Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bila Orang Tua Masuk Penjara". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Memang sesuatu hal yang tidak bisa diduga dan tidak diharapkan, tapi bisa menjadi kenyataan, pada suatu saat di keluarga tertentu orang tuanya harus berurusan dengan hukum dan ditahan bahkan dipenjara sebagai pihak yang bersalah. Ini tentu saja membawa dampak yang sangat buruk terhadap keluarganya, tetapi bagaimana sikap seorang anak bila berhadapan dengan masalah seperti ini, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa yang bisa saya bagikan, Pak Gunawan. Yang pertama kepada anak, saya berkata jangan tergesa-gesa menguburkan rasa marah kepada orang tua yang telah berbuat salah. Maksud saya, biarkanlah kemarahan itu muncul janganlah kita langsung meredamnya, menguburnya dan berkata, "Saya tidak boleh marah, seharusnya saya mendukung, seharusnya saya mengampuni" dan sebagainya. Kemarahan seperti ini justru adalah kemarahan yang wajar, jangan terburu-buru memutihkannya. Pengampunan akan datang dan mesti diberikan namun sekali lagi kemarahan pun adalah bagian yang nyata dan normal. Tanpa pengakuan akan kemarahan dan rasa malu, pengampunan hanyalah menjadi selimut penutup, tidak menyelesaikan malah menjauhkan hubungan kita dengan orang tua yang bersangkutan karena kita masih menyimpan rasa malu dan marah itu tapi kita merasa berkewajiban memutihkannya dengan pengampunan, akhirnya hubungan itu tidak bisa lagi dekat. Jauh lebih sehat jika kita akui kemarahan ini, jika memungkinkan sampaikanlah kepada beliau bahwa kita kecewa karena perbuatannya. Akui juga bahwa kita malu dan marah kepadanya, selain dari ini adalah bagian dari proses yang wajar, ini juga peringatan kepada orang tua untuk tidak mengulang perbuatan yang sama, dengan kita menyampaikan perasaan yang sesungguhnya, kita memberitahukan bahwa sungguh perbuatannya berdampak menyakitkan pada kita sebagai anak-anaknya.
GS : Di dalam hal ini tentu saja anak-anak ini sudah cukup dewasa untuk bisa mengerti masalah itu, Pak Paul. Kalau anak-anak masih terlalu kecil tentu tidak akan punya sikap yang seperti itu.
PG : Betul sekali, biasanya ini hanya bisa dilakukan oleh anak-anak yang sudah remaja. Kalau masih terlalu kecil biasanya ia juga tidak mengerti apa yang terjadi dengan orang tuanya.
GS : Tetapi seringkali teman-temannya entah karena informasi dari orang tua mereka, lalu anak-anak yang masih belum mengerti ini menjadi bahan ejekan, bahwa ayahnya atau ibunya itu dipenjarakan.
PG : Betul jadi kadang-kadang anak-anak yang masih kecil itu tahu dari orang lain atau tahu dari orang tua temannya. Jadi ia harus bisa menerima ejekan-ejakan dari temannya dan dia harus pulang dan dia akan menanyakan kepada ibunya dan ibunya dalam hal ini harus berkata terus-terang kalau itu yang dikatakan oleh teman-temannya, bahwa memang ayahmu sedang dalam penjara, sedang menerima hukuman sebab berbuat salah. Ibunya dapat menjelaskan, "Kamu juga kadang-kadang menerima hukuman karena berbuat salah, dan sekarang ayah juga sedang mendapat hukuman karena berbuat salah". Tapi kita harus menjelaskan kepada si anak itu, "Kamu waktu berbuat salah, dihukum, tapi setelah dihukum, kita kembali berdekatan". Kita baikan lagi dan nanti juga setelah papa pulang, kita akan baikan lagi, kita tidak akan memusuhi papa, sama seperti kami juga tidak memusuhi kamu.
