Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu yaitu tentang "Komitmen dan Keintiman". Bagi anda yang belum mengikuti perbincangan kami yang lalu maka kami akan mengajak anda sekalian untuk mendengarkan sejenak apa yang kita sudah perbincangkan pada kesempatan yang lalu, karena ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian.
Lengkap
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita membicarakan cukup tentang komitmen dan keintiman tetapi supaya lebih banyak hal yang kita lihat tentang komitmen dan keintiman ini, mungkin Pak Paul bisa menjelaskan terlebih dahulu apa yang sudah kita perbincangkan pada kesempatan yang lampau.
PG : Semua ini lahir dari sebuah keprihatinan terhadap apa yang sudah terjadi di tengah-tengah kita terutama di tengah-tengah kawulamuda yaitu makin banyaknya orang-orang yang menjalin hubunganyang sangat mesra dan tidak jarang dalam kemesraan itu juga terjadi keintiman fisik, tapi dua-duanya mengatakan bahwa dia hanyalah teman dan tidak ada ikatan apa-apa.
Maka pada kesempatan yang lampau kita mengingatkan bahwa dosa itu datang dengan isi yang sama, tapi dengan wajah yang berbeda. Dosa yang sama yaitu perzinahan, percabulan tapi sekarang ditampilkan dengan wajah yang berbeda yaitu namanya yang diubah-ubah, maka kita harus mewaspadainya. Dalam kesempatan yang lalu kita membahas bahwa untuk menjalin keintiman diperlukan komitmen atau kesetiaan, ikatan janji keterpisahan bahwa kita untuk dia dan dia untuk kita. Di dalam komitmen seperti itulah maka akhirnya keintiman bisa muncul dan keintiman baru bisa terus muncul kalau dilindungi dan rasa aman di dalam komitmen itu. Kita pun sudah membahas bahwa ini juga penting dilakukan sebelum kita menikah, artinya kita menanam komitmen supaya pada akhirnya setelah kita menikah, kita bisa memetik buah keintiman sebab di dalam komitmen seperti itulah keintiman barulah bisa bertunas.
GS : Kalau kita sudah memikirkan hubungan yang begitu erat antara komitmen dan keintiman, tapi sekarang ada juga keintiman yang tidak disertai komitmen. Ini sebabnya apa, Pak Paul ?
PG : Yang pertama adalah ada orang yang takut terikat, karena takut terikat maka dia hanya mau mencicipi keintiman tapi tidak mau membayar harga untuk memberikan komitmennya. Kalau ini yang teradi maka relasi ini akan menjadi relasi yang saling pakai, "Tidak apa-apa yang penting keduanya saling memuaskan kebutuhan akan keintiman tapi tidak perlu ada komitmen," jadi sekali lagi relasi ini menjadi relasi saling pakai.
Atau yang satu membohongi yang satunya, yang membohongi adalah yang memakai dan yang dipakai adalah yang dibohongi atau dimanfaatkan. Sudah tentu relasi seperti ini rentan putus, karena tidak ada komitmen dan ketakutan untuk terikat membuat orang lebih cepat putus asa atau cepat lari kalau ada masalah, karena dia tidak mau terikat maka dia akan dengan mudah angkat kaki, melepaskan diri dari masalahnya. Itu sebabnya kalau tidak ada komitmen maka relasi akan mudah patah dan dengan adanya komitmen maka kalau pun ada masalah maka kita dipaksa untuk tinggal dan membereskan masalah itu sampai selesai. Jadi inilah yang diperlukan. Jadi kalau ada relasi yang sudah intim tapi tidak ada komitmen maka tinggal tunggu waktu maka relasi ini juga akan putus.
GS : Banyak orang yang justru memilih bentuk hubungan yang seperti itu, Pak Paul ? Jadi hanya mau intim tapi tidak mau terikat apa-apa sehingga dia tidak menjalin hubungan dengan seseorang secara serius, bahkan dia tidak ragu-ragu mengeluarkan uang untuk memperoleh keintiman tanpa perlu keterikatan, maksud saya dia bisa melakukan hubungan intim dengan siapa saja.
