Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Ketika Tuhan terasa Jauh". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
PG : Pak Gunawan, saya akan mengawali dengan sebuah cerita yang nyata-nyata terjadi, ini dikisahkan oleh seorang Kristen yang bernama Richard Foster. Dia itu dikenal dengan bukunya misalnya tenang disiplin rohani, tentang seks, "money and power", nah dia mengisahkan perjalanan kehidupan rohaninya.
Pada suatu ketika dia merasakan Tuhan meminta dia untuk selama waktu yang tak ditentukan meninggalkan pelayanannya, nah saat itu dia adalah seorang dosen di sebuah sekolah dan terlibat dalam banyak pelayanan rohani, jadi apa yang Tuhan minta untuk dia lakukan adalah sesuatu yang sangat-sangat mencemaskan. Apalagi dia tidak tahu berapa lamakah Tuhan minta dia untuk meninggalkan aktivitas sehari-harinya itu. Namun karena dia ingin taat kepada Tuhan itulah yang dia lakukan, nah dia menuliskan pengalamannya ini dan saya mendapatkan begitu banyak berkat dari apa yang dia tuliskan. Dia memanggil pengalaman ini pengalaman gurun pasir, sebetulnya pengalaman ini dialami oleh Richard Foster, sebab saya kira penulis yang lain pun adakalanya juga pernah mengalami masalah yang sama dan menuliskannya dalam buku-buku mereka. Yang dikatakan oleh Foster adalah bahwa di dalam hidup kerohanian itu tidak selalu Tuhan akan menyatakan diri-Nya seperti seorang ayah yang langsung menyelamatkan anaknya sewaktu anak berseru minta tolong kepada dia. Justru pada masa-masa di gurun pasir inilah kita akan merasakan kesendirian, tidak berarti Tuhan meninggalkan kita, namun Tuhan itu sunyi. Nah Foster menulis betapa dia ingin mendapatkan petunjuk Tuhan, suara Tuhan yang bisa membimbing dia kembali tapi dia merasakan saat-saat itu Tuhan sangat-sangat sunyi. Pada awalnya dia masih bisa menghadapinya dengan baik, tetapi lama-kelamaan itu menjadi suatu saat yang cukup mencemaskan dia, waktu dia harus melalui masa-masa tersebut. Dan terutama dia tidak tahu kapan ini akan selesai, namun inilah yang dia saksikan setelah dia melewati masa di gurun pasir itu, yakni dia merasakan bahwa dia sekarang bergantung kepada Tuhan dengan cara yang sangat berbeda. Nah pada awal-awal hidup rohani kita, apalagi waktu kita masih bayi dalam Tuhan kita akan melihat bahwa Tuhan itu begitu sigap membantu kita, begitu sigap memberikan petunjuk kepada kita, namun menurut Foster akan ada masa di mana Tuhan tidak bertindak sesigap itu. Dengan tujuan agar kita menggantungkan diri kita kepada Dia, bukan kepada perbuatan-Nya, bukan kepada apa yang Tuhan berikan kepada kita. Nah pada masa awal-awal rohani kita, kita cenderung bergantung sekali pada pemberian-pemberian Tuhan, pada perbuatan-perbuatan Tuhan, kita meninggikan perbuatan Tuhan yang menolong kita, yang menyelamatkan kita, kita bersyukur atas pemberian Tuhan, di waktu-waktu kita dalam keadaan yang sangat butuh. Tapi untuk kita ini dewasa kita perlu melewati masa gurun pasir itu kira-kira yang ditekankan oleh Foster. Dan dalam pengalaman gurun pasir itulah dia mengatakan kita akan bergantung kepada Tuhan dengan cara yang sangat berbeda, karena tidak ada lagi yang bisa kita gantungkan, buatan tidak kita lihat, pemberian tidak juga kita terima, jadi kita hanya bisa bergantung sepenuhnya pada individu Tuhan, itu kata Foster itulah pengalaman yang benar-benar mendewasakan dia dalam kehidupannya dengan Tuhan.