GS : Tapi yang seringkali terjadi di pihak yang terhukum itu, pihak yang dipenjarakan itu tidak mau menyadari dan tidak mau mengakui kalau dia bersalah dan mempersulit hubungan antara orang tua dengan anak itu sendiri, Pak Paul.
PG : Jadi bila orang tua menolak untuk mengambil tanggungjawab atau malah balik marah menyalahkan kita, maka kita mesti mundur dengan teratur. Jangan paksakan dan mencoba membuatnya berubah, ternyata beliau memang belum bertobat atau terlalu angkuh untuk mengakui kesalahannya. Jadi saran saya kepada anak yang orang tuanya seperti ini maka sudah biarkan. Berdoalah untuknya agar ia mengalami pertobatan yang sesungguhnya, tapi tidak perlu si anak memaksa atau meminta orang tua mengakui kesalahannya, meminta dia untuk bertobat dan sebagainya. Hal itu tidak perlu karena kalau orang tua belum siap, masih menyalahkan sana sini, tidak mau mengambil tanggungjawab, maka kita tidak dapat berbuat banyak.
GS : Apakah ada bedanya kalau orang tua itu masih dalam status tahanan atau sebagai narapidana yang sudah divonis bersalah ?
PG : Memang ini tergantung pada orang yang bersangkutan, Pak Gunawan. Ada orang yang sebelum masuk penjara pun sudah sangat hancur, sudah sangat menyadari ia bersalah, ia berdosa dan ia menyesali perbuatannya tapi ada juga orang yang sampai dilepaskan dari penjara pun tidak merasa bersalah, malah menyalahkan orang lain. Jadi tergantung pada orang itu sendiri.
GS : Kemarahan ini sering dilakukan oleh orang yang kehilangan kebebasan karena dipenjara, jadi kalau kita balik marah akan mengakibatkan konflik yang lebih tajam, tapi kalau kita tidak marah maka kemarahan ini mau kita lampiaskan ke mana, padahal jelas-jelas kita mengetahui bahwa yang salah adalah orang tua kita sendiri ?
PG : Kita bisa melakukannya langsung kepada orang tua yang bersangkutan sebelum dia masuk penjara atau setelah dalam penjara waktu kita berkunjung namun kita lihat suasananya apakah memungkinkan. Tetap kita juga harus berdoa meminta waktu Tuhan yang tepat, tapi point saya adalah jangan kita tergesa-gesa menguburkan rasa marah dan rasa malu itu. Justru kita angkat kita akui, itu jauh lebih sehat sebab dari titik berangkat itulah nanti kita bisa mengampuni orang tua dengan sepenuhnya.
GS : Hal yang lain yang perlu diperhatikan kalau orang tuanya dipenjarakan, apa Pak Paul ?
PG : Relasi dengan orang tua yang ditinggal di rumah akan sangat bergantung dari tanggapannya terhadap masalah ini. Jadi misalkan ibu yang di rumah, ibu diamuk kemarahan dan kepahitan, sudah tentu kita hanya dapat menghiburnya dan memberinya waktu untuk pulih. Bila ibu malah balik menyalahkan orang dan secara membabi buta, membela ayah yang dipenjarakan, sudah tentu reaksi ini akan memadamkan keinginan kita untuk dekat dengannya. Jika sebaiknya kita mundur teratur dan membiarkannya mencerna apa yang terjadi. Jika pada akhirnya ia siap menerima kenyataan, berbicaralah kepadanya dan hiburlah hatinya, namun bila ia tetap bersikeras untuk hidup dalam dunia penyangkalan maka biarkanlah. Kita tidak bisa memaksa orang untuk bertobat.
GS : Jadi dalam hal ini kita menghadapi pihak pasangan yang ada di rumah, jadi bukan yang dipenjarakan ?
