Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang Masalah dalam Pelayanan. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, karena kita berhubungan dengan banyak orang dalam pelayanan, juga berhubungan dengan masalah pribadi kita sendiri yang mau tidak mau akan mewarnai pelayanan, maka seringkali timbul masalah-masalah dalam pelayanan. Maunya tidak seperti itu, maunya lancar-lancar saja karena ini 'kan pelayanan untuk Tuhan. Tapi faktanya selalu muncul masalah di dalam pelayanan. Bagaimana ini, Pak Paul dan bagaimana pula mengatasinya ?
PG : Betul, Pak Gunawan. Ada orang-orang yang justru takut terlibat dalam pelayanan
karena takut nanti harus berhadapan dengan masalah. Saya kira kita harus membahasnya bagaimana kita juga bisa menyikapinya nanti. Saya mulai dengan membagi masalah dalam pelayanan ke dalam tiga kategori. Yang pertama adalah masalah relasi, yang kedua adalah masalah moral dan yang ketiga adalah masalah uang. Saya kira hampir semua masalah yang muncul berkaitan dengan salah satu dari tiga kategori ini.
GS : Atau kadang-kadang merupakan kombinasi dari ketiga kategori itu, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Kadang ketiganya hadir pada orang yang sama pada masalah yang sama.
GS : Kalau ini dialami oleh seorang yang sudah berkeluarga, akan sangat berpotensi mengganggu hubungan keluarga itu atau hubungan suami istri atau orang tua dengan anak, karena pelayanan ini tadi.
PG : Betul. Kadang karena masalah yang timbul itu, keluarga jadi korban. Saya kira penting untuk kita angkat masalah ini supaya kita bisa lebih mawas diri.
GS : Supaya lebih jelas, kita akan bahas satu demi satu, Pak Paul. Misalnya masalah relasi. Bagaimana itu, Pak Paul ?
PG : Saya mau fokuskan pada satu masalah relasi yang sering saya jumpai dalam pelayanan yaitu masalah ketersinggungan, Pak Gunawan. Begitu sering kita mendengar berita konflik yang terjadi oleh karena seseorang merasa tersinggung. Sesungguhnya rasa tersinggung itu bersumber dari kegagalan untuk menyangkal diri. Dengan kata lain, masalah ketersinggungan adalah masalah ego. Makin besar ego, makin cepat kita merasa tersinggung. Dan makin rapuh ego, makin mudah kita tersinggung. Jadi kita fokuskan masalah relasi ini pada mudahnya kita tersinggung, Pak Gunawan.
GS : Sebenarnya semua orang punya potensi untuk mudah tersinggung. Tapi ada beberapa orang yang sangat peka dengan pembicaraan atau kata-kata orang. Sehingga bagi orang lain kata-kata ini tidak apa-apa, tapi buat orang ini bisa jadi suatu masalah yang besar dan bisa merusak suasana pelayanan itu sendiri.
PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi kalau kita punya ego yang besar, kita mudah tersinggung. Kenapa ? Sebab ego yang besar sebetulnya adalah diri yang beranggapan bahwa Saya hebat dan bahwa Orang mesti memberi penghargaan kepada saya. Akhirnya mudah sekali tersinggung kalau orang tidak memberikan penghargaan yang diharapkan atau dituntut olehnya. Sedangkan ego yang rapuh adalah diri yang beranggapan bahwa, Saya lemah. Saya tidak berharga. Orang sengaja menghina saya. Jadi sedikit-sedikit dia akan merasa terhina, akhirnya tersinggung lagi. Jadi baik yang egonya besar maupun yang egonya rapuh memang mudah sekali menjadi diri yang cepat tersinggung sehingga terus berkonflik dengan sesama dan selalu ada saja kesalahpahaman. Masalahnya adalah dalam pelayanan, kalau ada satu orang saja yang seperti ini, ini bisa memengaruhi satu tim, karena bisa menimbulkan konflik dengan si A, si A akhirnya melibatkan si B, akhirnya suasana pelayanan juga rusak. Akhirnya orang- orang akan tidak mau lagi terjun atau terlibat karena takut berhubungan dengan orang yang egonya besar atau yang egonya rapuh ini.
