Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen kali ini telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang perbedaan pria dan wanita dalam satu sisi yang khusus yaitu pria dalam kariernya dan wanita dalam relasinya. Kami percaya anda pasti tertarik dengan acara ini dan acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul memang kita tahu bahwa secara biologis pria dan wanita itu berbeda, tetapi ternyata masih banyak perbedaan-perbedaan yang lain yang cukup mendasar yang Tuhan anugerahkan baik kepada pria maupun kepada wanita. Misalnya saja dalam hal harga diri, sebenarnya apa perbedaan yang konkret itu Pak Paul?
PG : Sebelum saya uraikan Pak Gunawan saya ingin juga menyebut nama seseorang yaitu Dr. Larry Crabb. Crabb ini adalah seorang psikolog Kristen di Amerika Serikat, beliau mempunyai suatu teori yng berkata bahwa manusia mempunyai 2 kebutuhan pokok.
Kebutuhan pokok yang pertama adalah rasa aman karena manusia tak dapat hidup dalam perasaan tidak aman atau terancam, itu adalah kebutuhan pokoknya yang penting. Yang kedua adalah rasa bermakna, rasa berharga, rasa bahwa kehidupan kita di dunia ini bukanlah kehidupan yang sia-sia. Berangkat dari teori tersebut kita bisa mengembangkan suatu penyelidikan atau studi tentang sebetulnya apa itu harga diri dan apakah pria dan wanita memiliki konsep yang sama tentang harga diri itu. Dan ternyata seperti Pak Gunawan sudah singgung memang ada perbedaan.
GS : Kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan akan rasa bermakna itu tentu bukan kebutuhan yang mendasar dalam kehidupan seseorang. Karena ada juga teori yang mengatakan kebutuhan dasar seseorang itu makan, tempat tinggal dan sebagainya itu Pak Paul?
PG : Betul, yang tadi Pak Gunawan sebut adalah bagian dari teori hirarki kebutuhan menurut Abraham Naslow. Nah menurut Naslow kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan fisik yaitu makan dn minum dan sebagainya.
Nah Crabb memang tidak menjabarkan teorinya dengan mendetail namun dalam kategori rasa aman itu sebetulnya juga termaktub kebutuhan akan makan dan minum kita terpenuhi. Sebab kalau kita tidak tahu besok makan apa kita tidak merasa aman, kita akan merasa sedikit banyak terancam.
GS : Kembali lagi ke yang tadi Pak Paul katakan mengenai harga diri, itu bagaimana Pak Paul?
PG : Jadi begini Pak Gunawan, pria dan wanita ternyata mempunyai pandangan yang berbeda tentang apa itu yang membuat hidup mereka bermakna. Nah sudah pasti yang akan saya uraikan ini merupakan paya penggeneralisasian, penyamarataan.
Sudah tentu akan ada perkecualian dalam masing-masing kategori ini. Namun pada umumnya pria cenderung mendasari harga dirinya itu atas karyanya, atas hal yang telah dicapainya, atas kesuksesannya. Dengan kata lain pria cenderung melihat harga dirinya itu berdasarkan kemampuannya, apa itu yang telah dia hasilkan dalam hidup ini. Jadi kalau kita balik, kalau pria tidak bisa melihat hasil karyanya, tidak ada yang dapat dia banggakan dari kerjanya dia juga tidak akan bisa memiliki rasa bermakna atau rasa berharga yang baik. Justru kecenderungannya adalah dia akan memandang rendah dirinya, sebab benar-benar pria itu mengukur tinggi rendahnya, besar atau kecil dirinya itu dari sudut karyanya atau hasilnya.
(2) IR : Bagaimana kalau zaman sekarang ini karya-karya atau kesuksesan dari kaum pria itu sering di bawah dari kesuksesan kaum wanita Pak Paul?
PG : Nah itu pertanyaan yang bagus Bu Ida sebab adakalanya itu yang terjadi, jadi mungkin suami yang merasa inferior merasa tidak berharga karena suami tersebut menghasilkan income atau pendapaan di bawah istrinya.
