Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun saudara berada, saya Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen selama ± 30 menit akan menemani saudara dalam acara perbincangan seputar kehidupan keluarga. Telah hadir bersama saya Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang bimbingan dan atif mengajar di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Juga telah hadir bersama kami Ibu Melany salah seorang pengurus di LBKK. Ikutilah perbincangan kami, karena kami percaya acara Telaga ini pasti sangat menarik dan bermanfaat bagi kita semua.
ME : Pak Paul dan Bu Ida senang sekali pada saat ini saya bisa ikut berbincang-bincang di sini dan boleh saya katakan bahwa ada salah seorang pendengar yang telah menulis surat kepada kita dan menanyakan permasalahan antara seorang ibu dengan anaknya yang berusia 16 tahun. Jadi ibu ini mempunyai 3 orang anak yang besar, yang pertama adalah wanita umurnya 16 tahun seorang remaja. Anak ini tinggal kost di suatu kota dan pada suatu hari anak ini menelpon ke rumah orang tuanya mengatakan bahwa dia akan pergi dengan temannya ke kota lain. Pada saat itu ibu ini tidak mengizinkan anak ini pergi, selang 30 menit kemudian ibu ini kembali mengecek anaknya di tempat kost ternyata anaknya tidak ada. Keesokan harinya ditelepon lagi juga masih belum pulang, kemudian ibu ini merasa sangat khawatir kepada anak remajanya ini, walaupun anaknya terkenal pendiam tapi rupanya akhir-akhir ini anak ini dikatakan cukup nakal. Mengapa dikatakan nakal, karena anak ini berani pergi dengan seorang laki-laki tanpa pamit walaupun orang tua sudah mengatakan tidak boleh. Saya kira masalah seperti ini tidak jarang terjadi dan melalui surat ini juga, ibu ini menanyakan bagaimana petunjuk atau nasihat dari Pak Paul untuk mengatasi anaknya.
PG : Saya ingin menggarisbawahi akan apa yang tadi Ibu sudah katakan yakni bahwa ini adalah surat dari para pendengar Ibu Melany ya. Saya merasa sangat senang sekali karena kami mendapatkan resons dari pendengar dan ternyata ada beberapa surat yang memang sudah masuk ya Bu dan kami akan berusaha untuk membalasnya.
Surat itu pun saya percaya sudah dibalas secara langsung ya dan melalui radio ini atau acara hari ini memang kami berniat untuk mencoba membahasnya agar para keluarga yang lain bisa menimba manfaat. Dalam membahas masalah yang disajikan pada kami melalui surat, kami akan menyamarkan identitas sehingga tidak dapat dikenali lagi agar kerahasiaan tetap terjamin. Namun kasusnya memang kami akan ungkap secara umum agar teman-teman yang lain juga bisa belajar dari masalah ini. Sudah tentu kasus yang tadi Ibu katakan kasus yang cukup sering terjadi pada masa sekarang ini yakni adanya anak-anak yang memasuki tahap pemberontakan, kalau saya boleh katakan itu. Dalam pengertian anak-anak remaja ini yang tadinya penurut dan mendengarkan nasihat dan permintaan orang tuanya tiba-tiba mulai menunjukkan sikap memberontak, tidak lagi mendengarkan apa yang diminta atau nasihat orang tuanya. Dugaan saya remaja putri ini terlibat dalam hubungan kasih dengan seorang pria, jadi dalam hubungan cinta itu si anak remaja rupanya lebih berat terhadap pacarnya dibanding dengan orang tuanya. Nah pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak ibu itu adalah mengapa anak saya sebelumnya tidak pernah melakukan hal seperti ini yakni keluar dari tempat tinggalnya tanpa memberitahu orang tua dan pergi dengan pria lain, kenapa dia sekarang melakukan hal yang seperti ini. Nah ini memang pertanyaan yang harus kita semua mencoba untuk menjawabnya. Saya kira ada beberapa kemungkinan kenapa si anak remaja ini begitu berani melakukan suatu tindakan yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Pertama-tama