Lengkap
"Tumbuhnya Kepribadian Borderline" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tumbuhnya Kepribadian Borderline". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Sebelum kita berbincang-bincang tentang topik ini, mungkin Pak Paul bisa jelaskan secara singkat apa maksudnya kepribadian Borderline itu.
PG : Di dalam penggolongan gangguan jiwa ada satu yang disebut gangguan kepribadian borderline, secara harafiah seperti di perbatasan. Dan kenapa ada gangguan yang disebut gangguan di perbatasa, karena gangguan yang berada pada perbatasan antara dua gangguan besar yaitu yang disebut gangguan neurotik dan gangguan psikotik .
Gangguan neurotik adalah gangguan yang bersumber dari kecemasan, masalah-masalah emosional. Dalam gangguan besar neurotik kecemasan, depresi dan sebagainya. Sedangkan ada gangguan-gangguan yang lebih serius yaitu gangguan psikotik yaitu psikosis, ini adalah gangguan dalam berpikir. Jadi mulai mengembangkan pikiran yang tidak rasional, berkhayal, berhalusinasi dan sebagainya. Dan di tengah-tengah gangguan itu ditempatkan gangguan borderline, sebab gangguan ini belum sepenuhnya masuk ke dalam gangguan psikotik, karena masih ada realitasnya tapi di pihak lain, gangguan ini juga sedikit banyak melibatkan gangguan pada pikiran, bukan hanya emosi karena cara mereka memandang sesuatu sudah mendekati keluar jalur. Itu sebabnya gangguan ini disebut gangguan borderline, di tengah-tengah, jadi perbatasan antara dua golongan besar ini.
GS : Jika ini terjadi di dalam kehidupan berkeluarga, Pak Paul, masalah apa yang bisa ditimbulkan oleh orang yang berkepribadian borderline ini ?
PG : Sebenarnya penyebab gangguan borderline itu sangat sederhana, dan kita akan melihat hal yang sederhana itu, efeknya pada akhirnya bisa sangat-sangat berakar dan meluas. Setiap anak sebetulya memerlukan kasih sayang, dari kasih sayang yang diterimanya maka dia merasa bahwa dirinya berharga dan dari kasih sayang itu juga dia belajar untuk menerima kasih.
Dia merasakan dikasihi dan akhirnya dia pun belajar membagi kasih alias mau mengasihi orang lain. Kemudian anak juga memerlukan pacuan tuntutan, disiplin, larangan, pembatasan sebab tanpa itu semua anak tidak termotivasi, tidak bisa untuk mengerem diri, tidak bisa maju selangkah dan sebagainya. Dalam kasus borderline, anak-anak ini dibesarkan dengan orang tua yang tidak hangat, tidak memberikan kasih sayang tapi memberikan tuntutan yang besar misalnya harus memperoleh angka yang baik, harus membereskan ini, harus tahu ini. Tuntutannya banyak sekali tapi sekali lagi kasih sayangnya sangat kurang baik itu kehangatan, kedekatan hati ke hati, bicara dan sebgainya. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang akan kasih sayang, kurang kehangatan dan tuntutan begitu banyak maka setelah besar akan mengembangkan gangguan borderline ini. Dia akan menjadi anak yang akhirnya sangat susah sekali untuk bisa mengasihi, membagi kasih, menerima kasih, berbelas kasihan, itu semua susah untuk dia lakukan tapi di pihak lain dia akan menuntut dirinya atau orang lain dengan keras. Inilah gangguan yang sebetulnya ditimbulkan oleh hal-hal dalam keluarga yang seharusnya orang tua lakukan tapi tidak dilakukan namun efeknya bisa sangat membesar.
GS : Kalau anak tersebut suatu saat menikah, maka hal itu akan membuat sesuatu yang besar dalam hubungannya dengan pasangannya ?