Nah meskipun misalkan si suami itu mempunyai pekerjaan yang baik namun kalau uang yang di bawanya ke rumah itu di bawah dari apa yang dibawa oleh istrinya kemungkinan dia akan merasa inferior, dia merasa tidak seberharga bagaimana semestinya. Dan mungkin sekali ini bisa berpotensi menjadi gangguan atau duri dalam hubungan mereka. Sebab si pria dapat menjadi orang yang cukup peka dengan hal-hal yang berkaitan dengan uang, sebab itu adalah harga dirinya.
GS : Kalau pria mendasarkan harga dirinya pada kariernya, bagaimana dengan wanita Pak Paul?
PG : Kalau wanita kecenderungannya adalah mendasari harga dirinya itu pada relasi Pak Gunawan, yaitu pada hubungannya dengan orang yang dekat dengan dia. Dengan kata lain wanita itu melihat maka hidupnya dan melihat bahwa hidupnya itu berharga kalau dia memang memiliki suatu hubungan yang baik dengan orang yang dikasihinya dan dekat dengannya.
Kita bisa memberikan suatu perbandingan yang lebih jelas, seorang pria tidak akan terlalu membanggakan istrinya sebanyak dia membanggakan pekerjaannya, itu sebetulnya adalah suatu kenyataan. Sebaliknya ada kecenderungan wanita membanggakan suaminya daripada pekerjaannya, nah ini mungkin bisa berubah pada zaman sekarang di mana banyak sekali kaum wanita yang telah menempuh karier yang tinggi atau yang baik. Namun tetap yang membuat si individu itu bahagia dan merasa dirinya bermakna sebetulnya tidak sama. Meskipun pria dan wanita mempunyai jenjang karier yang tinggi dan baik, saya dapat berkata bahwa si pria merasa bahagia dalam hidupnya itu karena dia telah mencapai jenjang yang tinggi di dalam kehidupannya. Meskipun hubungan dengan istrinya tidak baik, tapi bagi dia tidak masalah sebab yang penting adalah dia telah meraih kesuksesan itu. Sebaliknya kalau wanita mempunyai hubungan dengan keluarga yang tidak harmonis, hubungan dengan suaminya berantakan, meskipun kedudukannya baik dia tidak akan terlalu bahagia. Dia tidak akan bisa melepaskan dirinya dari hubungannya dengan si suami sedangkan pria lebih mampu melepaskan dirinya dari hubungannya dengan istrinya.
IR : Apa yang melatarbelakangi seorang pria itu untuk berkarier, mungkin ada contoh-contoh Pak Paul?
PG : Memang pria itu dikondisikan untuk meletakkan harga dirinya pada karier, pada kesuksesannya. Dari mana asalnya, ya dari perlakuan keluarga dan perlakuan masyarakat. Contohnya kalau anak peempuan menangis itu ditoleransi, tapi kalau anak laki menangis kita tidak terlalu menoleransi.
Kita secara tidak sadar mengharapkan anak laki kita itu sukar menangis sebetulnya, kalau anak wanita kita menangis kita memakluminya sebagai bagian dari dirinya yang mengekspresikan kesedihan itu. Tapi kita secara tak sadar tidak mengharapkan hal yang sama pada anak laki kita, sebab kita justru mengharapkan anak laki kita itu berperasaan kuat, mampu mengendalikan perasaannya dan tidak mudah menunjukkan kesedihannya. Sebab tanpa kita sadari pula kita sudah mempunyai suatu definisi bahwa menunjukkan kesedihan sama dengan menunjukkan kelemahan. Jadi waktu anak pria menangis menurut kita dia itu sedang menunjukkan kelemahannya dan anak pria tidak seyogyanya lemah, jadi benar-benar pria itu sangat dikaitkan dengan kekuatan. Sehingga dari kecil anak pria dikondisi untuk kuat, untuk bisa, untuk mampu begitu.
GS : Jadi kalau begitu apakah perbedaan itu memang perbedaan yang sifatnya natural Pak Paul, jadi artinya sejak lahir atau karena pembentukan lingkungannya?
PG : Ini pertanyaan yang bagus sekali Pak Gunawan, sebab apakah ini memang natural dari sudut biologis, ataukah murni bentukan lingkungan. Nah menurut pandangan saya Pak Gunawan, ini memang beraitan dengan natur fisik pria dan wanita yang memang berbeda.
