GS | : | Pak Paul, semua orang tua tentu berharap anaknya itu walaupun tidak jenius tapi pandai sehingga kalau di sekolah menerima raport tidak semua angkanya merah karena dia akan merasa anaknya ini bodoh. Tetapi tidak semua anak itu dikaruniai kepandaian intelektual seperti itu. Ini bagaimana, Pak Paul ? |
PG | : | Tadi Pak Gunawan sudah bicara bahwa sebagai orang tua kita mengharapkan anak-anak kita pandai. Jadi pada waktu kita harus menyadari bahwa anak kita tidak sepandai anak-anak lain, nilainya rasanya pas-pasan dan untuk bisa nilai pas-pasan saja harus bekerja luar biasa keras, dileskan dan sebagainya, kemudian kita menjadi kecewa. Jadi apa yang harus kita lakukan ? Yang penting adalah langkah pertama kita harus dengan jeli melihat di bidang apakah anak mengalami kesulitan belajar, misalnya ada anak yang lambat menghafal namun cepat mengerti soal matematika, atau ada anak yang sukar membaca buku pelajaran yang bersifat sosial tapi cepat untuk menggambar apa yang ada di imajinasinya. Bila jelas terlihat bahwa dia lambat dalam bidang tertentu saja, ini berarti bahwa sesungguhnya masalah utamanya bukanlah masalah tingkat kepandaiannya tapi masalah talenta. Jika demikian halnya kita harus membingkai semua ini dari kacamata yang positif dan kita tidak boleh menyalahkannya atas kekurangannya, sebaliknya kita harus meneguhkan kebisaannya, kita harus mengedepankan apa yang dianggap baik dan bukan justru menyoroti kekurangannya. Sebab sekali lagi tidak tentu anak itu bisa dan baik dalam semua bidang mata pelajaran, ada yang baik dan ada yang kurang baik. Jadi kalau masalahnya hanya itu, berarti masalahnya bukan karena anak itu kurang pandai, tapi kebisaannya itu dalam bidang tertentu saja. |
GS | : | Padahal sebenarnya seseorang itu bukan hanya diukur dari hasil daftar mata pelajaran yang dia terima di sekolah, tapi di luar masih banyak kepandaian yang harus dia kembangkan dan dia cocok di bagian yang lain, tapi tidak termasuk di dalam daftar mata pelajaran itu. |
PG | : | Betul sekali. Jadi memang sebetulnya kalaupun prestasi akademik anak kita kurang tapi kalau kita melihat dia dalam hal lain bisa mengamati dan bisa cepat belajar dari apa yang dilihatnya maka besar kemungkinan anak ini menjadi anak yang nantinya sangat praktis. Kalau dia sudah lebih besar di luar dia bahkan belajar banyak sekali dari pengalaman hidupnya. Jadi dengan kata lain kita jangan tergesa-gesa melabelkan anak kita bodoh, tidak bisa-bisa dan sebagainya, sebab kalau dalam bidang tertentu dia tidak bisa, tapi yang lain bisa maka masalahnya bukan dia bodoh, tapi memang ini masalah talentanya saja. |
GS | : | Yang menyakitkan sebenarnya ketika anak ini dibandingkan dengan saudara-saudaranya dan dikatakan dia paling bodoh, itu yang menyakitkan sekali, Pak Paul. |
PG | : | Memang kita berharap anak kita sukses, jadi kita akan bandingkan dengan anak lain dan kita mau anak kita menang dan sukses, tapi masalahnya tidak. Satu hal lain lagi yang harus saya ungkapkan, kita orang tua menyadari bahwa ada begitu banyak bidang dan tidak mesti anak kita bisa semuanya. Kita itu tidak bisa terima atau susah terima kalau anak kita itu bisanya dalam bidang-bidang yang kita anggap kurang terhormat, misalnya anak kita bisa menggambar atau senang membaca puisi atau sastra, kita kurang senang. Atau bisanya hanya bahasa, senangnya baca buku yang bersifat sosial, kita merasa kurang senang sebab kita sudah beranggapan untuk sukses dalam hidup maka orang harus menguasai sains. Jadi kalau dia kebalikannya bukan sains yang dia bisa, tapi hal-hal yang bersifat sosial atau sastra maka banyak orang tua kecewa sebab sekali lagi sudah dipatok kesuksesan hanya bisa diraih kalau dia kuat dalam bidang sains. Kita harus hati-hati, jangan sampai kita mengkomunikasikan hal itu pada anak kita sebab sesungguhnya ada banyak bidang lain yang masih bisa digali oleh anak itu. |