PG : Betul sekali. Nantinya akan terjadi banyak gangguan karena ujung-ujungnya orang tidak bisa tahan dengan kehidupan yang seperti itu. Sekarang kita akan masuk ke dalam ciri-cirinya, ada bebeapa ciri yang nantinya akan benar-benar mengganggu bukan saja pada pasangan tapi juga pada lingkungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Misalnya yang pertama adalah ciri orang yang borderline adalah tidak bisa menguasai emosi, jadi mereka mudah sekali tersulut, kalau dia tersulut maka emosinya akan meledak dengan sangat kuat dan seringkali dalam keadaan sangat marah dia tidak bisa menguasai tindakannya, dia bisa menjadi histeris, bisa memukul, kalau pun dia perempuan dia bisa memukul suaminya atau orang lain. Jadi kalau dia sedang marah maka dia bisa menjadi sangat histeris. Ini adalah gejala yang sangat mengganggu baik dirinya maupun orang lain. Kita juga bisa melihat kasus ini benar-benar parah bahkan di kalangan depresi, memang ada kecenderungan orang yang depresi berat bisa berpikiran mau mengakhiri hidup, tapi ternyata kecenderungan yang paling kuat untuk membunuh diri adalah orang yang depresi sekaligus orang yang memiliki kepribadian borderline karena kalau mereka sedang beremosi, mereka tidak bisa mengontrol dirinya, jadi lepas kendali, benar-benar mata gelap. Kalau kita hidup dengan dia maka kita akan ketakutan, kalau dia sedang marah dia bisa mengambil pisau dan mau menusuk kita, kalau mengamuk dia bisa mau memukuli anak dan sebagainya. Dan dia tidak peduli dengan apa yang orang akan katakan, bujukan orang, usaha orang ingin menenangkan dia, dia tidak peduli hal itu. Kalau dia sedang marah maka kemarahannya itu benar-benar tidak bisa lagi dibendung.
GS : Marah-marahnya itu tiba-tiba timbul atau ada pemicunya, Pak Paul ?
PG : Ada pemicunya tapi dalam hal ini pemicunya adalah hal-hal yang sepele, tapi menurut dia ini adalah hal-hal yang besar. Dia beranggapan, "Kenapa kamu berbuat seperti ini ? Kenapa kamu berpiir untuk melakukan ini dan sebagainya ?" Orang-orang yang seperti ini misalnya kandidat penganiaya para pekerjanya, baik itu pekerja di luar ataupun pekerja dalam rumahnya, makanya kita tahu di sebagian negara, TKW dipukuli dan segala macam, dan sebagian dari mereka dipukuli bukan oleh tuannya tapi oleh majikan perempuannya.
Memang ini suatu berita yang kurang enak didengar tapi sebenarnya penderita borderline mayoritas adalah perempuan dan bukan laki-laki. Jadi tidak heran kalau saya mendengar kisah-kisah itu di luar, dimana majikan perempuan bisa memukuli pekerjanya, pembantu rumah tangganya seperti itu. Saya menduga kemungkinan orang-orang ini menderita gangguan borderline. Jadi kalau saat marah, kalap sekali.
GS : Apakah dia sadar kalau dia telah marah besar seperti itu, kemudian bisa menyesali apa yang dilakukan, Pak Paul ?
PG : Bisa, kadang-kadang dia merasa "Kenapa tadi bisa seperti itu" tapi tidak berumur panjang sebab dia akan cepat berkata, "Kamu yang membuat saya marah, kamu yang membuat saya tidak bisa mengndalikan diri makanya saya menjadi seperti ini."
Kenapa bisa menjadi seperti itu, memang karena dia tidak memiliki belas kasihan, tidak menerima kasih sayang, tidak ada kedekatan, hatinya dingin itulah rumah dimana dia dibesarkan. Sekaligus dia dituntut terus menerus sejak kecil. Memang daya tampung stresnya sangat tipis, sehingga kalau melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya, dia bisa marah dan sebagian dari mereka dulunya adalah korban kekerasan dari orang tuanya sehingga menyimpan kemarahan yang begitu besar. Pada waktu meledak dia tidak bisa membendungnya.
GS : Mungkin ada ciri yang lain selain tidak bisa menguasai emosi ?
PG : Mereka adalah orang yang kalau berpikir, berpikir secara hitam putih artinya mereka sangat sulit melihat aspek abu-abu dari suatu permasalahan. Dia cenderung melihat segalanya secara kaku.Misalnya dari sudut benar atau salah, tentu dia yang benar dan orang lain yang salah.