PG : Betul dalam hal ini jadi misalkan ibu yang di rumah, kita harus bijaksana bagaimana berelasi dengan ibu. Tadi saya sudah singgung ada ibu yang dewasa, yang terbuka dan berkata, "Ya, ayahmu salah." Tapi ada ibu yang membela mati-matian suaminya, membabi buta menyalahkan orang lain atau waktu kita berkata, "Tapi ayah pun salah," dia marah kepada kita. Memang ini menyulitkan si anak, sudah tentu si anak sebetulnya ingin ada tempat di mana dia bisa menumpahkan rasa sedihnya, tapi kalau si ibu bereaksi seperti itu sudah tentu si anak susah untuk dekat dengannya. Apabila si anak mau bercerita misalnya, "Tadi di sekolah teman-teman mengejeknya" tapi dia tidak berani, dia takut nanti ibunya marah, mengamuk dan berkata, "Kamu lawan balik, kamu jangan terima dan sebagainya". Penting sekali orang tua yang ditinggal di rumah bersikap bijaksana dan matang sebab ini akan membuka pintu dialog dengan anak. Kita sebagai orang tua justru memberikan kekuatan kepada anak-anak, tetapi kalau kita tidak dewasa seolah-olah kita menutup pintu untuk anak-anak masuk dan berbagi rasa dengan kita.
GS : Tapi disamping itu si anak ini juga harus hati-hati ketika berbicara dengan ibunya, karena ibu juga dalam kondisi sangat sedih, sangat peka terhadap perkataan orang lain, Pak Paul.
PG : Betul jadi si anak selalu harus berhati-hati menggunakan kata-kata yang tidak menyudutkan tapi mesti jujur juga dengan perasaannya. Sekali lagi saya ingatkan, sebagai anak dia harus bisa menilai apakah ibunya siap atau tidak siap untuk diajak bicara. Apakah ibunya bisa melihat masalah dengan objektif atau tidak. Kalau ibu tidak objektif, sangat membela suami dengan membabi buta, itu akan menyusahkan anak untuk bisa berbagi rasa dengan dia.
GS : Biasanya memang memunyai kecenderungan seperti itu, Pak Paul, karena ini pasangannya dan untuk menutupi supaya jangan sampai timbul kesan yang negatif dari anak kepada ayahnya.
PG : Atau kebalikannya juga bisa terjadi, Pak Gunawan. Ada ibu yang karena marah kepada suaminya yang telah menyusahkannya pada masa lampau, sekarang menyusahkannya lagi dengan masuk ke penjara, ia mengamuk dan marah sekali, penuh dengan kebencian dan kepahitan. Sudah tentu ini juga akan menutup pintu komunikasi dengan anak. Anak yang sudah melihat ibunya penuh dengan kepahitan akhirnya tidak mau bicara. Sekali lagi saya katakan, relasi kita dengan orang tua yang ditinggalkan di rumah sangat bergantung dari reaksi orang tua itu sendiri. Kalau orang tua itu bersikap dewasa, hal itu akan menolong si anak, tapi kalau orang tua tidak bersikap dewasa membabi buta membela pasangan atau sebaliknya terus menyalahkan pasangan dan penuh dengan kebencian serta kepahitan. Dua reaksi itu akan menutup pintu komunikasi dengan anak yang sebetulnya sangat membutuhkan tempat untuk berbagi rasa.
GS : Itu baru hubungan orang tua dengan anak, belum lagi anak dengan saudara-saudara kandungnya, Pak Paul? Tentu punya pandangan yang berbeda-beda pula tentang ayah yang dipenjarakan ini.
