Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Menabur Penghargaan Menuai Cinta". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
(1) GS : Pak Paul, banyak pasangan itu merasakan cinta mereka setelah menikah dan sebelum menikah itu mempunyai perbedaan yang besar, kalau waktu berpacaran mereka begitu menggebu-nggebu, jadi hidupnya diwarnai dengan bunga-bunga cinta. Lalu setelah menikah bunga-bunga cinta itu rasanya hilang, nah sebenarnya apa yang harus dilakukan oleh pasangan suami-istri itu untuk tetap membina hubungan cinta mereka?
PG : Yang Pak Gunawan katakan tepat, jadi itu pengamatan yang juga sering saya lihat Pak Gunawan, di mana banyak pasangan nikah setelah menikah seolah-olah kehilangan cinta kasihnya. Seolah-lah memang cinta itu hanyalah mempunyai tempat pada masa berpacaran dan setelah menikah cinta itu kehilangan tempatnya.
Saya akan memberikan satu konsep yang menjadi dasar dari apa yang saya sarankan nanti yaitu cinta kasih dapat kita wujudkan dalam bentuk penghargaan. Saya memahami bahwa cinta itu jauh lebih luas daripada penghargaan, namun penghargaan itu dapat menjadi wujud nyata dari cinta kasih. Dan ini point kedua yang mau saya tekankan, makin banyak penghargaan makin besar kemungkinan cinta kasih itu tetap berjalan. Jadi cinta kasih yang kehilangan aspek penghargaan lama-lama akan kehilangan cinta itu sendiri, jadi waktu penghargaan diberikan dengan berlimpahnya cinta akan juga terus bertahan. Yang pertama adalah saya meminta agar kita ini yang sudah menikah untuk sering-sering mengungkapkan rasa terima kasih kita pada pasangan kita. Sering-sering mengungkapkan bahwa kita ini bersyukur, dia adalah suami atau istri kita. Mungkin di antara saudara yang mendengarkan akan berkata, tapi bagaimana suami saya sikapnya seperti itu, bagaimana kalau memang istri saya sifatnya seperti itu. Nah sudah tentu menjadi problem yang harus kita selesaikan terlebih dahulu, sebab pertengkaran yang tidak terselesaikan niscaya akan membunuh cinta kasih kita. Nah kalau sudah selesai kita harus buru-buru mengisi hubungan nikah kita itu dengan ungkapan-ungkapan terima kasih, hal yang sederhana misalnya, kita mengucapkan terima kasih sewaktu hari ini suami kita membukakan pintu untuk kita. Atau waktu istri kita memasak biasa saja bukan luar biasa untuk kita, waktu kita melihat misalnya suami kita memberikan perhatian kepada anak kita, waktu kita melihat istri kita begitu telitinya dengan anak-anak. Hal-hal kecil seperti itu saya harap tidak luput dari perhatian kita dan cepat-cepatlah kita memberikan ungkapan terima kasih itu.
GS : Kalau ungkapan terima kasih itu diungkapkan secara langsung, nah apakah pihak yang menerima ucapan terima kasih itu juga meresponsnya dengan baik, kadang-kadang itu dianggap seolah-olah mengada-ada, Pak Paul?
PG : Awal-awalnya saya kira akan muncul reaksi seperti itu, reaksi tidak percaya atau reaksi canggung. Namun coba kita tanya pada diri kita sendiri bukankah kita akan senang jikalau orang meangkap perbuatan kita dan mengucapkan rasa terima kasih atas tindakan kita itu.
