[hidup_dengan_pasangan_2] =>
Lengkap
Hidup Tanpa Penyesalan -"Hidup dengan Pasangan" (II) oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu tentang"Hidup dengan Pasangan" dan ini merupakan suatu seri dari Hidup Tanpa Penyesalan. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pada kesempatan yang lalu kita berbincang-bincang tentang hidup dengan pasangan dan ternyata ada banyak perasaan di dalam pasangan suami istri yang dapat membawa dampak negatif di kemudian hari yaitu mereka menyesali pasangannya. Perasaan-perasaan apa saja, Pak Paul, yang seringkali membuat orang menyerah ?
PG : Ada beberapa perasaan yang membuat kita akhirnya terlalu cepat menyerah dalam pernikahan kita. Yang pertama adalah perasaan kecewa karena terlalu kecewa dan akhirnya menyerah serta tidak mu lagi membahas masalah kita.
Atau karena frustrasi sebab pasangan tidak memberi respons seperti yang kita harapkan dan kita mendiamkan dia. Yang ketiga adalah kita merasa pasangan tidak lagi memerhatikan kita, mungkin tidak lagi mengasihi kita, menghormati kita dan dengan cepat kita berkata,"Kalau itu memang kehendaknya dan tidak lagi mau menghormati atau mengasihi saya maka saya tidak mau tahu lagi". Atau yang lain adalah kadang kita merasa letih karena pasangan tidak mau turut ambil bagian di dalam mengurus keluarga kita. Akhirnya semua beban ada pada pundak kita, kita minta bantuannya tapi tidak pernah mendapat tanggapan yang positif. Maka akhirnya kita menyerah dan tidak minta-minta dia lagi, tapi sebenarnya membuat kita jengkel dan marah karena lelah mengurus semua ini, dia tidak mau membantu kita sama sekali akhirnya kita menyerah dan mendiamkan, kita tidak peduli dengan apa yang ingin dia perbuat. Dan juga ada yang menjadi seperti itu yaitu menyerah buru-buru karena pasangannya bermasalah, mungkin kita kaget mengetahui karena dia terlibat hutang, atau kita kaget karena dia selingkuh dan lain-lain. Kita tidak mau mengurus dan berkata,"sudah cukup saya tidak mau lagi dengan dia karena dia sudah berbuat ini" tapi point saya adalah yang telah kita angkat pada waktu yang lampau yaitu jangan cepat menyerah. Banyak orang yang karena emosi mengambil keputusan dengan drastik, menyerah dalam pernikahan namun di masa tua mereka menengok ke belakang dan menyesali keputusan mereka itu.
GS : Menyerah sendiri memang menyakitkan, tapi kalau tidak ada pilihan lain maka jalan satu-satunya adalah kita harus menempuh itu. Namun sebelum kita sampai ke sana apakah ada hal-hal yang bisa kita perhatikan supaya kita tidak cepat menyerah, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa masukan yang bisa saya tawarkan kepada para pendengar kita. Pertama adalah selesaikan masalah, kadang karena kita tidak mau bertengkar, kita putuskan untuk tidak mengangkat maalah dan mendiamkan, menguburkan masalah.
Saya mengerti tidak semua masalah harus dibahas saat itu juga. Ada masalah yang harus ditunda pembahasannya guna mencari kesempatan yang lebih baik atau lebih tepat, namun pada prinsipnya kita harus menyelesaikan masalah, jangan takut bertengkar dan jangan takut terluka. Adakalanya karena takut bertengkar, kita akhirnya mengubur masalah dan tidak mau mengangkatnya lagi, tapi masalah itu meskipun dikubur tetap ada dan tinggal tunggu waktu masalah yang sama itu keluar dan seringkali waktu keluar, keluar dengan ledakan yang lebih besar karena sudah bertumpuk dengan masalah sejenis. Kalau masalah itu hanya satu kali terjadi, mungkin saja setelah kita kubur masalah itu tidak akan muncul lagi namun umumnya masalah itu terulang lagi dan waktu terulang akhirnya masalah kita menggunung, waktu meledak, ledakannya besar sekali. Jadi tetap saya mau menganjurkan kepada para pendengar kita adalah lebih baik bila kita bertengkar dalam usaha menyelesaikan masalah dari pada mendiamkan masalah.