GS : Apakah hal itu juga terjadi dalam diri Tuhan Yesus, kalau Foster mengatakan di padang gurun, kita langsung teringat dengan kisah Tuhan Yesus yang dicobai di padang gurun itu, Pak Paul.
PG : Ayatnya adalah di Matius 4:1 "Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis," sebetulnya kalimat ini sangatlah pendek tapi benar-benar suatu kalimatyang bermakna sangat dalam.
Yang pertama-tama adalah kita melihat jelas bahwa Tuhan Yesus dibawa oleh Roh, nah Roh ini Roh siapa, Roh Allah sudah tentu, jadi dalam wujudnya sebagai manusia, Yesus dibawa oleh Roh Allah ke padang gurun. Dengan kata lain kita simpulkan bahwa Allahlah yang menghendaki untuk masuk ke dalam gurun pasir itu, dan kita tahu dia selama 40 hari 40 malam berpuasa tidak makan tidak minum dan pada saat itulah Dia dicobai oleh hidup. Nah Iblis datang ke situ bukanlah sebagai sesuatu yang kebetulan tapi dikatakan jelas di bawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis, memang tujuannya adalah Allah menuntun Yesus ke padang gurun supaya dicobai oleh Iblis. Nah kadang kala akan terjadi pada diri kita pula, Tuhan akan dengan sengaja dan dalam rencana Tuhan membawa kita ke padang gurun, di mana kita akan sendirian tidak ada lagi orang-orang seiman yang bisa menguatkan kita, tidak ada lagi pembimbing rohani kita yang bisa mengingatkan kita untuk terus datang kepada Tuhan dan kuat dalam Tuhan. Dan tidak ada lagi perbuatan Tuhan yang bisa kita saksikan dan tidak ada lagi suara Tuhan yang bisa kita dengar dan benar-benar kita merasakan kesunyian yang luar biasa.
GS : Pada saat-saat seperti itu justru yang sering terjadi adalah orang mengatakan ada dosa di dalam diri kita, itu juga terjadi pada sahabat-sahabat Ayub terhadap Ayub. Sebenarnya kesimpulan seperti itu bagaimana Pak?
PG : Adakalanya memang kita berdosa, dan untuk sementara waktu Tuhan membiarkan kita melewati masa yang sulit itu sendirian agar kita bisa menyadari dosa kita, adakalanya itu yang terjadi. Namu yang saya maksud di sini adalah bukan karena dosa, jadi benar-benar ini adalah dalam rencana Tuhan dan Tuhan menghendaki kita melewati masa yang sunyi ini, masa yang gersang itu, seperti kita di gurun pasir agar kita melihat Tuhan dengan mata yang lain.
Kita bukan melihat Tuhan sebagai si pemberi berkat, sebagai Tuhan yang sepertinya murah hati, melimpahkan kepada kita pemberian-pemberianNya bukan, tapi kita akan menatap Tuhan dengan mata yang lain bahwa Dia adalah Tuhan yang mengasihi kita yang agung dan yang mulia yang tidak bisa kita mengerti, tapi kita bisa sandarkan diri kita sepenuhnya kepada Dia.
IR : Itu juga dirasakan oleh hamba-hamba Tuhan yang justru ingin menegakkan kebenaran Tuhan tapi rasanya mereka itu tidak mendapat pertolongan dan di dalam kesesakannya itu kira-kira apa yang diperbuat, Pak Paul?
PG : Betul sekali kata Bu Ida, adakalanya itu dialami oleh hamba-hamba Tuhan yang ingin menegakkan kebenaran Tuhan, contohnya Elia. Dia berani melawan nabi-nabi Baal tapi kemudian dia harus lar karena dia ketakutan, nah dia berpikir saat itu bahwa tidak ada lagi nabi-nabi Tuhan, ternyata dia keliru, masih ada yang Tuhan sisakan.