Tentang baik dan buruk tentu dia yang baik dan orang lain yang buruk. Tentang teman dan musuh, teman dan musuh artinya adalah kalau orang bisa mengerti dia maka dia bisa hormat kepada orang itu sehingga dia menjadi teman dan dia akan sangat setia pada orang ini, membela orang ini dan kadang-kadang tidak lagi rasional meskipun orang ini sudah berbuat yang tidak benar dengan orang lain, tapi dia tidak peduli dan dia akan membela dengan membabi buta, tapi jangan sampai sekali saja misalnya teman ini berbalik menegur dia sehingga dia tidak akan terima dan menjadi musuh. Jadi orang tidak boleh satu kali pun mengecewakannya, satu kali mengecewakan cukup bagi dia menjatuhkan vonis dan berkata, "Kamu musuh saya". Jadi sekali lagi ini berasal dari pola pikir yang hitam putih "Kalau kamu baik, kamu setuju dengan saya maka kamu adalah teman saya. Kalau kamu tidak setuju dengan saya kamu menegur saya, berarti kamu musuh saya." Makanya orang seperti dia sangat sulit untuk bekerjasama, kehendaknya sukar dibendung, jika gagasannya tidak diterima maka dia akan susah menerima hal itu. Sehingga kalau dia memimpin, kata-katanyalah yang harus didengar dan semua orang harus mengikutinya.
GS : Kalau dia mengikuti suatu peraturan, dan pola pikirnya hitam putih, apakah dia juga sangat teguh kepada peraturan itu, harus seperti itu ? Jadi tidak ada tawar menawar ?
PG : Betul sekali. Jadi kalau dia setuju dengan peraturan itu maka dia akan mencoba melaksanakannya, mengamankannya, dia akan menjadi seorang yang bisa tegas sekali, kalau ada orang yang tidak etuju dia sanggup untuk langsung memberhentikannya.
Maka kalau kita punya bawahan yang seperti dia memang ada enaknya dalam pengertian dia akan mengamankan keputusan kita dan kalau dia memang suka dengan kita maka dia akan membela kita seperti itu. Tapi susahlah orang yang bekerjasama dengan dia atau yang bekerja di bawah dia, karena kita akan kelompok manusia akan sangat menderita di tangan seseorang yang menderita gangguan borderline.
GS : Kalau dia tidak setuju dengan sesuatu yang ditetapkan atasannya maka dia akan memilih keluar saja dari pekerjaannya ini.
PG : Betul, selama dia masih setuju maka dia ikuti, tapi kalau dia tidak setuju maka dia mendadak akan berkata, "Saya berhenti" dan dia tidak peduli dengan konsekuensinya. Hal-hal seperti inila yang membuat orang sukar membedakan bahwa orang ini mempunyai gangguan jiwa, karena dari satu pihak orang bisa berkata, "Orang ini berprinsip" sebab orang berprinsip juga akan berbuat hal yang sama tapi bedanya dengan orang berprinsip adalah dalam kemarahan.
Kalau kemarahan orang berprinsip tidak histeris atau kalap. Dan orang yang borderline memang mempunyai prinsip tapi saat marah dia bisa histeris, sama sekali tidak bisa bernegosiasi, orang yang berprinsip kadang-kadang bisa bernegosiasi, dia bisa mundur, dia bisa mengalah, dia bisa berkata, "Baik saya tunda dulu", tapi berbeda dengan orang yang borderline, apa pun yang dia inginkan dia harus dapatkan, dia tidak bisa menerima kalau bawahannya berkata, "Maaf saya belum bisa, masih ada masalah" dia maka dia tidak bisa terima dan berkata, "Kenapa tidak bisa mengerjakan, kamu harus bisa !" sehingga dia akan sangat marah dan kalau marah, benar-benar sangat kasar dan kalap.
GS : Ciri yang lain apa, Pak Paul ?
PG : Ciri yang lain adalah orang-orang ini sebetulnya orang yang takut kehilangan atau ditinggalkan sebab sebagian dari orang-orang borderline sebetulnya kehilangan figur tertentu dalam hidupny yang dia dambakan, tapi dia tidak bisa dapatkan.