GS | : | Tapi memang ada anak tertentu yang kurang dalam semua bidang, Pak Paul. |
PG | : | Kalau memang anak kita kurang dalam semua bidang, maka kita pun harus mengakui bahwa kalau kita menjelaskan sesuatu dan lama sekali menangkapnya, dia seperti tidak mengerti dalam pikirannya, kita sudah berikan contoh tapi tetap tidak bisa, bukan hanya kita tapi orang lain pun misalnya gurunya mencoba mengajarkan memang susah sekali nyantolnya, maka tidak bisa tidak kalau itu yang terjadi kita harus mengakui bahwa kemampuannya kurang atau kepandaiannya di bawah rata-rata. Jika ini faktanya memang beban akan bertambah baik buatnya maupun untuk kita. Kita harus menghabiskan lebih banyak waktu belajar dan kita pun harus lebih terlibat dalam studinya. Jadi ini konsekuensinya, kita tidak bisa hindari. Sebagai orang tua sudah tentu kita ingin bisa berbangga terhadap prestasi akademik anak kita, kalau tingkat kepandaian anak kita terbatas tentu kita merasa sedih. Sungguhpun demikian seberapa pun dalamnya kesedihan kita, kita tidak boleh memerlihatkannya kepada anak. Kenapa ? Bila anak melihat kita bersedih hati atas kepandaiannya yang terbatas akhirnya dia pun akan mengembangkan rasa mengasihani diri. Sebab dia melihat mamanya atau papanya sedih sekali, karena dia tidak mampu, itu yang akan dia serap dan akhirnya dia pun nantinya akan mengembangkan perasaan yang sama yaitu sedih terhadap kemampuan yang terbatas, artinya anak ini akan mengembangkan keminderan. |
GS | : | Ada seorang pendidik yang dalam memotivasi murid-muridnya mengatakan "Tidak ada anak yang bodoh, yang sering dijumpai adalah anak yang malas" ini untuk membangkitkan jangan dia dianggap atau menganggap ada yang bodoh di dalam kelasnya. |
PG | : | Saya kira untuk membangkitkan semangat, itu kata-kata yang baik. Jadi anak-anak itu lebih percaya diri bahwa ada sesuatu yang bisa dilakukannya, setidak-tidaknya meskipun kepandaiannya terbatas, tapi dia akan berusaha semaksimal mungkin sehingga modal yang terbatas itu masih dapat dikembangkan kalau anak itu berusaha lebih keras lagi. Misalnya anak-anak lain belajar sesuatu misalnya tentang ilmu ukur ruang, ilmu ukur sudut atau aljabar, sekali belajar mungkin bisa tapi khusus untuk anak ini sekali harus mengulangnya lagi, mengulangnya lagi, melatih lagi beberapa kali di rumah dan baru mengerti konsepnya. Kalau itu yang memang harus dilakukan oleh si anak maka lakukanlah. Jadi dengan kata lain, kita harus mendorong si anak sekaligus mengajak si anak melihat memang dia kurang bisa dalam hal ini, kalau begitu berikan waktu lebih banyak lagi supaya nanti bisa menutupi kekurangannya itu. |
GS | : | Tadi Pak Paul katakan ini terkait dengan talenta bukan kecerdasan anak dan sebagainya, itu kita terima dari Tuhan. Ada anak yang sampai besar pun tidak tahu talentanya apa. Orang tua yang di sekitarnya pun tidak berani mengatakan kamu punya talenta ini sehingga dia merasa dia tidak punya talenta apa-apa. |