Namun pengalamannya itu dapat kita kategorikan seperti yang tadi Ibu Ida singgung yakni karena dia ingin menegakkan kebenaran Tuhan, dia akhirnya sendirian dan tidak lagi tempat bisa mengadu dan sebagainya. Nah apa yang bisa dilakukan saat itu, Elia melakukan kesalahan yang cukup besar, Elia bukan saja hanya melarikan diri dari ratu Izebel yang ingin membunuhnya, seolah-olah Elia pun melarikan diri dari Tuhan. Seolah-olah Elia merasa Tuhan itu meninggalkan dia dan dia harus sendirian, nah yang selalu harus kita ingat adalah kalau kita tahu kita tidak berbuat dosa, kita memang lagi dalam perjalanan dengan Tuhan kalau itu harus kita alami itu berarti memang dalam rencana Tuhan. Dan ada yang Tuhan sedang ajarkan kepada kita dan bukan berarti waktu Tuhan sunyi, Tuhan meninggalkan kita, Dia tetap berada di samping kita.
GS : Sering juga yang dipakai itu ketika di atas kayu salib itu seolah-olah Allah Bapa itu tidak menjawab apa yang Tuhan Yesus teriakkan di sana, orang mengatakan itu karena ada dosa yang ditimpakan pada diri Tuhan Yesus waktu itu, jadi dosa itu yang memisahkan Tuhan Yesus dengan Allah sebenarnya.
PG : Sekali lagi saya singgung, memang kita terpisah dari Tuhan karena dosa, dalam contoh tadi Tuhan Yesus tidak berdosa tapi Dia menanggung dosa manusia. Dan pada saat itu Allah seolah-olah mealingkan muka, membiarkan AnakNya mati di kayu salib menanggung dosa-dosa kita.
Sudah tentu saat itu bukannya Allah Bapa menolak Tuhan Yesus atau Allah Anak, tidak sama sekali, nah di dalam keberdosaan kita adakalanya memang kita akan melihat Tuhan tidak dekat dengan kita. Dalam kasus itu memang dosalah yang menjauhkan kita dari Tuhan. Maka itu Tuhan berkata Aku menolak Saul karena memang Saul sebagai raja pertama Israel sudah menolak Tuhan, tapi satu hal yang tetap saya yakini sejahat-jahatnya manusia dan seberdosanya manusia, kalau dia kembali kepada Tuhan, Tuhan akan menerima dia. Ini yang selalu mencengangkan saya, sebagai contohnya salah seorang raja di Israel Selatan yang paling jahat adalah raja Manasye dan yang celakanya bukan saja dia memerintah paling jahat tapi juga paling lama di Selatan itu. Lima puluh lima tahun paling lama dan dia begitu kurang ajarnya sehingga bukan saja dia itu menyembah dewa-dewa lain, dia membawa patung dewa-dewa itu ke dalam bait Allah Tuhan, nah itu luar biasa kurang ajarnya. Raja-raja yang lain memang menyembah allah-allah lain, dewa-dewa lain, tapi tidak membawa patung-patung mereka ke dalam rumah Tuhan, Manasye bahkan membawa patung-patung mereka ke dalam bait Allah. Dikatakan di dalam Alkitab mengorbankan putra-putranya bukan hanya satu, jadi Alkitab jelas menulis dalam bentuk yang jamak, jadi bukan satu anak dia korbankan kepada dewanya, beberapa anaknya, begitu jahatnya. Tapi Alkitab menulis suatu hari dia bertobat, menyesali dosanya dan Tuhan langsung dikatakan dalam Alkitab memulihkannya kembali. Jadi kita bisa melihat Tuhan yang kita percaya Tuhan yang luar biasa penuh kasihNya sehingga sejahat-jahatnya Manasye memerintah paling lama dan yang palin kurang ajar, waktu dia bertobat Tuhan langsung ampuni, seolah-olah dia itu tidak pernah berbuat jahat sebelumnya. Bukankah kita akan berkata, kalau orang telah berbuat jahat kepada kita ya kamu bayar dulu dosa kamu, tapi Tuhan tidak mengatakan itu, Tuhan langsung menerima Manasye.