Orang ini bisa jadi ada di rumahnya tapi dia tidak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya, misalkan dia melihat justru adiknya yang mendapatkan kasih sayang dan dia ingin mendapatkan kasih sayang itu tapi dia tidak mendapatkannya. Maka akhirnya dia selalu mencari-cari kasih sayang dan sekali dia dapatkan kasih sayang itu maka dia akan kuasai, dia akan cengkeram, dan dalam pernikahan ini akan menjadi problem besar karena dia akan terus membatasi orang yang di sekitarnya, yang dia kasihi, dia tidak akan relakan orang itu untuk bisa bergaul dengan orang lain dan sebagainya. Waktu dia masih muda atau sewaktu dia belum menikah, biasaya dia tidak menikah dengan orang relasinya terbatas. Kalau pun menikah dengan orang yang relasinya terbatas dia cenderung menguasai pasangannya. Kalau kita mempunyai teman seperti ini, kemudian kita pergi dengan teman lain tanpa memberitahu dia apalagi tidak mengajak dia, dia bisa sangat tersinggung. Dia merasa ditinggal, tidak lagi diperhatikan, dia merasa dikhianati dan sebagainya dan dia akan berkata, "Saya tidak bersikap seperti itu kepadamu, kalau saya mau pergi saya pasti memberitahu kamu dan saya pasti mengajak kamu tapi kenapa kamu tidak seperti itu kepada saya," dia bisa marah seperti itu. Akhirnya teman-teman menjauh dari dia, tidak tahan dengan dia karena kalau ikut dengan dia maka seolah-olah harus dirantai, harus selalu memberi perhatian penuh kepada dia dan keinginannya.
GS : Kalau dia takut kehilangan kenapa dia dengan seenaknya akan meninggalkan orang ?
PG : Sebab bagi dia dari pada saya ditinggal, maka lebih dulu saya meninggalkan orang itu dan itulah yang menjadi prinsip hidupnya. Jadi kalau dia melihat gelagat orang ini sudah tidak lagi seta atau orang ini tidak lagi suka dengan dia dan sebagainya, maka dia orang pertama yang mau buru-buru keluar dan dia berkata, "Sudah, aku tidak mau lagi".
Jadi intinya adalah daripada dia yang ditinggal maka lebih dulu dia meninggalkan orang tersebut.
GS : Mungkin ada ciri yang lain dari orang ini ?
PG : Ciri yang lain adalah orang borderline sebetulnya mendasarkan harga dirinya pada prestasi. Jadi orang dengan kepribadian borderline pada umumnya memacu diri secara berlebihan itu sebabnya ebagai pekerja ia disukai sebab dia memberi hasil yang memuaskan dan masalahnya adalah ia pun menuntut orang untuk melakukan segalanya seperti dirinya, dia sukar menerima hasil yang asal-asalan dan tidak segan-segan memarahi bawahannya.
Jadi sangat susah bekerja di bawah dia atau sangat susah bekerja dengan dia karena dia sangat susah kerjasama, kebanyakan dia akan berkata kepada orang, "Saya akan kerjakan sendiri, kalau kerjasama denganmu nanti menjadi repot". Kalau kita menjadi atasan mungkin kita senang mempunyai pekerja seperti dia, pekerjaannya selesai dan rapi tapi celakanya adalah susah menempatkan diri dengan orang lain, sangat susah bekerjasama. Namun yang menjadi masalah besar adalah dia terlalu menumbuhkan siapa dirinya pada pekerjaannya, kalau kita tidak menghargai atau tidak memberi pengakuan kepada prestasinya maka dia bisa marah. Jadi apa yang dia kerjakan dia menuntut orang untuk bisa menghargainya. Waktu orang tidak bisa menghargainya dan biasa-biasa saja maka dia tidak akan mau lagi mengerjakan, mungkin dia akan berhenti dan dia akan berkata, "Kamu tidak bisa menghargai lagi karya saya maka saya tidak mau lagi sama kamu." Jadi benar-benar sebuah sikap hidup yang kaku, mengharapkan orang harus mengakui dan memberikan penghargaan selayaknya seperti yang diharapkan.
GS : Pak Paul, memang sulit memahami orang-orang seperti itu, tapi hal ini tidak muncul dengan begitu saja di dalam diri seseorang, pasti ada latar belakang yang membuat seseorang memiliki kepribadian seperti ini. Apa yang menjadi penyebab ?
PG : Seorang anak memang sangat membutuhkan sebuah kasih sayang dan dari kasih sayang inilah mereka membangun dirinya bukan dari sudut prestasi, kalau dia bisa menghasilkan sesuatu maka dia bar berharga, itu salah ! Seorang anak selayaknyalah tahu bahwa dia dikasihi karena dia adalah anak dan bukan karena dia melakukan sesuatu.