adalah memang anak remaja berada pada tahap yang disebut eksperimentasi, tahap percobaan. Maksudnya adalah anak-anak pada usia remaja cenderung melakukan hal-hal yang dapat dikategorikan bermain dengan api atau mulai mengambil tindakan yang mengandung resiko, resiko yang tidak pernah dia ambil sebelumnya, tapi sekarang dia mulai ambil. Nah saya mulai melihat ini juga pada diri anak saya yang menginjak usia remaja, di mana sebetulnya dia selalu menurut apa yang kami minta namun sekarang misalnya dia sudah mulai berani melawan orang tua dan misalnya ingin pergi dengan teman-temannya, jalan-jalan pada hal usianya baru sekitar 12 tahun dan kami sangat khawatir. Tapi dia berkata teman-temannya juga pergi kenapa saya kok tidak boleh. Jadi pada usia remaja anak-anak memang cenderung mengambil tindakan yang beresiko, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Mengapa dia begitu, mengapa dia mengambil justru tindakan yang beresiko, tidak yang aman-aman seperti yang kita harapkan, nah alasannya adalah karena memang dia sedang bereksperimentasi dalam pengertian dia sedang sebetulnya mencoba-coba berapa jauh dia bisa melangkah tanpa dia harus mengalami masalah, berapa jauh dia bisa merenggangkan dirinya dan melangkah sehingga dia bisa benar-benar melihat apa yang bisa dia lakukan dan apa yang dia tidak bisa lakukan. Sebelumnya pada usia anak-anak dia tidak berpikir seperti itu, dia senantiasa mencoba melakukan yang diminta oleh orang tuanya dia mempercayai perkataan orang tuanya secara mutlak. Jadi yang aman itulah yang dia lakukan, tapi pada usia remaja dia ingin tahu apa itu yang dia bisa lakukan dan yang tidak bisa dia lakukan, oleh karena itulah pada saat ini mulailah dia mengambil tindakan-tindakan yang memang bermain-main dengan resiko. Itulah sebabnya si anak putri ini akhirnya memutuskan untuk pergi tanpa memberitahu orang tuanya, pergi dengan diam-diam dan pergi dengan pria lain, suatu tindakan yang memang sangat berani. Nah saya bisa menafsir tindakannya adalah sebagai tindakan mengambil resiko atau bereksperimen, kira-kira itulah yang pertama yang muncul dalam benak saya tatkala mendengar kasus ini.
IR : Nah Pak Paul apakah itu karena pengaruh dari luar, pengaruh teman itu lebih kuat daripada anak itu sendiri Pak Paul?
PG : Saya kira memang pengaruh lingkungan sangat besar di sini Bu Ida, jadi tidak tertutup kemungkinan sebelum dia melakukan hal ini yakni pergi dengan pria lain tanpa memberitahu orang tuanya,saya duga kemungkinan besar remaja putri ini telah melihat kawannya melakukan hal yang serupa, jadi dia sudah melihat contohnya ada temannya yang pergi dengan pacarnya tanpa memberitahu orang tuanya dan OK tidak apa-apa, tidak mendapatkan kecelakaan atau musibah apa-apa.
Dan mungkin dalam kasus temannya, temannya juga kembali dengan keadaan yang utuh dalam pengertian tidak berbuat hal-hal yang melanggar susila atau melanggar Firman Tuhan. Nah mungkin sekali dia melihat contoh-contoh seperti ini kasus yang lain yang lebih mungkin buruk adalah teman-teman yang lain melakukan hal yang memang sudah melanggar Firman Tuhan yaitu pergi dengan pacarnya menginap dan berbuat hal-hal yang tidak senonoh atau berhubungan seksual misalnya. Nah dia terjepit di dalam situasi yang seperti ini, tidak bisa tidak rasa ingin tahunya muncul. Dia mungkin mulai berpikir apa salahnya ya saya coba, bukankah teman saya juga melakukan hal yang sama dan ia tidak apa-apa, nah akhirnya terdorong. Jadi mungkin sekali tadi yang Ibu katakan terjadi pada anak remaja putri ini, dia melihat contoh dan contoh-contoh dari luar dari temannya itu akhirnya membangkitkan keingintahuannya. Dan akhirnya dia memutuskan untuk mencobanya.