Bukankah waktu orang mengucapkan terima kasih karena kita misalnya membukakan pintu buat dia, nah itu akan membuat kita merasa bahwa o....tindakan kita ternyata tidak luput dari perhatiannya. Dia melihat tindakan kita itu yang membukakan pintu, dan dia tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa atau yang sederhana tapi dia menganggapnya sebagai sesuatu yang cukup bernilai untuk diberikan rasa terima kasih. Jadi saya kira kalau lama-lama kita lakukan seperti itu kita akan senang, mungkin ada yang berkata lama-lama menjadi biasa, tidak tetap hal yang positif kita lakukan berulangkali memang menjadi biasa tapi tetap tidak kehilangan kadar positifnya. Nah yang saya mau tekankan di sini adalah bukankah hidup itu rutin dan dalam kerutinan akan mudah sekali muncul perasaan hambar, tidak ada apa-apanya, biasa-biasa saja. Dan perasaan yang biasa saja itu perasaan yang tidak ada apa-apanya, sebetulnya adalah ladang atau tanah atau medan untuk memunculkan pertengkaran. Jadi ladang yang sangat potensial sekali untuk menjadi tempat perkelahian, tapi kalau kita menyediakan ladang yang penuh kasih, perasaan-perasaan positif yang penuh di situ, akhirnya pertengkaran pun akan susah muncul. Karena perasaan yang mengaliri hidup kita ini adalah perasaan yang positif.
IR : Pak Paul, saya percaya itu kalau itu merupakan kebiasaan dan itu yang positif, itu malah suatu hal yang selalu diharapkan, kalau hal itu dilupakan malah orang ini menagih, kenapa bukan terima kasih yang saya lihat itu, dan hal ini juga akan menjadi contoh buat anaknya Pak Paul?
PG : Tepat sekali Bu Ida, waktu mulai melakukan awalnya memang tidak biasa, lama-lama menjadi hal yang biasa dan kalau tidak dilakukan lagi justru kita merasakan ada yang hilang. Dan kita akn meminta supaya diberikan lagi, karena itu adalah sesuatu yang positif.
Kita harus mengingat hidup ini sebetulnya memang hidup yang cenderung rutin dan hidup yang cenderung juga mengisi hati kita dengan kejengkelan atau dengan stres. Apalagi yang tinggal di kota besar seperti misalnya kota Jakarta atau mungkin sebagian di Surabaya, yang kadang kala harus bertemu dengan kemacetan lalu lintas dengan orang yang memotong sembarangan dan sebagainya. Atau di tempat pekerjaan hal yang menjengkelkan kita terjadi. Jadi hidup memang cenderung menyerap hal-hal yang negatif, di rumah juga sama, anak kita menjengkelkan tidak bertanggung jawab, belajarnya seperti inilah dan sebagainya. Jadi akan ada banyak hal yang berpotensi mengisi hati kita, dengan perasaan yang negatif, oleh karena itulah pintar-pintarlah kita ini mengisi hati kita dengan perasaan-perasaan yang positif. Nah kita kadang kala tidak menyadari hal ini, kita menganggap seolah-olah yang positif akan muncul dengan sendirinya, tidak. Kita yang bertanggungjawab menumbuhkan serta memelihara, perasaan yang positif itu tidak muncul dengan tiba-tiba dan sudah tentu tidak akan bertahan terus-menerus tanpa upaya dari pihak kita untuk terus-menerus mengadakannya. Jadi kadang kala orang yang sudah menikah tidak terlalu memikirkan hal ini, tapi yang sering dirasakan adalah mudah jengkel dengan pasangannya, mudah meledak dengan pasangannya, mudah sekali melihat pada pasangannya, sulit sekali sabar, hal yang tidak kita sukai pada diri pasangan kita. Nah itu yang tiba-tiba kita lihat buah-buahnya, nah kalau kita mau membereskan memang kita harus mundur ke belakang, dengan cara apa, kita menyadari bahwa hidup cenderung menyerap yang negatif dan yang positif tidak dengan sendirinya ada dalam pernikahan kita atau dalam hidup kita. Jadi tanggung jawab kitalah untuk menumbuhkannya dan memeliharanya agar supaya ada terus-menerus.
GS : Itu tadi salah satu bentuk yang Pak Paul katakan menabur. Mungkin sedikit demi sedikit tetapi bisa diharapkan ada hasilnya Pak Paul, dan tentunya ucapan terima kasih harus betul-betul tulus, bukan sekadar diucapkan, tanpa ada suatu keluhan. Langkah berikutnya apa Pak Paul yang bisa kita tabur, benih-benih yang bisa kita tabur supaya ada sesuatu hasil yang positif?
