Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang- bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang Hubungan Remaja dengan Orang Tuanya. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, kalau kita mengamati-amati kehidupan rumah tangga atau keluarga-keluarga itu, kadang-kadang ada suatu keluarga yang relatif baik bahkan orang tuanya cukup terpandang dan sebagainya tetapi kita bisa mengamati bahwa anak-anaknya itu nakal- nakal dan bermasalah, entah di sekolah, entah di gereja dan sebagainya. Itu sebenarnya bagaimana, Pak Paul?
PG : Apa yang tadi Pak Gunawan katakan itu juga pernah dikatakan oleh Dr. James Dobson,
dia adalah seorang pakar keluarga yang bermukim di Amerika Serikat, dia juga pernah membagikan pengamatannya bahwa dia pernah berjumpa dengan anak-anak Tuhan, orang-orang Kristen yang baik, orang tua yang peduli dengan anak, membesarkan anak dengan teliti dengan sebaik-baiknya, tapi setelah anak-anak itu remaja dan besar ternyata ada yang bermasalah. Rupanya kita tidak bisa memastikan hasil akhirnya Pak
Gunawan, memang kita dituntut untuk memberikan yang terbaik, menjaga anak-anak kita, membesarkan mereka dengan sebaik-baiknya. Tapi sebagai orang tua kita harus mengakui bahwa kita terbatas dan anak-anak itu mempunyai pilihannya dan pilihan itulah yang akan menentukan jalan hidup si anak tatkala dia akil baliq.
GS : Tetapi pengaruh kehidupan orang tua ayah maupun ibu pasti sangat besar terhadap kehidupan anak-anak remaja ini, Pak?
PG : Betul sekali, jadi begini Pak Gunawan, saya hendak mengakui bahwa adakalanya anak- anak bertumbuh besar tidak sesuai dengan harapan kita, meskipun dia dibesarkan di dalam rumah tangga yang relatif sehat, yang kuat, tidak sempurna tapi relatif sehat. Tapi si anak akhirnya mengambil pilihan yang salah dan menimbulkan masalah bagi keluarganya tapi setelah saya mengatakan semua itu saya juga ingin mengatakan satu hal yaitu pada umumnya anak-anak bermasalah merupakan wujud atau akibat dari orang tua yang bermasalah. Dengan kata lain, lebih seringnya anak-anak itu bukanlah penyebab masalah dalam keluarga, justru mereka merupakan buah dari masalah yang dialami oleh orang tuanya.
WL : Tapi uniknya begini Pak Paul, saya sering menemukan banyak kejadian yaitu keluarga-
keluarga yang cukup baik, misalnya mempunyai lima anak, yang empatnya OK, sekolahnya bagus, prestasinya bagus, waktu kerja juga bagus, tapi ada satu yang menyimpang atau bermasalah, membuat malu keluarga dan sebagainya. Kemudian saya sering mendengarkan komentar entah dari keluarga itu maupun dari yang mengamati mengatakan itu biasa, dari lima anak ada satu agak lain, itu sudah lumrah sering begitu, bagaimana ya, Pak Paul?
PG : Kita tidak bisa menyediakan atmosfir rumah yang persis sama untuk setiap anak, Ibu Wulan. Adakalanya misalnya begini pada waktu anak pertama sampai anak keempat, si orang tua itu relatif dalam kondisi rumah yang lebih sering berada bersama dengan anak-anak, karena misalkan bisnis mereka belum berkembang besar. Pada waktu anak kelima lahir, bisnis mereka berkembang akibatnya si orang tua jarang di rumah. Apa yang terjadi, si anak yang bungsu ini paling diabaikan, paling sedikit menerima perhatian dari orang tuanya. Sehingga akhirnya paling tidak menerima pengawasan, pengarahan, tingkah lakunya yang bermasalah di rumah luput dari perhatian orang tuanya, tidak ada yang mengerem si anak itu. Nah akhirnya dia seperti banteng yang liar, nabrak sini, nabrak sana, orang tuanya terkejut dan berkata apa yang terjadi, anak pertama sampai yang keempat baik-baik saja, kok anak yang kelima bisa begini. Nah, karena kondisi rumah yang sudah berbeda. Contoh yang lain lagi Ibu Wulan, anak pertama hingga anak keempat kebetulan mempunyai tingkat intelegensia yang tinggi, tidak semua anak mempunyai tingkat IQ yang sama. Misalkan anak pertama hingga keempat nilai sekolahnya selalu bagus, karena si orang tua menganggap anak kelima juga pasti sama dengan anak-anak yang sebelumnya, dia akhirnya memasukkan si anak kelima ke sekolah yang menuntut tinggi, nah akibatnya si anak menderita luar biasa. Masalahnya juga adalah si anak menderita tekanan karena tanpa disadarinya si orang tua itu membanding-bandingkan dengan kakak-kakaknya. Kenapa kamu tidak bisa sementara kakakmu bisa, belum lagi di sekolah mungkin saja guru-guru membandingkan si anak bungsu ini dengan kakak-kakaknya, akibatnya dia tertekan. Dialah yang akhirnya menyimpang dalam pertumbuhannya dan menciptakan masalah.
