Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bertahan Dalam Bencana Ekonomi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Memang rupanya secara periodik, dunia selalu mengalami resesi ekonomi, tetapi resesi ekonomi yang kali ini sekitar tahun 2008-2009 ini, rasanya luar biasa besar. Dan ini berpengaruh sangat luas terutama bagi negara-negara berkembang khususnya, dan bagaimana kita bisa bertahan didalam kondisi seperti ini, karena ini suatu goncangan yang cukup kuat sekali ?
PG : Sebagaimana Pak Gunawan tadi sudah katakan, memang goncangan ini sangat berat, kita pernah mengalami terpaan tahun 1997-1998 namun itu bersifat regional dan bukan global jadi hanya beberap bagian.
Yang terkena terpaan ekonomi saat itu sebagian besar adalah Negara Asia, tetapi Amerika, Eropa, saat itu tidak terlalu terkena dampaknya. Namun krisis yang sekarang ini terjadi benar-benar mendunia, mungkin dalam sejarah dunia baru pertama kali resesi ini begitu besar sampai berdampak ke seluruh dunia. Bagaimanakah kita harus menyikapinya ? Karena tidak bisa tidak nantinya dampak itu akan datang kepada kita, memang sekarang ini kita belum merasakan seperti yang dirasakan oleh bagian negara yang lain, tetapi ini mungkin saja bisa datang kepada kita. Ada beberapa yang bisa kita bahas dan mudah-mudahan bisa menjadi kekuatan dan hikmat bagi kita semuanya dalam menghadapinya. Yang pertama yang bisa saya katakan adalah bahwa kita perlu menyadari naik turun ekonomi adalah sebuah kondisi kehidupan yang tak terelakkan, makin berkembang ekonomi dunia sebagai kampung atau komunitas global, maka apa yang terjadi pada negara tetangga pastilah akan memengaruhi kepada kita pula. Sebaliknya kemajuan pada negara tetangga berpotensi membawa perubahan positif pada kita pula. Jadi dengan kata lain, karena kita sudah menjadi sebuah kampung global semua saling terkait, maka kalau salah satu maju, yang lain bisa terangkat maju, kalau satu jatuh, yang lain bisa turut atau ikut jatuh. Maka kita harus mengakui hal-hal seperti ini tidak terelakkan, karena kita tidak bisa memastikan semua negara akan maju pada saat yang bersamaan. Karena tidak bisa memastikan hal itu sehingga terjadilah seperti yang terjadi sekarang ini, dimulai di Amerika Serikat kemudian berdampak kepada semuanya. Tahun 1997-1998 yang lalu dimulainya bukan di Indonesia, dimulainya adalah di beberapa negara di Asia, tetapi riak-riaknya terus sampai ke mana-mana. Jadi hal-hal seperti ini yang akan menjadi bagian dalam kehidupan kita selanjutnya dan harus kita terima.
GS : Memang ada sebagian orang, khususnya orang-orang Kristen yang mengatakan, bahwa kita sebagai orang Kristen tidak perlu memerhatikan hal itu, karena kita tidak akan terkena imbasnya dan Tuhan pasti melindungi kita. Pandangan seperti itu bagaimana, Pak Paul ?
PG : Saya tidak setuju, Pak Gunawan. Sebab Tuhan tidak memisahkan kita dari semua umat manusia dan memberikan perlakuan khusus kepada kita, tidak seperti itu. Waktu Tuhan berkata Tuhan mengutuskita, Dia mengutus kita ke dunia, ke tengah-tengah hidup ini, berarti apa ? Kita akan tetap mengalami apa yang juga dialami oleh orang lain.