PG : Saya ingin memberikan penjelasan tentang suatu prinsip yang penting Pak Gunawan, yakni bagaimana kita memperlakukan orang akan mempengaruhi penilaian kita terhadap orang itu. Maksud say begini kalau kita memperlakukan seseorang dengan penuh hormat, dengan halus, dengan lemah lembut, kita cenderung menilai dia bagus, positif dan tinggi, jadi ini prinsip yang harus kita sadari.
Sering kali yang kita pikirkan adalah penilaian kita akan mempengaruhi bagaimana kita memperlakukannya. Maksudnya kalau kita menilai dia rendah, kalau kita menilai orang itu memang seharusnya menerima yang jelek-jelek, dimarahi dan sebagainya, kita akan memperlakukannya dengan rendah pula. Kita akan memarahinya, menghinanya, memperlakukan dia seenaknya, nah itu betul penilaian mempengaruhi perlakuan kita terhadap orang itu betul. Namun kebalikannya pun juga betul, bagaimana kita memperlakukan orang itu akan mempengaruhi penilaian kita terhadapnya, nah inilah prinsip yang kedua, Pak Gunawan. Jadi saya memberikan prinsip yaitu semakin halus kita memperlakukan pasangan kita, semakin bernilai dia di hadapan kita. Semakin kasar kita memperlakukannya, semakin rendah dia di mata kita, jadi yang saya ingin anjurkan adalah kita mengungkapkan penghargaan kita pada pasangan dengan cara memperlakukan dia dengan penuh kelembutan, dengan penuh penghargaan, kita tidak kasar kepadanya. Kalau hari ini kita kasar kepada pasangan kita, yakinlah satu hal suatu hari kita akan mengasari dia, pasti itu terjadi. Meskipun kita menyesalinya tapi sekali kita memperlakukan dia dengan kasar, kecenderungannya kita akan memperlakukan dia dengan kasar di kemudian hari.
IR : Juga kalau seorang suami misalnya menampar sekali akan berlanjut berkali-kali.
PG : Tepat sekali, nah ini sudah saya saksikan, jadi suami atau istri yang mulai memukul satu sama lain atau mendorong satu sama lain dalam kemarahan atau memaki dengan kasar, cenderung menglang perbuatannya dan ini yang lebih fatal.
Orang tersebut akan menjadi sangat rendah di matanya, kalau dia pernah memaki suaminya misalnya dengan begitu kasar, yang menjadi masalah adalah selebihnya atau seterusnya dia sebetulnya sudah memandang suaminya dengan rendah. Sebaliknya juga antara suami dengan istri pasti sama, jadi makanya dalam pertengkaran kita harus menjaga batas-batas, ini harus kita hormati, baik suami maupun istri harus menghormati batas-batas itu. Misalnya batas yang tidak boleh kita langgar adalah memukul istri atau suami kita, mendorongnya dengan kasar, tidak boleh kita lakukan. Atau kita tidak boleh memaki-maki dia, karena waktu kita mulai memaki-maki suami atau istri kita, kita sebetulnya sudah memandang dia rendah dan kita akan cenderung mengulang perbuatan kita di kemudian hari.
IR : Dan si pelaku itu juga nilainya rendah, Pak Paul?
PG : Betul, jadi yang satunya juga akan melihat kita dengan mata yang rendah, karena kita telah memperlakukan dia dengan rendah.
GS : Tapi biasanya seseorang itu diperlakukan kasar dan sebagainya itu ada alasannya Pak Paul, tidak tiba-tiba kita itu memperlakukan pasangan kita kasar dan sebagainya. Ada yang mengatakan kalau tidak diperlakukan seperti itu dia malah nanti kurang ajar, Pak Paul.
PG : Cenderungnya memang kita lagi marah, kita ini mau menyakiti pasangan kita, oleh karena itu yang penting dalam pernikahan adalah aturan main yang kita sepakati. Saya kira hampir semua mausia dalam kemarahan, mempunyai keinginan menyakiti pasangannya, supaya apa, sama-sama sakit.