GS : Berarti faktor terbesar ada pada orang tua di dalam pembentukan anak ini, nah itu seberapa jauh pengaruh orang tua terhadap pertumbuhan anak remaja ini?
PG : Ada dua kategori, Pak Gunawan, dampak orang tua pada anak-anaknya. Yang saya sebut yang nampak dan tidak nampak. Yang nampak adalah orang tua itu sebetulnya contoh atau model hidup bagi si anak. Si anak itu akhirnya akan meniru segalanya yang dilihat pada orang tuanya, cara jalannya, cara bicaranya, cara dia menyampaikan sesuatu, wajahnya, gerak-gerik tangannya, itu hal-hal yang jelas nampak dan itu juga yang akan ditiru oleh si anak. Selain dari yang nampak dan yang jelas itu anak juga sebetulnya akan meniru yang tidak nampak atau yang tidak terlalu langsung. Yaitu apa, si orang tua itu kalau ada masalah dalam waktu sekejap meledak marah, mungkin saja tidak marah dengan si anak tapi marah dengan orang yang sedang bermasalah dengannya. Dia mungkin berteriak, dia mungkin membanting telepon, nah tindakan-tindakan ini juga dilihat oleh si anak dan tidak bisa tidak anak sedikit banyak terpengaruh oleh tindakan orang tua ini. Akibatnya ada hal-hal yang orang tua sebetulnya tidak ingin sampaikan atau berikan kepada si anak, tapi sudah terlanjur diterima oleh si anak karena terlihat oleh si anak. Jadi tanpa disadari hal-hal yang buruk itu menjadi bagian dari si anak, waktu dia sudah mulai besar kalau dia misalkan stres karena sekolah atau apa atau ada urusan dengan temannya, di rumah dia juga uring-uringan dan kalau dia uring-uringan juga banting pintu, banting telepon dan berteriak marah, meledak, nah dari manakah itu dari yang dilihat sebelumnya.
GS : Tapi kedua-duanya terlihat oleh anak dan yang Pak Paul pisahkan antara yang terlihat
dan tidak terlihat itu apa maksudnya?
PG : Maksud saya begini, yang jelas nampak itu maksud saya yang lebih kelihatan sehari- hari, cara jalan, cara bicara dan sebagainya. Yang namanya marah itu tidak terlihat
langsung setiap hari karena si ayah tidak marah setiap hari. Namun si orang tua baru menyadari bahwa sebetulnya si anak itu sudah mengadopsi gerak marahnya si orang tua. Kapan tahunya, yaitu waktu orang tua melihat si anak marah. Sebelum-sebelumnya si anak tidak marah, biasa-biasa saja sehingga tidak nampak, baru terlihat jelas sewaktu ada masalah.
WL : Misalnya juga kalau orang tua hidup penuh curiga kepada orang lain, mungkin anak
walaupun orang tua tidak bilang kamu harus curiga kepada siapa-siapa, tetapi anak mau tidak mau itu langsung menjadi bagian dari diri dia itu ya, Pak Paul?
PG : Benar sekali, jadi ada orang tua yang sedikit-sedikit memperingati anaknya, kamu itu jangan percaya dengan si ini, jangan percaya dengan si itu nah akhirnya si anak bertumbuh besar penuh dengan ketidakpercayaan kepada orang yang di sekitarnya. Nah, orang tua mungkin tidak mengharapkan si anak menjadi orang yang sama sekali tidak bisa percaya kepada manusia, tapi karena itulah yang disuguhkan oleh orang tuanya dan cukup sering, akhirnya si anak bertumbuh besar tidak mempunyai percaya pada orang jadi justru relasi dengan orang-orang sangat dangkal dan sangat sedikit. Nah, orang tuanya yang berbicara seperti itu mungkin masih tetap banyak teman, tetap mempunyai sahabat meskipun ada sebagian yang tidak terlalu dekat dengannya, tapi si anak sama sekali tidak mempunyai sahabat.
GS : Tapi Pak Paul, sebagai remaja bukankah dunianya lebih luas artinya dia melihat lebih banyak orang di sekelilingnya tiap-tiap hari dan dia mulai bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang kurang baik.