GS : Ada orang yang menganggap masalah itu akan hilang dengan sendirinya dengan berjalannya waktu. Dan memang ada masalah kecil yang dengan berjalannya waktu bisa hilang sendiri, tidak pernah muncul lagi. Tapi ada yang menggumpal sehingga suatu saat meledak menjadi suatu masalah yang lebih besar. Bagaimana kita bisa mencirikan masalah ini perlu dibahas dan masalah ini tidak perlu dibahas, apa yang menjadi indikatornya, Pak Paul ?
PG : Kita bisa berkata bahwa setelah saya lupakan masalah ini, saya benar-benar tidak akan mempersoalkannya lagi kalau harus muncul lagi, kalau kita bisa berkata,"Saya tidak akan mempersoalkanna lagi" maka silakan dan silakan lupakan.
Tapi kalau kita bisa bayangkan, jika nantinya masalah ini muncul lagi dan saya pasti marah, berarti masalah ini belum selesai dan belum tuntas diselesaikan. Maka kita harus selesaikan terlebih dahulu. Jadi gunakanlah ujian tersebut, kalau kita berkata,"Kalau sampai muncul lagi maka saya tidak akan persoalkan" itu baik, tapi kalau kita tidak bisa berkata seperti itu dan kita akan tetap persoalkan maka lebih baik kita selesaikan. Saya berikan contoh kadang istri saya berkata,"Aduh Paul, kamu ini kurang romantis, saya berharap kamu bisa lebih romantis tapi memang sepertinya kamu ini tidak bisa romantis" dan dia berkata,"Kamu ini punya begitu banyak hal lain yang baik, yang indah, yang positif dan saya bersyukur mengenal kamu sebab saya bisa melihat semua yang baik-baik pada diri kamu, jadi kalau yang ini kamu tidak bisa berikan kepada saya, itu tidak apa-apa". Itu adalah contoh yang membuktikan bahwa kalau hal itu muncul kembali yaitu saya kurang romantis, istri saya tidak lagi mempersoalkannya, maka dia bisa mengubur dan melupakannya. Saya sendiri tetap berusaha untuk mau lebih romantis dan sebagainya, tapi dia sendiri sudah bisa melupakannya. Tapi kalau misalnya ini adalah kebutuhan yang sangat besar dan dia tidak bisa melupakan begitu saja, sehingga kalau kebutuhannya muncul dan saya tidak bisa memenuhinya maka dia akan marah kepada saya itu berarti dia harus membereskannya dulu, sampai kami berdua menemukan titik temunya.
GS : Untuk menyelesaikan masalah dibutuhkan tanggapan dari kedua belah pihak, kalau yang satu ingin menyelesaikan tapi pasangan kita tidak mau menyelesaikan masalah itu maka titik temunya di mana, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu itu idealnya, tapi dalam faktanya saya harus akui kadang yang satu lebih mau terbuka dan yang satu kurang, yang satu akhirnya tertutup dan tidak mau bekerjasama, cuek, tapi yan saya minta adalah kita mesti memiliki sikap yang terbuka untuk melihat diri apa adanya dan bersedia untuk berubah.
Jadi kita yang harus memastikan kalau kita yang bersedia berubah. Inilah sikap yang harus kita kedepankan. Waktu pasangan melihat kita bahwa kita mau berubah dan kita bersedia menyesuaikan diri, kita katakan kepada pasangan kita,"Kalau kamu tidak bisa seperti ini tidak apa-apa, saya coba sesuaikan diri" perlahan-lahan atau mudah-mudahan perubahan-perubahan yang kita tunjukkan itu bahwa kita ini siap belajar dan berubah akan memotivasinya untuk melakukan hal yang sama, sebab harapan saya adalah dengan kita yang pertama-tama memberi contoh mau belajar berubah dan sebagainya, dia akhirnya tergerak untuk melakukan hal yang serupa.
GS : Ada kekhawatiran sebagian pasangan, kalau mau mendiskusikan atau menyelesaikan masalah ini, mereka khawatir nanti masalah ini berkembang bertambah besar, jadi yang diselesaikan bukan hanya masalah itu sendiri tapi menjadi berkembang biak dan orang tidak menghendaki hal itu.