IR : Kemudian bagaimana Pak Paul sikap orang tua menghadapi anak yang seperti ini?
PG : Sudah pasti saya percaya Ibu Ida sikap kita ksebagai orang tua remaja putri ini nomor 1 akan kaget, panik sebab kita tidak pernah menduga bahwa anak kita akan berbuat seperti ini. Apalagi alau kita percaya bahwa kita telah mendidik anak kita dalam Tuhan dan kita menganggap anak itu anak yang lumayan baik kok tiba-tiba pergi dengan pria lain tanpa memberitahu kita wah.....saya
hampir yakin reaksi natural yang akan kita tunjukkan adalah panik, panik sekali. Dan setelah panik saya kira reaksi yang berikutnya menyusul adalah marah ya Ibu Ida, jadi kita ini marah sekali karena si anak melakukan hal yang bagi kita sangat melewati batas, sangat salah. Nah sekarang apa sikap kita, apa yang harus kita lakukan terhadap anak kita ini. Saya bisa menyarankan yang paling tepat adalah pada saat anak ini baru melakukannya untuk pertama kali kita ajak dia bicara, kita ajak dia bicara karena anak ini sudah remaja, kita mencari tahu siapa pria itu, mengapa pria itu begitu penting baginya sehingga dia rela untuk pergi dengan pria itu tanpa memberitahu kita. Kalau kita tanyakan apa alasannya engkau pergi tanpa memberitahu kami sebagai orang tua, saya kira alasannya sudah sangat jelas ya, yaitu dia tahu kalau dia beritahu kita dia tidak akan mendapatkan izin kita. Jadi saya kira alasannya adalah ya dia ingin melakukannya, dia ingin pergi bebas dan dia tahu kalau dia minta izin dia tidak akan mendapatkannya, jadi daripada dia terhalang tidak bisa mewujudkan keinginannya ya dia pergi tanpa memberitahu kita. Nah jadi yang perlu kita tanyakan bukan kenapa tidak memberitahu kami sebagai orang tua dan sebagainya, yang perlu kita ketahui adalah kenapa dia rela melanggar perintah kita atau permintaan kita hanya karena pria tersebut, jadi kita mesti tahu juga siapa pria itu, kenapa pria itu begitu penting baginya. Dan kita juga perlu tahu apa yang dia lakukan dengan pria itu, jadi kita perlu mengecek apa saja yang dia lakukan. Mungkin sekali dia akan menutupi sebab itu reaksi yang natural, dan jangan menyerah pada jawaban kami tidak berbuat apa-apa, tanyakan secara spesifik, apakah dia menciummu misalnya seperti itu, apakah dia memegang tubuhmu, bagian tubuh yang mana yang dia pegang dan sebagainya. Kita tanya sespesifik itu tujuannya adalah agar kita mendapatkan gambaran dengan jelas apa itu yang dia lakukan. Nah adakalanya si anak wanita itu sendiri tidak begitu memikirkan perbuatannya secara grafik, secara jelas, karena mungkin terbawa emosi, saat itu dia tidak begitu melihat perbuatannya. Namun tatkala kita memintanya untuk mengakui apa yang dia lakukan secara konkret, itu juga menolong dia untuk melihat dirinya, bahwa dia yang misalnya dari kecil sudah mengenal Tuhan, sudah ke gereja dan sebagainya kok bisa membiarkan dirinya melakukan hal seperti itu. Nah jadi saya pikir ada baiknya kita memang menanyakan dengan spesifik agar dia pun berkesempatan untuk melihat dirinya o......waktu si mama tanya, waktu si papa tanya, apakah engkau membiarkan dia memegang tubuhmu yang privat yang tidak boleh dipegang oleh orang lain misalnya dia akhirnya mengakui, nah pada waktu dia berkata ya tidak bisa tidak dalam benaknya langsung akan terbersit peristiwa itu sendiri dan dia seolah-olah diberikan cermin untuk mengaca bahwa itulah yang dia lakukan. Nah setelah kita menanyakan itu semua baru kita berikan dia kesempatan untuk menjawab pertanyaan kita: "Menurut kamu apakah yang kamu lakukan itu terpuji, apakah yang kamu perbuat itu terpuji?" Dan kita tanya lagi yang keduanya: "Apa yang Tuhan Yesus akan katakan kalau Dia bersama di sana bersama dengan engkau dan pacarmu?" Jadi kita tanya dia seperti itu agar kita kembalikan tanggung jawab kepada dia bahwa dia bertanggung jawab kepada Tuhan. Sebab memang kita harus sadari kita tidak bisa senantiasa mengawasi dia.