PG : Anak sendiri memang juga akan berinteraksi dengan lingkungannya dan akan menetapkan pilihan-pilihannya. Tapi justru ini yang harus kita sadari Pak Gunawan, si anak itu sering kali tidak menetapkan pilihannya dalam kevakuman nilai, dia sudah mempunyai nilai-nilai tertentu. Dari manakah dia memperoleh nilai-nilai tersebut? Dari orang tuanya, nah justru nilai-nilai itu yang sudah menggenangi benaknya atau hati nuraninya itu yang nanti akan memandu dia waktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi kalau dalam dirinya sudah ada modal tidak percaya pada orang, dia
memang cenderung menafsir perilaku teman-temannya itu sebagai tindakan-tindakan yang tidak bisa dipercaya, janjinya tidak bisa ditepati, kata-katanya tidak konsisten dan sebagainya. Jadi akhirnya si anak makin mengkonfirmasi yang dikatakan oleh orang tuanya bahwa manusia tidak bisa dipercaya. Dengan kata lain apa yang telah tertanam itu cenderung memandu kita waktu kita berinteraksi dengan kehidupan ini.
WL : Pak Paul, anak-anak juga remaja kalau ketemu guru yang pas, yang dia cintai, yang dia hormati pasti segala yang guru itu sampaikan benar-benar dia terima, jadi kalau pas ketemu dengan guru yang baik dan menanamkan nilai-nilai yang baik ya bersyukur, tapi kalau misalnya tidak itu juga parah, berarti ada dampak juga yang tidak langsung dari luar selain dari orang tua, Pak Paul?
PG : Betul, jadi selain orang tua pada akhirnya anak-anak itu akan sangat dipengaruhi oleh
para pendidik, maka ya dapat saya simpulkan orang yang berpengaruh besar dalam kehidupan anak sebetulnya selain dari orang tua pada akhirnya para pendidik, para guru. Karena dia akan bertemu dan berinteraksi dengan pendidik berjam-jam setiap hari, jadi benar-benar pendidik mempunyai kesempatan emas untuk bisa menanamkan nilai dan
pengaruh yang positif pada diri anak.
GS : Kalau begitu faktor apa yang membuat bahwa pengaruh orang tua itu jauh lebih besar daripada para pendidik atau guru itu, Pak Paul?
PG : Faktor pertama adalah orang tua sudah terlibat pada kehidupan anak sejak usia dini. Secara umum dapat kita katakan bahwa semua yang terjadi di usia dini itu cenderung mempunyai efek mencetak. Efek mencetak itu artinya efek yang benar- benar menggenggam dan susah dilepaskan. Jadi misalkan ketakutan yang kita alami pada masa dini, kita menonton film misalnya film horor pada usia misalkan baru 4 tahun dan belum bisa memahami bahwa ini sebuah film dan fantasi, tapi karena kita mau menonton akhirnya kita mau melihat adegan yang menyeramkan itu. Bisa jadi hal-hal seperti ini yang akhirnya sangat mempengaruhi kita, kita sangat takut dengan ketegangan. Berbeda sekali kalau misalnya kita tidak mengalami hal seperti itu, kemudian pada usia
20 tahun kita menonton film horor nah untuk kita menonton kita akan berkata ini film dan tidak terganggu sedikit pun. Jadi sekali lagi efek yang ditimbulkan pada masa dini biasanya lebih mencetak, lebih menggenggam dan si anak itu akan lebih sukar untuk lepas darinya. Nah orang tua berada di posisi mencetak karena orang tua sudah berada bersama anak sejak awal. Dan yang kedua adalah kenapa pengaruh orang tua lebih besar daripada pengaruh orang-orang di luar rumah, karena orang tua berada dengan anak jauh lebih banyak dibandingkan dengan orang lain. Dia yang mengurusi anak, dia yang bersama anak pada malam hari atau siang hari dan sebagainya. Dan yang ketiga adalah kenapa pengaruhnya lebih besar, karena justru mereka orang tua jadi si anak mempunyai ikatan batiniah. Dia dimarahi, dia disakiti hati oleh orang lain tidak akan sama dampaknya dengan kalau dia disakiti oleh orang tuanya sendiri. Dia dikatakan bodoh oleh orang di luar ya pasti tidak enak tapi dampaknya tidak akan sama kalau orang tuanya yang menghina dia dan berkata kamu bodoh dan sebagainya. Jadi karena justru ini orang tua adanya ikatan batiniah itu, nah apa yang orang tua lakukan biasanya efeknya akan jauh lebih besar dibandingkan dengan orang lain.