PG | : | Memang banyak penyebabnya, salah satunya adalah kalau orang tua misalnya sudah beranggapan bahwa untuk sukses dalam hidup maka harus menguasai sains, masalahnya adalah anaknya lemah di sains. Berarti apa yang harus dilakukan ? Maka dia akan paksa anak ini dalam bidang sains, tapi karena kemampuan anak terbatas di bidang sains maka anak ini akan berkubang dalam bidang sains, disuruh les dan sebagainya. Dan bidang yang dia bisa karena tidak dihargai oleh orang tuanya, tidak didorong untuk dia kembangkan. Jadi akhirnya sebetulnya dia tahu atau dia bisa dalam bidang yang lebih bersifat sosial, filsafat, seni dan sebagainya, karena tidak diberikan kesempatan oleh orang tua akhirnya dia tidak pernah kembangkan. Jadi akhirnya dia tidak pernah tahu dia bisa itu. Yang dia tahu bukan yang dia bisa, yang dia tahu adalah yang dia tidak bisa yaitu bidang sains, yang dipaksa les dari jam 4 sampai jam 8 malam setiap hari, jadi dia hanya tahu yang dia tidak bisa. Berarti setelah dia besar adalah yang dia tahu yang dia tidak bisa dan yang dia bisa apa dia tidak pernah tahu, karena tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan hal itu. Jadi sebagai orang tua kita harus hati-hati jangan sampai anak kita menjadi besar dan bingung, tidak tahu harus apa karena kita punya tuntutan dalam bidang tertentu saja, akhirnya yang dirugikan anak itu sendiri. |
GS | : | Tapi orang tua memiliki nilai-nilai seperti itu lalu mengajarkan pada anak-anaknya, itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan, masyarakat di sekeliling kita memang menuntutnya seperti itu, orang yang sukses harus menguasai sains, begitu Pak Paul. |
PG | : | Memang tidak bisa kita sangkal bahwa hal itu ada benarnya, anak-anak yang kuat dalam bidang sains nantinya dia bisa masuk dalam bidang teknik dan sebagainya. Anak saya misalkan mau menjadi guru dan mengambil Diploma mengajar dan kebetulan dia menguasai bidang sains sehingga nanti dia akan mengajar di bidang sains. Di sekolah-sekolah yang sekarang ini sedang butuh guru yang dibutuhkan kebetulan guru sains, sedangkan guru di bidang lainnya banyak sekali yang tidak diserap oleh sekolah. Jadi saya mengerti bahwa memang itu betul, tapi ujung-ujungnya daripada memaksa anak kita di bidang yang sama sekali tidak bisa, maka lebih baik dia kembangkan bidang yang dia bisa sebab nantinya bukankah dari bidang yang dia bisa inilah dia bisa membangun hidupnya. |
GS | : | Jadi sebenarnya apa yang bisa dilakukan oleh orang tua, Pak Paul ? |
PG | : | Ada beberapa hal. Jadi yang kita perlu lakukan secara umum adalah membingkai kehidupannya secara positif. Jadi misalnya yang pertama kita harus mengasihinya tanpa syarat, artinya dia perlu mengetahui bahwa kita mengasihinya sama seperti kita mengasihi anak-anak yang lain, itu sebabnya kita misalnya tidak membanggakan atau menyebut-nyebut prestasi anak yang lain di hadapannya atau membanding-bandingkan prestasi kakaknya, kita harus memerlakukan dia sama seperti kita memerlakukan anak yang lain supaya dia tahu kita mengasihinya bukan atas dasar prestasi akademiknya. Jadi anak itu peka kalau dia melihat papa atau mama baru baik kalau dia bagus dalam bidang akademik, kalau tidak maka dijauhkan dan sebagainya, maka dia merasa tidak berharga. Dan dia akan mengaitkan penghargaan dirinya atas keberhasilan akademiknya. |
GS | : | Sulitnya itu kalau anak-anak kita misalnya ada tiga atau dua, kalau menerima raportnya itu berbarengan, dia mendapat raport dan yang satunya juga dapat. Mau tidak mau maka orang tuanya membandingkan, begitu Pak Paul. |