Sebagai contoh, pada waktu Tuhan datang menjadi manusia di dunia ini, hidup di Israel, Israel pada saat itu, bukanlah sebuah negara merdeka, Israel negara jajahan dari Kerajaan Romawi, dengan kata lain tidak serta-merta karena Tuhan hadir di tengah-tengah orang Israel saat itu maka Israel tiba-tiba lepas dari cengkeraman penjajahan Romawi, tidak seperti itu. Jadi mereka tetap di bawah cengkeraman penjajahan, sampai Tuhan mati dan bangkit kembali, dan tetap Israel itu di bawah penjajahan Kerajaan Romawi. Jadi tidak ada yang diperlakukan khusus oleh Tuhan, memang benar Tuhan melindungi kita dari marabahaya, tetapi ada waktu-waktu di mana Tuhan mengizinkan yang buruk datang menyergap kita, karena Tuhan memunyai maksud di belakangnya. Namun sekali lagi karena Tuhan mengutus kita hidup di dunia maka kita juga akan mencicipi apa yang terjadi di tengah-tengah kita. Misalkan orang-orang Israel harus pindah ke Mesir, kenapa ? Ada bala kelaparan di tanah Israel, kenapa Naomi harus pindah ke Moab, dan kenapa juga ada bala kelaparan yang dialami oleh Abraham serta Ishak sehingga harus meninggalkan tanah mereka. Kenapa adanya masalah kelaparan ? Jadi kadang-kadang hal-hal itu terjadi dan anak-anak Tuhan tidak diperlakukan khusus dan dibebaskan dari masalah-masalah seperti itu.
GS : Seperti terbentuknya sebuah komunitas, atau yang tadi Pak Paul katakan kampung yang bersifat global, sehingga ada sesuatu yang tidak terelakkan, jadi tidak memungkinkan bagi kita untuk membentuk suatu komunitas tersendiri yang mau membebaskan diri dari masalah-masalah di dunia ini. Apakah seperti itu ?
PG : Betul sekali, karena begini Pak Gunawan, kita jangan melihat ke luar negeri dulu, kita lihat di dalam negeri dulu. Sebagai contoh di masa yang lampau dan mungkin di masa sekarang pun masi ada di kota-kota yang sangat kecil, seorang pengusaha akan membuka usaha untuk daerah lokalnya, misalkan di kampung tertentu, tetapi makin berkembang usahanya dan makin terbuka jalur transportasi serta komunikasi, maka akan terbuka pulalah kesempatan dia mengembangkan usahanya di kota lain.
Jadi dengan kata lain, karena perkembangan komunikasi dan transportasi, usaha itu pun melebar dari bersifat lokal sekarang mulai merambah ke kota-kota sebelahnya, sehingga akhirnya masuk ke Provinsi, dari Provinsi pindah ke Provinsi lain. Dengan terbukanya jalur komunikasi dan transportasi maka perpindahan dan transfer barang-barang juga makin melebar ke mana-mana. Yang kedua yang tidak bisa dihindarkan juga adalah sumber daya. Dulu karena kita tidak punya akses tidak ada transportasi, tidak ada komunikasi, maka kita hanya menggali yang ada di sini saja, namun dengan berkembangnya komunikasi dan transportasi kita bisa lebih mudah ke mana-mana, menggali sumber daya yang ada di sana, maka akhirnya dimulailah usaha-usaha, mengeksplorasi serta menggali sumber daya di tempat-tempat lain, dan nanti itu juga akan dipindahkan ke tempat-tempat yang lain karena lebih banyak tersedia transportasi dan komunikasi. Yang ketiga adalah karena kita sekarang tahu adanya komunikasi dan transportasi, maka kita bisa membeli barang atau sumber daya yang ditawarkan di tempat yang lain. Jadi dengan kata lain, sekarang ini dunia menjadi sebuah toko serba ada (TOSERBA) yang sangat besar, di mana orang bisa beli apa pun dari mana-mana, dan yang diuntungkan juga adalah kita. Jadi hal ini tidak bisa dielakkan, tidak bisa lagi orang berkata, "Kita putuskan hubungan dengan siapa pun hanya pikirkan kita saja," itu sudah tidak mungkin karena secara alamiah sudah berkembang ke arah itu.
GS : Sifat saling ketergantungan di mana tidak bisa hidup sendiri, tentu kita harus menarik pelajaran dari kasus terjadinya krisis pada saat ini, apa pelajaran yang bisa kita peroleh, Pak Paul ?
PG : Misalnya ini pelajaran yang bisa kita tarik, dampak positif dari keterkaitan ini adalah hampir semua negara merasa berkepentingan menolong sesamanya keluar dari kemelut ekonomi, sebab masadepannya bergantung pada kondisi negara tetangganya pula.