Jadi pria secara fisik memang mempunyai kekuatan, secara fisik tampak kokoh sedangkan wanita secara fisik tidak tampak kokoh, lemah lembut, gemulai. Memang ide atau konsep ini tidak bisa dibalik secara universal saya kira tidak bisa dibalik. Kalau misalnya kita melihat wanita berotot dan kokoh, berkekuatan seperti baja saya kira dalam diri kita ada perasaan kurang begitu nyaman melihat figur wanita yang seperti itu. Tapi kalau melihat figur pria yang seperti itu justru kita merasa pas, jadi memang ada pengaruh biologisnya yaitu memang pria mempunyai fisik yang kuat sedangkan wanita cenderung lebih lemah gemulai. Maka akhirnya lebih mengundang perlakuan yang seperti itu pula dari lingkungan, masyarakat atau keluarga mengharapkan pria justru menjadi orang yang kuat. Dan misalkan kalau kita melihat dari sejarahnya pada masa masyarakat yang kita sebut masyarakat berburu yang pergi berburu pria, yang di rumah yang bercocok tanam misalnya atau menjaga anak-anak adalah wanita. Jadi memang pria diharapkan menjadi orang-orang yang kuat begitu Pak Gunawan.
GS : Tapi sementara ini Pak Paul, karena perkembangan zaman mungkin sering kali terjadi harus wanita, mungkin karena latar belakang pendidikannya dan sebagainya, dia berkarier dan tadi juga sudah disinggung sedikit sukses di dalam kariernya Pak Paul. Apakah kesuksesan di dalam karier itu tidak terlalu banyak memberikan kebahagiaan bagi si wanita ini?
PG : Sudah tentu akan memberikan kepuasan, sebab bagaimanapun kesuksesan dalam karier itu adalah sesuatu yang dapat dibanggakan. Namun yang saya ingin tegaskan adalah bahwa kalau pria mendapatkn kesuksesan namun kehidupan keluarganya tidak bahagia dia masih bisa secara relatif menemukan kepuasan hidupnya itu.
Tapi sebaliknya dengan wanita kalau hubungannya dengan orang yang dicintainya misalnya suaminya itu tidak harmonis itu akan sangat mengganggu dia meskipun dia adalah seorang wanita yang sukses dalam kariernya.
GS : Kalau begitu perbedaan itu pasti menimbulkan ketakutan-ketakutan tertentu Pak Paul baik dalam diri si pria maupun dalam diri si wanita. Pak Paul mungkin bisa menjelaskan lebih jauh mengenai hal ini?
PG : Bagi seorang pria ketakutan utamanya adalah kehilangan kepercayaan diri bahwa dia mampu melakukan sesuatu. Dengan kata lain pria itu pada dasarnya takut sekali untuk merasa tidak mampu, tiak bisa menguasai keadaan lagi.
Misalkan waktu dia tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya, itu adalah suatu hal yang menakutkan, menakutkan kenapa, sebab dia tidak lagi mampu menyediakan sesuai dengan yang dituntut. Pria dikondisi untuk selalu mampu memenuhi tuntutan yang diembankan padanya, sebab ketidakmampuannya memenuhi tuntutan disamakan dengan kelemahan dan pria takut sekali lemah. Sebaliknya wanita ketakutannya lain lagi, jadi wanita ketakutannya adalah dia kehilangan kontak, terputusnya hubungan dengan orang yang dikasihinya atau orang yang dekat dengannya. Jadi itu menjadi hal yang sangat menakutkan, ini bisa kita kembangkan dalam konteks berumah tangga dengan anak-anak.
GS : Apakah itu dipengaruhi juga karena kaum pria lebih banyak menggunakan pikirannya dari pada emosinya, sedang wanita itu lebih banyak menggunakan emosinya Pak Paul?
PG : Saya kira ada pengaruhnya Pak Gunawan, jadi pria dengan rasionya yang kuat, saya sama sekali tidak berkata bahwa perempuan kurang rasional atau wanita itu kurang intelektual bukan ya. Kit tidak membicarakan masalah IQ pria dan wanita, ada yang sama-sama pandai ada yang sama-sama kurang pandainya.