PG | : | Sebetulnya memang berat, karena tidak perlu di rumah tapi di sekolah pun juga begitu. Saya masih ingat waktu saya masih kecil, ada anak-anak yang begitu dapat raport atau ulangan dia tidak pernah buka dan dia cepat-cepat membuka dan cepat-cepat disisipkan di dalam buku pelajaran yang lain, dia tidak mau membukanya. Dan dia baru buka di rumah. Tapi untuk anak-anak yang biasa dapat nilai bagus maka dia akan cepat-cepat membuka dan ditunjukkan ke orang-orang karena dia tahu nilainya bagus. Jadi anak-anak kalau memang prestasinya kurang baik sudah tentu dia sendiri sudah punya rasa malu, sebaiknya jangan sampai kita menambah-nambahkan rasa malu dan jangan sampai dia semakin terpuruk tapi kita harus berikan dia dorongan yang positif. |
GS | : | Kalau kita katakan pada anak itu, "Tidak apa-apa nilaimu segini," khawatirnya terpengaruh pada anak yang lainnya bahwa ternyata dapat nilai jelek juga tidak apa-apa, lalu dia enak-enakan, Pak Paul. |
PG | : | Justru kita dorong anak kita untuk memberikan yang terbaik, jadi harus berusaha. Waktu dia belajar, "Apa sudah selesai" dan dia katakan, "Sudah" kalau begitu langsung ambil bukunya dan kita katakan kita tanya, memang kalau terbukti dia sudah bisa maka tidak apa-apa, tapi misalkan kita tanya-tanya dia berkata, "Tidak bisa, tidak bisa" maka kita berkata, "Kamu itu terlalu cepat maka harus belajar lagi, coba sekarang ulang lagi belajar". Dengan kata lain, sejak dia kecil kita mulai tanamkan bahwa sejak kecil yang terpenting ada proses atau usahanya dan kita katakan kepada mereka kalau papa atau mama melihat kamu sudah belajar dan kamu mengeluarkan usaha itu, papa dan mama tidak akan memersoalkan hasilnya, kalau hasilnya jelek papa dan mama akan terima jadi yang kami mau lihat adalah usahamu. |
GS | : | Disitu memang sangat dibutuhkan perhatian yang lebih besar dari orang tua dibandingkan dengan orang-orang yang katakan "normal" ini tadi, Pak Paul. |
PG | : | Betul sekali. Memang tidak bisa tidak anak-anak yang memerlukan kebutuhan khusus ini lebih menyita lebih banyak waktu. |
GS | : | Hal yang lain yang bisa dilakukan apa, Pak Paul ? |
PG | : | Oleh karena kita tidak bisa memastikan masa depan anak maka sebaiknya jangan memberikan kepadanya jaminan yang belum tentu dapat dipenuhi misalnya jangan kita berkata, "Kamu pasti akan menuai sukses, meskipun kamu tidak sepandai teman-teman kamu, jangan khawatir kamu pasti sukses" jangan katakan seperti itu. Waktu dia mulai besar nanti dia sadari bahwa ini keterbatasan menghambat dan saya tidak sama dengan anak lain, tapi papa dan mama bilang pasti sukses. Ini tidak sehat, sebab yang pertama dia kesal dengan kita seolah-olah kita memberikan janji kosong, dan yang kedua dia bisa kesal dengan dirinya sendiri karena dia tidak mencapai standar itu. Jadi akhirnya tambah terpuruk. Jangan berikan kepada anak-anak yang memang kepandaiannya terbatas janji-janji yang seperti itu bahwa "Kau pasti akan berhasil" dan sebagainya, jangan seperti itu. Yang kita mau janjikan adalah kita akan terus mendampinginya, "Papa Mama akan tetap sayang dan terus mendampingi kamu". Yang bisa kita janjikan dan penuhi, itu yang kita janjikan. |
GS | : | Bagaimana caranya kalau orang tua itu ingin membangkitkan rasa semangat atau optimis dalam diri anak ini, Pak Paul ? |