PG : Itu sebabnya, tidak bisa tidak harus kita simpulkan bahwa pemenjaraan orang tua sering kali membawa bibit perpecahan ke dalam keluarga, di antara kakak dan adik serta antara orang tua dan anak juga. Ada misalkan yang bereaksi marah dan malu, kemudian menyalurkannya secara keliru misalkan dengan menimbulkan pemberontakan atau perilaku menyimpang lainnya. Anak yang menunjukkan perilaku memberontak atau menyimpang itu otomatis akan dijauhkan atau berjauhan dengan anggota keluarga yang lain atau ada yang tidak mau membicarakan hal ini sama sekali dan memilih untuk menyembunyikan semua perasaan di dalam hatinya. Selain menutup diri mungkin ia pun mengucilkan diri dari pergaulan, akhirnya tidak ada komunikasi dengan kakak atau adiknya atau orang tuanya. Ada pula yang berusaha membela orang tua dan bersikap defensif terhadap siapa pun yang berbicara buruk tentang orang tua. Sudah tentu ada anak yang tidak setuju, ada anak yang berkata, "Ayah salah, kamu jangan membelanya secara membabi buta". Yang membela membabi buta pasti marah mendengar kata-kata seperti ini. Jadi sekali lagi intinya, pemenjaraan orang tua membawa bibit perpecahan ke dalam keluarga. Semua reaksi yang berbeda ini menciptakan sekat antara anggota keluarga dan kondisi ini sangat menyedihkan dan kadangkala tidak banyak yang dapat kita lakukan untuk mencegahnya. Di sini kita bisa melihat dosa bersifat menghancurkan, tidak ada yang baik dari dosa itu. Reaksi terbaik dalam kondisi seperti ini adalah membiarkan waktu berjalan, prinsip terpenting yang perlu diterapkan adalah jangan memaksakan apa pun. Setiap orang memerlukan waktu untuk mencerna apa yang terjadi dan setiap kita memberi respons yang tidak sama terhadap masalah yang berat ini.
GS : Tentu ini menjadi tugas yang berat bagi pihak yang ada di rumah, Pak Paul, sementara misalnya suaminya di penjara maka ibu ini memunyai tanggungjawab ganda, menjadi ibu dan ayah sekaligus serta membuat agar keluarga ini tidak terpecah-belah lagi.
PG : Betul sekali. Maka tugas yang sangat berat itu harus dipikul oleh satu orang, maka kita yang terlibat harus belajar jangan sampai mengulang perbuatan yang salah itu, karena efeknya berat untuk satu keluarga. Betul yang tadi Pak Gunawan katakan, biasanya ibu itu akan hidup dalam ketertekanan yang berat. Misalnya ketertekanan menyambung kehidupan dan bekerja di luar untuk bisa menyokong kehidupan keluarga, belum lagi ia harus menerima keluhan dari anak, belum lagi tudingan dari orang di sekeliling, belum lagi menyatukan keluarga karena adanya perpecahan ini. Yang satu marah, yang satu tidak mau bicara jadi dia harus mengurus semuanya dan memang berat sekali.
GS : Dalam hal ini, sebenarnya apa yang dapat dilakukan oleh si ibu ?
PG : Dalam hal ini sudah tentu ia harus mendapatkan kekuatan khusus, supernatural dari Tuhan. Dia mesti tiap hari duduk bersama dengan Tuhan, berdoa membaca Firman-Nya karena Tuhan ingin menolongnya. Tuhan tidak ingin justru ia menghadapi semua ini sendirian. Jadi akan ada kekuatan ekstra yang Tuhan berikan kepadanya dan akan ada hikmat dari surga yang Tuhan akan berikan kepadanya, sehingga ia tahu bersikap baik kepada orang-orang di luar maupun kepada anak-anaknya sendiri. Langkah konkretnya misalnya, ia mengajak anak-anaknya berdoa setiap malam, dia mengajak anak-anaknya untuk bercerita, untuk saling membagikan. Tapi kalau ada anak yang diam yang tidak mau berbicara jangan dipaksakan, biarkan mungkin pada waktu yang tepat secara pribadi si ibu dapat mendekati si anak dan berkata, "Mama melihat kamu sendiri saja, kamu tidak bicara dengan siapa-siapa, mama jadi khawatir, tapi mama mengerti kamu mungkin tidak nyaman berbicara. Kalau memang kamu tidak siap tidak apa-apa. Tapi ketika kamu siap, mama di sini mau mendengarkannya". Atau kadang-kadang si mama tetap mengajak anak-anaknya melakukan aktifitas bersama, pergi ke sana ke sini atau menikmati liburan sehingga sedapat-dapatnya memutar roda kehidupan senormal mungkin.