PG : Dan memang ada orang-orang seperti itu di tengah-tengah kita dan sudah tentu yang terjadi adalah dia sedang memulai relasi yang tidak akan berumur panjang, tapi lebih dari itu adalah dia sdang menjalani kehidupan yang tidak berkenan kepada Tuhan, karena Tuhan tidak setuju dan Tuhan melarang kehidupan seperti itu, berhubungan dengan orang secara fisik secara seksual tanpa ada sebuah ikatan nikah dan itu adalah sebuah perzinahan di hadapan Tuhan.
GS : Mereka menganggap keintiman itu sesuatu yang menyenangkan, jadi hanya untuk bersenang-senang.
PG : Betul dan nanti akan ada harga yang harus dibayarnya. Jadi saya tetap menghimbau dan mengingatkan kepada kita semua untuk tidak jatuh ke dalam perbuatan seperti itu.
GS : Selain tentang keterikatan Pak Paul, apakah ada hal lain yang membuat terjadinya keintiman tanpa komitmen ?
PG : Yang berikut adalah kadang kita itu takut untuk ditolak, maka karena takut untuk ditolak maka akhirnya kita tidak mau mengikatkan diri dari komitmen dan kita hanya mau mencicipi keintiman tu saja dan kita tidak berani menyatakan niat kita untuk mengikatkan diri.
Kalau ini yang terjadi maka relasi itu menjadi relasi yang tidak ada keterbukaan karena kita takut ditolak dan kita tidak berani mengikatkan diri dengan komitmen karena takut ditolak, tapi relasi tidak mungkin bertumbuh tanpa adanya keterbukaan dan kita mesti menjadi diri kita apa adanya. Kalau tidak ada keterbukaan dalam relasi itu maka kepercayaan pun juga sukar bertumbuh artinya kita tidak percaya pada pasangan sehingga kita tidak mau berterus terang sepenuhnya pada dia. Dan dalam relasi dimana tidak ada lagi keterbukaan, kepercayaan pun juga tidak ada, maka sebetulnya relasi itu hanya merupakan kedekatan fisik sama sekali tidak ada isinya, tidak ada lagi yang mengikat relasi itu.
GS : Di dalam hal keterbukaan, makin intim seseorang maka seharusnya seseorang itu juga makin mudah dikenali, Pak Paul ? Dan dalam kasus yang Pak Paul katakan, mereka itu tetap sulit untuk dikenali. Apakah seperti itu ?
PG : Benar, sebab dalam kasus seperti itu kalau pun sudah memunyai relasi yang intim namun dia tetap menyembunyikan sesuatu dalam dirinya, seperti keinginan-keinginannya, itu karena dia takut klau nanti ditolak, karena nanti orang akan tahu benar-benar siapa dirinya.
Jadi ketakutan itu menghalangi dia untuk sungguh-sungguh terbuka.
GS : Tapi dalam hal ini, tidak perlu semua rahasia pribadi kita, kita buka kepada orang yang belum tentu menjadi pasangan hidup kita.
PG : Betul. Jadi ini harus kita lakukan secara bertahap, dengan bertumbuhnya relasi maka kita bisa semakin terbuka. Di satu titik maka kita harus menyatakan komitmen kita untuk menjalin sebuah elasi yang serius dengan dia sehingga pasangan kita juga tahu kalau dia tidak akan dipermainkan, kita akan benar-benar bersedia membayar harga untuk terus menuntaskan relasi ini sampai ke jenjang pernikahan.
GS : Ada orang yang menggunakan sistim barter, saya mau terbuka kalau kamu pun juga mau terbuka. Dan ini bagaimana ?
PG : Sudah tentu dalam sebuah relasi harus ada timbal balik, kalau tidak ada timbal balik maka hanya ada satu orang saja yang bekerja keras memertahankan dan memerdalam relasi itu. Jadi sebaikna keterbukaan itu dilakukan oleh kedua belah pihak namun di pihak lain kita tidak boleh memunyai mentalitas, "Saya mau terbuka kalau engkau terbuka," sebab mentalitas seperti itu akan menghalangi tumbuhnya relasi, tumbuhnya kepercayaan dan saling hormat di dalam relasi kita.
GS : Apakah ada penyebab lain mengenai keintiman yang tanpa komitmen ?
PG : Ada pula yang lahir dari nafsu jasmaniah yang membutuhkan pemenuhan tapi tidak mau membayar harga. Jadi dengan kata lain, ada orang-orang yang ingin intim secara fisik bisa menikmati tubuhlawan jenisnya namun sama sekali tidak memunyai komitmen menikah dengan dia.