Oleh karena itu, besar kemungkinan masalah yang dihadapi sekarang ini akan dapat diselesaikan, sebab makin banyak negara terlibat dan membantu, maka makin cepat pula penyelesaiannya. Singkat kata, dampak positif dari bencana ekonomi global adalah makin terjalinnya relasi saling tolong antar negara. Hari ini di sebuah surat kabar yang ada di mana-mana bahwa pertemuan negara-negara G20, baru saja bersepakat menggelontorkan satu trilyun dolar untuk menolong negara-negara yang sekarang sedang diterpa oleh badai ekonomi. Ini salah satu dampak positifnya, Pak Gunawan, semua berkepentingan saling tolong karena menolong orang berarti menolong diri sendiri. Sekarang itulah yang menjadi prinsipnya, dengan menolong engkau sebetulnya secara tidak langsung sedang menolong diri sendiri untuk keluar dari kemelut ini. Dengan kata lain, negara-negara itu dikondisikan untuk tidak lagi berpusat kepada kepentingan pribadi, dipaksa untuk memikirkan kepentingan yang lain, supaya kalau maju, maju bersama, sebab masing-masing sekarang sadar seperti efeknya domino, "duk, duk, duk, duk", kemudian semuanya jadi ikut jatuh. Sekarang ini makin banyak bantuan-bantuan yang diberikan karena muncul saling bergantungan sehingga semangat saling tolong ini makin ada di antara negara-negara.
GS : Itu yang terjadi di tingkat internasional, tetapi di tingkat lokal sebenarnya juga berpengaruh bagi kita untuk tetap saling menolong terhadap orang-orang yang terkena dampak. Jadi kita juga tidak bisa hidup sendiri dalam hal ini, Pak Paul ?
PG : Betul sekali dan sebagai contoh praktis, kita yang masih ada uang, kita yang diberkati dengan pekerjaan yang baik, sebisanya jangan ketakutan dengan menyimpan uang terus-menerus, sudah tenu harus menabung tetapi jangan gara-gara terpaan ini kita makin berhati-hati, tidak mau lagi mengeluarkan uang.
Efeknya itu buruk karena akan ada orang-orang yang tadinya bisa menjual barang kepada kita sekarang tidak bisa lagi karena sekarang uangnya tertahan. Itu berarti penjualannya menurun dan nantinya dia harus memecat pegawainya dan efeknya terus bergulir. Maka kita yang masih ada dan diberkati Tuhan, bagikan berkat itu juga, kita harus terus memutar roda ekonomi, jangan hanya memikirkan diri sendiri namun pikirkanlah orang lain juga. Sebab pada akhirnya kalau kita tahan-tahan, maka yang lain juga terpengaruh, mereka tidak bisa menjual barang karena mereka tidak mau membeli barang meskipun punya uang. Akhirnya apa yang terjadi ? Mereka ambruk, tinggal tunggu waktu kita juga ambruk. Misalkan kita pengusaha, pabrik kita masih tetap berproduksi tapi kita mau menjual kepada siapa ? Mau menyalurkan kepada siapa ? Jadi kita mesti berpikir global, artinya kita harus memikirkan orang lain, kita tidak hidup sendiri, apa yang terjadi pada diri kita memengaruhi orang dan apa yang terjadi pada orang juga memengaruhi kita. Jadi saya berharap melalui badai ekonomi ini kita diingatkan bahwa kita harus saling tolong, saling peduli terhadap satu dengan yang lain.
GS : Jadi ada hal yang positif di tengah-tengah kondisi yang sangat negatif seperti sekarang ini, Pak Paul ?
PG : Betul, betul sekali.
GS : Apa pelajaran lain yang bisa kita tarik ?
PG : Yang lain adalah akibat krisis global ini, di masa mendatang negara tetangga akan berkepentingan mengawasi perkembangan ekonomi kita dan sebaliknya, kita pun berkepentingan mengawasi kondii negara di sekitar kita pula.
