Ketika Pernikahan Anak Bemasalah

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T303B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Ketika anak kecil, anak memunyai masalahnya tersendiri. Setelah anak dewasa dan berkeluarga, anak memuyai masalahnya yang lain. Salah satu masalah yang kadang dialami adalah masalah dalam pernikahannya. Sebagai orang tua, apakah yang harus diperbuat dan sejauh manakah kita boleh mencampuri urusannya? Di sini akan belajar memahami beberapa masukan untuk menolong kita, orang tua, menjalankan peran dengan benar.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Ketika anak kecil, anak memunyai masalahnya tersendiri. Setelah anak dewasa dan berkeluarga, anak memuyai masalahnya yang lain. Salah satu masalah yang kadang dialami adalah masalah dalam pernikahannya. Sebagai orang tua, apakah yang harus diperbuat dan sejauh manakah kita boleh mencampuri urusannya? Berikut akan diberikan beberapa masukan untuk menolong kita, orang tua, menjalankan peran dengan benar.

  • Sampai kapan pun anak tetaplah anak dan sebagai anak, ia tetap mempunyai rasa sungkan dan hormat kepada kita. Itu sebabnya tidak jarang, selama kita masih hidup, anak tetap memertahankan pernikahannya namun setelah kita pergi, anak memutuskan untuk meninggalkan keluarganya. Fenomena ini memerlihatkan bahwa anak merasa sungkan kepada orang tua. Nah, kita harus memanfaatkan celah ini untuk masuk ke dalam hidupnya. Jangan ragu atau sungkan untuk memberi nasihat kepada anak sebab mungkin saja, pada titik itu, tidak ada orang lain yang didengarkannya selain kita.
  • Firman Tuhan di Galatia 6:2 berkata, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." Datanglah kepada anak dengan sikap ingin membantunya. Bagikanlah pengalaman hidup yang mungkin mirip dengan masalah yang tengah dihadapinya. Berbagi pergumulan hidup akan jauh lebih efektif ketimbang mengkuliahinya. Sensitiflah dengan kondisi yang dihadapinya. Mungkin ia tengah berada dalam tekanan yang berat, jadi, berhati-hatilah sewaktu berbicara dengannya.
  • Tahanlah kalimat yang menghakimi sampai kita sungguh jelas dengan masalahnya. Kadang kita terlalu cepat bereaksi melihat perbuatannya sehingga menjatuhkan vonis terlalu dini. Sikap seperti ini pastilah membuatnya makin tidak ingin berkomunikasi dengan kita.
  • Kendati demikian, bila memang jelas ia berada di pihak yang salah, jangan ragu untuk mengatakannya demikian. Jangan sampai kita membela anak yang salah sebab tugas kita adalah membela kebenaran, bukan membela keturunan. Sewaktu menantu melihat bahwa kita berdiri di atas kebenaran, ia pun makin percaya kepada kita. Di sini kita harus menyatakan dengan jelas kepada keduanya bahwa kita hanya ingin berdiri di atas kebenaran. Kita tidak berniat memihak pada siapa pun kecuali kebenaran itu sendiri. Hal ini penting dilihat mereka sebab pada umumnya masing-masing akan cepat menuduh bahwa kita berat sebelah.
  • Apabila jelas anak berada di dalam dosa, kita harus memberinya peringatan yang keras. Kita harus mengingatkannya akan konsekuensi perbuatannya di hadapan Tuhan. Kendati kita tetap memelihara jalur komunikasi dengannya, kita harus sering-sering memberinya teguran. Jangan sampai ia memperoleh kesan bahwa kita menerima dan telah melupakan perbuatannya. Tidak ! Kita justru harus menyampaikan kepadanya dengan jelas bahwa selama ia hidup dalam dosa, relasi dengan kita, orang tuanya, juga akan terus terganggu dan tegang. Tuhan meminta kita untuk menjadi wakilnya di dunia. Kepada siapa pun-termasuk kepada anak-kita harus memberi sikap jelas bahwa dosa merusak relasi, baik dengan kita maupun Tuhan.
  • Kesimpulan: Tuhan Yesus berkata, "Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku" (Matius 10:35-37). Kepada anak, pada usia berapa pun, kita harus mengkomunikasikan kasih dan penerimaan Allah serta keadilan dan kekudusan Allah secara berimbang.