silakan datang kepada Tuhan meminta perlindunganNya. Tapi tidak berarti kita ini melarikan diri, orang Israel adakalanya memang dibebaskan oleh Tuhan dalam tugas menghadapi musuh tapi jarang. Kebanyakan orang Israel tetap harus terjun perang, Tuhan menyertai mereka dalam medan pertempuran, tapi mereka harus menghadapinya. Nah saya khawatir, Pak Gunawan, kita mengembangkan sikap pasif sebetulnya dengan perencanaan bukan tanpa sengaja, bukannya o.... kebetulan saja kejadian seperti ini. Saya kira ada perencanaan tertentu, karena memang kita ini sebetulnya tidak mau bertanggung jawab, tidak mau menghadapi konsekuensi. Akhirnya lebih mau merengek dan bergantung kepada Tuhan. Dengan alasan kalau tidak bergantung salah, sebetulnya bukan itu yang Tuhan maksud dengan bergantung.
GS : Khawatirnya kalau kita sudah punya konsep seperti itu, lalu terjadi sesuatu yang negatif, kita lepas tangan dan menyalahkan Tuhan. Kita katakan saya sudah berserah pada Tuhan, faktanya seperti ini berarti Tuhan yang salah.
PG : Bahkan dalam kasus yang ekstrim, Pak Gunawan, akan ada orang yang berkata saya berdosa karena Tuhan menghadirkan dosa. Misalnya kenapa engkau akhirnya memakai obat atau narkoba? Ya, itu meang pencobaan yang Tuhan sudah atur harus terjadi dan saya mana bisa melawannya.
Sebab orang itu datang menawarkan obat buat saya, kalau Tuhan tidak izinkan orang itu tidak akan datang menawarkan obat buat saya. Atau yang lain yang juga klasik, Tuhan yang mempertemukan kami dalam pernikahan, kalau tidak ya kami tidak akan menikah. Sekarang tidak cocok, saya kembali berpikir pasti Tuhan keliru mempertemukan kami, kalau bukan kehendak Tuhan, Tuhan tidak akan mempertemukan kami. Saya kira itu konsep yang sangat mencerminkan sifat pasif kita dan membuat masalah, sebab sudah tentu Tuhan akan membiarkan kita bertemu dengan segala macam pencobaan, Tuhan akan membiarkan kita juga kadang-kadang berjalan sangat dekat dengan pencobaan dan dosa. Tapi di situlah Tuhan mau melihat, apakah kita bisa melawannya. Tentang pencarian jodoh dan sebagainya, Tuhan meminta kita bijaksana, menilai baik-baik, berteman dengan normal, bukan karena kita ini orang Kristen lalu dibebastugaskan, diperkecualikan oleh Tuhan dari kewajiban mengenai membangun hubungan yang baik sebelum akhirnya menikahi pasangan kita. Jadi saya kira sikap-sikap pasif itu membuat masalah yang tidak perlu sama sekali.
(2) GS : Kalau begitu Pak Paul, pengertian yang benar tentang berharap kepada Tuhan, berpegang kepada Tuhan, berlindung kepada Tuhan itu seperti apa, Pak Paul?
PG : Pertama-tama kita harus ingat yang tadi sudah dipaparkan oleh Rasul Paulus bahwa kekuatan kita tidak sebanding dengan kekuatan Tuhan. Oleh karena itu kita harus melihat Alkitab secara interal/keseluruhan.
Di
Amsal 3:5-6, kita bisa membaca kita harus mengakui Tuhan dalam segala jalan kita, kita tidak seharusnya mengandalkan hanya pengertian kita. Artinya jangan sampai kita berpikir pengertianku yang paling utama, kita selalu harus mengetahui bahwa ada pengertian yang lebih tinggi yakni Tuhan. Ada jalan yang juga jauh lebih tinggi, jalan Tuhan, ada kuasa yang jauh lebih besar yakni kuasa Tuhan. Jadi manusia senantiasa harus menyadari batasnya, tapi setelah menyadari batasnya manusia boleh bertindak dan meminta Tuhan terus menuntun dalam tindakan-tindakan itu. Jangan sampai kita akhirnya hanya duduk berdiam diri dan berkata "Tuhan Engkau tidak melakukannya," ya akhirnya sampai pada akhirnya tidak ada apa-apa yang terjadi. Sebab kita tidak jalan, kita tidak bertindak, nah jadi tetap jalan kalau Tuhan tidak kehendaki dan kita sudah bawakan dalam doa Tuhan akan bisa menghentikannya. Tuhan akan bisa berkata jalannya keliru, contohnya Rasul Paulus dia ingin mengabarkan Injil ke Asia dan dia sudah merencanakannya. Berdoa tidak! Sudah berdoa, diutus tidak oleh jemaat! Diutus, didoakan dan sebagainya. Tapi sampai titik akhir sebelum dia berangkat dia mendapatkan mimpi dan dalam mimpi itu jelas Tuhan memanggil dia ke benua Eropa, karena benua Eropa pada saat itu belum mendengarkan Injil Tuhan. Jadi Paulus mengubah rencananya dan dengan perkataan lain kita melihat Paulus orang yang aktif, dia tidak hanya berlipat tangan dan menunggu-nunggu wahyu Tuhan, kapan dia harus berangkat atau tidak. Dia merencanakan untuk berangkat sampai titik akhir kalau memang bukan jalan Tuhan, ya dia ubah. Waktu perjalanan yang pertama dia pergi ke banyak tempat di Asia memang Tuhan mengizinkan dan akhirnya dia benar-benar pergi, seperti itu jadinya kita bersandar, Pak Gunawan. Kita minta Tuhan memimpin. Kita akui kita terbatas, kita minta kehendak Tuhan yang jadi tapi tidak berarti berpangku tangan. Silakan jalan dan Tuhan akan memimpin, Tuhan mengarahkan kembali atau Tuhan menghentikan, kalau memang itu bukan kehendak Tuhan.
GS : Jadi penting sekali untuk mengetahui batas-batasnya, Pak Paul, supaya seseorang tidak terlanjur melampaui kemampuan atau kehendak Tuhan tetapi juga tidak duduk bersikap pasif. Sehingga seperti pertanyaan Tuhan kepada Elia, "Kerjamu apa di sini cuma diam-diam saja," padahal sebenarnya ada banyak tugas yang harus dia kerjakan. Jadi saya yakin sekali Tuhan sedang membangunkan kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar yang sudah disiapkan untuk kita.
Jadi demikianlah tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang sikap lemah dan pasif dalam kekristenan. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami sampaikan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.END_DATA