Tapi memang secara operasional pria cenderung menggunakan rasionya dan wanita lebih melibatkan emosinya dibandingkan pria, jadi ada pengaruh besar. Karena kehilangan orang yang dikasihi itu adalah hal yang sangat menyangkut emosi seseorang waktu dia dekat dengan seseorang, dia mengasihi orang itu, itu semuanya menyentuh perasaannya. Jadi sewaktu perasaannya itu tidak mendapatkan kepenuhan dia ditinggalkan oleh orang yang dikasihinya itu otomatis sangat memukul dia.
IR : Bagaimana kalau kaum pria pada usia produktif yang memang sukses Pak Paul, tapi suatu ketika usianya itu sudah lanjut kemudian dia tidak bisa bekerja apakah ketakutan juga ada?
PG : Sering kali ada Ibu Ida, itu baik sekali pertanyaannya sebab memang pria pada umumnya mengalami kesulitan memisahkan dirinya dari karier, pekerjaannya. Makanya sekarang ini seperti yang saa juga ketahui di Amerika Serikat dulu kala pria itu atau yang wanita juga sama usia pensiunnya adalah 65 tahun.
Namun sekarang makin banyak perusahaan yang mengizinkan para pekerjanya bekerja atau meneruskan pekerjaan mereka setelah melewati usia pensiun tersebut di atas 65, selama masih mampu, selama masih produktif silakan terus. Karena apa, karena akhirnya diteliti bahwa usia pensiun dan memaksakan orang pensiun pada usia tertentu adakalanya justru tidak produktif, tidak sehat bagi orang tersebut. Malah membuat orang itu depresi, kehilangan pegangan hidup dan kehilangan makna dalam hidup ini, jadi betul sekali ada kecenderungan kalau seseorang belum siap untuk pensiun meskipun usianya sudah 65 namun diwajibkan pensiun, itu memang bisa menimbulkan depresi dalam dirinya.
IR : Sekalipun waktu dia masih usia produktif itu hasilnya bisa menjamin, tapi tetap dia mempunyai ketakutan ya Pak Paul?
PG : Betul, kehilangan pekerjaan bagi dia kehilangan diri, jadi bukan saja o....saya pensiun, saya tak ada lagi pekerjaan tapi saya kehilangan diri, saya tidak tahu apa yang saya harus kerjakandengan diri saya ini.
Sebab pekerjaan atau karier telah begitu lekat dengan dirinya sehingga menjadi satu.
GS : Mungkin memang suatu pukulan yang cukup keras bagi pria kalau istrinya itu berkata bahwa hasil karyanya atau hasl karya dari suaminya itu kurang memuaskan Pak Paul sehingga dia merasa susah sekali dan merasa gagal menjadi seorang suami. Dan sebaliknya mungkin istri itu juga merasa gagal kalau dia tidak bisa membenahi rumah tangganya atau menyediakan makan buat suami atau anak-anaknya.
PG : Atau dia merasa tidak dicintai oleh suaminya, tidak diterima oleh anak-anaknya itu hal yang sangat berat bagi dia.
(3) GS : Jadi bagaimana Pak Paul seorang suami dan seorang istri atau pria dan wanita ini membangun dirinya supaya dia bisa menemukan harga diri yang sepadan yang sesuai dengan kebutuhannya, jadi upaya-upaya apa yang seharusnya dia lakukan?
PG : Saya menganjurkan bagi para pria untuk mulai mencabangkan diri yaitu jangan menumpukan segenap dirinya pada karier atau pada satu hal saja yakni kariernya itu. Penting sekali bagi seorang ria untuk bisa membagi diri sehingga dia menemukan kepuasan melalui hal-hal yang lain.
Misalnya kita-kita ini yang memang adalah anak Tuhan, melayani di gereja kita akan menemukan juga kepuasan dan makna hidup melalui pelayanan Kristen. Waktu kita ikut dalam tim pembesukan atau tim diakonia atau menolong orang yang dalam kesusahan atau melayani dalam kebaktian dan sebagainya, hal-hal itu menjadi masukan yang berharga bagi kita Pak Gunawan, jadi orang yang sehat orang yang bisa membagi dirinya dalam beberapa ruangan. Orang yang hanya mempunyai satu ruangan dalam hidupnya, saya takut sekali pada waktu ruangan itu dikunci dia akan kehilangan arah.