Waktu kita disakiti luar biasa respons natural kita adalah membalas menyakiti pasangan kita agar dia tahu rasanya sakit seperti apa. Itu saya kira alamiah, manusiawi dalam pengertian itulah sifat dosa yang sudah bersarang dalam daging kita ini. Oleh karena itu penting sekali suami-istri itu menetapkan aturan main yang dua-duanya harus taati, jadi yang pertama, jangan sampai memukul. Yang kedua, jangan sampai mencaci maki, boleh marah tapi jangan sampai mencaci maki. Kalau mulai ada yang mencaci maki itu langsung harus diberikan bendera, engkau telah melewati batas, dan kalau engkau serius mau mempertahankan pernikahan ini, jangan ulangi lagi, stop lakukan itu. Nah jadi dua orang suami-istri itu harus benar-benar serius mau menegakkan aturan main itu. Kecenderungan kita, saya setuju Pak Gunawan kita ingin menyakiti pasangan kita dan kita pasti punya alasan kenapa dia harus disakiti, tetapi aturan main tetap ditegakkan sehingga akhirnya respek itu tidak dicemari, sebab begitu kita langgar respek langsung hilang. Kita tidak respek pada pasangan kita jadi dengan kata lain kita tidak akan respek dengan orang yang kita caci maki.
GS : Justru itu Pak Paul, bagaimana menimbulkan perasaan dalam diri kita dengan kesungguhan tentunya, kesadaran bahwa memang pasangan ini sesuatu yang berharga, yang patut diperlakukan dengan sangat istimewa.
PG : Nah prinsip yang kedua tadi Pak Gunawan memang tidak dengan otomatis menumbuhkan penghargaan, prinsip yang pertama tadi lebih dengan langsung menumbuhkan penghargaan yaitu mencari yang ositif dan memberikan terima kasih atas sumbangsihnya, atas apa yang dia perbuat untuk kita.
Yang kedua sebetulnya memang dengan langsung tidak menumbuhkan penghargaan, tapi prinsip yang kedua ini justru memelihara atau melindungi penghargaan. Sebab penghargaan bukan saja ditumbuhkan, tapi juga harus dilindungi, harus dijaga jangan sampai akhirnya tersapu bersih oleh tindakan kasar itu.
IR : Jadi penguasaan diri itu juga penting Pak Paul?
PG : Penting sekali, kita boleh marah prinsipnya jangan memarah-marahi, itu hal yang berbeda. Boleh marah, kadang kala kita memang ada kemarahan yang patut kita cetuskan, silakan katakan, tai prinsipnya jangan memarah-marahi.
GS : Selain rasa terima kasih dan penghargaan, apakah ada hal lain yang bisa dilakukan?
PG : Prinsip ketiga adalah saya akan berikan latar belakangnya dulu yaitu cinta terlihat jelas dalam perbandingan. Saya akan jelaskan yang saya maksud, cinta terlihat jelas dalam perbandinga, dalam pengertian sewaktu dibandingkan dengan bagaimana kita memperlakukan orang lain.