Relasi seperti ini pasti hanyalah akan menjadi relasi seksual, dan relasi yang hanya bersifat seksual akan sukar bertahan sebab seks tidak pernah dan tidak dapat memertahankan relasi karena seks selalu bersifat mengikat tapi sangat sementara, begitu nanti kenikmatannya hilang dan kebosanan mulai muncul maka relasi itu pun juga akan mati. Dan yang berikut adalah relasi yang hanya diisi oleh kenikmatan seksual akan menyembunyikan masalah yang sebetulnya ada di dalam relasi itu namun mereka tidak sempat untuk membicarakan masalah itu lagi karena fokusnya adalah pada kepuasan seksual, sehingga kepuasan seksual dianggap telah menggantikan semua hal-hal yang harusnya ditumbuhkan atau dibereskan. Dengan adanya kepuasan seksual maka seolah-olah kita beranggapan relasi kita itu sudah menjadi relasi yang baik dan kuat padahalnya tidak sama sekali. Jadi seks berpotensi untuk menutup mata kita. Sebaliknya relasi berpacaran yang tidak diisi dengan seks maka akan menuntut orang untuk melihat masing-masing dengan sangat jelas dan menuntut orang untuk menyelesaikan masalahnya dengan tuntas. Jadi kita mesti berhati-hati, jangan sampai relasi kita menjadi sebuah relasi seksual.
GS : Tetapi relasi seksual itu bukan hanya menyangkut soal fisik tetapi juga emosi orang sehingga ada orang yang mengatakan, "Dengan berhubungan seksual maka hubungan secara emosional menjadi lebih bagus lagi."
PG : Apakah seks bisa mengintimkan orang ? Jawabannya adalah "Ya". Tapi seks mengintimkan orang sementara, sebetulnya yang mengintimkan orang adalah kedekatan atau penyatuan emosional, cinta kaih di antara keduanya, kepercayaan di antara keduanya, respek di antara keduanya, semua hal itulah yang mengintimkan orang dan seks dimaksudkan Tuhan menjadi penyempurnanya.
Jadi seks tidak pernah dimaksudkan Tuhan menjadi fondasi keintiman atau kedekatan, kalau seks yang digunakan maka itu akan rubuh. Jadi justru kita harus membangun alas-alas kedekatan emosional itu dan nanti di dalam pernikahan barulah dituntaskan ke dalam keintiman seksual.
GS : Kalau Pak Paul sudah menguraikan penyebab keintiman yang tanpa komitmen, sekarang sebaliknya apa yang menyebabkan terjadinya sebuah komitmen yang tidak disertai dengan keintiman ?
PG : Ada beberapa penyebabnya, Pak Gunawan. Misalnya adalah ada orang yang memiliki sifat pembosan atau mudah jenuh. Setelah dia menjalin sebuah relasi yang serius, pada awalnya dia menggebu-geu bersemangat namun pada akhirnya pudar dan dia tidak lagi tertarik dan bosan.
Sudah tentu relasi seperti ini juga akan berumur pendek tidak ada lagi keintiman atau rasa sayang, kemesraan. Dan sebaik apa pun relasi itu, rasa jenuh jauh lebih kuat. Jadi ada orang-orang yang mengeluhkan seperti ini, "Hubungan kami baik, kami berpacaran baik, kami jarang bertengkar tapi kenapa dia ingin meninggalkan saya ? Waktu ditanya dia menjawab dia sudah tidak memiliki perasaan dengan saya lagi." Jadi kasih mesra itu cepat sekali pudar. Ada orang yang memang susah sekali memertahankan kasih mesra karena sifat dasarnya adalah pembosan, jadi tidak bisa lama-lama dengan orang yang sama. Sudah tentu kalau itu duduk masalahnya maka orang tersebut seyogianyalah tidak masuk ke dalam relasi yang serius, sebab dia itu akan menyakiti hati orang lain.
GS : Hal ganti-ganti pacar, seringkali terjadi di kalangan remaja atau pemuda dan yang sangat dirugikan dalam hal ini sebenarnya adalah pihak wanita.
PG : Memang di satu pihak kita bisa berkata perempuan yang lebih dirugikan entah itu nama baiknya dan sebagainya, tapi ada juga pria-pria yang dirugikan karena ada pria yang serius mencintai degan sungguh-sunguh, kemudian si perempuan berkata, "Saya tidak cinta lagi, cinta saya sudah habis" maka dia akan sangat terpukul.