GS : Jadi sebenarnya kalau anak-anak memahami berapa tertekannya ibunya pada saat itu, mereka tentu bisa memberikan dukungan kepada ibunya agar tetap bisa bertahan dalam kondisi yang sulit ini, Pak Paul.
PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi seyogianya itu yang terjadi dalam keluarga.
GS : Seringkali juga anak-anak menjadi liar, melakukan kegiatan-kegiatan di luar rumah dan sebagainya yang sulit sekali dikontrol oleh ibunya.
PG : Ini merupakan bentuk dari pelampiasan kemarahan, Pak Gunawan. Jadi si anak itu frustrasi ayahnya masuk ke penjara, membuat dia malu. Kadang-kadang si anak mau melakukan apa pun untuk melampiaskan kemarahannya. Tapi adakalanya ini juga yang terjadi, Pak Gunawan. Kita ini manusia berdosa dan di dalam keberdosaan kita ingin melakukan hal-hal yang salah, namun karena orang tua menjadi benteng pertahanan moral, kita jadi dikuatkan untuk tidak melanggar, tidak melakukan dosa karena adanya orang tua yang tetap menjaga nilai moral dalam keluarga kita. Begitu orang tua masuk ke penjara seolah-olah benteng itu runtuh, seolah-olah kita diberi ijin untuk berbuat apa pun. Ayah pun masuk ke penjara, ayah pun hidupnya berengsek seperti itu, berarti saya juga bebas mau melakukan apa saja. Kadang-kadang perbuatan memberontak dan menyimpang keluar sewaktu seseorang masuk ke penjara.
GS : Katakan kita punya saudara yang sepaham dengan kita, kalau kita terlalu dekat dengan dia ini menjadi satu kelompok tersendiri yang seolah-olah menentang pihak-pihak lain yang tidak sepaham dengan kita, Pak Paul.
PG : Betul Pak Gunawan, itu sebabnya kita mesti menghindari kedekatan dengan anggota keluarga, misalnya jangan karena dia sepaham dengan kita, maka dia menjadi ekstra dekat dengan kita sedangkan dengan yang lain-lainnya kita tidak dekat, sebab kalau itu yang terjadi maka yang namanya bibit perpecahan lama kelamaan menjadi buah perpecahan. Benar-benar nantinya setelah masalah ini lewat dan orang tua kita pulang kembali, dia merasa tersisihkan oleh kita, menyimpan rasa sakit hati. Dia akan berkata, "Dulu kamu selalu dengan adik, selalu bicara dengan adik, tidak pernah bicara dengan saya. Ada apa-apa kamu tidak pernah cerita dengan saya, tidak pernah tanya pendapat saya, selalu hanya tanya pendapat adik". Kalau pun nanti masalah selesai, ayah pun pulang dari penjara, sakit hati itu ada, tersisa, alangkah baiknya kalau kita tidak hanya merasa lebih dekat dengan kakak atau adik yang sepaham dengan kita tapi sebaiknya kita juga dekat dengan semuanya. Dengan cara itu kita bisa tetap menjaga keutuhan keluarga kita.
GS : Bagaimana kalau kita begitu dekat dengan ibu sementara ayah di penjara, apakah dampaknya juga sama ?
PG : Saya kira anak-anak yang lainnya akan merasa lebih tidak suka terhadap ibu, karena ibu lebih mau bicara dengan kita bukan dengan yang lain-lainnya. Mengapa ibu membedakan? Mungkin sekali itu menimbulkan rasa sakit hati dari anak-anak yang lain terhadap ibunya.