PG : Betul sekali. Jadi waktu kita ingin menyelesaikan suatu masalah sebaiknya kita katakan apa yang kita mau selesaikan dan dalam penyelesaian atau dalam proses penyelesaiannya kalau bisa dua-uanya memunyai kepekaan untuk melihat kalau ini sepertinya sudah menyimpang dan salah satu dari dua-duanya mesti bisa berkata,"Setop, kita sudah menyimpang, sekarang kita sedang membicarakan yang ini tapi kenapa sekarang kita membicarakan masalah yang lain, maka tidak akan selesai".
Jadi harus ada yang berkata,"Setop dan kita kembali lagi ke pokok permasalahan serta jangan menyimpang kemana-mana", kalau menyimpang maka tidak akan selesai sebab sepertinya kita mengambil batu dan menyambit lagi, maka tidak akan selesai-selesai. Jadi kita harus berdisiplin diri dan hanya fokus kepada pokok permasalahan.
GS : Masukan yang lain yang ingin Pak Paul sampaikan apa, Pak Paul ?
PG : Buatlah komitmen untuk perbaikan. Jadi kita harus menegaskan bahwa kita ingin dan akan berupaya sekeras mungkin untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pernikahan kita. Kebulatan tekad seerti ini menempatkan pernikahan pada prioritas yang tinggi, sehingga pernikahan bukan hanya harus tetap ada tapi yang terlebih penting pernikahan harus bertumbuh menjadi lebih baik.
Jadi saya berharap dua-dua, baik suami dan istri sudah menunjukkan tekad bahwa kami mau membuat pernikahan ini lebih baik. Acapkali waktu pasangan melihat tekad kita menjunjung tinggi pernikahan dan menjadikan pernikahan kita suatu pernikahan yang sehat, maka pasangan pun tergugah untuk melakukan hal yang sama. Sebaliknya bila kita cepat menyerah, sikap ini malah mengkomunikasikan kepada pasangan bahwa kita tidak menempatkan pernikahan kita pada urutan atas dalam hidup kita. Mungkin kita berkata"Kalau kamu tidak mau, saya pun tidak ingin tahu, kita berhenti saja di sini, kamu rasa kamu saja yang hidup sendiri ? Saya pun bisa hidup sendiri !" Perkataan-perkataan yang seperti itu mengkomunikasikan kepada pasangan kita bahwa kita tidak menempatkan pernikahan pada prioritas yang tinggi akhirnya dia cenderung melakukan dan mengatakan hal yang sama,"Untuk apa memertahankan pernikahan ini, kalau kamu sendiri tidak menganggap pernikahan ini layak dipertahankan" akhirnya dua-dua punya tanggapan yang seperti itu dan akhirnya bubar karena dua-dua menyerah, karena itu jangan sampai kita melakukan hal itu.
GS : Komitmen ini sebaiknya dilakukan sebelum kita memasuki jenjang pernikahan, dan sejak awal kita berkomitmen untuk menempatkan pernikahan sebagai sesuatu yang tinggi, Pak Paul.
PG : Betul dan setelah kita ucapkan, kita ikrarkan, kita harus buktikan lewat perbuatan kita. Jadi saya dan istri saya dalam usaha kami membereskan masalah, kami secara berkala mengatakan hal-hl seperti ini yaitu,"Saya maunya hanya satu, supaya pernikahan kita bertambah baik, jangan sampai kita harus membahas masalah yang sama dan saya tidak mau ini terulang lagi sebab saya mau pernikahan kita menjadi lebih baik".
Perkataan seperti itu sangat menyejukkan hati bahwa kita sebetulnya tidak tertarik untuk memenangkan pertempuran, untuk membuktikan siapa yang benar dan salah tapi mau menjadikan pernikahan kita lebih baik saja.
GS : Untuk hal-hal seperti itu, peranan komunikasi suami istri itu sangat penting. Bagaimana kita berkomitmen dan bagaimana pasangan kita tahu bahwa kita itu punya komitmen, adalah lewat komunikasi, Pak Paul.