IR : Bagaimana kalau dia berbohong Pak Paul?
PG : Kemungkinan yang besar sekali Bu Ida ya, dia pasti atau kemungkinan besar berbohong. Kalau sampai dia berbohong, kalau kita tidak ada jawaban lain ya sudah kita tidak usah paksakan. Misalkn kita tanya dia apa yang engkau perbuat, apakah dia menyentuh tubuhmu dan sebagainya, dia terus menyangkal berkata: "Tidak! saya tidak melakukan itu semua."
Nah sebaiknya dalam keadaan seperti itu kita tidak memaksakan, kita berkata: "Saya tidak tahu jawaban yang paling benar karena saya tidak ada di situ dengan engkau, tapi engkau harus ingat satu hal bahwa di mana pun engkau berada di situ Tuhan berada, kalau engkau mengatakan hal yang benar saya senang, papa atau mama senang tapi kalau engkau tidak mengatakan hal yang betul engkau ingat satu hal, engkau bukan saja sedang berbohong kepada mama atau papa tapi engkau sedang berbohong kepada Tuhan." Nah kita bisa berikan dia contoh tentang Ananias dan Safira Bu Ida dan Bu Melany, di mana mereka berdua berbohong tentang jumlah persembahan yang mereka berikan kepada Tuhan, dan mereka langsung mendapatkan hukuman Tuhan seketika. Nah kita bisa ingatkan dia tentang cerita itu juga tapi terus kita berkata kepadanya: "Sudah mama atau papa tidak akan memaksa kamu memberikan jawaban yang lain, kalau memang itu jawaban kamu sudah, kami percaya tapi engkau yang bertanggung jawab kepada Tuhan." Jadi biarkan dia itu lebih bertanggung jawab, kalau tidak saya takut dia makin mengelak dan mengelak, dan akhirnya tidak ada habisnya.
ME : Pak Paul, rupanya yang tambah membuat ibu ini sedih ternyata si ayah yaitu suaminya rupanya sudah tidak mau tahu lagi. Jadi anak ini rupanya bukan untuk pertama kali dia pergi tanpa pamit tapi sudah 2, 3 kali sehingga ayahnya sudah merasa tidak mau turut campur, itu urusan ibu begitu. Nah hal ini membuat si ibu pun tambah sedih lagi, seolah-olah dia harus mengatasi masalah anak remajanya ini sendirian. Bagaimana Pak Paul kalau begitu?
PG : Ini memang sering terjadi Ibu Melany, jadi sering saya temukan juga memang masalah yang serupa yakni cukup banyak ibu yang merasa tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari suami mereka daam menghadapi masalah anak-anak mereka.