Jadi ada juga pria yang sangat dirugikan dan terluka berat oleh karena ditinggalkan oleh pacarnya.
GS : Mungkin ada penyebab yang lain, Pak Paul ?
PG : Penyebab yang lain adalah masalah yang tidak terselesaikan, ada orang yang membuat komitmen menjalani sebuah relasi dengan serius tapi akhirnya harus berhadapan dengan masalah. Karena masaah itu tidak terselesaikan maka lama-lama mengikis kemesraan di antara mereka, cinta dan kemesraan hilang pada akhirnya masalah itu memisahkan mereka dan masalah itu membuat tawar hati dan hati yang tawar mustahil menciptakan keintiman.
Jadi kalau kita berkomitmen dalam hal yang serius dan kemudian ada masalah, maka sekuat mungkin kita akan menyelesaikan masalah itu.
GS : Karena masalah itu datang tanpa kita duga-duga dan selalu hadir di dalam hubungan sebaik apa pun, Pak Paul.
PG : Betul. Memang kita tidak bisa membuat relasi itu bebas masalah karena kita berdua memiliki perbedaan dan tidak bisa kita sangkal bahwa hal-hal yang telah kita pelajari di dalam hidup ini ykni yang kurang sehat, maka setelah kita berelasi kita menggunakan cara-cara yang tidak sehat itu pada pasangan kita.
Kita harus berubah dan sedapatnya kita harus bisa memecahkan masalah kita, kalau kita tidak bisa memecahkannya maka mintalah bantuan kepada hamba Tuhan atau konselor untuk menolong kita menyelesaikan masalah kita, supaya keintiman atau kemesraan itu kembali bisa ditumbuhkan.
GS : Jadi sebenarnya mana yang lebih baik, khususnya untuk pasangan yang belum menikah atau yang masih pacaran kemudian timbul masalah di antara mereka. Yang harus ditonjolkan yang mana ? Keintimannya atau komitmennya untuk menyelesaikan masalah ini ?
PG : Jikalau kita memunyai masalah dalam relasi, maka yang pertama adalah kita harus yakinkan pasangan kita bahwa kita memegang janji keterikatan kita bahwa kita akan terus berkomitmen di dalamrelasi ini, dan kita tidak akan meninggalkan dia dan kita akan terus di sini bersamanya sampai masalahnya selesai.
Jadi itulah yang nantinya membuahkan keintiman sebab pasangan kita akan merasakan bahwa kita sungguh-sungguh menyayanginya dan kita setia kepadanya. Sehingga nantinya dia pun akan terdorong untuk menyelesaikan masalah. Jadi kalau ada orang yang dalam pertengkaran sudah berkata, "Saya akan pergi saja" maka hal itu nantinya akan lebih merusak sendi-sendi pernikahan mereka, karena kalau orang yang berkata, "Saya ingin pergi saja" itu menunjukkan bahwa dia tidak memunyai komitmen di dalam relasi ini. Jadi dia begitu mudah melepasnya atau membuangnya. Hal ini sudah tentu membuat pasangannya merasa tidak dihargai, akhirnya dia berpikir, "Untuk apa saya memberikan komitmen saya dan berinvestasi sebesar ini, kalau kamunya seperti ini." Jadi akhirnya motivasi dan semangat keduanya untuk memertahankan relasi makin hari makin kendor.
GS : Mungkin ada hal yang lain yang menyebabkan komitmen tanpa keintiman ?
PG : Ada orang yang memutuskan dengan tergesa-gesa, Pak Gunawan, memutuskan untuk menjalin relasi mungkin karena rasa kasihan atau mungkin karena tekanan-tekanan dari luar dan sebagainya. Bila ni yang terjadi maka sesungguhnya relasi sudah mati sebab sudah tidak ada lagi kemesraan, apalagi kalau kita tahu bahwa relasi ini dimulai dengan ketergesaan.