PG : Betul, jadi memang kita tidak bisa memutuskan tali komunikasi. Ini kecenderungan yang amat sering dilakukan oleh pasangan nikah yaitu diam saja, cuek dan tidak perlu bicara, namun hal itu enar-benar pembunuh tali relasi.
Jadi komunikasi seperti darah yang mengangkut oksigen dan membuat tubuh kita itu bisa berfungsi, kalau tidak ada oksigen karena tidak ada darah maka tubuh kita mati, itulah komunikasi dalam pernikahan.
GS : Mungkin ada hal lain lagi yang ingin Pak Paul berikan sebagai masukan ?
PG : Yang berikut adalah kita harus memulainya. Kita memang bukan manusia yang sempurna, jadi adakalanya kita pun berbuat salah. Kita harus bersedia dikoreksi oleh pasangan kita dan mengambil iisiatif untuk berubah.
Sewaktu kita datang kepada pasangan kita dan memintanya untuk mengoreksi kita, jadi kita benar-benar berkata,"Saya tahu kalau saya ada kelemahan, coba beritahu apa kelemahan saya yang kau inginkan untuk berubah ?". Tidak bisa tidak hal ini akan membuatnya tercengang dan tatkala kita terus datang kepadanya dan memintanya untuk mengoreksi diri kita, pada akhirnya ia pun dipaksa untuk bercermin diri, ia pun akan diingatkan bahwa sebenarnya dirinya perlu dikoreksi dan ingin berubah, artinya lama kelamaan kalau dia sering mendengar kita berkata,"Tolong koreksi saya kalau ada hal tentang diri saya yang kau rasa perlu berubah" maka lama kelamaan kalau dia masih punya hati nurani maka dia akan merasa tidak enak,"kenapa hanya pasangan saya saja yang minta dikoreksi dan terbuka dengan fakta dia itu lemah, tapi mengapa saya tidak pernah". Gara-gara itu dia dipaksa melihat dirinya dan akhirnya dia terdorong untuk berkata,"Saya juga tidak sempurna, hal apa tentang diri saya yang perlu untuk diubah ?". Maka mulailah roda berputar dan kita masing-masing bersedia berubah.
GS : Ada pasangan yang tidak berani mengoreksi pasangannya karena kalau dikoreksi marah, pada awalnya dia memang meminta,"Tolong tunjukkan kelemahan saya" tapi begitu kelemahannya dibukakan secara terus terang dia marah dan lain kali dia tidak mau lagi memberikan koreksi.
PG : Jadi dalam kasus seperti itu kita harus berkata kepadanya,"Saya takut sekali sebelum saya bicara sebab ini yang saya takutkan yaitu kamu akan marah kalau mendengar koreksi saya, tapi karen kamu yang meminta jadi saya mengoreksi kamu tapi saya takut kamu benar-benar marah", sehingga suami harus berkata,"Tolong lain kali sebelum saya minta dikoreksi, kamu tanya dulu kepada saya apakah saya akan marah", kalau suami menjawab,"Saya akan marah" maka lebih baik kamu jangan minta koreksi sebab untuk apa.
Tapi kalau kamu berkata,"Baiklah tidak akan marah" barulah kita akan bicara untuk memberikan koreksi.
GS : Jadi memberikan koreksi terhadap pasangan, juga memerlukan keterampilan khusus, Pak Paul ? Supaya pasangan kita tidak marah dan menerima tidak menyalahkan kita karena mengoreksi dia.
PG : Ya. Jadi salah satu prinsipnya adalah kalau kita mau memberikan koreksi kepada pasangan kita, gunakanlah kalimat yang lebih lembut dan suara kita jangan keras atau menekannya tapi gunakan ata-kata yang membangun dan gunakanlah kata-kata,"Saya" dan bukannya kata-kata,"Kamu ini begini dan begitu" tapi harus berkata,"Saya melihat situasinya seperti ini" jadi sodorkan faktanya dan bagikan pengamatan kita, setelah itu baru kita berkata,"Saya berharap kalau sampai ini terulang, bisa tidak mau begini sebab ini lebih membuat saya merasa lebih terhibur, sehingga saya tidak terlalu tersudutkan".
Dengan kata-kata seperti itu biasanya pasangan lebih bisa menerimanya.