GS : Tapi ini 'kan bukan masalah yang sangat spesifik. Karena murid-murid Tuhan Yesus pun mengalami hal seperti ini. Kalau kita melihat pertengkaran di antara mereka akibat ketersinggungan kata-kata juga.
PG : Memang kita tahu bahwa mereka juga memikirkan diri mereka adalah orang besar.
Mau mengadu atau membanding-bandingkan diri siapa yang lebih besar. Memang ini masalah yang sering timbul dalam pelayanan. Maka Tuhan langsung memberikan pengajaran yang sangat jelas yaitu kalau mau menjadi yang terbesar mesti menjadi yang terkecil dan menjadi pelayan, bukan justru menjadi orang yang menjadi tuan bagi semuanya. Kuncinya disini adalah menyangkal diri.
GS : Ini sesuatu yang sangat sulit dikerjakan, Pak Paul. Kalau bukan oleh karena pertolongan Tuhan, orang sulit menyangkal dirinya sendiri.
PG : Betul. Kalau diri kita adalah diri yang kita sayangi, yang kita anggap besar atau
yang kita anggap rapuh, sudah tidak bisa tersentuh, cepat sekali tersinggungnya. Maka kita harus mencoba menerapkan firman Tuhan di Yohanes 3:10 yang berkata, Ia harus makin besar tetapi aku harus makin kecil. Jadi barangsiapa melayani Tuhan, makin hari Tuhan harus makin besar di dalam dirinya supaya dirinya semakin mengecil. Jadi jangan pikirkan kepentingan pribadi, selalu ingatlah kepentingan bersama.
GS : Ini teladan yang Tuhan berikan. Kalau kita mau melihat contohnya, tidak ada yang lain selain contoh pelayanan yang Tuhan Yesus lakukan selama ada di dunia.
PG : Betul. Kita tahu Dia mengambil inisiatif melayani dengan mencuci kaki para murid.
Jadi Dia tidak memusingkan saya ini guru, tidak. Saya mau cuci kaki ya saya akan cuci kaki mereka. Jadi kita mesti belajar jangan terlalu pusingkan diri kita, reputasi
kita, jangan pusingkan hal-hal itu. Kita mau melayani Tuhan, kita jadilah hamba. Jangan pusingkan diri. Kita hamba. Ya mau disuruh, mau dihina, ya tidak mengapa, karena memang kita hamba.
GS : Tapi kalau misalnya mencuci kaki, ada sebagian orang yang meniru-niru apa yang Tuhan Yesus lakukan. Tapi perbuatan itu sendiri tidak otomatis mencerminkan bahwa orang-orang yang mencuci kaki ini adalah orang-orang yang rendah hati, Pak.
PG : Saya setuju. Jadi kita bisa melakukan ritualnya tapi tidak bisa menghidupi jiwa dari ritual itu sendiri, banyak orang yang bisa melakukan ritualnya. Contoh, banyak orang yang bisa berdoa dan berkata, Tuhan, saya ini orang yang hina, tidak ada apa-apanya. Tapi jangan sampai ada orang yang berkata begitu kepadanya, pasti dia mengamuk! Kamu ini orang yang hina, tidak ada apa-apanya. Wah, bisa marah dia. Padahal baru saja berdoa seperti itu. Jadi banyak orang yang bisa melakukan ritualnya tapi belum tentu bisa menjiwai apa spirit dari ritual tersebut.
GS : Apa masalah kedua yang seringkali timbul, Pak Paul?
PG : Masalah moral, Pak Gunawan. Yang saya kira ini menjadi masalah yang seringkali menghancurkan bukan saja pelayanan tapi juga keluarga. Secara khusus akan saya fokuskan pada nafsu seksual. Jadi begini ceritanya kenapa begitu banyak orang yang terlibat dalam pelayanan akhirnya terjatuh dalam masalah moral. Dimulai dari keakraban. Dan akhirnya muncul kepercayaan karena sesama pelayan. Akhirnya kita lupa batas dan melewati garis. Kita terus membiarkan rasa suka berkembang dan malah menciptakan kesempatan supaya bisa bersama dengan orang yang kita sukai itu. Akhirnya asmara terjalin dan kita pun jatuh ke dalam dosa moral. Jadi kita memang harus mewaspadai masalah moral ini.