Alasannya jelas kita memunyai kepentingan agar penanaman modal dan pengembangan usaha di negara tetangga dijalankan dengan kehati-hatian sebab jika terjadi masalah maka semua harus menanggungnya. Singkat kata, ketergantungan akan menciptakan kewaspadaan, dan pengawasan yang lebih ketat, sehingga semua akan dipaksa untuk lebih berhati-hati. Jadi dengan kata lain nanti akan ada sanksi-sanksi dari negara sekitar, kita tidak lagi hidup semaunya sendiri dan tidak peduli dengan negara lain, tidaklah seperti itu. Misalnya kita mengirim cukup banyak tenaga kerja ke luar negeri, kalau mereka sampai terhantam oleh badai ekonomi maka yang terkena dampaknya juga adalah kita pula karena orang-orang yang kita kirim ke sana untuk bekerja nantinya terpaksa pulang karena tidak ada pekerjaan di sana. Atau misalkan negara-negara tersebut menjalankan roda ekonominya secara sembarangan, sembrono, gegabah dan sebagainya, maka kita yang di sini karena kita tahu kita memunyai aset di sana yaitu tenaga kerja atau mungkin ada yang menanamkan modal di sana, maka kita merasa berkepentingan mau memberikan tekanan kepada negara tersebut untuk berhati-hati menjalankan roda ekonominya dengan bijaksana, karena apa ujung-ujungnya kalau sampai ada apa-apa maka kita juga yang terkena dampaknya. Jadi dengan adanya badai ekonomi ini saya juga percaya, kita makin berkepentingan mengawasi, saling mengawasi, jangan sampai ada yang sembarangan, sembrono, gegabah. Dengan kata lain, kita dipaksa untuk membenahi diri kita untuk tidak lagi hidup sendirian, kita harus berbenah diri. Saya pikir ini adalah pelajaran berharga yang bisa kita petik.
GS : Tetapi masalahnya memang itu yaitu negara-negara besar itu akan sulit di kontrol oleh negara-negara yang jauh lebih kecil.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, tetapi masalahnya adalah negara-negara besar itu juga bisa diimbangi oleh beberapa negara yang setengah besar. Sebagai contoh sekarang ini dolar masih menguasai eonomi dunia, banyak negara masih masih menggunakan dolar, tetapi dengan adanya euro maka dolar akan jauh lebih berhati-hati.
Sekarang dolar tidak lagi menjadi penguasa tunggal sebab negara-negara Eropa sudah mulai dan sebagian negara-negara Asia juga sudah mulai untuk menumpukkan "reserve my card" dalam bentuk bukan saja dolar, tetapi juga dalam bentuk euro. Bahkan terakhir yang kita tahu RRC, mengusulkan supaya ada lagi mata uang yang berbeda. Dengan kata lain tekanan-tekanan itu bisa muncul dari negara-negara lain yang memang tidak sekuat yang paling kuat, tetapi waktu mereka semua bersatu ini akan menjadi sebuah penyeimbangan, pengaruh dalam dunia ini. Jadi akhirnya saling mengawasi karena sekarang ini semua saling terkait. Semua orang menyadari bahwa sumbernya adalah di Amerika Serikat, dan di masa mendatang pengawasan akan lebih kuat lagi terhadap negara Amerika Serikat sendiri pun, karena kalau mereka tidak mau berbenah diri, negara-negara lain pun akan berkata, "Kami juga tidak akan lagi menanamkan modal, menjual barang ke kamu, dan meminjamkan uang," karena mereka takut. Dengan kata lain, Amerika sendiri pun yang adalah negara yang begitu kuat dipaksa untuk berbenah diri.
GS : Kalau kita terapkan di dalam tingkat kehidupan kita sehari-hari, Pak Paul, kita harus mau terbuka untuk dikontrol orang dan kita pun juga harus waspada terhadap perubahan-perubahan yang begitu cepat di sekitar kita, khususnya dalam bidang ekonomi, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Kalau kita melihat perusahaan-perusahaan yang sudah go public, perusahaan umum kita melihat bahwa, salah satu hal yang disyaratkan adalah audit, pengawasan dari luar, transpaansi, apakah ada pertanggungjawaban yang benar.
Kalau memang dilihat semua berjalan dengan baik dan diaudit oleh perusahaan, oleh lembaga yang dapat dipercaya, maka barulah orang percaya. Sekali lagi kita melihat sekarang ini, fungsi kontrol dan pengawasan yang makin kuat didalam menjalankan kehidupan dan roda ekonomi.
GS : Berarti kalau pun kita hanya memunyai modal sedikit, kita tidak bisa tidak menghiraukan perubahan-perubahan yang terjadi, karena itu menyangkut kehidupan kita juga. Apakah seperti itu, Pak Paul ?
PG : Betul sekali, semua memang terkait.