GS : Dengan kita terbuka terhadap koreksi pasangan kita, itu lebih menyelesaikan banyak masalah sebenarnya, Pak Paul.
PG : Dan kuncinya kita harus memulainya, ini adalah masalah sebab kita seringkali berkata,"Dia yang harus mulai, kenapa dia tidak memulai" tidak seperti itu. Siapa pun yang mendengarkan apa yan kita sampaikan maka haruslah berketetapan hati,"Saya yang akan mulai dan terbuka, saya yang mau dikoreksi oleh pasangan saya".
GS : Untuk memulainya memerlukan banyak hal dan bukan hanya sekadar minta dikoreksi. Misalnya kita ingin minta maaf, maka kita yang harus memulai supaya masalah ini bisa terselesaikan, Pak Paul ?
PG : Betul. Jadi saya kira salah satu penyebab kenapa kita enggan memulai karena memang gengsi dan kita tidak mau merendahkan diri, rasanya gengsi kita harus kita korbankan tapi kita mau menyelmatkan sesuatu yang sangat penting yaitu keluarga kita.
Jadi jangan pikirkan gengsi sebab ada hal yang jauh lebih penting daripada gengsi kita.
GS : Ada hal lain lagi yang ingin disampaikan, Pak Paul ?
PG : Satu hal lain lagi yang harus kita lakukan adalah kita harus kreatif, jika kita menemui jalan buntu maka cari jalan lain untuk berbicara kepada pasangan kita. Memang kita harus akui kadangkita bukanlah orang yang paling tepat untuk menyampaikan sesuatu kepadanya.
Maka minta bantuan orang lain untuk berbicara kepadanya. Mungkin ada kebutuhan dalam dirinya yang tidak terpenuhi, cobalah penuhi apalagi kalau kita sudah tahu. Singkat kata cobalah pikirkan jalan lain untuk memerbaiki relasi. Jangan terus menggunakan cara yang sama, cara yang tidak membuahkan hasil misalkan saya berikan contoh kita sudah tahu kalau memarahinya tidak membuahkan hasil, dari dulu kita marahi namun tidak ada hasilnya, maka jangan gunakan kemarahan lagi. Ada orang yang terus menggerutu dan marah berhari-hari, kalau kita tahu cara ini tidak tepat maka jangan gunakan cara yang sama. Atau kita mendiamkannya sampai berhari-hari, karena kita tidak senang namun dia cuek kepada kita, berarti cara ini tidak ada hasilnya dan kita harus kreatif, kita harus gunakan cara yang lain. Jadi kita bisa bertanya langsung kepadanya,"Kalau kita menghadapi jalan buntu seperti ini, kita tidak mau saling mengalah, apa yang kamu harapkan dari saya, cara apa yang paling tepat sehingga saya bisa mengatakan sesuatu kepadamu dan kamu bisa mendengarkannya ?".
GS: Orang menjadi menyerah ketika kreatifitasnya berkurang dan dia berkata,"Sudah mencoba beberapa cara, tapi tidak ada hasilnya lalu akhirnya dia menyerah".
PG : Betul. Jadi akhirnya setelah mencoba berbagai cara tapi tidak membuahkan hasil kemudian kita menyerah. Kalau itu yang terjadi saya masih bisa terima karena kita tidak sempurna, ada waktu-wktu kita berkata,"Saya sudah tidak bisa lagi karena saya sudah mencoba".
Namun permintaan saya adalah jangan terlalu cepat menyerah dan cobalah bertahan, gunakan cara lain sebab siapa tahu cara lain bisa membuahkan hasil.
GS : Tapi anehnya orang yang sama ini, di tempat pekerjaannya atau di pergaulannya dia sangat kreatif sekali sehingga membuat dia bergairah di tempat kerja atau di tempat pergaulannya itu.
PG : Mungkin karena di dalam rumah dia tidak mendapatkan hasilnya, sebab biasanya kita sebagai manusia butuh imbalan. Kalau kita melihat di rumah kita, kita berbuat ini dan itu namun tidak ada asilnya kemudian kita menyerah.
Sedangkan di tempat kerja kita bisa memetik hasilnya yaitu orang menghargai apa yang kita lakukan jadi kita makin bersemangat.
