Di Matius 18:21-22 [1] dicatat percakapan antara Petrus dan Tuhan Yesus. "Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus:: ""Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Bagaimanakah mungkin kita mengampuni orang sebanyak itu yang secara tidak langsung berarti, tanpa batas?
Rintangan untuk MengampuniAudio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs www.telaga.org [4] dengan kode T 410 A [5].
Saya menikah dengan orang Taiwan, pada waktu itu dia berumur 41 tahun. Awalnya saya hanya iseng-iseng ikut lewat jalur perjodohan, namun sebelumnya saya bergumul kepada Tuhan apakah dia jodoh saya. Kami menikah tahun 2006 ketika itu saya berumur 30 tahun yang menurut saya dengan umur itu saya sudah tua. Tahun 2007 saya tinggal di Taiwan bersama dengan mertua perempuan dan adik ipar laki-laki saya. Selama saya 1 bulan di rumah itu saya melihat keganjalan pada suami saya; dia jarang sekali pulang ke rumah, tidak bekerja pula. Saya bertanya-tanya terus kenapa dia tidak pulang. Akhirnya saya mengetahui bahwa suami saya seorang penjudi; bahkan saya pernah diajak ke tempat judi tersebut. Saya marah dan takut akan kenyataan tersebut. Suatu kali saat Imlek saya menerima banyak angpao dan ketika suami saya mengetahui banyak uang yang saya dapatkan dia mencuri uang saya. Saya sempat berpikir untuk kabur karena takut sebab bukan hanya penjudi tapi mencuri juga pekerjaannya. Setelah 4 bulan di Taiwan saya mendapatkan pekerjaan berkat bantuan dari adik ipar perempuan saya. Penghasilan cukup lumayan untuk uang belanja, karena suami tidak memberikannya. Selain itu saya menyisihkan uang untuk saya kirim ke Indonesia buat mama saya. Suami saya tetap sama, dia minta uang ke saya dan sering mencurinya.
Hari Minggu 2 Desember 2007 saya menerima kabar bahwa papa meninggal dunia, saya sedang berduka saat itu. Bukannya memberi penghormatan kepada papa saya dengan membiarkan saya berduka, suami malah menyuruh saya tidak menangis dan harus membantu persiapan keluarganya untuk sembahyang papanya yang sudah meninggal. Lalu saya memutuskan tidak membantu sama sekali karena saya dalam keadaan berduka atas meninggalnya papa saya yang sangat saya cintai. Keesokannya suami dan keluarganya berjanji untuk memulangkan saya ke Indonesia, tapi janji tinggal janji. Dalam 2 hari saya menunggu untuk janji itu ditepati ternyata saya melihat gelagat mencurigakan dari pihak keluarganya dan suami saya. Meskipun kita bertemu mereka tidak bicara sama sekali, atau ketika suami berbicara dia malah membentak-bentak saya. Saya diminta oleh mereka untuk pulang ke Indonesia dan tidak boleh balik lagi ke Taiwan. Saya mengalami tekanan batin yang amat sangat ketika saya diminta untuk menandatangani surat perceraian tanpa legalitas dari surat pemerintah setempat. Saya mencoba mencari informasi untuk menyelamatkan hidup saya disana dalam hitungan beberapa hari. Tapi saya putuskan menandatangani surat perceraian itu dengan kekecewaan, perasaan hancur dan semuanya menjadi satu.
Setelah pulang ke Indonesia meskipun dengan sedikit uang dari suami, saya tinggal dengan orangtua saya. Saya tidak peduli lagi orang atau tetangga saya berkata apa tentang hidup saya. Puji Tuhan, setelah 1 bulan di Indonesia saya mendapat pekerjaan yang pada awalnya saya begitu depresi dan tidak mau bekerja, sebab saya kehilangan papa tercinta dan suami saya.
Meskipun saya ada kesibukan bekerja selama 8 bulan ini, namun kepahitan saya masih melekat dalam hati saya sehingga itu mengganggu saya secara fisik saat sebelum tidur malam. Bagaimana saya bisa memaafkan suami dan keluarganya?