Salah satu contoh yang nyata adalah ada orang-orang yang menikah karena sudah hamil, sebetulnya mereka belum siap menikah dan belum merencanakan menikah, tapi karena sudah hamil lebih dulu, jadi mereka harus menikah. Jadi keputusan berkomitmen diambil tergesa-gesa dalam keadaan tidak siap, kebanyakan dari mereka setelah menikah akan menuai badai, masalah tidak akan berhenti-henti datang dan penyesalan, kemarahan juga tidak berhenti-henti datang. Jadi sesungguhnya kasih mesra itu telah hilang dan relasi itu juga hampir mati, tapi seringkali mereka tidak tahu harus berbuat apa dan seringnya juga ada orang yang merasa dirugikan karena sudah harus berkomitmen menikah. "Saya harus meninggalkan hidup saya, saya harus meninggalkan tugas saya," ada orang yang merasa terjebak, "Gara-gara kamu, jadinya saya harus hidup dengan kamu." Ini semua menimbulkan reaksi-reaksi yang negatif dan mengurangi respek serta kasih mesra terhadap pasangan, pada akhirnya relasi itu tidak bertahan lama.
GS : Pak Paul, rupanya lebih banyak alasan pada orang yang komitmennya ada namun keintimannya tidak ada. Mungkin masih ada lagi alasannya ?
PG : Ada satu lagi, yaitu ada orang yang menjalin komitmen tapi tidak ada keintiman karena relasinya itu dimulai dari rasa kasihan atau tanggung jawab belaka dan akhirnya menikah dan sebagainya Bila ini yang terjadi maka sekali lagi relasi itu sebetulnya sudah mati dan dalam relasi seperti ini mudah sekali terjadi ketidak setiaan atau terjadi perselingkuhan karena dari awalnya sudah tidak ada cinta dan kasih mesra, yang ada hanyalah komitmen sehingga, "Ya sudahlah."
Akhirnya apa yang terjadi ? Dia menjadi tidak setia ketika bertemu dengan orang yang sungguh-sungguh disayangi. Jadi hati-hati dengan rasa bersalah, meskipun rasa bersalah itu baik, tapi di pihak lain kita juga mesti hati-hati karena kalau kita menjalin komitmen dan relasi atas dasar rasa bersalah, maka sebenarnya kita hanya menyediakan kulit luarnya bukan tulang-tulang di dalam, yang bisa membangun sebuah relasi yang kokoh.
GS : Pak Paul, dari pembicaraan yang cukup kompleks dan cukup membantu bagi para pendengar kita, bagaimana kalau Pak Paul membuat sebuah kesimpulan atau contoh-contoh konkret ?
PG : Saya akan memberikan contoh dari Firman Tuhan, yaitu pada kasusnya Daud dan Batsyeba di dalam Firman Tuhan di kitab II Samuel 11 dijelaskan apa yang terjadi di antara Daud dan Batsyeba, mreka melakukan perzinahan, ini adalah contoh keintiman tanpa komitmen.
Mereka berdua berhubungan di luar pernikahan dan karena dia takut ketahuan, bahkan Raja Daud membunuh suaminya Batsyeba yaitu Uria. Yang sangat menyedihkan adalah hampir sama seperti Daud, putranya pun melakukan hal yang sama kepada adik tirinya yaitu Amnon memperkosa Tamar, keintiman tanpa komitmen sama sekali. Apa hasilnya ? Hasilnya adalah kehancuran. Keintiman tanpa komitmen adalah sebuah perzinahan dan hasil akhirnya adalah kehancuran. Gara-gara Daud berzinah dengan Batsyeba maka mulai dari titik itu sampai akhirnya Daud tidak pernah berhenti-henti dirundung oleh masalah, pemberontakan, perpecahan keluarga, upaya untuk membunuhnya. Jadi kita melihat ada sebuah kehancuran. Apa yang terjadi pada Amnon dan Tamar ? Sama juga yaitu kehancuran. Kakaknya Tamar yaitu Absalom marah dan akhirnya merancang skenario membunuh adik tirinya Amnon. Jadi kita melihat kebenaran Firman Tuhan di Amsal 5 bahwa perzinahan adalah sebuah kematian, Alkitab tidak memanggil perzinahan dengan nama-nama manis yang lain, tapi memanggil dengan nama-nama yang sangat serius yaitu kehancuran dan kematian. Jadi janganlah kita menjalin sebuah keintiman tanpa komitmen. Contoh kedua yang bisa juga kita angkat dari firman Tuhan yaitu kasus Yakub dan Lea di Kejadian pasal 29 hingga 50, kita bisa melihat kehidupan keluarga Yakub. Yakub tidak mencintai Lea tapi Yakub memiliki komitmen dengan Lea karena dia adalah istrinya, ini adalah kasus komitmen tanpa keintiman. Apa isi dari komitmen tanpa keintiman ? Isinya adalah penipuan, Lea merasa ditipu, tidak disayang dan akhirnya dia penuh dengan kepahitan dan akhirnya yang terjadi adalah kehancuran juga. Anak-anak Lea marah dan tidak menyukai papanya, karena papanya hanya menyayangi Yusuf dan Benyamin yang adalah anak dari Rahel (istri yang dicintai) dan merancang rencana yang sangat jahat yaitu membunuh Yusuf. Jadi akhirnya selama bertahun-tahun mereka harus hidup di dalam kemalangan, rasa sedih, dan Yakub benar-benar beranggapan bahwa anaknya sudah dibunuh oleh hewan buas padahalnya dijual oleh kakak-kakaknya sendiri. Jadi kita bisa melihat contoh adanya komitmen tanpa adanya keintiman dan yang terjadi adalah orang merasa ditipu dan dikhianati, dan kemudian nantinya anak-anaknya yang marah dan menjahati papanya dan orang yang dikasihi oleh papanya.