GS : Tetapi di samping itu Pak Paul, saya juga percaya bahwa faktor si remaja itu sendiri juga menentukan dia menjadi seseorang yang bisa berpola tingkah laku baik atau tidak.
PG : Pada akhirnya si anak remaja akan mendapatkan kesempatan untuk memilih, ini yang tadi saya sudah singgung dari awalnya. Kadang-kadang si anak remaja mengambil pilihan yang keliru karena faktor teman-teman, tidak mau kehilangan muka, mau dianggap berani dan sebagainya. Akhirnya memutuskan dengan keliru dan itulah yang terjadi pada cukup banyak anak-anak kita.
GS : Kalau seandainya dia mau tidak mencontoh orang tuanya, ayahnya atau ibunya, apa yang
harus dilakukan?
PG : Si anak memang sebelumnya dia bisa lepas dari ini semua, saya memang juga harus
kembalikan lagi pada orang tua. Sebab sekali lagi orang tua berpengaruh terlalu besar
kepada si anak dan nanti saya akan masuk pada apa yang bisa anak-anak lakukan. Tetapi ada satu hal yang ingin saya tinggalkan pada orang tua yaitu orang tua harus memiliki kehidupan yang konsisten, kalau tidak konsisten itu akan membuka peluang munculnya masalah di rumah. Anak-anak remaja meminta orang tuanya konsisten, apa yang dikatakan mohon itu yang diperbuat, jangan sampai orang tua hanya bisa mengatakan tapi tidak bisa melakukannya. Wah.....itu benar-benar mengurangi wibawa orang tua sehingga anak-anak tidak bisa lagi menghormati, begitu anak-anak remaja tidak lagi menghormati orang tuanya gugurlah otoritas orang tua, gugurlah kemampuan orang tua untuk bisa mengerem tindakan-tindakan si anak yang salah. Jadi jangan sampai kehilangan wibawa karena kehidupan yang tidak konsisten.
WL : Pak Paul, waktu remaja menemukan orang tuanya tidak konsisten seperti itu biasanya terus kecewa. Mereka pada masa itu terus berani ngomong, protes dan sebagainya, cuma sering kali disayangkan banyak orang tua yang tidak mau mengoreksi diri justru marah dan sebagainya, padahal ini saat yang penting sebelum anak justru putus asa sama sekali kemudian beralih ke luar rumah. Maksudnya bagaimana ini orang tua sering kali tidak jeli melihat ini sebagai saat yang penting untuk mereka koreksi diri.
PG : Memang yang sering terjadi adalah ini, Ibu Wulan, mereka para orang tua tidak
menyadarinya sampai anaknya menimbulkan masalah di luar. Tidak mau sekolah, memakai narkoba, baru orang tua terbangun dan berkata oh......anak saya bermasalah. Nah, sering kali orang tua berkata kami tidak tahu anak kami bermasalah, masalahnya bukannya orang tua tidak tahu, tapi orang tua memang tidak melakukan fungsi kontrol yang seharusnya. Si orang tua tidak bisa hanya mendiamkan anaknya semaunya pergi
dengan siapapun juga, orang tua memang harus terlibat dan melihat semua ini, sehingga tanda-tanda anak-anak mulai bermasalah bisa ditangkap langsung oleh orang tua kalau itu terjadi. Jadi orang tua mesti melakukan fungsinya, tadi saya sudah katakan jangan sampai tidak konsisten, jangan sampai kontradiksi, apalagi kontradiksi antara ayah dan ibu itu akan semakin mempersulit masalah. Yang kedua yang ingin saya tekankan pada orang tua adalah orang tua harus juga memberikan pengarahan, tadi saya sudah singgung fungsi kontrol nah orang tua harus bisa mengontrol anak, memantau perbuatan si anak. Jadi kalau dia mulai melenceng, orang tua bisa langsung melihatnya. Berikutnya orang tua juga harus memberikan pengarahan. Saya tahu ada sebagian orang tua yang begitu demokratis dan berkesimpulan bahwa kami tidak perlu memberikan pengarahan, anak ini bisa memutuskan sendiri. Oh....tidak, kalau kita memberikan pengarahan kepada anak untuk sikat gigi, ya kita harus memberikan pengarahan untuk hal-hal yang lebih penting dari sikat gigi. Kalau untuk mandi kita suruh mandi sehari dua kali, mengapakah untuk yang lebih penting dari mandi kita tidak mau berikan pengarahan, jadi orang tua mesti memberikan pengarahan. Dan anak-anak termasuk anak remaja akan melihat orang tua sebagai pengarah hidup mereka. Mungkin anak menolak, mungkin anak berontak tapi kalau orang tua bisa memberikan kejelasan akan arah yang benar itu si anak-anak remaja sedikit banyak tetap akan mempunyai pegangan itu bahwa inilah yang diharapkan oleh orang tuanya, inilah jalan yang benar, inilah yang seharusnya dia tempuh. Jangan sampai rumah kita menjadi rumah yang vakum pengarahan, anak-anak dibiarkan hidup dan memutuskan sendiri tanpa bimbingan dari kita.