Saya misalnya bisa berkata pada istri saya, saya sangat mencintaimu, saya tidak dapat hidup tanpa engkau, tapi kalau orang lain minta saya pergi, orang lain mengundang saya, nomor satu saya akan mendahulukan orang lain dan saya akan dengan mudah sekali mengesampingkan istri saya. Dia tidak akan melihat cinta saya, semua yang saya ucapkan kepada dia waktu kami berduaan tidak berdampak. Karena waktu dibandingkan dengan bagaimana saya memperlakukan orang lain ternyata dia dinomorduakan. Nah dengan pendahuluan itu saya memberikan prinsip ketiga, yakni mengorbankan kepentingan sendiri itu cinta, mengorbankan kepentingan pasangan kita itu menomorduakannya. Nah, sering kali ini yang kita lakukan, misalkan ada orang yang meminta sesuatu, kita menuruti permintaan orang, baik itu saudara kita, orang tua kita atau siapapun, pasangan kita di rumah akan kita tuntut untuk mengerti. Nah ini bukannya tidak boleh sama sekali, kadang kala itulah yang harus kita lakukan dan pasangan kita seyogyanya mengertilah. Namun kalau terus-menerus itu yang terjadi kita lebih mudah memberikan yang diminta orang lain akhirnya pasangan kita akan merasa dia dinomorduakan. Nah, kita bisa berkata saya sebetulnya menuruti kemauan orang saja, saya bukan menomorduakan engkau. Nah sebetulnya yang terjadi adalah waktu kita menuruti kemauan orang atau permintaan orang sebetulnya kita sedang memenuhi kebutuhan kita sendiri, kepentingan kita sendiri. Yang kita korbankan kepentingan pasangan kita walaupun kita tidak melihatnya demikian, o.....saya hanya melakukannya demi orang lain, tapi supaya orang lain apa, supaya orang lain senang dengan kita, tetap menyukai kita. Jadi akhirnya kita memang menomorsatukan kepentingan kita, maka saya tegaskan mengorbankan kepentingan sendiri itulah cinta. Waktu orang lain misalnya tidak suka dengan kita karena kita mendahulukan pasangan kita, itu baru mengorbankan kepentingan sendiri. Yang sering kali kita lakukan kebalikannya kita justru menomorduakan atau mengorbankan kepentingan pasangan kita, supaya nama baik kita tetap terjaga.
GS : Mungkin dalam hal itu memang ada suatu perasaan, kalau pasangan kita lebih gampang mengerti kita daripada orang lain mengerti kita, itu Pak Paul?
PG : Betul sekali, itulah memang yang akhirnya menjadi dasar bagi kita menomorduakan kepentingan dia, karena toh mengerti. Namun ini masalahnya waktu itu kita lakukan cukup sering, itu akan engikis cinta kasih karena cinta sekali lagi akan terlihat dan muncul dengan jelas dalam wadah perbandingan.
Jika tidak ada perbandingan cinta itu benar-benar suram, kabur tidak nampak warnanya, namun waktu dibandingkan dengan bagaimana kita memperlakukan orang lain cinta itu terhadap pasangan kita baru muncul dengan begitu jelas.
IR : Itu mendatangkan kecemburuan ya Pak Paul?
PG : Bisa, bisa kecemburuan dari pasangan kita.
GS : Tapi saya rasa itu bukan hanya menyangkut orang lain Pak Paul, hobby kita pun bisa menggeser posisi pasangan kita.
PG : Bagus sekali contoh itu Pak Gunawan, bukankah itu yang sering terjadi hobby kita menjadi berhala, atau misalnya pekerjaan juga bisa.
GS : Berhala dalam hal ini istri kita yang terkalahkan. Tapi ini Pak Paul yang terjadi, sekalipun sudah porsinya kita katakan menurut ukuran si suami atau si istri dia sudah memberikan perhatiannya pada pasangannya tapi 'kan tidak mungkin 100 %. Dia 'kan tetap pasangannya juga, harus tetap menyadari bahwa ada hal-hal lain di mana dia istilahnya harus dikalahkan. Nah dalam hal ini bagaimana Pak Paul mengkomunikasikannya?
PG : Jadi prinsipnya begini, kalau hubungan itu sudah kuat dan pasangan kita tahu bahwa kita mencintai dia karena wujud nyatanya sudah ada, dia tidak akan terus-menerus menuntut pembuktian iu, itu yang sering saya lihat.