PG | : | Sekali lagi kita tekankan pada anak ini meskipun kepandaiannya terbatas, terpenting adalah dia berusaha dan kita harus katakan juga bahwa karena dia tidak cepat mengerti maka akan lebih banyak waktu yang harus dikeluarkan, kalau anak lain belajar 30 menit dia harus belajar 60 menit. Jadi kita tekankan meskipun memang lebih susah tapi tidak berarti kamu tidak bisa meningkatkan. Yang kita mau tekankan adalah peningkatan dan kita tidak menuntut dia mendapat nilai yang terbaik, tapi tingkatkan dengan cara berikan waktu yang lebih. Dan mungkin kita bisa berikan contoh dari diri kita sendiri bahwa kita juga tidak terlalu cepat dalam hal ini, karena itulah kita memberi lebih banyak waktu untuk bisa melakukannya. |
GS | : | Seringkali ini seperti lingkaran setan. Jadi karena dia melihat hasilnya kurang memuaskan dia menjadi malas belajar, tapi karena dia malas belajar maka dia semakin terpuruk sedang dia tahu bahwa dia punya kemampuan khusus di bidang yang lain dan itu yang ditekuninya dan kelihatan itu terus berkembang, dia senang mengerjakan itu. |
PG | : | Biasanya yang kita tekankan adalah silakan yang kamu bisa kamu tekuni dan itu bagus tapi yang kamu tidak bisa jangan ditinggalkan 100% sebab bagaimana pun juga kamu akan dinilai. Jadi beritahu dia, "Silakan kamu kembangkan tapi yang ini tetap kamu lakukan". Dengan cara itu kita mau mengajar dia satu hal yang penting yaitu yang namanya keuletan, sebab kalau dia hanya mengerjakan yang dia bisa nanti keuletannya lemah sekali, tapi kalau kita dorong untuk terus mengejar yang dia tidak bisa meskipun kita tidak mengharapkan nilai yang maksimal setidak-tidaknya dia itu belajar untuk lebih ulet dan tidak cepat menyerah, jangan sampai nantinya anak ini cepat putus asa, ini yang akan kita cegah. |
GS | : | Kalau kita menjanjikan kepada anak itu seperti yang Pak Paul katakan, "Saya akan dampingi kamu terus" padahal usia kita tidak tentu, ada orang tua yang masih muda pun lalu meninggal, apa ini tidak berdampak pada anak yang kita janjikan tadi, Pak Paul ? |
PG | : | Saya rasa tidak, sebab anak-anak semakin besar tahu bahwa hidup itu tidak selamanya bahwa kita juga akan pergi, namun dia bisa melihat bahwa semasa kita hidup, kita tetap mendampinginya dan terus menolongnya, tapi nantinya setelah dia besar, misalkan dia masih bisa mengerjakan hal-hal lain dia bisa mengerjakan ini sehingga menghasilkan uang maka kita senang. Jadi kita tidak menuntut dia harus seperti apa. |
GS | : | Apakah ada hal lain lagi yang bisa dilakukan oleh orang tua, Pak Paul ? |
PG | : | Yang berikut adalah kita harus mulai mengekplorasi kemungkinan lain baginya. Misalnya jalur akademik memang terlalu susah bagi dia maka kita harus mencarikan misalnya pendidikan khusus yang lebih praktis, makin cepat dia menemukan kebisaannya maka makin cepat dia mengasahnya. Jadi saya mau tekankan kepada orang tua bahwa tidak harus anak kita menempuh jalur pendidikan formal seperti yang kita kenal. Ada anak-anak yang memang susah sekali dan itu berarti lebih baik kita gunakan jalur yang lain. Saya kadang bertemu dengan orang tua yang seperti ini, jelas-jelas anaknya tipe anak yang praktis, belajar cepat dari apa yang dilihatnya tapi disuruh duduk belajar baca buku sangat sulit. Saya suka memberikan nasihat setelah lulus SMA saya katakan, "Jangan masukkan dia ke universitas, biarkan dia mengambil pendidikan khusus, 1 tahun dia kursus ini dan sebagainya, itu saja". Tapi sayangnya banyak orang tua tidak terima, sebab mereka merasa gengsi nanti orang melihat anaknya tidak kuliah, anaknya hanya ikut program 1 tahun dan