GS : Nah Pak Paul, seseorang yang yakin bahwa dia sedang berada di padang gurun Tuhan apakah orang itu tetap bisa berdoa dan membaca Alkitab itu Pak?
PG : Justru itu yang dilakukan oleh Foster dalam pengalamannya, jadi tetap dia memegang Tuhan. Nah sering kali kita memegang Tuhan karena berkat-Nya, pemberian-Nya, perbuatanNya, nah tapi kalaukita mau bertumbuh dewasa dalam Tuhan akan ada waktu-waktu di mana kita benar-benar tidak bisa memegang Tuhan dengan cara memegang berkat-berkatNya atau pemberianNya.
Di saat itulah kita hanya bisa memegang firman Tuhan yang lainnya tidak bisa, nah saya khawatir Pak Gunawan dan Ibu Ida, sebetulnya cukup banyak orang-orang Kristen yang tidak bertumbuh dewasa, karena kita melihat bahwa banyak orang-orang Kristen sangat bergantung pada berkat dan pemberian Tuhan. Nah akibatnya mereka akan terus berkubang dalam berkat dan pemberian Tuhan dan tidak pernah bertumbuh ke luar dari kubangan itu. Tapi orang-orang Kristen yang dewasa akan melewati masa-masa gurun pasir itu, di mana dia tidak bisa menyentuh berkat Tuhan, di mana dia tidak bisa menyaksikan perbuatan Tuhan yang ajaib, tapi di situlah dia dipaksa hanya berhadapan dan memegang firman Tuhan, ini kita melihat berulang kali Pak Gunawan dan Ibu Ida. Kita melihat misalnya Musa selama 40 tahun berada di gurun pasir, di Midian dan di situlah Tuhan membentuk dia, mempersiapkan dia untuk memimpin bangsa Israel ke luar dari Mesir menuju Kanaan. Empat puluh tahun perjalanan umat Israel keluar dari tanah Mesir ke tanah Kanaan yang seharusnya mungkin sekali bisa ditempuh dalam waktu berbulan-bulan harus melewati perjalanan yang panjang ± sekitar 40 tahun supaya apa, supaya mereka juga didewasakan oleh Tuhan dan disaring oleh Tuhan dan kita tahu yang akhirnya masuk ke tanah Kanaan hanyalah Yosua dan Kaleb. Di mana yang lainnya memberontak kepada Tuhan, Tuhan saring, Tuhan murnikan sehingga yang masuk tanah Israel adalah yang Tuhan sudah pisahkan, Tuhan sudah murnikan. Kita melihat Elia yang harus berdiam di padang gurun sendirian, kita melihat bahkan Paulus sebelum dia memulai pelayanannya dikatakan dia juga diam di gurun pasir Arabia. Jadi kita melihat ada pola yang sama di sini, di mana Tuhan menempatkan anak yang Dia ingin pakai secara luar biasa di tempat yang sangat sendirian. Dan di situlah anak Tuhan bertumbuh dengan luar biasa, karena dia benar-benar akan mengenal Tuhan secara tepat, bukan saja melalui pemberian dan berkat-Nya tapi firmanNya, itulah tempat bergantungnya anak Tuhan.
GS : Tapi ada tidak Pak Paul, kasus di mana seseorang itu mungkin merasa bahwa dia ditinggalkan oleh Tuhan atau merasa jauh dari Tuhan. Dia justru makin menjauhkan dirinya dari Tuhan, bisa terjadi seperti itu atau tidak Pak?
PG : Bisa terjadi, karena pengalaman gurun pasir pengalaman yang mencemaskan, tadi saya sudah singgung. Bahkan Richard Foster sendiri merasakan itu pengalaman yang tidak mudah dilewatinya, dia erasakan desakan untuk kembali kepada aktifitas semulanya.