GS : Padahal maksud kita dekat dengan ibu itu untuk memberikan penghiburan, kekuatan, begitu Pak Paul. Tapi bisa disalah mengerti seperti itu ?
PG : Bisa, kecuali anak-anak yang lain secara langsung atau tidak langsung menyatakan bahwa mereka memang tidak dekat dengan ibu dan merasa lebih baik kitalah yang menghibur ibu. Kalau ada kesepakatan seperti itu, saya kira silakan kita langsung lebih dekat dengan ibu dan menolongnya. Jadi intinya kita harus melihat dampak perbuatan kita pada keluarga secara keseluruhan.
GS : Kalau kita pas sebagai anak sulung biasanya mencoba berperan untuk menggantikan posisi ayah yang sedang dipenjarakan.
PG : Besar kemungkinan kalau kita anak sulung, hal itu lebih dapat diterima karena secara otomatis adik-adik akan melihat tugas kitalah sebagai anak yang sulung untuk membantu ibu dan mengatur adik-adik yang lainnya. Tapi kalau kita bukan anak sulung coba kita melihat keadaan, apakah memang bijaksana untuk menjadi sangat dekat dengan ibu memberinya penghiburan. Sebelumnya kita melakukan hal itu sebaiknya kita berembuk di antara kakak adik, siapa yang bisa bicara dengan ibu.
GS : Hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan dalam hal ini ?
PG : Kita tidak boleh berbohong kepada orang, tapi kita pun tidak harus memberi penjelasan mendetail tentang keberadaan orang tua. Jadi jika ada orang bertanya, silakan mengatakan bahwa orang tua tengah pergi untuk waktu yang lama. Jika ditanyakan kemana, maka kita dapat dengan santun menjawab bahwa hal itu tidak dapat kita kemukakan. Singkat kata, ceritakanlah peristiwa sebenarnya hanya kepada orang yang memang dekat dengan kita dan sungguh peduli dengan keadaan kita. Kepada orang seperti inilah kita bercerita untuk mendapat dukungan sekaligus doanya. Sebaliknya bila orang sudah mendengar perihal pemenjaraan orang tua dan jika ia bertanya, maka katakan "Ya" jangan menyangkal. Tentang berapa mendetail kita akan bercerita, sekali lagi itu bergantung pada berapa dekat dan pedulinya ia dengan kita. Jadi prinsip yang kita gunakan dalam hal informasi adalah jelas dan tepat, artinya kita tidak memberi informasi yang berlainan dari fakta, namun kita pun hanya akan menyampaikan detailnya kepada orang yang tepat, tidak kepada sembarang orang.
GS : Seringkali justru pada saat-saat seperti ini banyak orang yang ingin mengorek-ngorek keterangan dari kita dan itu memberikan keterangan yang bukan mengenakkan kita, sesuatu yang menyakitkan hati kita, Pak Paul. Kalau kita jawab dengan pendek mereka akan tetap mengejar kita, tapi kalau kita memberikan penjelasan yang cukup panjang, salah-salah bisa keliru penjelasan itu.
PG : Maka kalau kita tidak nyaman, jangan merasa bahwa kita harus menceritakan detailnya. Kita bisa langsung berkata, ya sudah sampai di situ saja atau "Maaf saya tidak bisa mengatakan lebih dari ini". Jadi tidak apa-apa menolak untuk memberitahukan detailnya. Yang penting harus jelas, artinya faktanya apa sudah kita katakan, "Ayah kita masuk penjara". Dan kita tidak harus menceritakan detail-detailnya. Kita katakan, "Ayah saya masuk penjara", kalau orang bertanya, "Kenapa?" dan sebagainya, kita bisa berkata, "Maaf saya tidak bisa cerita detailnya, tapi memang benar ayah masuk penjara".
GS : Dari pihak kita mungkin kita tidak menceritakan, lalu bagaimana dari pihak saudara-saudara kandung kita atau bahkan mungkin ibu kita? Kalau mereka sampai menceritakan itu, kita tidak bisa melarang mereka untuk cerita.