Namun Pak Gunawan ada orang tua yang tidak seperti itu, jadi hubungan antara anak dengan orang tua itu cuek, acuh tidak ada kedekatan, baru akan memuji anak kalau anak melakukan sesuatu yang luar biasa, prestasinya tinggi dan sebagainya sehingga anak akhirnya menganggap dirinya tidak berharga dan dia baru berharga kalau dia mengerjakan sesuatu yang berharga yang dapat dilihat oleh orang. Jadi akhirnya penghargaan terhadap dirinya sangat rapuh, sangat dangkal dilandasi atas perbuatan-perbuatan dan meninggalkan sebuah kekosongan yang dalam yaitu dia minta dan dia butuh dikasihi maka dia akan mencari-cari kasih, tapi dia akan mencarinya lewat perbuatan-perbuatan. Maka muncul masalah-masalah seperti yang tadi, kalau perbuatannya tidak dihargai maka dia marah sebab dia merasa bahwa dia tidak dikasihi, dia akan menuntut orang untuk melakukan hal itu sebab dengan itulah dia baru merasa bahwa dia dikasihi dan karena dia haus akan kasih sayang maka dia akan mencengkeram orang, menguasainya, orang tidak boleh kemana-mana harus selalu di sana untuknya. Dia akan menuntut orang untuk menjadi seperti orang lain juga dan dia akan sangat keras kepada mereka. Dan karena perasaan kasihnya itu tidak pernah ada maka waktu dia marah, kemarahannya itu bisa menyambar kemana-mana. Jadi rumah tangga seperti itulah yang menimbulkan masalah ini, saya melihat Pak Gunawan di dalam zaman ini gangguan borderline akan makin menjamur karena di dalam masa hidup kita inilah kita melihat orang tua paling sibuk, dua-dua kebanyakan bekerja akhirnya waktu buat anak makin menipis, tapi di dalam zaman kita ini pulalah tuntutan untuk berkompetisi paling tinggi. Saya kira tidak pernah dunia kita ini diamuk oleh keinginan untuk berkompetisi seperti sekarang ini. Jadi benar-benar orang sekarang dipacu untuk lebih lagi karena ini zaman-zaman persaingan sehingga kita harus kompetitif. Sekolah juga sangat menuntut sehingga anak-anak ini akhirnya kurang kasih sayang, kurang kedekatan tapi dituntut tinggi bahkan lebih tinggi dari zaman-zaman sebelumnya. Ini adalah resep munculnya gangguan borderline, maka saya memprediksi gangguan ini akan makin banyak dan karena gangguan ini lebih banyak menyerang perempuan maka nantinya akan lebih banyak wanita yang menderita karena gangguan ini.
GS : Mengenai kurang kasih sayang Pak Paul, kalau dalam satu keluarga itu mempunyai anak yang cukup banyak, maka mereka akan mengalami kurang kasih sayang karena kasih sayang orang tua juga harus dibagi-bagi kepada saudara-saudara yang lain.
PG : Ada dua hal di sini dan yang pertama adalah kalau semua menerima dengan rata maka rasanya dan berbeda kalau ada anak yang difavoritkan. Orang akan merasa kehilangan kasih sayang dalam kelurga yang berjumlah anggota banyak kalau dia melihat saya tidak dapat, tapi adik saya dapat.
Meskipun dia mendapatkannya tapi tidak sebanyak yang di dapatkan oleh adiknya maka yang didapatkannya itu sepertinya menjadi tidak ada buat dia, di mata dia sama juga dengan kosong, tidak memperoleh kasih sayang dari orang tuanya. Yang kedua adalah kalau dalam keluarga yang besar meskipun karena orang tua repot, tidak bisa memberikan kasih sayang dan perhatian yang penuh namun sekali lagi kalau masih ada interaksi, tetap ada pengarahan, dan tetap ada kedekatan ngobrol-ngobrol dan sebagainya maka itu sebetulnya sudah cukup memadai asalkan jangan ditambah dengan tuntutan yang tinggi. Jadi kombinasi tersebut harus ada untuk menciptakan gangguan borderline, ini dimana kasih sayang begitu kurang, tuntutan begitu tinggi apalagi plus satu bonus yaitu kekerasan, pertengkaran, kemarahan dalam rumah. Itu adalah suatu kombinasi yang sudah pasti nanti melahirkan kepribadian borderline.
GS : Apakah orang yang mengalami gangguan ini masih bisa ditolong kalau sudah usia dewasa atau sudah menikah dan sebagainya ?