sebagainya dan akhirnya tidak mau, ini keliru. Saya sudah melihat berkali-kali anak yang akhirnya dipaksakan kuliah padahal kemampuannya bukan dari situ tapi dari yang praktis di luar itu, akhirnya menderita. Dia sendiri tidak bisa lulus kuliah dan selama kuliah penghargaan dirinya makin rontok dan dia makin melihat dirinya sebagai orang yang bodoh, tidak bisa sekolah. Jadi akhirnya setelah bertahun-tahun di universitas sebagai mahasiswa abadi, keluar-keluar makin tidak ada kepercayaan diri untuk memulai usaha, akhirnya orang tua merasa kesal, anak ini sudah diberikan kesempatan tapi masih begini, yang keliru adalah di awal sebetulnya jangan dipaksakan. |
GS | : | Kita sudah membicarakan beberapa hal tadi, apakah masih ada yang lain lagi, Pak Paul ? |
PG | : | Yang terakhir adalah kita harus mulai mencarikan komunitas baginya karena waktu anak ini masih kecil dan dia kurang pandai maka ini tidak menjadi masalah, tapi dengan bertambahnya usia akan menjadi masalah sebab tekanan sosial akan mulai terasa, dia sudah mulai kuliah, atau dia mulai remaja teman-temannya mulai menjauhkan diri dari dia, sebab dianggap dia tidak sepandai mereka dan nantinya juga waktu dia mau bicara dengan teman-temannya, teman-temannya menertawakan dia karena bicaranya tidak terlalu pandai. Jadi akhirnya dia dikucilkan, itu sebabnya kita harus dari awal mencarikan teman yang dapat menerimanya sehingga bersama mereka dia akan dapat beraktivitas layaknya anak-anak lain. |
GS | : | Sebenarnya apakah anak-anak seperti ini harus dimasukkan di dalam sekolah-sekolah khusus, Pak Paul ? |
PG | : | Menurut saya tidak. Kalau memang masih bisa mengikuti meskipun dengan susah payah tidak apa-apa sebab sekali lagi dia masih bisa menyadari siapa dirinya dan jangan sampai dia semakin terpuruk, kalau memang dia tidak bisa dan dia perlu sekali bimbingan khusus silakan masukkan dia di Sekolah Luar Biasa. |
GS | : | Masalahnya di sini menggunakan istilah "Sekolah Luar Biasa". Lalu anak itu juga merasa apa luar biasanya saya, saya tidak bisa apa-apa. Hal itu pernah terjadi. |
PG | : | Memang istilahnya itu kurang pas, sebetulnya istilah yang lebih tepat adalah dengan kebutuhan khusus. |
GS | : | Tapi sebenarnya anak-anak ini punya sesuatu yang unik di dalam dirinya. Memang secara sains atau intelektual tidak sepandai teman-teman atau saudaranya yang lain tapi tetap punya talenta khusus yang bisa dikembangkan. Ini sesuatu yang bisa ditonjolkan dalam diri anak itu. |
PG | : | Orang tua harus jeli melihat apa yang bisa dikerjakan oleh anak itu dan itulah yang ditekankan serta itulah yang akhirnya dipujikan pada anak itu, sehingga anak itu juga merasakan kalau dia berharga. |
GS | : | Apakah ada firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan sehubungan dengan hal ini ? |
PG | : | Saya akan bacakan ayat yang semua kenal yaitu Mazmur 23, "TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa". Firman Tuhan di Mazmur 23 mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah Gembala yang baik dan setia, Dia tidak akan meninggalkan kita dan akan terus menuntun langkah hidup kita, jadi kita harus mengingatkan anak akan janji pemeliharaan Tuhan ini, sejak kecil biarkan dia untuk datang kepada Tuhan agar dia tahu bahwa ada Tuhan yang menjaga dan mengasihi dia. |
GS | : | Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kurang Pandai : Sebuah Keunikan Atau Kelainan ?" Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang. |