GS : Itu memang sangat ideal tapi sering kali tidak seideal itu Pak Paul, nah apa yang perlu
dilakukan oleh si anak remaja ini?
PG : Nah, sekarang kita masuk ke anak remajanya Pak Gunawan, tadi Pak Gunawan sudah menyinggung orang tua tidak ideal, tidak sempurna, anak-anak remaja harus menerima itu bahwa orang tua mereka tidak sempurna, tidak seperti yang mereka harapkan, tidak sebaik yang mereka dambakan, tidak sesabar yang mereka impikan, tidak terlalu mempunyai pengertian seperti yang mereka inginkan, nah ini adalah point pertama. Point yang kedua adalah anak-anak remaja menyadari bahwa orang tua acapkali mengambil tindakan yang tidak disukai oleh anak remaja, tapi orang tua mengambil tindakan itu karena sering kali orang tua mengasihi anak remaja. Mereka takut hal-hal yang buruk itu akan menimpa anak mereka, jadi karena itulah orang tua kadang-kadang misalkan terlalu khawatir, terlalu mau mencampuri urusan anak, nah itu motivasinya adalah karena memang orang tua takut pada hal-hal buruk yang akan menimpa anak-anaknya.
WL : Tapi Pak Paul, dalam usia anak remaja bukankah belum bisa berpikir sejauh orang tua misalnya khawatir begini, begini, nah orang tua lebih bisa melihat ke depannya dan akibatnya. Tapi remaja berpikir aduh....terlalu banyak peraturan, terlalu curiga, takut begini, begini. Sering kali orang tua itu tidak menjelaskan dengan baik, misalnya kalau kamu begini, atau diajak berbincang-bincang seperti orang dewasa, tapi orang tua jangan hanya berkata begini, begini, A B C D sudah, pokoknya peraturannya ini dan kamu harus lakukan, ya akhirnya anak remaja sering kali berontak, Pak Paul?
PG : Itu tepat sekali, dan itulah yang terjadi dalam rumah tangga saya juga, Ibu Wulan.
Istri saya jauh lebih bisa berbicara dengan anak-anak dan saya itu kalau sedang emosi dan marah benar-benar lebih bersifat metodik, 1, 2, 3, ini. Nah, anak saya kurang bisa terima, istri sayalah yang menjadi penyambung lidah, menjadi penerjemah, dia yang menjelaskan kepada anak-anak kenapa tadi papa begini, kenapa tadi papa begitu. Nah
saya sendiri menyadari kalau suhu saya sudah turun baru saya bisa bicara dengan lebih baik kepada anak-anak, baru saya bisa menjelaskan, baru saya bisa meminta mereka juga berbicara kepada saya. Jadi betul sekali anak-anak memang membutuhkan penjelasan dari orang tua bukan saja pengarahan.
GS : Dalam hal ini mungkin Pak Paul ada pesan firman Tuhan khususnya terhadap anak-anak remaja kita?
PG : Ada Pak Gunawan, saya akan bacakan dari Amsal 23:22-25, Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau, dan janganlah menghina ibumu kalau ia sudah tua. Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian. Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia. Biarlah ayahmu dan ibumu bersukacita, biarlah dia beria-ria dia yang melahirkan engkau. Ini adalah nasihat firman Tuhan, meski orang tua mungkin kurang sempurna, kurang tepat, kurang benar tapi remaja bertanggung jawab untuk hidup benar sesuai dengan yang Tuhan telah tunjukkan kepadanya. Anak remaja tidak bisa berkata karena orang tua saya tidak benar, maka sekarang saya akan hidup tidak benar, oh..tidak, pilihan untuk hidup benar sekarang tetap berada di tangan si remaja, dia tidak bisa melimpahkan tanggung jawab itu kepada orang tuanya.
GS : Dan juga orang tua tidak bisa menuntut anak remajanya tanpa dia memberikan
pengarahan dan contoh atau teladan yang baik. Terima kasih sekali Pak Paul dan juga Ibu Wulan untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja
berbincang-bincang tentang Hubungan Remaja dengan Orang Tuanya. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id dan perkenankan kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.