GS : Jadi antara keintiman dan komitmen ini rupanya sangat terkait erat karena dari dua contoh yang Pak Paul sampaikan tadi, keintiman yang tanpa komitmen ataupun komitmen tanpa keintiman kedua-duanya akan menghasilkan kehancuran bagi keluarga itu.
PG : Betul sekali. Jadi memang dua-duanya harus ada. Tuhan mendesain kehidupan seperti itu dan mesti ada komitmen dan keintiman, kalau tidak ada salah satunya maka masalahlah yang kita harus tui.
GS : Apakah itu akan bertumbuh bersama-sama atau salah satu tumbuh lebih dahulu atau bagaimana ?
PG : Jadi awalnya kita harus melandasi dengan sebuah komitmen, di dalam landasan komitmen itulah keintiman baru mulai bertumbuh. Namun untuk terus bisa bertumbuh maka keintiman itu harus terus ilindungi oleh komitmen.
Jadi komitmen harus terus bertambah dan bertambah, tambah setia, tambah eksklusif, tambah memisahkan diri dan nanti akan bertumbuh keintiman. Jadi awalnya adalah sebuah janji bahwa saya mau setia dan di dalam janji mau setia itulah maka keintiman baru bisa bertumbuh. Jangan kita memulai dengan keintiman dan barulah kita memikir-mikir apakah mau ada komitmen. Jadi harus dilandasi oleh komitmen terlebih dahulu.
GS : Adanya sebuah hubungan yang didasari oleh komitmen tanpa keintiman, seringkali itu melanda pasangan-pasangan yang sudah lama menikah, Mungkin timbul kejenuhan atau kebosanan.
PG : Betul sekali. Jadi ada sebagian pasangan yang sudah lama menikah, tapi tidak ada lagi keintiman maka mereka sudah harus memeriksa lagi, kenapa sekarang tidak ada lagi ? Kalau ada penyebab-enyebab atau masalah-masalah di antara mereka maka itu harus dibereskan agar nantinya keintiman bisa kembali bertumbuh dalam relasi mereka.
GS : Tadi Pak Paul sudah sampaikan beberapa penyebab hal itu bisa terjadi, namun sebelum kita mengakhiri perbincangan kita ini mungkin Pak Paul mau menyampaikan ayat Firman Tuhan ?
PG : Ada dua yang ingin saya bacakan, yang pertama adalah Amsal 5:21, "Karena segala jalan orang terbuka di depan mata Tuhan dan segala langkah orang diawasi-Nya." Ini peringatan dari kita buatTuhan, Tuhan melihat kita dan mengawasi kita jadi tidak bisa kita membohongi Tuhan dengan nama-nama yang bagus-bagus untuk menutupi perbuatan kita yang sesungguhnya.
Dan Firman Tuhan yang kedua adalah Zakharia 7:9, "Beginilah firman Tuhan semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing!" Dua hal yang telah kita bicarakan yaitu kesetiaan atau komitmen dan kasih sayang kepada masing-masing. Ini adalah resepnya yaitu ada kesetiaan, ada kasih sayang.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Komitmen dan Keintiman" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.