Terima kasih atas perhatiannya.Terima kasih atas kesediaannya untuk menceritakan pengalaman Ibu.
Luka batin adalah pengalaman psikologis yang tidak dapat dihindarkan karena kita hidup di dunia yang sudah rusak oleh dosa dimana kita hidup saling menyakiti orang lain. Luka batin sangat bergantung pada beratnya stres yang menekan dan daya tahan orang tersebut pada stresnya. Kita tidak boleh mengabaikan pengalaman luka batin yang menyakitkan tersebut. Salah satu cara untuk menyembuhkan luka tersebut ialah mengampuni, yang merupakan proses perubahan dimana kita sebagai orang yang disakiti memutuskan untuk tidak membalas dendam atau menghindarinya tetapi kita membebaskan orang yang menyakiti kita itu dari hutangnya. Dan perubahan ini hanya dirasakan melalui tingkah laku, ekspresi wajah, postur tubuh dan kehidupan sehari-hari.
Lalu bagaimana Ibu bisa melakukan itu? Mengampuni orang merupakan proses yang panjang dan menyakitkan karena harus mengorek kembali luka lama yang sudah lama terkubur dalam alam bawah sadar kita. Proses ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan konseling melalui surat namun dengan konseling tatap muka. Namun dengan surat ini kami dapat memberikan beberapa langkah. Pertama, Ibu harus menguji perasaan Ibu dengan pertanyaan: siapa orang yang saya ampuni? Apakah perlakuannya telah melampaui batas? Mengapa saya harus mengampuni? Apakah ada imbalannya? Adilkah itu?
Kedua, ibu belajar untuk mengerti bahwa kalau seseorang itu jika melakukan sesuatu berarti dia memiliki alasan. Jika seseorang itu berbuat curang, tidak sopan, memarahi kita, atau mencampakkan kita mungkin dia sedang berbeban berat atau memunyai trauma masa kecil sehingga berperilaku aneh. Ketiga, Ibu membuka wawasan baru tentang suami dan keluarganya bahwa mereka manusia biasa, penuh kelemahan, penuh kekurangan. Bisa saja mereka mungkin membutuhkan bantuan atau dukungan dari kita. Keempat, Ibu belajar mengasihi mereka dengan kasih yang dari Tuhan. Kasih dari Tuhan adalah kebajikan dan kehendak baik yang tidak mengenal batas. Suatu kasih yang hadir bukan karena adanya perasaan mengasihi tetapi semata-mata karena ingin mengasihi. Kasih yang seperti ini adalah "kasih" sebagai kata kerja.
Sebagai penutup, kami ingin menyampaikan 5 hal yang nampaknya baik dan indah namun sesungguhnya itu bukan mengampuni. Mengampuni bukanlah melupakan, membiarkan, memendam konflik, bukanlah berarti juga menerima kembali mantan suami dan bukanlah toleransi atau membiarkan saja.
Mengampuni membantu Ibu untuk mengurangi stres kehidupan, kekuatiran, depresi, kebencian, kemarahan, kedengkian, tindakan kekerasan, gangguan fisik dan membebaskan kita dari rasa bersalah. Mengampuni justru meningkatkan harapan, harga diri dan kekuatan diri, memerbaiki hubungan yang retak. Doa kami kiranya Tuhan menolong Ibu dalam proses mengampuni mantan suami Ibu dan keluarganya. Jika Ibu tidak keberatan tolong konfirmasikan domisili Ibu agar kami bisa mengarahkan utnuk Ibu mengikuti konseling tatap muka dengan konselor setempat.
Links
[1] http://alkitab.mobi/tb/passage/matius+18%3A21-22s
[2] http://alkitab.mobi/tb/Mat/18
[3] http://alkitab.mobi/tb/Yoh/15/4/
[4] http://www.telaga.org
[5] https://m.telaga.org/audio/pengampunan_0
[6] http://u18.klikhost.net:8000/suaraabdiallah
[7] https://m.telaga.org/jenis_bahan/berita_telaga
[8] https://m.telaga.org/kode_kaset/t410a