GS : Karena ini menyangkut hubungan antar manusia yang berlawanan jenis, bisa saja terjadi yang seperti itu. Tetapi sebenarnya hal-hal itu juga bisa dihindari kalau orang itu tetap berdisiplin dan tahu batasnya dimana.
PG : Betul sekali. Jadi kita tidak boleh berkata, Ini kan sama-sama pelayanan. Seolah- olah karena kita sama-sama pelayanan maka kita tidak akan nantinya mengembangkan perasaan suka, kita akan selalu dilindungi dari pencobaan. Faktanya adalah tidak demikian. Jadi kita mesti mawas diri dengan muslihat dari iblis. Iblis tahu bahwa kita mudah tertarik dengan orang yang kita kagumi dan kita percaya. Itu sebabnya iblis masuk ke tengah kelompok orang yang melayani Tuhan. Orang-orang yang berkehidupan baik dimana terjalin rasa saling percaya yang kuat di antara sesama pelayan Tuhan. Iblis tahu begitu kita jatuh ke dalam dosa maka kita tidak lagi dapat menjadi pelayan Tuhan yang efektif. Iblis tahu dia tidak dapat menghalangi Tuhan, dia hanya dapat menghalangi kita. Itu sebabnya dia menggunakan kejatuhan moral sebagai senjata ampuh untuk melumpuhkan anak-anak Tuhan.
GS : Ini juga sebagai salah satu sebab akibat. Ada orang yang begitu sibuk dengan pelayanannya sehingga tidak memerhatikan hubungannya dengan Tuhan. Hubungan dengan Tuhan jadi terbengkalai karena begitu sibuknya dia dengan
pelayanan. Akhirnya dia jatuh ke dalam dosa perzinahan dan sebagainya itu, Pak
Paul.
PG : Betul. Kita juga harus sadari kita manusia selalu memunyai ketertarikan atau bisa tergoda. Kadang-kadang begini. Sebetulnya kalau kita tidak terlibat dalam pelayanan bersama orang-orang tertentu, mungkin sekali kita tidak akan punya akses terhadap orang-orang tersebut. Orang-orang ini hanya menjadi impian belaka. Karena terlibat dalam pelayanan bersama, sekat-sekat pemisah itu diruntuhkan. Kita sesama saudara di dalam Tuhan, pelayan Tuhan, jadi tidak ada sekat lagi. Yang tadinya hanya kita kagumi dari jauh sekarang tiba-tiba di depan mata. Yang hanya bisa kita bayangkan dalam mimpi sekarang ada di depan mata. Akhirnya kita tergoda dan dalam kelemahan kita menggunakan kesempatan itu untuk berhubungan dengan orang lain. Jadi kita harus hati-hati. Sudah saya singgung tadi bahwa iblis tahu dia tidak bisa menghalangi Tuhan, jadi dia hanya bisa menghalang-halangi pekerja-pekerja Tuhan. Begitu pekerja Tuhan jatuh, pekerjaan Tuhan tidak bisa efektif lagi. Kenapa ? Karena orang akan susah menerimanya dan hidupnya juga sudah hancur. Sudahlah, iblis akan bertepuk tangan. Jadi saya mau ingatkan kita harus menjaga keseimbangan antara keakraban dan keterpisahan. Di satu pihak kita mengembangkan relasi agar terjalin kasih dan kesatuan. Di pihak lain kita harus menjaga keterpisahan supaya tercipta kekudusan dan respek. Singkatnya kita mesti memisahkan antara pelayanan dan pribadi, jangan dicampuradukkan.
GS : Ini yang orang katakana, Tidak bisa. Ini sudah menjadi satu kesatuan. Ini pelayanan dan pribadi. Saya berada di dalam pelayanan dan pelayanan itu adalah bagian hidup saya.