Dengan kata lain, memang kita akan jauh lebih nyaman mengenal Tuhan melalui cara-cara yang telah kita kenal itu, melalui berkatNya, melalui pemberianNya jadi ada kecenderungan kita akan mengalami kesulitan bertahan dalam pengalaman gurun pasir itu dan kalau kita tidak tahan bisa-bisa memang malah menjauhkan diri karena kita menuduh Tuhan telah meninggalkan kita. Tetapi saya percaya satu hal, Pak Gunawan, kalau kita memang tulus mau mengikut Tuhan dan Tuhan menempatkan kita dalam pengalaman gurun pasir itu, Tuhan tidak akan membiarkan kita meninggalkan dia di waktu-waktu kritis itu saya percaya Tuhan akan kembali menyentuh kita dan mengingatkan bahwa dia di samping kita. Bahwa dia sengaja sunyi bukan untuk mendiamkan kita, tapi mengajar kita berdiam diri, berdiam diri dihadapan Dia itu yang Dia akan ajarkan kepada kita.
IR : Dan mungkin juga tergantung pada orangnya Pak Paul, di dalam masa-masa yang sunyi itu dia mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh atau tidak.
PG : Betul, di sini kita bisa melihat juga apa itu yang memotivasi orang mengikut Tuhan, di sini benar-benar motivasi manusia dimurnikan; banyak orang yang mau mengikut Tuhan Yesus karena TuhanYesus banyak melakukan mujizat.
Orang yang sakit sembuh, orang yang mati dibangkitkan, yang lapar diberikan makan, siapa yang tidak mau ikut Tuhan Yesus tapi waktu Tuhan membicarakan hal-hal yang serius tentang kematian-Nya dan bahwa orang harus memikul salibNya mulailah orang meninggalkan Dia dan terjadilah penyaringan, penyaringan motivasi ini. Nah saya kira orang yang tulus mau ikut Tuhan Yesus akan harus mengalami penyaringan seperti ini.
IR : Dan itu akibatnya mendapatkan kemenangan rohani, Pak Paul?
PG : Kemenangan rohani karena benar-benar dia akan melihat bahwa tidak ada lagi kebutuhan sebab kebenarannya tidak perlu lagi dipenuhi karena semua sudah cukup dalam Tuhan.
GS : Dalam kasusnya Richard Foster itu, apa yang dialami setelah melewati gurun pasir Tuhan?
PG : Saya kira tadi Bu Ida sudah katakan yakni kemenangan benar-benar, suatu pembaharuan, melihat Tuhan, berhubungan dengan Tuhan dengan cara yang sangat lain, dengan cara yang sangat berbeda. arena di situlah dia mengenal Tuhan dengan matang sekali.
Saya teringat pengalaman seorang anak Tuhan bernama Corrie ten Bom, dia seorang kebangsaan Belanda, tapi terpanggil menyembunyikan orang Yahudi yang sedang dikejar-kejar oleh tentara Jerman, akhirnya tertangkap basah oleh Jerman dan dimasukkan penjara. Dia masuk penjara, kakak perempuannya masuk penjara, ayahnya masuk penjara, kakak iparnya masuk penjara dan mati dalam penjara. Dan suatu hari dia harus melihat kakaknya disiksa dan sengsara luar biasa dan itu sangat menusuk hatinya, nah dalam kesaksiannya yang difilmkan itu, "The hiding place", Corrie ten Bom tetap memegang Tuhan walaupun pada saat itu benar-benar tidak bisa melihat Tuhan hadir di penjara-penjara yang disebut 'Consentration Camp' di mana orang Yahudi dimasukkan di kamar gas dan dimatikan oleh tentara Jerman hari lepas hari seperti itu. Tidak bisa melihat adanya Tuhan, sebab kalau ada Tuhan kenapa Tuhan membiarkan peristiwa yang mengenaskan itu terjadi. Namun Corrie ten Bom tetap berpegang pada Tuhan, dia tetap tidak melepaskan Tuhan meskipun fakta seolah-olah justru menentang adanya Tuhan pada saat itu, nah saya yakin melewati masa itu membuat seseorang menjadi seorang yang sangat lain, menjadi orang yang sangat dewasa yang sangat mengenal Tuhan dan Tuhan menjadi seseorang yang sangat-sangat pribadi dan dekat dengan Dia.