PG : Saya melihat untuk gangguan borderline kalau orang itu sendiri tidak mau bertobat dalam pengertian merendahkan diri mengakui bahwa saya memang harus berubah maka itu tidak akan bisa. Makana prognosis untuk gangguan borderline itu sebetulnya negatif, artinya kemungkinan untuk sembuh memang tipis sebab kalau dia mau benar-benar sembuh maka yang pertama dia harus mengakui kalau dia bermasalah dan ini susah, sebab dia selalu menganggap orang lain yang bermasalah, dia yang sehat, dia yang benar, dia tidak mau mengakui kalau dia punya masalah.
Kalau orang sakit dan tidak mengakui dirinya sakit maka dia tidak akan sembuh. Maka saya melihat pertobatan rohanilah yang bisa secara drastik mengubah, kalau dia sadar dia orang berdosa, Firman Tuhan menegurnya dan dia mau merendahkan diri dan datang kepada Tuhan maka masih ada harapan sehingga dia berkata, "Saya memang punya masalah dan saya perlu bantuan, apakah saya bisa dibantu." Dengan bimbingan dalam kurun waktu yang panjang maka perlahan-lahan dia bisa berubah, dia bisa belajar untuk lebih toleransi, belajar mengalah, belajar untuk menguasai emosinya, belajar untuk tidak lagi mencengkeram dan menguasai orang lain dan semua itu dia bisa pelajari namun dalam bimbingan yang intensif dan relatif lama dimana dia merasakan dia dikasihi oleh pembimbingnya sekaligus dibatasi, diberikan sedikit banyak disiplin oleh pembimbingnya. Dalam konteks seperti itu besar kemungkinan dia akan sembuh.
GS : Tapi dalam proses perawatan ada sesuatu yang memicu lagi sehingga membuat dia akhirnya marah, maka itu akan kembali lagi, Pak Paul ?
PG : Dalam proses itu memang akan ada jatuh bangunnya, Pak Gunawan, jadi ada yang memicu lagi, jatuh lagi. Ada orang yang sepertinya tidak setia kepada dia mau meninggalkan dia, down lagi, deprsi berat, marah lagi dan memang bisa seperti itu.
Jadi ada jatuh bangunnya tapi sekali lagi dia mesti menanggalkan keangkuhan dia mesti berkata, "Saya perlu bantuan, saya bermasalah" dan barulah nanti ada pengharapan lagi.
GS : Memang kesulitan terbesar seperti yang Pak Paul tadi katakan yaitu menyadarkan dia bahwa dia bermasalah karena harga dirinya sangat tinggi.
GS : Dalam hal ini Pak Paul, apakah ada Firman Tuhan yang menjadi pedoman bagi kita ?
PG : Firman Tuhan di Amsal 14:27 berkata, "Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut." Orang dengan kepribadian borderline akan berubah bila takut akan Than, selama dia tidak takut akan Tuhan maka tidak akan ada orang yang dapat menegurnya, alhasil selamanya dia akan hidup untuk dirinya saja.
Jadi awalnya adalah dia mesti takut akan Tuhan dan orang yang borderline kebanyakan tidak takut akan Tuhan meskipun bisa jadi dia ke gereja dan sebagainya, tapi benar-benar rasa takut akan Tuhan itu hampir tidak ada. Makanya kalau dia sedang marah, dia tidak peduli pada apa pun bahkan Tuhan pun dia tidak akan pedulikan. Maka awalnya dia harus takut akan Tuhan dan bertobat, mengakui kalau dia orang berdosa dan orang yang mengalami masalah.
GS : Jadi dia menganggap kalau Tuhan itu sama seperti orang-orang yang lain ?
PG : Harus menuruti kehendaknya.
GS : Harus menuruti kehendaknya terus-menerus.
PG : Dan kalau Tuhan tidak berikan maka dia bisa marah sekali kepada Tuhan.
GS : Tapi masih ada secercah harapan bagi orang-orang ini ketika Firman Tuhan berkata kepadanya dan dia tidak mengeraskan hatinya. Mungkin itu yang Firman Tuhan katakan yaitu "Jangan keraskan hatimu".
GS : Pada saat Tuhan berbicara dan itu yang sulit, hal itu biasanya dipengaruh oleh apa sehingga dia bisa betul-betul menyadari, Pak Paul ?
PG : Karena memang pola pikirnya yang sudah hitam putih kaku sekali. Jadi sangat sulit sekali dia untuk menerima masukan dari orang. Jadi memang usaha-usaha kita meyakinkannya seperti tidak adahasilnya, karena dia tidak terbuka.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tumbuhnya Kepribadian Borderline". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.