PG : Kalau kita mau begitu, lakukanlah dengan orang yang jauh lebih tua dari kita atau dengan sesama jenis, tapi jangan kita menjalin keakraban ini dengan yang berlawanan jenis. Jangan mulai mencampuradukkan kehidupan pribadi kita, kita curhat dengan teman sepelayanan yang berlawanan jenis, kita minta bantuannya mengantar kita ke sana ke mari, berduaan dengannya mencari kesempatan. Itu bahaya sekali. Jadi harus dijaga, yang namanya kehidupan pribadi dan pelayanan kalau berkaitan dengan lawan jenis.
GS : Jadi penting sekali untuk mendisiplinkan diri sendiri.
PG : Betul. Karena ujung-ujungnya kita harus menyangkal diri, Pak Gunawan. Tentu sebagai manusia pikiran itu bisa muncul. Ketertarikan juga bisa timbul. Tapi kita harus melarang dengan berkata, Jangan hancurkan pelayanan Tuhan. Jangan hancurkan pekerjaan Tuhan. Kita tidak lagi hidup untuk diri kita, kita harus pikirkan kepentingan bersama.
GS : Selain masalah moral dan relasi, adakah masalah lain yang sering timbul, Pak Paul? PG : Yang ketiga adalah masalah keuangan. Berkat Tuhan berbentuk berbagai rupa.
Salah satunya adalah uang. Ini saya akui. Tuhan kadang mencurahkan berkat-Nya lewat uang. Sungguhpun uang dapat digunakan Tuhan sebagai berkat, kita tetap harus berhati-hati. Ingat, karena uang, pelayanan hancur, dan karena uang
kehidupan rusak. Ini sudah jadi berita di mana-mana. Begitu banyaknya masalah yang timbul akibat uang, sehingga pelayanan hancur dan akhirnya kehidupan orang-orang yang terlibat di dalamnya juga hancur. Maka kita mau lihat masalah uang ini dan secara spesifik kita mau melihat dua masalah besar yang terkait dengan keuangan yaitu ketamakan dan keangkuhan.
GS : Mengenai ketamakan dan keangkuhan memang menjadi semacam sifat dari orang yang sulit sekali diatasi kecuali dia mau menyangkal diri.
PG : Betul. Memang kita punya benih atau bakat untuk tamak dan untuk angkuh.
Namun ada satu hal yang mempercepat bertumbuhnya benih ketamakan dan benih keangkuhan, hal itu adalah uang. Begitu uang berlimpah, mudah sekali kita tamak. Begitu uang melimpah, mudah sekali kita angkuh.
GS : Tapi itu seringkali dikaitkan dengan keberhasilan pelayanan itu. Kalau pelayanan
itu dinilai berhasil pasti uangnya banyak.
PG : Betul. Makanya masalah uang umumnya melanda pelayanan yang memang diberkati Tuhan. Karena melimpahnya uang maka melimpah dosa pula. Maka coba kita perhatikan yang pertama adalah tentang ketamakan. Makin banyak uang, makin kita menginginkan uang. Kita merasa tidak cukup karena makin banyak uang, makin kita menambahkan daftar kebutuhan yang mesti dipenuhi dengan uang. Maksud saya begitu uang bertambah, daftar kebutuhan kita makin panjang. Kita butuh ini butuh itu. Berikut, kita juga makin menginginkan uang karena secara harfiah uang membawa bukan saja ketentraman tetapi juga kebahagiaan meskipun sementara. Kita tahu, kalau kita nonton televisi ada yang HD (High Definition) ada yang tidak. Sudah tentu kalau nonton televisi yang HD, kita akan melihat gambarnya dengan sangat jelas sekali, tapi yang tidak ya gambarnya lebih buram. Kita merasa lebih bahagia 'kan menonton gambar yang lebih jelas, jadi kita harus akui uang memang sedikit banyak membawa kebahagiaan meskipun hanya sementara. Itu sebabnya uang mudah membangkitkan ketamakan dalam diri kita.
GS : Jadi sebenarnya tidak ada orang yang kebal terhadap ketamakan, Pak Paul ?