Kalau terus menuntut pembuktian ini menunjukkan kekurangdewasaan pasangan kita, lama-lama memang kita harus batasi, kita harus sadarkan pasangan kita. Namun dalam pasangan yang memang sudah dewasa, seharusnyalah kalau dia sudah tahu kita mencintai dia dalam wujud nyata tadi bukan dengan kata-kata, dia tidak akan begitu kaku menuntutnya. Itu yang saya lihat juga hubungan saya dengan istri saya, kalau kami kuat dia tahu saya mencintai dia, dia tahu saya mendahulukan dia, adakalanya saya harus pergi sampai malam, adakalanya saya harus batalkan janji dengan dia gara-gara ada kepentingan yang lain, tidak pernah satu kalipun dia mengeluh. Namun kalau hubungan kami kurang baik sebab dia merasa saya mendahulukan yang lain atas dia, gangguan sekecil apapun yang seharusnya tidak mengganggu dia, mengganggu dia dengan besar, mengganggu dia dengan amat sangat. Sehingga dia tidak mau terima, waktu saya harus berkata maaf saya tidak bisa tepati janji saya atau maaf saya harus ke sana dulu, itu sangat mengganggu dia. Namun kalau tahu dia dinomorsatukan, sebetulnya pembuktian itu menjadi sangat tidak perlu untuk setiap kali kita lakukan, kadang kala saja begitu.
GS : Jadi segala sesuatu yang ditaburkan dengan cara-cara seperti itu tadi Pak Paul, jadi lewat ucapan terima kasih, penghargaan dalam bentuk perlakuan dan sebagainya. Nah itu sebenarnya hasilnya apa Pak Paul?
PG : Hasilnya adalah cinta kasih Pak Gunawan. Saya akan mendasarkan dan mengakhiri ini semua dengan pembacaan firman Tuhan, diambil dari Efesus 5:28 dan 29, "Siapa yang mengasihi istrinya megasihi dirinya sendiri, sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat."
Yang menarik di sini adalah Tuhan berkata siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Nah ini sebetulnya konsep kesatuan antara suami dan istri, jadi boleh juga kita balik siapa mengasihi suaminya mengasihi diri sendiri pula. Sebab memang suami dan istri dalam konsep Alkitab bersatu dan menjadi satu, ibarat sirup dan air yang sudah larut dan tak dapat lagi dipisahkan. Jadi barangsiapa mengasihi pasangannya, pasangannya yang sudah menyatu dengan dia adalah dirinya, jadi dia mengasihi dirinya. Nah Alkitab menjelaskan orang yang mengasihi pasangannya dalam hal ini menjadi dirinya sendiri dia akan mengasuh dan merawatnya. Kata mengasuh berasal dari arti kata memberikan makan, mencukupi gizi kebutuhan sehingga dapat bertumbuh sampai dewasa. Jadi memupuk, dengan cara apakah kita memupuknya, dengan cukup memberikan kasih sayang pada pasangan kita. Yang kedua merawati, merawati sebetulnya berasal dari satu kata memperlakukan dengan penuh kelembutan, jadi merawati benar-benar memperhatikan, menjaganya dengan penuh kelembutan. Nah ini tadi saya singgung memperlakukan pasangan kita dengan penuh kelembutan. Nah kata Tuhan dalam Alkitab orang yang mencukupi kebutuhan gizi cinta kasih pasangannya, orang yang memperlakukan pasangannya dengan penuh kelembutan itulah tanda-tanda orang yang mengasihi pasangannya. Dan saya setuju sekali kalau saya boleh tarik kalimat awalnya, siapa yang mengasihi istrinya, mengasihi dirinya sendiri atau siapa yang mengasihi suaminya mengasihi dirinya sendiri. Sebab bukankah waktu kita mengasihi pasangan kita dan dia tahu dia dikasihi, yang diuntungkan siapa, kita sendiri. Kita makin dilimpahkan kasih sayang olehnya, makin dilayani, makin diperhatikan jadi benar-benar sebetulnya kembali lagi kepada kita, kita makin merasa dicintai oleh dia juga.
GS : Jadi memang sesuatu yang perlu ditaburkan di dalam hubungan suami-istri ini, supaya saatnya kita akan menuai sukacita. Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan kehadapan Anda sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menabur Penghargaan Menuai Cinta. Dan bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami harapkan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 60 B
- Apa sebenarnya yang harus dilakukan oleh pasangan suami istri untuk membina hubungan cinta mereka…?