GS : Mungkin masih ada pelajaran yang lain yang bisa kita petik dari pengalaman ini, Pak Paul ?
PG : Satu lagi adalah krisis ini menyadarkan kita bahwa sebaik apapun sistem ekonomi semua tetap bergantung terhadap pelakunya dan pelakunya adalah manusia berdosa yang dikuasai oleh keserakaha dan keegoisan.
Tuhan Yesus mengingatkan kita di Matius 10:16 untuk menjadi cerdik seperti ular, namun tulus seperti merpati. Kita mesti bijak dan berhati-hati sebab dunia penuh dengan orang yang siap untuk memanfaatkan kepercayaan kita, betapa banyaknya orang yang menjadi korban kejahatan ekonomi karena terlalu gegabah. Jadi kita mesti menyadari di tengah-tengah menanjaknya ekonomi di masa-masa lampau, bahwa pelakunya tetap manusia yang berdosa dan dikuasai oleh keserakahan, keegoisan. Oleh karena itulah mesti ada lembaga-lembaga pengawasan, dan kita pun mesti berjaga-jaga terhadap orang-orang yang memang bisa memanfaatkan kita. Misalkan kita tahu yang terjadi di Amerika Serikat karena masalah KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang tergoda adalah orang yang tidak berhati-hati dengan meminjam uang untuk membeli rumah, padahal baru sadar bahwa sekarang ini cicilannya rendah, namun beberapa tahun kemudian cicilannya akan berlipat ganda. Banyak orang merasa tertipu tidak tahu apa-apa. Sekali lagi kita melihat bahwa pelakunya tetap manusia dan manusia berdosa, jadi sehebat apapun sistem ekonomi nantinya dijalankan oleh manusia, dan manusia tidak bisa lepas dari kejatuhan. Contoh yang paling klasik sekarang adalah yang menjadi berita di dunia yang bernama Bernard Madoff, dia bukan seorang investor namun dia seorang yang menolong atau bekerja untuk menginvestasikan uang orang, dana-dana orang kemudian dia mengambil uang begitu banyak, jutaan dolar dari orang-orang yang memercayakan uangnya kepada dia. Dan waktu saya masih di sana beberapa waktu yang lalu dia diancam hukuman 150 tahun, umurnya sudah 70 tahun, jadi sudah begitu tua, tetapi masih bisa begitu jahat. Kenapa dia jahat ? Saya melihat wawancara dari seseorang yang memercayakan uangnya kepada dia, orang ini temannya, sering pergi bersama-sama dengan Bernard Madoff dan isterinya, pergi jalan-jalan menikmati liburan bersama. Tapi kenapa dia tega ? Kuncinya satu yaitu Bernard Madoff dan kita semua orang berdosa, dan karena orang berdosa kadang-kadang kita serakah, tidak peduli ini uang siapa, yang penting mencoba usaha tanam sini, tanam sana, padahal semuanya berantakan. Jadi, akhirnya kita disadarkan yang harus dibenahi pada akhirnya adalah manusianya.
GS : Peringatan Tuhan Yesus bahwa kita itu harus cerdik seperti ular dan tulus seperti burung merpati, ini seringkali membuat orang agak sulit mengambil sikap, Pak Paul. Orang lebih mudah mengambil satu sisi saja, dia mau cerdik seperti ular, tetapi tidak perlu tulus. Atau tulus tetapi dia tidak bisa cerdik, ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu yang susah adalah cerdik seperti ular sekaligus tulus. Jadi penekanan Tuhan sebenarnya di situ, Pak Gunawan. Kalau kita berkata orang yang tulus seperti merpati dan cerdik sepeti ular, masalahnya adalah banyak orang yang tulus seperti merpati namun pada dasarnya kurang cerdik.
Jadi pilihannya hanya satu yaitu tulus, tetapi orang yang cerdik seperti ular sekarang pilihannya dua, dia menjadi cerdik seperti ular dan berhati ular, ataukah dia akan cerdik seperti ular tetapi berhati seekor burung merpati. Jadi memang penekanan Tuhan pada orang-orang yang cerdik. Sudah tentu kita tahu bahwa yang bisa menumpuk kekayaan, yang bisa menipu, seperti pria yang bernama Bernard Madoff adalah orang yang cerdik. Jadi tantangan kita adalah bagaimana tetap mengingatkan orang yang cerdik agar tetap hidup tulus, jangan sampai akhirnya dia kehilangan ketulusannya menjadi orang yang berhati seperti ular pula.