PG : Kita harus terus menjaga diri, Pak Gunawan. Meskipun kita berkata, Tidak, saya bukan orang yang tamak. Akhirnya kita juga bisa tamak. Ada orang yang saya kenal, dia itu punya suatu komputer tapi tidak cukup, dia mesti punya dua. Maksudnya dua yang layarnya digandeng dan dia bisa gunakan keduanya sekaligus. Saya tidak katakan ada satu yang dia pakai dan satu sebagai cadangan. Tapi ini keduanya dia pakai supaya dia bisa menggunakan keduanya seperti itu. Meskipun dalam tugasnya dia tidak perlu itu. Saya tahu tugasnya hanyalah menyiapkan firman Tuhan. Dengan yang sederhana pun sudah cukup. Jadi kita melihat betapa mudahnya orang menjadi tamak meskipun awalnya tidak punya pemikiran tamak. Mesti lebih lagi, daftar kebutuhannya terus ditambah, tiba-tiba tambah banyak, semua menjadi kebutuhan. Itu yang menciptakan ketamakan.
GS : Dan ini sangat berkaitan dengan keangkuhan ?
PG : Betul. Karena dengan uang kita bukan saja bisa membeli barang tapi juga status.
Singkatnya makin banyak uang, makin tinggi status kita di mata orang. Dan makin
tinggi status makin terbuka pintu keangkuhan. Kita merasa lebih tinggi dari kebanyakan orang dan kita mulai mengukur orang berdasarkan uang yang dimilikinya. Jadi kita harus terima kenyataan ini. Orang yang memunyai banyak uang adalah orang yang berstatus. Kita tidak bisa sangkal itu. Itu sebabnya orang yang punya banyak uang dia sungguh-sungguh merasa dirinya tinggi dan berada di atas.
GS : Itu 'kan juga pengaruh dari pendapat orang dan karena perasaannya sendiri, begitu Pak Paul ?
PG : Betul. Karena memang kebanyakan orang hormat dengan orang yang kaya jadi akhirnya dia merasa di atas dan dia melihat dibandingkan dengan yang lain rasanya dia tambah tinggi. Keangkuhan muncul. Itu sebabnya begitu uang mulai melimpah dalam pelayanan, melimpah pula masalah dan dosa. Tidak bisa dihindari. begitu pelayanan diberkati Tuhan, dosa dan masalah juga akan berlimpah ruah. Dalam ketamakan kita berpotensi gelap mata. Akhirnya menggelapkan uang. Ada orang yang begitu. Kita tahu ini terjadi dalam pelayanan. Dalam keangkuhan kita berpotensi jahat dan akhirnya merugikan orang. Kita juga tahu ada hal-hal seperti itu. Ada orang yang sudah menganggap dirinya di atas, tidak suka dengan orang tertentu, dia geser dan dia rugikan orang. Itu sebabnya kita perlu menjaga agar pelayanan bebas dari pengaruh uang yang buruk.
GS : Ini tidak hanya berpengaruh pada pribadi lepas pribadi tetapi juga dalam suatu komunitas seperti gereja atau organisasi Kristen tertentu?
PG : Memang ini menyebar kemana-mana, Pak Gunawan. Yang saya sebut pelayanan memang tidak hanya tercakup pada pelayanan tertentu tapi juga termasuk yang di gereja. Sama, Pak Gunawan. Orang-orang tertentu di gereja bisa jadi sangat angkuh karena merasa dia kaya, dia bisa memberikan uang yang besar, statusnya di atas. Atau orang-orang tertentu karena ada uang, tambah hari tambah tamak, tambah lagi mau uang, tambah cinta uang. Akhirnya pelayanan Tuhan di gereja juga terbengkalai.
GS : Kalau begitu apa yang perlu kita lakukan, Pak Paul ?