GS : Masih ada hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Ada satu lagi, Pak Gunawan, supaya kita jangan cepat-cepat menyerah supaya nanti di hari tua kita tidak menyesali keputusan kita. Yaitu kita harus berdoa dan berbuah. Dua kata yang ingin sya gabungan yaitu berdoa dan berbuah.
Saya berikan contoh Hana, Hana berdoa meminta anak selama bertahun-tahun dan bukan berminggu-minggu. Kadang Tuhan memang menahan jawaban doa oleh karena ada rencana tertentu yang ingin digenapi-Nya terlebih dahulu namun adakalanya Tuhan menunggu kita untuk berbuah terlebih dahulu. Apa maksudnya berbuah ? Berbuah artinya melakukan yang Tuhan kehendaki, menjadi seperti yang Tuhan kehendaki. Dan dalam kasus Hana, Tuhan menunggu hingga Hana berkata bahwa dia akan mempersembahkan anaknya kepada Tuhan dan kita tahu itulah yang dilakukan oleh Hana setelah anaknya Samuel lahir. Jadi buah yang Tuhan inginkan adalah buah roh yaitu kasih dan penyerahan. Pada waktu Hana berkata,"Tuhan jika engkau memberikan saya anak, maka anak ini akan saya serahkan kepada-Mu" itu berarti dia mengasihi Tuhan sehingga dia mau memberikan anaknya sehingga dia mau menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Seringkali Tuhan menunggu kita berbuah seperti itu dan barulah nanti Dia akan memberikan apa yang kita minta. Jadi dengan kata lain dalam menghadapi masalah dalam keluarga kita, kita terus berdoa dan berbuahlah, jangan hanya secara pasif berdoa dan berdoa tapi kita sendiri tidak berbuah, dalam pengertian kita tidak berubah menjadi seperti yang Tuhan kehendaki.
GS : Apakah doa kita didengar oleh Tuhan kalau kita ini sudah bernazar seperti Hana ini, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu Tuhan mendengar doa Hana bahkan sebelum dia bernazar. Tapi memang Tuhan menunggu sampai Hana siap memberikan anaknya, karena itulah rencana Tuhan atas anaknya Hana yaitu Samuel Jadi Tuhan seperti kita tahu memakai Samuel menjadi hakim terakhir di Israel dan dia sendiri menjadi seorang imam, setelah itu Tuhan mengizinkan Israel berubah bentuk pemerintahannya menjadi sebuah kerajaan, namun siapakah yang melantik, mengurapi para raja Israel sekurang-kurangnya dua raja pertama Israel yaitu Saul dan Daud, dua-duanya diurapi oleh Samuel.
Jadi Tuhan memakai anak ini yang akhirnya bertumbuh besar menjadi hakim sebagai hamba Tuhan yang sangat baik dan setia.
GS : Tapi kita tidak bisa menggunakan nazar ini sebagai cara untuk memaksa Tuhan memenuhi permintaan kita ?
PG : Betul sekali. Jadi jangan kita gunakan ini sebagai alat tawar, sepertinya kita mau menyogok Tuhan dan barulah Tuhan melakukan yang kita kehendaki, tidak seperti itu. Tuhan tidak perlu disook, Tuhan tidak mau disogok dan Tuhan tidak bisa disogok oleh kita.
GS : Sebagai kesimpulan dari perbincangan kita ini, baik yang lalu maupun yang sekarang, apakah ada ayat firman Tuhan atau kesimpulan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Terlalu cepat menyerah merupakan salah satu penyebab terjadinya masalah dalam pernikahan, bahkan tidak jarang karena terlalu cepat menyerah kita pun mengakhiri pernikahan, seringkali di keudian hari kita menyesali keputusan yang dibuat dengan tergesa-gesa, maka penting bagi kita untuk berupaya dan tidak menyerah dengan segera.
Kita harus mencamkan baik-baik firman Tuhan yang dicatat di Matius 7:11,"Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Jadi jangan menyerah dalam pengertian Tuhan masih ada dan Tuhan mendengarkan doa kita serta Tuhan masih bekerja dan kita tidak selalu tahu waktu Tuhan.
GS : Itulah hidup pengharapan kita sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terimakasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Pak Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Hidup Dengan Pasangan" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.