Saya kira ini memang muncul dari konsep yang tidak tepat yaitu cukup banyak pria atau suami yang beranggapan bahwa tugas mengurus rumah tangga adalah tugas istri atau ibu bukan tugas ayah atau suami. Saya kira ini memang tidak tepat sama sekali sebab Firman Tuhan dengan jelas meminta agar pria itu mendidik anak-anak di dalam Tuhan. Nah justru yang diberikan perintah bukanlah ibu, tapi ayah jadi ayahlah yang ditugasi Tuhan justru untuk mendidik anak-anak dalam rumah. Nah dalam kasus ini mungkin si ayah bukanlah seperti yang tadi saya katakan, dia adalah orang yang memang mencoba untuk mengurus anak-anak dan dalam kasus ini dia sangat frustrasi karena usahanya untuk membenarkan, mengoreksi perbuatan ayahnya tidak membuahkan hasil. Apa yang harus dikerjakan oleh si ibu, si ibu bisa sekali lagi mencoba mengutarakan kelelahannya, nah ini penting sekali saya garis bawahi kata kelelahannya. Si ibu jangan menuntut si ayah untuk bertanggung jawab, untuk mengurus lagi saya kira sering kali tuntutan-tuntutan seperti ini justru berdampak seperti bumerang, tidak membawa hasil, si ayah mungkin makin rasanya ingin lari. Nah jadi saya bisa sarankan sebaiknya si ibu ini hanya meminta si ayah untuk mendengarkannya, bilang saja kepada suaminya: "Saya ingin bicara dengan kamu bisa tidak engkau tolong dengarkan saja keluh kesahku. Aku merasa lelah sekali mencoba mengatasi masalah dengan anak kita ini, aku mengerti engkaupun juga lelah, aku paham engkau pun juga frustrasi tapi bagaimana pun ini anak kita," atau ada yang bisa kita kerjakan misalkan kita bisa memulai dengan mengajak suami itu untuk berdoa, meminta agar Tuhan menolong lagi. Jadi saya kira dengan cara-cara seperti ini si ayah akan lebih siap untuk memberikan bantuannya, kalau dia didesak lagi dan diberikan tuntutan lagi saya khawatir dia malah akan lari.
IR : Atau mungkin meminta bantuan orang ketiga Pak Paul, soalnya pada dasarnya suami itu kalau diberitahu, diajak istrinya kadang kala masih menolak, mungkin kalau bantuan dari orang ketiga mungkin bapak ini akan lebih menurut begitu.
PG : Ya ada kecenderungan memang kita ini malas Bu Ida harus saya akui ya, kalau mungkin orang lainlah yang menangani kita lebih. Jadi memang saya harus akui dalam hal mengurus anak, pria atau uami seperti saya ini cenderung memang berdalih ini 'kan urusan rumah tangga urusanmu bukan urusanku, aku 'kan urusannya di luar bekerja dan sebagainya.
Namun saya pikir dalih itu tidaklah Alkitabiah nomor 1 sebab Tuhan memerintahkan suami atau ayah untuk mendidik anak. Itu tidak diberikan kepada istri atau ibu tapi kepada ayah. Jadi nomor 1 tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, nomor 2 juga kalau kita melihat secara sosial Bu Ida dan Bu Melany bukankah sekarang ini banyak sekali ibu yang bekerja di luar tapi toh tetap waktu pulang ke rumah ibulah yang dituntut untuk mengurus rumah tangga, untuk mengawasi anak dan sebagainya. Jadi konsep ini saya kira tidak tepat ya tugas membesarkan anak, mendidik anak lebih besar sebetulnya diembankan pada ayah. Nah usulan ibu Ida itu baik sekali, adakalanya memang suami kurang tanggap terhadap permintaan istri dan sudah merasa defensif, merasa disudutkan, merasa disalahkan dan sebagainya, jadi kalau ada orang ketiga yang tepat yang bisa diajak masuk ke dalam masalah ini ya tidak ada salahnya Bu Ida. Jadi untuk kasus ini Ibu Melany dan Ibu Ida sudah diketahui bahwa LBKK sudah membalas suratnya dan mencoba menolong, jadi kami juga membuka kesempatan pada para pendengar yang lain kalau memiliki masalah jangan ragu-ragu untuk menulis kepada kami, kami akan mencoba menolong bapak/ibu sekalian. Kami di sini semuanya adalah satu perahu dengan saudara-saudara ya, kami semuanya satu penderitaan, kami semua sama-sama belajar.
IR : Nah demikianlah tadi telah kami persembahkan ke hadapan saudara sebuah perbincangan seputar kehidupan keluarga bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan dan tanggapan Anda sangat kami nantikan. Terima kasih untuk perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.