PG : Ada dua yang ingin saya sarankan yang sebetulnya bukan hal baru. Yang pertama adalah kita mesti menciptakan sistem pengawasan yang jelas. Orang mungkin berkata mengapa kita tidak percaya pada pelayan-pelayan Tuhan. Oh, ini bukan masalah percaya, ini adalah masalah pertanggungjawaban. Kita harus dapat melaporkan uang yang diterima dan yang digunakan bukan saja kepada Tuhan tetapi juga kepada sesama rekan dan jemaat. Jadi kalau pelayan Tuhan mulai berkata, Saya hanya bertanggungjawab kepada Tuhan, tidak kepada manusia. Itu salah. Terutama di dalam soal uang dan kekudusan hidup kita harus memertanggungjawabkannya kepada Tuhan dan sesama. Jadi kalau orang berkata, Orang tidak boleh tahu. Hanya saya dan Tuhan. Itu benih kesombongan dan pintu masuk dosa. Sebab orang yang seperti itulah yang akhirnya mudah terjerumus dalam dosa penyalahgunaan uang ini.
GS : Biasanya kalau jumlah uangnya tidak terlalu banyak, orang masih rela diperiksa oleh orang lain, Pak Paul. Tapi begitu jumlahnya tambah lama tambah banyak, makin sulit orang itu mau diperiksa.
PG : Iya, memang harus dibiasakan dari awal. Di gereja yang saya layani, itu yang kami lakukan. Secara berkala, biasanya setahun sekali ada laporan keuangan, semua dilaporkan dan dipaparkan sejelas-jelasnya. Gaji pendapatan hamba-hamba Tuhan juga dicantumkan. Tidak ada yang perlu malu, tidak ada yang perlu menutup- nutupi. Semua bisa dibaca dan diketahui oleh orang lain. Inilah bentuk pertanggungjawaban yang bisa kita terapkan.
GS : Hal kedua yang bisa kita lakukan apa, Pak Paul ?
PG : Ciptakan kriteria penggajian yang adil dan terbuka. Perusahaan dunia menetapkan makin besar penerimaan makin besar gaji karyawan. Terutama yang berada di pucuk pimpinan. Pelayanan bukan perusahaan. Uang yang diterima bukan untuk kepentingan sendiri melainkan untuk perluasan pekerjaan Tuhan. Jadi tetapkan gaji yang pantas dan gunakan sisa uang untuk perluasan pekerjaan Tuhan. Ini prinsipnya. Ini bukan perusahaan, tapi pelayanan. Dengan bertambahnya uang yang masuk, ini bukan untuk para pemimpin dan pelayan. Ini untuk dipakai untuk perluasan pekerjaan Tuhan.
GS : Dalam hal ini kadang-kadang perusahaan lebih terbuka dan lebih bisa memanfaatkan uangnya daripada orang-orang yang berkumpul di dalam gereja ini.
PG : Iya. Karena pertanggungjawaban itu lebih berjalan di dalam perusahaan- perusahaan jadi orang lebih berhati-hati. Gereja atau pelayanan Kristen kadang bermentalitas percaya saja. Tidak. Kita percaya kepada manusia tapi kita tidak boleh bermain-main dengan dosa. Dosa itu biasanya masuk lewat pintu-pintu seperti ini.
GS : Sebelum kita mengakhiri perbincangan ini, apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : 1 Timotius 6:10 firman Tuhan berkata, Karena akar segala kejahatan adalah cinta
akan uang. Sekali lagi saya uraikan, biasanya kita memulai dengan butuh, butuh,
butuh. Lama-lama berkembang menjadi suka. Mula-mula butuh uang, lama-
kelamaan suka uang. Dari suka uang akhirnya berubah menjadi cinta uang. Dan dari cinta uang ini akhirnya Tuhan katakan akan muncul segala jenis kejahatan. Jadi dari awal jagalah agar daftar kebutuhan tidak makin bertambah panjang. Karena kalau kebutuhan makin panjang, suka uang akan mulai bertunas dan akhirnya cinta uang akan menjadi buahnya.
GS : Jadi yang salah itu bukan uangnya tapi cinta akan uang itu yang menjadi masalah ? PG : Betul, Pak Gunawan. Dan harus kita akui mudah sekali mencintai uang. Jadi kita
harus hati-hati.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kita kali ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja
berbincang-bincang tentang Masalah dalam Pelayanan. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.