GS : Kalau yang wanita Pak Paul?
PG : Nah walau bagi wanita sebetulnya mirip dengan pria, dia juga seyogyanya membagi dirinya karena kalau tidak hati-hati wanita juga akan cenderung terikat oleh individu-individu tertentu yangdianggapnya dekat dengan dia.
Nah biasanya selain suami atau adakalanya (jujur Pak Gunawan di atas suami ya) wanita itu sering kali lebih dekat dengan anak daripada dengan suami sebetulnya. Kalau tidak hati-hati wanita juga akan menumpukan siapa dirinya itu pada anak, kalau anak baik dia senang, anak sukses dia senang, anak dekat dengan dia; dia senang, anak mencintai dia; dia senang, anak mulai berubah sedikit dia goyang, anak mulai tidak menghubungi dia, tidak menelpon dia, tidak bercerita dengan dia; dia panik, nah ada baiknya wanita juga membagi ruangan-ruangan hidupnya itu, jangan hanya satu saja yaitu pada si anak.
(4) IR : Nah bagi istri Pak Paul, kira-kira Pak Paul bisa memberikan saran, persiapan apa bagi si istri itu untuk bisa mendampingi di saat suami itu tidak berkarier lagi?
PG : Saya kira yang paling penting adalah kepekaan, pertama-tama dalam perkataan, jangan sampai terlontar kata-kata yang membandingkan si suami dengan orang lain, yang lebih mampu darinya atau angan mengeluarkan kata-kata yang memojokkan ketidakmampuan si suami.
Engkau memang tidak mampu begini engkau memang sok bisanya hanya pamer pada halnya tidak ada apa-apanya, nah kata-kata seperti itu sangat mematikan bagi seorang pria, jadi dari sudut jangan, ya jangan mengeluarkan kata-kata yang akan membuat si suami merasa rendah sekali. Dari sudut yang positif apa yang bisa dilakukan oleh si istri kepada si suami, saya kira nomor 1 suami itu sebetulnya dalam keadaan terpukul karena kehilangan identitas diri pekrjaannya, dia sebetulnya membutuhkan penerimaan yang bulat, yang penuh yaitu aku menerima engkau apa adanya, bahwa aku tetap percaya pada engkau, bahwa engkau itu memiliki kemampuan, namun sekarang kesempatan memang sedang tidak ada di sisi engkau, tapi aku percaya pada kemampuanmu. Nah jadi perkataan-perkataan seperti itu akan membuat si suami lebih bergairah bahwa si istri tidak kehilangan kepercayaan, bahwa persoalan yang sedang dihadapi ini bukanlah karena kemampuan si suami yang kurang tapi karena masalah kesempatan yang sedang tidak ada di pihak kita ini, begitu kira-kira Bu Ida.
IR : Juga kalau mungkin diajak pelayanan itu juga sesuatu yang baik ya Pak Paul?
PG : Sangat baik sekali, memang idealnya Bu Ida sebelum si suami ini mengalami pukulan yang berat, seharusnya dia sudah harus mencabangkan dirinya dalam hidup yaitu dengan terlibat dalam pelayaan dan sebagainya.
Kalau sudah jatuh dia baru disuruh ikut pelayanan itu pun susah sebab gengsinya tinggi, dia akan merasa saya akan ditertawai oleh orang lain, saya akan dinilai o....sudah bangkrut baru sekarang datang gereja pelayanan. Jadi bagi dia itu tekanan mental lagi, jadi memang kalau sudah jatuh baru disuruh ke gereja dan terlibat dalam pelayanan sering kali sukar, jadi seyogyanya sebelum itu terjadi.
GS : Jadi ini suatu keunikan yang Tuhan ciptakan untuk kita sebagai pria dan wanita yang dipersatukan dalam suatu pernikahan di mana kita bisa saling melengkapi satu dengan yang lain.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi di dalam Tuhan Yesus Kristus, kami telah persembahkan sebuah perbincangan seputar keluarga khususnya perbedaan pria dan wanita, pria dalam karier dan wanita dalam relasinya. Kami berbincang-bincang tadi dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.END_DATA