GS : Mungkin masalahnya bagaimana kita bersiap-siap untuk masuk di dalam padang gurun itu Pak Paul?
PG : Saya kira dalam hal ini yang paling penting kita dekat dengan Tuhan, membaca firmanNya, menekuninya, mencoba menaati Tuhan dan kita tidak usah memikirkan kapan Tuhan akan menempatkan kita i pengalaman gurun pasir itu.
Sebab itu adalah kehendak Tuhan dan hak Tuhan, kapan waktunya biar Tuhan yang tentukan.
GS : Dalam rencana Tuhan juga ya?
PG : Dan kita ini bukan untuk yang jahat, ini untuk yang baik
GS : Dan satu hal yang pasti mungkin Tuhan tidak pernah betul-betul menjauh dari kita itu 'kan hanya perasaan kita saja.
PG : Betul, perasaan kita, karena kita terlalu terbiasa dengan yang kita sebut suara-suara Tuhan, kita membaca Alkitab kita merasakan ada berkat Tuhan, kita ngobrol dengan teman, teman kita memerikan dorongan rohani kita dikuatkan, kita ke Gereja mendapatkan makanan rohani, kita disegarkan kembali, nah kita terbiasa dengan sentuhan-sentuhan itu.
Nah tiba-tiba Tuhan menempatkan kita di situasi di mana kita merasa sangat sunyi, yang biasa-biasa itu tiba-tiba hilang. Nah sering kali di sinilah kita panik. Tuhan, apakah Engkau marah kepadaku, apakah aku telah berbuat dosa, nah kita boleh dan seharusnyalah memeriksa diri, tapi kalau kita sadar kita tidak sedang melawan Tuhan, tidak ada niat memberontak kepada Tuhan dan saya mau dekat dengan Dia tapi kok sepi, tapi kok saya sendirian. Nah itulah saat di mana Tuhan memang menghendaki kita sendirian alias Tuhan hendak mengajar kita berdiam diri sepenuhnya bergantung hanya pada firman Tuhan. Bukan pada perbuatan atau berkat-berkat yang Dia limpahkan kepada kita.
IR : Dan akhirnya kemenangan itu diberikan ya Pak Paul oleh firman Tuhan?
PG : Tepat sekali dan akhirnya diberikan kemenangan oleh firman Tuhan itu, sehingga firman Tuhanlah yang menguatkan kita hari lepas hari, firman Tuhanlah sandaran kita hari lepas hari, jadi benr-benar kita berjalan melalui iman bukan melalui penglihatan, sebab tidak ada yang kita lihat saat itu.
GS : Kita tidak tahu apakah ada para pendengar yang sedang berada dalam gurun pasir Tuhan tetapi firman Tuhan saya rasa akan menguatkan kita semua, mungkin Pak Paul akan kutib dari Alkitab.
PG : Saya akan bacakan dari apa yang tadi saya sudah baca di Matius 4, diakhir pencobaan Tuhan Yesus telah menang melawan godaan-godaan Iblis, dikatakan di ayat 11 "lalu Iblismeninggalkan Dia."
Jadi yang saya tekankan bahwa peristiwa itu akan lewat, apapun yang menimpa kita akan lewat, dalam hal Tuhan Yesus memang pencobaan Iblis dan lihatlah Malaikat-Malaikat datang melayani Yesus. Jadi kabar-kabar gembiranya adalah bahwa kalau kita melewatinya maka Tuhan akan datang kepada kita benar-benar melimpahkan pelayanan-Nya kepada kita kembali, sebab di situlah kita bersukacita merayakan kemenangan itu.
GS : Jadi itu suatu pengharapan yang pasti karena diucapkan oleh firman Tuhan dan itu bisa kita pegang sebagai kebenaran. Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi kami telah persembahkan kehadapan Anda sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Tuhan terasa Jauh". Dan bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami harapkan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.