PG : Betul, kalau sampai orang di rumah memutuskan untuk bercerita, adik atau kakak atau bahkan ibu bercerita kepada orang lain maka tidak mengapa karena itu hak mereka. Kita tidak bisa mengontrol arus informasi dari mulut-mulut yang lainnya. Idealnya kita berembuk dalam keluarga, yaitu seberapa banyak informasi yang akan kita berikan. Tadi saya berikan prinsip, jelas dan tepat, tidak berlainan dari fakta tapi harus tepat orang, jangan sembarangan orang. Kepada orang yang tidak begitu dekat dan yang tidak menunjukkan mereka sungguh-sungguh peduli dengan kita, tidak usah mendetail. Jadi kalau ada kesepakatan itu dalam rumah, itu akan lebih baik lagi.
GS : Jadi sangat dibutuhkan kekompakan dalam keluarga yang tinggal dalam rumah ini, Pak Paul ?
PG : Betul.
GS : Ada hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Ini yang terakhir Pak Gunawan. Kita mesti melihat semua yang terjadi dari kacamata Tuhan. Kita mesti melihat pemenjaraan orang tua sebagai bagian dari keadilan Tuhan, kita tidak menyukainya namun bila orang tua bersalah, mendekam di penjara adalah bagian keadilan Tuhan yang mesti ditegakkan. Janganlah sampai kita kehilangan perspektif dan menyalahkan pihak lain. Terimalah ini sebagai bagian keadilan Tuhan, namun kita juga mesti mengingat bahwa Tuhan adalah Allah yang penuh kasih karunia, Dia menghukum, betul tapi Ia akan memulihkan. Pemenjaraan bukanlah akhir melainkan justru permulaan hidup dalam Tuhan. Dia akan membuka lembaran baru dalam hidup kita dan terakhir kita harus mengingat kasih setia Tuhan yang memelihara hidup kita. Kendati akan ada banyak kesulitan tapi Tuhan pasti akan memelihara, Dia tidak akan meninggalkan kita. Pemenjaraan orang tua akan memberi kesempatan kita beriman dan mengenal Tuhan dengan lebih mendalam.
GS : Kadang-kadang menghadapi kasus seperti ini kita justru menjauh dari Tuhan atau malah menyalahkan Tuhan, Pak Paul.
PG : Sayangnya itu yang kadang-kadang kita lakukan, tapi justru sebaliknya kita harus mendekat kepada Tuhan. Kita mesti melihat ini dari kacamata Tuhan. Keadilan mesti ditegakkan dan kita tidak boleh berkata, "Biarlah keadilan ditegakkan pada orang lain dan bukan pada keluarga kita sendiri". Tidak seperti itu juga, kalau keluarga kita memang salah maka keadilan harus ditegakkan pula.
GS : Apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?
PG : Mazmur 121 : 5 dan 8 berkata, "Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah Naunganmu di sebelah kananmu, Tuhan akan menjaga keluar masukmu dari sekarang sampai selama-lamanya". Kita mesti berdoa dan yakin, Tuhan akan menjaga orang tua kita, mulai dari masuk ke penjara sampai keluar dari penjara dan Tuhan pun akan menjaga serta menaungi kita yang ditinggalkan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan dan penghiburan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bila Orang Tua Masuk Penjara". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Comments
Anonymous (tidak terverifikasi)
Jum, 26/03/2010 - 6:44pm
Link permanen
Bila Orang Tua Masuk Penjara
Anonymous (tidak terverifikasi)
Sab, 15/05/2010 - 8:21pm
Link permanen
NN
mbah bagong
Sab, 14/04/2012 - 5:51am
Link permanen
bangga dan bahagia bapak ibu dipenjara
TELAGA
Rab, 18/04/2012 - 2:54pm
Link permanen
Shalom, Bersyukur Firman