GS : Jadi sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan, yang beriman kepada Tuhan, tetap dituntut untuk kita hidup bijaksana dan sesuai dengan apa yang firman Tuhan katakan, Pak Paul ?
PG : Hidup bijaksana sesuai dengan yang firman Tuhan katakan serta takut akan Tuhan. Orang yang akhirnya melewati batas, merugikan orang, menipu orang dan sebagainya, itu adalah orang yang tida takut akan Tuhan dan dia lupa bahwa masih ada Tuhan dalam hidup ini dan dia lupa bahwa setelah hidup ini berakhir pun, masih ada Tuhan yang akan menuntut pertanggungjawabannya.
GS : Apakah masih ada pelajaran lain yang bisa kita petik dari peristiwa krisis ekonomi ini, Pak Paul ?
PG : Yang terakhir adalah krisis ini mengingatkan kita bahwa, kita tidak dapat bersandar pada kekuatan dan kepandaian sendiri. Firman Tuhan berkata di Amsal 3:5, "Percayalah kepada TUHAN dengansegenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."
Makin kita berpengalaman, kecenderungannya adalah makin bersandar kepada pengertian kita sendiri, jangan sampai kita lupa bahwa ada Tuhan, banyak faktor "X" di tangan Tuhan. Sesungguhnya yang kita kuasai hanyalah daerah terkecil dan daerah terbesar sebetulnya di tangan Tuhan, jadi jangan gegabah berkata bahwa saya menguasai semuanya, itu salah. Kita hanya menguasai sedikit sekali dan bagian terbesarnya di tangan Tuhan. Sebagai contoh di Amerika Serikat begitu banyak orang yang sudah bekerja dengan jujur dan rajin mengumpulkan dana pensiunnya, tetapi dana pensiunnya itu diinvestasikan lagi, dan sekarang dana pensiun itu jatuh, orang yang sudah mengumpulkan bertahun-tahun punya beberapa puluh ribu setiap tahunnya namun sekarang bisa kehabisan 10 % lebih uang pensiunnya, dan untuk bisa dikompensasikan atau dikembalikan lagi, tidak tahu kapan. Jadi siapa yang bisa merencanakan masa depan? Badai ekonomi mengingatkan kita bahwa seperti peribahasa berkata, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga.
GS : Jadi didalam mengelola keuangan atau didalam masalah-masalah ekonomi pun sebenarnya kita tidak boleh meninggalkan Tuhan, begitu banyak orang yang berpikir bahwa masalah ekonomi adalah urusan saya, dan kalau urusan Tuhan adalah tentang ibadah. Ini pandangan yang tidak benar menurut saya, Pak Paul ?
PG : Betul sekali. Sebab tadi saya sudah ingatkan, tetap pelakunya adalah manusia, kalau orang tidak takut lagi akan Tuhan maka dia akan mulai melakukan hal-hal yang juga salah dan merugikan orng lain.
Jadi kita mesti mengingat itu dan kita tadi sudah diingatkan juga bahwa terlalu banyak hal dalam hidup ini yang di luar kendali kita, jadi kita harus tetap datang kepada Tuhan, berserah kepada-Nya, jangan anggap diri hebat, pintar, menguasai, bergantung terhadap diri. Orang seperti itu sedang menunggu harinya dijatuhkan Tuhan.
GS : Pada saat-saat seperti ini kemudian orang berbalik kepada Tuhan, ini suatu segi yang cukup positif, yang tadinya tidak terlalu memerhatikan Tuhan dan tidak bergantung kepada Tuhan kemudian orang dipaksa untuk menjadi bergantung kepada Tuhan, karena sudah tidak ada lagi yang diharapkan, seperti itu, Pak Paul ?
PG : Mudah-mudahan di dalam situasi seperti ini kita merendahkan diri dan jangan sampai kebalikannya yaitu semakin meninggikan diri, tidak mau mengakui kondisi dan akhirnya terpancing berbuat dsa.
GS : Segi yang lain seperti itu, kemudian orang menjadi marah-marah kepada Tuhan.
GS : Terima kasih untuk perbincangan kali ini, Pak Paul. Dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bertahan Dalam Bencana Ekonomi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.